NILAI CBR SOAKED DAN k v SUBBASE COURSE PADA BATU KUNING (DOLOMITE LIMESTONE) DENGAN RASIO PERBANDINGAN AGREGAT KASAR DAN AGREGAT HALUS

dokumen-dokumen yang mirip
NILAI CBR UNSOAKED DAN k v SUBBASE COURSE PADA BATU KUNING (DOLOMITE LIMESTONE) DENGAN RASIO PERBANDINGAN AGREGAT KASAR DAN AGREGAT HALUS

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

MUH RISTANTO I JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user SKRIPSI

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

BAB II LANDASAN TEORI

III. METODE PENELITIAN. Bahan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung Rawa Sragi,

III. METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, pertama melakukan pengambilan sampel tanah di

METODE PENELITIAN. Tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lanau yang diambil dari Desa

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diambil meliputi tanah terganggu (disturb soil) yaitu tanah

III. METODE PENELITIAN. paralon sebanyak tiga buah untuk mendapatkan data-data primer. Pipa

Keywords: granular soil, subbase course, k v, CBR. Kata Kunci: tanah granuler, subbase course, nilai k v, CBR

PERENCANAAN PERKERASAN JALAN (Pavement Design) Menggunakan CBR

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel tanah lempung lunak ini berada di Rawa Seragi,

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung yang berasal dari. daerah Karang Anyar, Lampung Selatan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya : 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung yang berasal dari

METODE PENELITIAN. Lampung yang telah sesuai dengan standarisasi American Society for Testing

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Mulai. Pengambilan sampel tanah lempung dan pasir. 2. Persiapan alat. Pengujian Pendahuluan (ASTM D422-63)

Jalan Ir.Sutami No.36A Surakarta Telp.(0271)

V. CALIFORNIA BEARING RATIO

METODE PENELITIAN. tanah yang diambil yaitu tanah terganggu (disturb soil) dan tanah tidak

METODE PENELITIAN. tanah yang diambil yaitu tanah terganggu (disturb soil) dan tanah tidak

III. METODE PENELITIAN. Tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lempung lunak yang diambil dari

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel tanah lempung berpasir ini berada di desa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Tanah yang akan di gunakan untuk penguujian adalah jenis tanah lempung

III. METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan pada penelitian ini yaitu berupa tanah

PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN CAMPURAN DENGAN KOMPOSISI 75% FLY ASH DAN 25% SLAG BAJA PADA TANAH LEMPUNG EKSPANSIF TERHADAP NILAI CBR DAN SWELLING

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini seperti mengumpulkan hasil dari penelitian terdahulu yang berkaitan

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi

BAB III METODOLOGI. langsung terhadap obyek yang akan diteliti, pengumpulan data yang dilakukan meliputi. Teweh Puruk Cahu sepanajang 100 km.

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel tanah Pasir ini berada di Kecamatan Pasir Sakti,

PENGGUNAAN SIRTU MALANGO SEBAGAI BAHAN LAPIS PONDASI BAWAH DITINJAU DARI SPESIFIKASI UMUM 2007 DAN 2010

III. METODOLOGI PENELITIAN. Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik dan sesuai, maka diperlukan

UJI CALIFORNIA BEARING RATIO (CBR) ASTM D1883

BAB III METODE PENELITIAN A. Tahapan Penelitian. Tahap penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 3. 1.

BAB 3 METODE PENELITIAN

TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA

III. METODE PENELITIAN. yang berasal dari Sukarame, Bandar Lampung. Serta cornice adhesive atau

III. METODE PENELITIAN. yang diambil adalah tanah terganggu (disturb soil) yaitu tanah yang telah

PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK GULA (ABU AMPAS TEBU) UNTUK MEMPERBAIKI KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG SEBAGAI SUBGRADE JALAN (059G)

METODE PENELITIAN. 3. Zat additif yaitu berupa larutan ISS 2500 (ionic soil stabilizer).

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN

ANALISA PENGGUNAAN TANAH KERIKIL TERHADAP PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH UNTUK LAPISAN KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengaruh Kandungan Material Plastis Terhadap Nilai CBR Lapis Pondasi Agregat Kelas S

III. METODE PENELITIAN. 2. Air yang berasal dari Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik

Uji Kelayakan Agregat Dari Desa Galela Kabupaten Halmahera Utara Untuk Bahan Lapis Pondasi Agregat Jalan Raya

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah lempung lunak yang

Laporan Laboraturium Uji Tanah CBR Laboraturium. No Test : 17 Topik : Percobaan CBR Laboraturium Tgl Uji : 1 Juni 2010 Hari : Rabu

KAJIAN PEMANFAATAN SIRTU BUMELA SEBAGAI MATERIAL LAPIS PONDASI BAWAH DITINJAU DARI SPESIFIKASI UMUM 2007 DAN 2010

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung anorganik yang. merupakan bahan utama paving block sebagai bahan pengganti pasir.

BAB III LANDASAN TEORI

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 4 DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi

METODE PENELITIAN. Blok I A Karang Anyar, Lampung Selatan. Pengambilan sampel tanah menggunakan tabung besi. Tabung ditekan

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah lanau

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN

KAJIAN PENINGKATAN NILAI CBR MATERIAL LAPISAN PONDASI BAWAH AKIBAT PENAMBAHAN PASIR

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA PEMANFAATAN KLELET ( LIMBAH PADAT INDUSTRI COR LOGAM ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT PADA BETON KEDAP AIR

III. METODE PENELITIAN. Tanah yang akan diuji adalah jenis tanah berbutir halus dari Yoso Mulyo,

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

PENGARUH LAMA PERENDAMAN TERHADAP NILAI CBR SUATU TANAH LEMPUNG UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA LOKASI GEDUNG GRHA WIDYA (Studi Laboratorium).

HASIL DAN PEMBAHASAN. (undisturb) dan sampel tanah terganggu (disturb), untuk sampel tanah tidak

III. METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini sampel tanah yang digunakan adalah jenis tanah organik

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS PENINGKATAN NILAI CBR PADA CAMPURAN TANAH LEMPUNG DENGAN BATU PECAH

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

kelompok dan sub kelompok dari tanah yang bersangkutan. Group Index ini dapat

DAFTAR ISI. TUGAS AKHIR... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PENGESAHAN PENDADARAN... iii. PERNYATAAN... iv. PERSEMBAHAN... v. MOTTO...

METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH

KORELASI KEPADATAN LAPIS PONDASI BAWAH JALAN RAYA DENGAN KADAR AIR SPEEDY TEST DAN OVEN TEST. Anwar Muda

Kajian Peningkatan Daya Dukung Sub Base Menggunakan Pasir Sumpur Kudus

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diambil meliputi tanah tidak terganggu (undistrub soil).

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya

NAMA PRAKTIKAN : Genta Dewolono Grace Helen Y. T Muh. Akram Ramadan KELOMPOK : R 11 TANGGAL PRAKTIKUM : 17 Maret 2016

EVALUASI KARAKTERISTIK AGREGAT UNTUK DIPERGUNAKAN SEBAGAI LAPIS PONDASI BERBUTIR

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengamatan dan pengambilan sampel tanah pada penelitian ini

Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS)

Transkripsi:

digilib.uns.ac.id NILAI CBR SOAKED DAN k v SUBBASE COURSE PADA BATU KUNING (DOLOMITE LIMESTONE) DENGAN RASIO PERBANDINGAN AGREGAT KASAR DAN AGREGAT HALUS ((Value of CBR Soaked and k v Subbase Course On Dolomite Limestone With Ratio of Camparison Coarse Aggregate and Fine Aggregate)) SKRIPSI Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta Disusun Oleh : SUJADI JAYA HARTONO I 1106057 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 i

digilib.uns.ac.id ABSTRAK SUJADI JAYA HARTONO, 2012. Nilai CBR Soaked dan k v Subbase Course Pada Batu Kuning (Dolomite Limestone) Dengan Rasio Perbandingan Agregat Kasar Dan Agregat Halus. Skripsi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Batu Kuning (Dolomite Limestone) yang diambil di desa Soko kecamatan Miri Kabupaten Sragen merupakan langkah awal dari pemanfaatan batu kuning sebagai bahan perkerasan jalan khususnya lapis pondasi bawah (subase course). Penelitian ini bertujuan menganalisis karakteristik material batu kuning, menentukan variasi rancangan material subbase course berupa batu kuning dengan penambahan agregat pilihan berupa kerikil dan pasir, serta menganalisis besar prosentase nilai CBR soaked dan nilai k v dengan menggunakan material batu kuning serta menambahkan agregat pilihan berupa pasir dan kerikil sebagai bahan penelitian. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan total benda uji 96 buah yang terdiri dari batu kuning, batu kuning + pasir, batu kuning + kerikil dan batu kuning + pasir + kerikil. Dari tiap sampel terdiri dari 4 variasi campuran, 5 variasi penambahan air sebesar 0 ml, 50 ml, 100 ml, 150 ml, 200 ml pada tiap benda uji untuk pengujian modified proctor dilakukan sesuai dengan ASTM (American Society for Testing and Materials), kemudian diambil nilai yang maksimum dari tiap sampel variasi pencampuran untuk dilakukan pengujian CBR soaked berdasarkan prosedur-prosedur laboratorium sesuai dengan ASTM Untuk menentukan nilai modulus reaksi tanah dasar (kv) dilakukan pendekatan antara hubungan nilai CBR soaked dan nilai modulus reaksi tanah dasar (kv). Pada pengujian modified proctor semua variasi diperoleh kadar air (w) dan berat isi kering (g d ) tertinggi pada variasi D3 yang terdiri dari 35% (3/4,3/8,4,8,40, dan 200) batu kuning (dolomite limestone), 35% (3/8 ) kerikil dan 30% pasir diperoleh w opt = 3,801 % dan g d max = 2,233 gr/cm 3 pada penambahan air 100 ml. Sedangkan yang terendah pada variasi A3 yang terdiri dari 90% (3/4,3/8,4,8,) batu kuning (dolomite limestone) dan 10% (8, 40, dan 200) batu kuning (dolomite limestone) diperoleh w opt = 4,411 % dan g d max = 1,936 gr/cm 3 pada penambahan air 0 ml. Penelitian ini menunjukkan bahwa Nilai CBR soaked tertinggi pada semua variasi sebesar 54,85 % yang terdiri dari 35% (3/4,3/8,4,8,40, dan 200) batu kuning (dolomite limestone), 35% Pasir dan 30% (4) kerikil atau pada variasi D2, sedangkan yang terendah pada semua variasi sebesar 4,33 % terdiri dari 70% (3/4,3/8,4,8,40, dan 200) batu kuning (dolomite limestone) dan 30% (1/2,3/8, dan 4) kerikil atau pada variasi C4. Nilai modulus of subgrade reaction (k v ) tertinggi pada semua variasi sebesar 145.641,42 kn/m 3 atau pada variasi D2, sedangkan terendah sebesar 35.617,14 kn/m 3 atau pada variasi C4. Kata kunci : kadar air (w), berat isi kering (g d ), CBR soaked dan nilai k v v

digilib.uns.ac.id KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul NILAI CBR SOAKED DAN k v SUBBASE COURSE PADA BATU KUNING (DOLOMITE LIMESTONE) DENGAN RASIO PERBANDINGAN AGREGAT KASAR DAN AGREGAT HALUS. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana pada Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta. Proses penyusunan skripsi ini tidak bisa lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penyusun menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Ir. Noegroho Djarwanti, MT selaku Dosen Pembimbing I. 2. Ir. Ary Setyawan, Msc, PhD selaku Dosen Pembimbing II. 3. Ir. Slamet Prayitno, MT selaku Dosen Pembimbing Akademik. 4. Staf Pengelola/Laboran Laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta. 5. Saudara Candra, Taru, Anjar, Andi, Viko, Fendy, Wanda, dan Tony yang telah membantu penelitian. 6. Rekan-rekan mahasiswa Teknik Sipil Non Reguler 2006. 7. Para sahabat Team Baiturrahman. 8. Semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik akan sangat membantu demi kesempurnaan penelitian selanjutnya. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi pembaca. Surakarta, Oktober 2012 Penyusun vii

digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xv DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL... xvi BAB 1 PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 6 1.3 Batasan Masalah... 6 1.4 Tujuan Penelitian... 7 1.5 Manfaat Penelitian... 7 1.5.1 Manfaat Teoritis... 7 1.5.2 Manfaat Praktis... 7 BAB 2 LANDASAN TEORI... 8 2.1 Tinjauan Pustaka... 8 2.2 Dasar Teori... 9 2.2.1 Struktur Lapis Perkerasan Jalan... 10 2.2.2 Lapis Pondasi Bawah (Subbase Coarse)... 10 2.2.3 Material Struktur Lapis Perkerasan..... 11 2.2.3.1 Dolomite Limestone (Batu Kuning)... 11 2.2.3.2 Material Struktur... 11 2.2.4 Pengujian Pemadatan commit Modifikasi to user (Modified Proctor Test). 12 viii

digilib.uns.ac.id 2.2.5 California Bearing Ratio ( CBR )......14 2.2.6 Koefisien Reaksi Subgrade Arah Vertikal (k v )..17 2.3 Hasil Pengujian Agregat Penelitian Terdahulu....19 2.3.1 Hasil Pengujian Material Batu Kuning (Dolomite Limestone)...19 2.3.2.Hasil Pengujian Agregat Halus (Pasir)...22 2.3.3 Hasil Pengujian Agregat Kasar (Kerikil)...... 24 BAB 3 METODE PENELITIAN... 26 3.1 Persiapan Sampel Material... 26 3.1.1 Batu Kuning... 26 3.1.2 Kerikil... 26 3.1.3 Pasir... 26 3.1.4 Mix Design... 27 3.2 Pengujian Awal... 30 3.2.1 Bahan dan Alat Penelitian... 30 3.2.2 Modified Proctor Test... 30 3.2.2.1 Persiapan Benda Uji... 31 3.2.3.2 Alat dan Bahan... 31 3.2.3.3 Cara Kerja... 32 3.3 Pengujian Pemadatan CBR ( California Bearing Ratio )... 33 3.3.1 Persiapan Benda Uji... 33 3.3.2 Cara Pencampuran Material... 33 3.3.3 Alat dan Bahan... 33 3.3.4 Cara Kerja... 34 3.4 Pengujian Penetrasi Pemadatan CBR ( California Bearing Ratio )... 35 3.4.1 Alat dan Bahan... 35 3.4.2 Cara Kerja... 36 3.4.3 Pengujian Penetrasi CBR Soaked ( Terendam )... 38 3.4.3.1. Alat dan Bahan... 38 3.4.3.2. Cara Kerja... 38 3.5 Mengestimasi Nilai k v... 40 3.6 Analisis Korelasi... 41 3.7 Alur Penelitian... 42 ix

digilib.uns.ac.id BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN.......43 4.1 Pengujian Modified Proctor... 43 4.2 Pengujian CBR Soaked Modified...45 4.3 Pengaruh Gradasi Batu Kuning Terhadap Nilai CBR Soaked Modified....51 4.4 Pengaruh Penambahan Pasir Pada Batu Kuning Terhadap Nilai CBR Soaked Modified. 53 4.5 Pengaruh Penambahan Kerikil Pada Batu Kuning Terhadap Nilai CBR Soaked Modified.54 4.6 Pengaruh Penambahan Pasir Dan Kerikil Pada Batu Kuning Terhadap Nilai CBR Soaked Modified.....56 4.7 Nilai Modulus Reaksi Tanah Dasar (k v ) dan Korelasinya Dengan Nilai CBR Soaked Modified Maksimum Pada CBR 0,1 dan CBR 0,2...57 4.8 Korelasi Hubungan Nilai CBR Soaked Modified Penelitian Terdahulu dan Penelitian Sekarang Dengan Nilai k v Pada Berbagai Variasi...60 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN....64 5.1 Kesimpulan... 64 5.2 Saran... 64 DAFTAR PUSTAKA... xvii LAMPIRAN x

digilib.uns.ac.id BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejumlah bagian jalan atau bahkan ruas jalan di Indonesia seringkali dijumpai dalam kondisi rusak (berlubang) dengan berbagai jenis tingkatannya. Kerusakan tersebut bahkan banyak yang dapat dikategorikan sebagai rusak berat dan sedang. Pada saat musim hujan kerusakan jalan seringkali dikaitkan dengan fenomena alam ini. Pada saat musim hujan, perbaikan tidak atau relatif sulit untuk dilakukan, khususnya untuk jenis konstruksi jalan lentur. Kerusakan yang diakibatkan antara lain adalah kerusakan pada struktur lapisan perkerasan jalan dapat disebabkan oleh berbagai faktor salah satu contoh yaitu pada lapis pondasi bawah (subbase course), penyebab dari kerusakan pada lapisan ini yaitu daya dukung tanah yang kurang baik, kadar air yang tinggi dan material yang digunakan sebagai bahan subbase course kurang memenuhi standar. Kondisi jalan di daerah Miri kabupaten Sragen merupakan daerah yang sering terjadi kerusakan pada struktur lapis perkerasan jalan. Dengan demikian demi penghematan biaya yang dikeluarkan dan efiesiensi waktu terhadap pelaksanaan perbaikan jalan, penggunaan material lokal akan memberikan alternatif yang baik untuk bahan perkerasan jalan. Di daerah kecamatan Miri terdapat hamparan luas batu kuning (dolomite limestone) yang terdapat di perbukitan desa Soko. Perubahan cuaca atau iklim menyebabkan terjadinya fluktuasi kadar air pada tanah dasar. Pada musim hujan kadar air menjadi lebih besar dibanding musim kemarau. Kekuatan atau kekakuan tanah dasar dipengaruhi oleh perubahan kadar air dan diperhitungkan dengan mengevaluasi parameter kekuatan tanah dasar, misalnya dengan CBR( California Bearing Ratio) soaked, (Hardiyatmo, 2007). 1

digilib.uns.ac.id 2 Modulus reaksi tanah dasar (modulus of subgrade reaction) atau nilai k v ditentukan dari uji beban pelat, atau didefinisikan sebagai nilai banding antara unit tegangan reaksi tanah terhadap penurunan yang terjadi. Namun, kadang-kadang, hasil uji CBR juga dapat digunakan untuk mengestimasi nilai k v. Berikut ini merupakan prosedur penentuan modulus reaksi tanah dasar yang dilakukan dengan cara melakukan pendekatan nilai modulus reaksi tanah dasar (k v ) dengan menggunakan hubungan nilai CBR dengan k v, yang diambil dari literatur Highway Engineering (Teknik Jalan Raya), Oglesby dan Hicks, Stanford University & Oregon State University, 1996 dalam Firdaus (2010). Latar belakang masalah diatas menjadi dasar dalam penelitian ini dengan memanfaatkan material lokal berupa batu kuning, sebagai bahan pembuatan struktur lapisan perkerasan jalan, yang ditinjau pada lapisan subbase course. Waktu perendaman selama empat hari memberikan kesempatan material untuk mengalami penambahan kadar air yang dapat mempengaruhi nilai CBR soaked. Dalam penelitian ini merupakan langkah dalam mengatasi kerusakan jalan, sarana dan prasarana didaerah tersebut dan diharapkan dalam penelitian ini dapat memprediksikan nilai CBR soaked dan nilai modulus reaksi tanah dasar (k v ) di daerah lain, yang ditinjau pada lapisan subbase course. Dari penelitian terdahulu terdapat prosentase campuran sebagai berikut: Tabel 1.1 Variasi A (Batu Kuning). (Mahesa Taruwibowo, 2012). Kode Variasi BATU KUNING Agregat Kasar No. No. No. 3/4 3/8 4 No. 8 Agregat Halus No. 40 No. 200 A 1 Prosentase 50% 50% A2 Prosentase 75% 25% A 3 Prosentase 100% 0% A 4 Prosentase commit 25% to user 75%

digilib.uns.ac.id 3 Tabel 1.2 Variasi B (Batu Kuning + Pasir). (Mahesa Taruwibowo, 2012). Kode Variasi BATU KUNING + PASIR BATU KUNING Agregat Kasar Agregat Halus No. No. No. No. 3/8 4 8 40 No. 3/4 No. 200 PASIR B 1 Prosentase 50% 50% B 2 Prosentase 75% 35% B 3 Prosentase 25% 75% B 4 Prosentase 75% 0% 25% Tabel 1.3 Variasi C (Batu Kuning + Kerikil). (Mahesa Taruwibowo, 2012). Kode Variasi BATU KUNING + KERIKIL BATU KUNING Agregat Kasar Agregat Halus No. No. No. No. 3/8 4 8 40 No. 3/4 No. 200 No. 1/2 KERIKIL No. 3/8 No. 4 C1 Prosentase 50% 50% C2 Prosentase 50% 50% C3 Prosentase 25% 75% C4 Prosentase 75% 25%

digilib.uns.ac.id 4 Tabel 1.4 Variasi D (Batu Kuning + Kerikil + Pasir). (Mahesa Taruwibowo, 2012). Kode Variasi BATU KUNING + KERIKIL + PASIR BATU KUNING KERIKIL Agregat Kasar Agregat Halus No. No. No. No. No. No. No. No. No. 3/4 3/8 4 8 40 200 1/2 3/8 4 PASIR D1 Prosentase 33,33% 33,33% 33,33% D2 Prosentase 33,33% 33,33% 33,33% D3 Prosentase 35% 33,33% 33,33% D4 Prosentase 20% 60% 20% Maka dilanjutkan penelitian lanjutan dengan prosentase campuran yang berbeda dengan tujuan untuk memperhalus trendline nilai CBR soaked dengan prosentase campuran sebagai berikut: Tabel 1.5 Variasi A (Batu Kuning). Kode Variasi BATU KUNING Agregat Kasar No. No. No. 3/4 3/8 4 No. 8 Agregat Halus No. 40 No. 200 A 1 Prosentase 40% 60% A2 Prosentase 60% 40% A 3 Prosentase 90% 10% A 4 Prosentase 70% 30%

digilib.uns.ac.id 5 Tabel 1.6 Variasi B (Batu Kuning + Pasir). Kode Variasi BATU KUNING + PASIR BATU KUNING Agregat Kasar Agregat Halus No. No. No. No. 3/8 4 8 40 No. 3/4 No. 200 PASIR B 1 Prosentase 55% 45% B 2 Prosentase 70% 30% B 3 Prosentase 30% 70% B 4 Prosentase 70% 0% 30% Tabel 1.7 Variasi C (Batu Kuning + Kerikil). Kode Variasi BATU KUNING + KERIKIL BATU KUNING Agregat Kasar Agregat Halus No. No. No. No. 3/8 4 8 40 No. 3/4 No. 200 No. 1/2 KERIKIL No. 3/8 No. 4 C1 Prosentase 55% 45% C2 Prosentase 55% 45% C3 Prosentase 30% 70% C4 Prosentase 70% 30%

digilib.uns.ac.id 6 Tabel 1.8 Variasi D (Batu Kuning + Kerikil + Pasir). Kode Variasi BATU KUNING + KERIKIL + PASIR BATU KUNING KERIKIL Agregat Kasar Agregat Halus No. No. No. No. No. No. No. No. No. 3/4 3/8 4 8 40 200 1/2 3/8 4 PASIR D1 Prosentase 35% 35% 30% D2 Prosentase 35% 35% 30% D3 Prosentase 35% 35% 30% D4 Prosentase 25% 56,25% 18,75% 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah yang dapat diambil dari uraian latar belakang diatas adalah : 1. Bagaimanakah prosentase variasi komposisi material yang digunakan (batu kuning, pasir dan kerikil) untuk memenuhi standar sebagai bahan lapisan subbase course? 2. Berapakah besar nilai CBR soaked yang dihasilkan dari variasi komposisi material diatas? 3. Berapakah besar nilai k v (modulus reaksi tanah dasar) yang didapat dari hasil nilai CBR soaked yang dihasilkan? 1.3 Batasan Masalah 1. Pengujian compacting dilakukan di laboratorium mengacu pada ASTM (American Society for Testing and Materials) dengan jenis Modified Proctor. 2. Kombinasi gradasi agregat dianggap masuk dalam spesifikasi gradasi untuk bahan subbase course. 3. Material batu kuning merupakan material lokal dari daerah Soko Kecamatan Miri di wilayah Kabupaten Sragen.

digilib.uns.ac.id 7 4. Jenis material adalah material lokal (batu kuning) untuk lapisan subbase course. 5. Variasi pencampuran yang dilakukan meliputi: material batu kuning saja (kelompok A), batu kuning + pasir (kelompok B), batu kuning + kerikil (kelompok C) dan batu kuning +pasir +kerikil (kelompok D). 1.4 Tujuan Penelitian 1. Menganalisis perilaku karakteristik material batu kuning, pasir dan kerikil. 2. Mengetahui nilai CBR soaked pada berbagai variasi prosentase batu kuning 3. Menganalisis seberapa besar prosentase nilai CBR soaked dan nilai k v pada variasi rancangan diatas. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat Teoritis Dengan adanya penelitian ini, maka dapat diketahui hubungan antara pengujian pemadatan Modified Proctor Test, dengan CBR soaked dan nilai k v pada struktur lapisan subbase course untuk perkerasan jalan. 1.5.2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan memberi pentunjuk dilapangan untuk: 1. Mengetahui karakteristik perilaku sampel material batu kuning. 2. Dengan penelitian ini, diharapkan dapat dijadikan salah satu acuan untuk mengetahui variasi campuran material. 3. Sebagai salah satu alternatif penggunaan batu kuning sebagai bahan yang dipakai untuk lapisan perkerasan jalan khususnya untuk lapisan subbase course.

digilib.uns.ac.id BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Material struktur lapis perkerasan, seperti lapis pondasi (base course), lapis pondasi-bawah (subbase course), dan lapis permukaan harus terdiri dari campuran material granuler. Struktur pembentuk perkerasan yang stabil secara mekanis, umumnya terdiri dari campuran agregat kasar (kerikil, batu pecah, slag dan sebagainya), agregat halus (abu batu, pasir dan sebagainya), lanau, lempung, yang dicampur dengan proporsi tertentu dan dipadatkan dengan baik, (Hardiyatmo, 2010). Dari hasil penelitian sebelumnya diketahui dengan penambahan prosentase kadar batu kuning dari 100% di CBR Soaked 0,2 mengalami siklus trendline naik di 90% lalu menurun sampai sekitar 50%, dan mengalami kenaikan trendline nya, dan di CBR Soaked 0,1 mengalami trendline yang lebih halus penurunan hingga 60% lalu naik kembali. (Mahesa Taruwibowo, 2012). Seperti tercantum pada Gambar 2.1. Pendekatan nilai modulus reaksi tanah dasar (k v ) dapat menggunakan hubungan nilai CBR dengan k v seperti yang ditunjukkan pada grafik nomogram yang diambil dari literatur Highway Engineering (Teknik Jalan Raya), Oglesby dan Hicks, Stanford University & Oregon State University, 1996 dalam Firdaus (2010). 8

digilib.uns.ac.id 9 Gambar 2.1 Grafik Hubungan Nilai CBR 0,1 dan CBR 0,2 Maksimum Terhadap Prosentase Batu Kuning (Mahesa Taruwibowo, 2012). Grafik diatas masih kasar dan di coba penelitian lanjutan untuk menghaluskan hasil grafik diatas dengan material yang sama persis tetapi dengan komposisi material yang berbeda guna mencari grafik yang lebih halus lagi trendline nya. 2.2 Dasar Teori Ada tiga komponen dasar dari perkerasan jalan raya: yang paling bawah yang terdiri dari tanah dasar tanah asli dan lapisan batu (subbase) yang melapisinya; roadbase adalah lapisan struktural utama yang fungsi utamanya adalah untuk menahan tekanan roda dan tegangan di atasnya dan untuk mendistribusikan mereka kedalam lapisan di bawahnya, dan permukaan, biasanya diterapkan dalam jalan dasar dan tentu saja memakai, menggabungkan baik naik berkualitas dengan ketahanan selip yang memadai, dan meminimalkan kemungkinan masuknya air kedala lapis perkerasan jalan akibat dari permukaan jalan yang retak. (Gilbert Tchemou Dkk, 2011)

digilib.uns.ac.id 10 2.2.1 Struktur Lapis Perkerasan Jalan Struktur perkerasan lentur, umumnya terdiri atas: lapis pondasi bawah (subbase course), lapis pondasi (base course), dan lapis permukaan (surface course). Sedangkan susunan lapis perkerasan adalah seperti diperlihatkan pada Gambar dibawah ini : Gambar 2.2 Susunan lapis perkerasan jalan. (Departemen Permukiman Dan Prasana Wilayah, 2002) 2.2.2 Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course) Lapis pondasi bawah adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang terletak antara tanah dasar dan lapis pondasi. Biasanya terdiri atas lapisan dari material berbutir (granular material) yang dipadatkan, distabilisasi ataupun tidak, atau lapisan tanah yang distabilisasi. Fungsi lapis pondasi bawah antara lain : a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebar beban roda. b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisanlapisan diatasnya dapat dikurangi ketebalannya (penghematan biaya konstruksi). c. Mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi. d. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan konstruksi berjalan lancar.

digilib.uns.ac.id 11 Lapis pondasi bawah diperlukan sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar terhadap roda-roda alat berat (terutama pada saat pelaksanaan konstruksi) atau karena kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca. Bermacam-macam jenis tanah setempat (CBR > 20%, PI < 6%) yang relatif lebih baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai bahan pondasi bawah. Campurancampuran tanah setempat dengan kapur atau semen portland, dalam beberapa hal sangat dianjurkan agar diperoleh bantuan yang efektif terhadap kestabilan konstruksi perkerasan. 2.2.3 Material Struktur Lapis Perkerasan 2.2.3.1 Dolomite Limestone (Batu Kuning) Dolomite adalah carbonate mineral yang terdiri dari calcium magnesium carbonate CaMg(CO 3 ) 2. Pada umumnya terdapat pada batuan sedimen yang disebut dolostone. Dolomite mempunyai karakteristik fisik, yaitu berwarna kuning, merah muda, putih, coklat, merah dan berkristal. Dolomite lebih keras dan padat bila disbandingkan batu kapur, dan lebih tahan terhadap asam. 2.2.3.2 Material Struktur Material struktur lapis perkerasan, seperti lapis pondasi (base course), lapis pondasi-bawah (subbase course), dan lapis permukaan harus terdiri dari campuran material granuler. Struktur pembentuk perkerasan yang stabil secara mekanis, umumnya terdiri dari campuran agregat kasar (kerikil, batu pecah, slag dan sebagainya), agregat halus (abu batu, pasir dan sebagainya), lanau, lempung, yang dicampur dengan proporsi tertentu dan dipadatkan dengan baik, (Hardiyatmo, 2010).

digilib.uns.ac.id 12 Distribusi ukuran butiran untuk perkerasan jalan yang paling banyak dipakai (secara umum) untuk pekerjaan perkerasan jalan adalah Department of the Army and The Air Force, 1994. Berikut ini adalah distribiusi ukuran butiran untuk perkerasan jalan yang disajikan pada Tabel 2.1 : Tabel 2.1 Distribusi ukuran butiran untuk perkerasan jalan. (Department of the Army and The Air Force, 1994). Persen lolos saringan (%) Ukuran saringan Lapis pemukaan Lapis pondasi - bawah (Lapis pondasi) 26,5 mm 100 100 19,0 mm 85-100 70-100 9,5 mm 65-100 50-80 4,75 mm (no.4) 55-85 32-65 2,36 mm (no.8) 1) 20-60 25-50 0,425 mm (no.40) 25-45 15-30 0,075 mm (no.200) 2) 10-25 5-15 1) Ukuran butiran maksimal lapis pondasi-bawah sering dinaikkan sampai 40 mm 2) Fraksi butiran 0,075 mm adalah fraksi yang mengandung partikel debu 2.2.4 Pengujian Pemadatan Modifikasi (Modified Proctor Test) Pemadatan tanah merupakan suatu proses mekanis dimana udara dalam pori tanah dikeluarkan. Adapun proses tersebut dilakukan pada tanah yang digunakan sebagai bahan timbunan. Dengan maksud : a) Mempertinggi kekuatan tanah. b) Memperkecil pengaruh air pada tanah. c) Memperkecil compressibility dan daya rembes airnya.

digilib.uns.ac.id 13 Pada derajat kepadatan tinggi berarti : Berat isi tanahnya maksimum (g b maks dan g d maks ) Kadar air tanahnya optimum (w opt ). Angka porinya minimum (e min ). Porositasnya minimum (n min ). Modified Proctor Test test ini adalah suatu percobaan tanah untuk memeriksa kadar air tanah dan sifat yang lain. Gambar 2.3 Kurva Hasil Pemadatan Pada Berbagai Jenis Tanah (ASTM D-698) ( Head, 1980 ). Pada tanah pasir g d cenderung berkurang saat kadar air (w) bertambah. Pengurangan g d ini adalah akibat dari pengaruh hilangnya tekanan kapiler saat kadar air bertambah. Pada kadar air rendah, tekanan kapiler dalam tanah yang

digilib.uns.ac.id 14 berada di dalam rongga pori menghalangi kecenderungan partikel untuk bergerak, sehingga butiran cenderung merapat (padat), (Hardiyatmo, 2006). 2.2.5 California Bearing Ratio (CBR) CBR didefinisikan sebagai perbandingan dari gaya yang dibutuhkan untuk penetrasi sebuah piston dengan luas permukaan 1935 mm 2 ( 3 in 2 ) ke dalam tanah yang ditempatkan di sebuah tempat khusus dengan kelajuan rata rata 1 mm/ mnt ( 0.05 in/ mnt ), dari kebutuhan yang sama untuk penetrasi contoh standar batu pecah yang dipadatkan. Perbandingan yang digunakan adalah penetrasi ke 2.5 dan 5.0 mm ( 0.1 dan 0.2 in ) dan yang digunakan adalah harga tertinggi. Gaya Terukur CBR = 100 %...(2.1) Standar Gaya Beban permukaan piston berbentuk semi-lingkaran terbuat dari logam, biasanya diletakkan di atas permukaan contoh tanah sebelum diuji. Piston memiliki berat 2 kg setara dengan ketebalan konstruksi beban luar setebal 70 mm, dalam satuan Inggris memiliki berat 5 lb setara dengan ketebalan 3 in. Pengujian CBR menggunakan prinsip penetrasi geser dengan kelajuan tetap dimana standar plunger didorong masuk ke dalam tanah dengan kelajuan tetap dan gaya yang dibutuhkan untuk mempertahankan kelajuan diukur tiap interval tertentu. Hubungan beban penetrasi digambarkan sebagai grafik, mulai dari beban diterapkan menjadi penetrasi standar beban tidak dibaca dan ditunjukkan sebagai perbandingan dari beban standar. Standar gaya dihasilkan dari kisaran penetrasi mulai dari 2 hingga 12 mm. Gaya yang ditunjukkan adalah tipe berat, berdasarkan penetrasi 2.5 dan 5 mm, digunakan dalam perhitungan standar nilai CBR. Pernyataan ini sama dengan kriteria asli untuk tekanan kontak di bawah plunger dengan luas permukaan 3 in 2, adalah 1000 lb/in 2 di penetrasi 0.1 dan 1500 lb/in 2 di penetrasi 0.2, dapat

digilib.uns.ac.id 15 ditunjukkan pada Tabel 2.2 Hubungan standar gaya penetrasi untuk uji CBR (Head, 1980). Tabel 2.2 Hubungan standar gaya penetrasi untuk uji CBR (Head, 1980). Penetrasi Gaya Tekanan ( in ) ( mm ) ( kn ) ( lbf ) ( lb/in2 ) 2 11.5 0.1 2.5 13.24 3000 1000 4 17.6 0.2 5 19.96 4500 1500 6 22.2 8 26.3 10 30.3 12 33.5 Gaya standar ini didasarkan pada uji contoh pemadatan batu pecah, yang didefinisikan sebagai nilai CBR 100%. Berdasarkan beberapa grafik pengujian CBR, dari 20 hingga 200% nilai CBR, dapat diperlihatkan pada Gambar 2.4 grafik beberapa nilai CBR. Gambar 2.4 Grafik beberapa commit to nilai user CBR ( Head, 1980 ).

digilib.uns.ac.id 16 Nilai CBR mungkin terjadi melebihi 100%, hal ini terjadi pada pemadatan slag ( limbah peleburan logam ) pecah dan tanah yang telah distabilkan. Pada intinya nilai CBR adalah rata rata dari pengumpulan data grafik beban penetrasi sebagai kuantitas numerik tunggal ( harga tunggal ). Nilai CBR yang diberikan oleh tanah tergantung dari kepadatan kering dan kadar airnya. Sesuai dengan derajat kepadatan, nilai CBR akan turun dengan bertambahnya kadar air dan penurunan ini bisa lebih cepat jika berada di atas kadar air optimum. Davis (1949) dalam Head (1980) menyebutkan rata rata penurunan semakin tajam untuk tanah berbutir kasar. Pada Gambar 2.5 hubungan nilai CBR dengan kadar air dan grafik pemadatan dapat digambarkan pada skala logaritmik. Gambar 2.5 Grafik hubungan nilai CBR dengan kadar air dan grafik pemadatan (Head, 1980). Terdapat dua puncak pada kurva C terjadi pada kepadatan kering optimum tanah lempung, terutama untuk usaha pemadatan tingkat rendah. Hubungan yang sama dapat dibuat untuk derajat pemadatan yang lain.

digilib.uns.ac.id 17 Nilai CBR umumnya diaplikasikan pada desain runway atau taxiway lapangan terbang dan jalan raya. Grafik desain standar digunakan para insinyur untuk menentukan ketebalan konstruksi berdasarkan nilai CBR tergantung dari antisipasi kondisi lalu-lintas kendaraan atau pesawat terbang sesuai dengan beban sumbu dan frekuensi lalu-lintas. Praktisi Amerika memperkenalkan benda uji CBR dengan cara perendaman. Upaya ini sebagai tindakan pencegahan untuk mengijinkan penambahan kadar air ke dalam tanah selama terjadi banjir atau kenaikan muka air tanah. Perendaman cenderung menghasilkan distribusi kadar air yang tidak rata pada contoh tanah. Geser pada sisi dalam mould menghasilkan pengembangan yang tidak seragam dan 10 mm bagian atas atau lebih tanah cenderung melunak daripada yang terjadi di lapangan. Tabel 2.4 Tebal Subbase Course berdasarkan mutu tanah dasar (Departemen Pekerjaan Umum, 2002). Jenis sub grade Definisi Tebal sub base minimum Lemah Sub grade dengan CBR 2 % 150 mm Normal Sub grade dengan 2 % CBR 15 % 80 mm Stabil CBR 15 % 0 mm 2.2.6 Koefisien Reaksi Subgrade Arah Vertikal (k v ) Modulus of subgrade reaction (k v ), didefinisikan sebagai nilai banding antara unit tegangan reaksi tanah terhadap penurunan yang terjadi. Modulus of subgrade reaction (k v ), digunakan dalam perhitungan pondasi elastik, yaitu pondasi yang dianggap berperilaku elastik pada saat menerima pembebanan (Daud, dkk.,2009 dalam Firdaus (2010)).

digilib.uns.ac.id 18 Koefisien subgrade tanah atau lebih dikenal dengan Modulus of subgrade reaction adalah nilai perbandingan tekanan tanah dengan penurunan yang terjadi, yang ditentukan dari uji beban pelat (plate load test). Hardiyatmo, dkk. (2000) menjelaskan pada umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut: 1. Sifat mengembang dan menyusut akibat perubahan kadar air. 2. Intrusi pemompaan pada sambungan, retak dari tepi tepi pelat sebagai pembebanan lalu lintas. 3. Daya dukung yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukanya, atau akibat pelaksanaanya. 4. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar yang tidak dipadatkan secara baik. Rumus dasar perhitungan nilai koefisien tanah subgrade (k v ) untuk pelat kaku (Hardiyatmo dkk., 2010) adalah : p k v =...(2.2) d dengan, k v = nilai modulus reaksi subgrade tanah (kn/m 2.m -1 ), p = tekanan (kn/m 2 ), δ = lendutan pelat (m), Untuk pelat yang fleksibel diusulkan dengan menggunakan persamaan (Hardiyatmo dkk., 2000) adalah: k Q A C v =...(2.3) d a dengan Q adalah beban titik, A c luas bidang tekan dan δ a adalah nilai defleksi rerata pelat.

digilib.uns.ac.id 19 Khanna, dkk (1976) dalam Nawangalam (2008) menyebutkan bahwa standar untuk penentuan nilai modulus of subgrade reaction adalah tekanan (pressure) yang terbaca saat terjadi penurunan 0,125 cm untuk pelat uji diameter 76 cm. Sedangkan standar dari US Corps of Engineers menyarankan penurunan nilai modulus of subgrade reaction berdasarkan lendutan yang terjadi saat tercapai pressure 0,69 kg/cm2. Pendekatan nilai modulus reaksi tanah dasar (k v ) dapat menggunakan hubungan nilai CBR dengan k v seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6 diambil dari literatur Highway Engineering (Teknik Jalan Raya), Oglesby dan Hicks, Stanford University & Oregon State University, 1996 dalam Firdaus (2010). Gambar 2.6 Hubungan antara k v dan CBR (Oglesby dan Hicks, 1996). 2.3 Hasil Pengujian Agregat Penelitian Terdahulu 2.3.1 Hasil Pengujian Material Batu Kuning (Dolomite Limestone) Dilihat dari penelitian terdahulu, grafik masih kasar dan di coba penelitian lanjutan untuk menghaluskan hasil grafik diatas dengan material yang sama persis tetapi dengan komposisi material yang berbeda guna mencari grafik yang lebih halus lagi trendline nya. Latar belakang masalah diatas menjadi dasar dalam penelitian ini dengan memanfaatkan material lokal berupa batu kuning, sebagai bahan pembuatan struktur lapisan perkerasan jalan, yang ditinjau pada lapisan subbase course. Waktu perendaman selama empat hari memberikan kesempatan material untuk mengalami penambahan kadar air yang dapat mempengaruhi nilai CBR soaked.

digilib.uns.ac.id 20 Dalam penelitian ini merupakan langkah dalam mengatasi kerusakan jalan, sarana dan prasarana didaerah tersebut dan diharapkan dalam penelitian ini dapat memprediksikan nilai CBR soaked dan nilai modulus reaksi tanah dasar (k v ) di daerah lain, yang ditinjau pada lapisan subbase course. Tabel 2.5 Hasil Pengujian Material Batu Kuning (Dolomite Limestone) (Fahri Ardian, Dkk 2011). Jenis Pengujian Nilai Pengujian Batu Kuning Standar Kesimpulan Abrasi 44 Maks 50 % Memenuhi Bulk Spesific Gravity 2,521 Min 2,5 Memenuhi Bulk Spesific Gravity SSD 2,589 2,5 2,7 Memenuhi Absorbtion 2,67 % Maks 3% Memenuhi Hasil pengujian agregat kasar berdasarkan Department of the Army and The Air Force (1994) dapat dilihat pada Tabel 2.6. Tabel 2.6 Analisis Data Gradasi Material Batu Kuning (Dolomite Limestone) (Fahri Ardian, Dkk 2011). No Diameter Ayakan Berat tertinggal Berat Persen Kumulatif Berat Lolos Kumulatif (mm) (gram) % (%) (%) Department of the Army and The Air Force (1994) 1 26,50 0 0 0 100 100 2 19,00 328,5 21,91 21,91 78,09 70-100 3 9,50 361,5 24,11 46,02 53,98 50-80 4 4,75 292,2 19,49 65,51 34,49 32-65 5 2,36 127,7 8,52 74,03 25,97 25-50 6 0,425 150,3 10,02 84,05 15,95 15-30 7 0,075 154,2 10,28 94,33 5,67 5-15 8 Pan 85,1 5,67 100 0 - Jumlah 1492.7 100 485,85

digilib.uns.ac.id 21 Dari Tabel 2.6 gradasi agregat kasar di atas dapat digambarkan grafik gradasi beserta batas gradasi yang disyaratkan oleh Department of the Army and The Air Force (1994) sebagai berikut : Gambar 2.7 Grafik Daerah Susunan Butir Material Batu Kuning (Dolomite Limestone). (Fahri Ardian, Dkk 2011). Dari Gambar 2.7 dapat dilihat material batu kuning (dolomite limestone) yang diuiji berada pada batas maksimum dan minimum, sehingga agregat yang digunakan memenuhi syarat dan layak digunakan dalam pembuatan benda uji. Gambar 2.8 Penentuan kadar air. (Fahri Ardian, Dkk 2011).

digilib.uns.ac.id 22 Dari grafik diperoleh harga LL (batas cair) = 21,22 %. Dengan cara menarik garis vertical yang tegak lurus sumbu X pada 25 ketukan, kemudian memotong garis linear, dari titik perpotongan tersebut ditarik garis horizontal yang memotong sumbu Y untuk mendapatkan harga LL (batas cair). Tabel 2.7 Hasil Pengujian Batas Cair, Batas Plastis dan Indeks Plastisitas (Fahri Ardian, Dkk 2011). Nilai Hasil Pengujian Batas Konsistensi Atterberg Batas Cair (%) 21,22 Batas Plastis (%) 17,38 Indeks Plastisitas (%) 3,84 Dari Tabel 2.7 dapat dilihat bahwa batu kuning pada hasil batas cair (LL), batas plastis (PL) dan indeks plastisitas (IP) memenuhi syarat sesuai dengan standar ASTM D 1241. Pada standar ASTM D 1241 nilai batas cair (LL) tidak lebih dari 25% dan indeks plastisitas (PI) tidak lebih dari 6. 2.3.2 Hasil Pengujian Agregat Halus (Pasir) Pengujian-pengujian yang dilakukan terhadap agregat halus (pasir) dalam penelitian ini meliputi pengujian gradasi agregat halus. Setelah dilakukan pengujian didapat hasil pengujian yang disajikan dalam Tabel 2.8. Tabel 2.8 Hasil Pengujian Agregat Halus (Pasir) (Fahri Ardian, Dkk 2011). Jenis Pengujian Hasil Pengujian Standar Kesimpulan Bulk Spesific Gravity 2,425 Min 2,5 Memenuhi Bulk Spesific Gravity SSD 2,5 2,5 2,7 Memenuhi Absorbtion 3 % Maks 3% Memenuhi Untuk hasil pengujian agregat halus (pasir) serta persyaratan batas dari ASTM C33-97 dapat dilihat pada Tabel 2.9 berikut ini.

digilib.uns.ac.id 23 Tabel 2.9 Analisis Data Gradasi Agregat Halus (Pasir) (Fahri Ardian, Dkk 2011). No Diameter Ayakan Berat tertinggal Berat Persen Kumulatif Berat Lolos Kumulatif (mm) (gram) % (%) (%) ASTM C 33-84 1 9.5 0 0 0 100 100 2 4.75 50 1.807 1.68067 98.319 95-100 3 2.36 350 11.765 13.4454 86.554 85-100 4 2,00 485 16.303 29.7479 70.2521 50-85 5 0.85 320 10.756 40.5042 59.4958 25-60 6 0.3 1105 37.143 77.6471 22.3529 10-30 7 0.15 450 15.126 92.7731 7.22689 2-10 8 0 215 7.2269 100 0 0 Total 2975 100 348.236 - - Dari Tabel 2.9 gradasi agregat halus (pasir) di atas dapat digambarkan grafik gradasi beserta batas gradasi yang disyaratkan oleh ASTM C33-97 sebagai berikut: Gambar 2.9 Grafik Daerah Susunan Butir Agregat Halus (Pasir) (Fahri A, Dkk 2011). Dari Gambar 2.9 dapat dilihat gradasi agregat halus (pasir) yang diuji berada pada batas maksimum dan minimum, sehingga agregat halus yang digunakan memenuhi syarat dan layak digunakan commit dalam to user pembuatan benda uji.

digilib.uns.ac.id 24 2.3.3 Hasil Pengujian Agregat Kasar (Kerikil) Pengujian-pengujian yang dilakukan terhadap agregat kasar (kerikil) dalam penelitian ini meliputi pengujian gradasi agregat kasar. Setelah dilakukan pengujian didapat hasil pengujian yang disajikan dalam Tabel 2.10 Tabel 2.10 Hasil Pengujian Agregat Kasar (Kerikil) (Fahri Ardian, Dkk 2011). Jenis Pengujian Hasil Pengujian Standar Kesimpulan Bulk Spesific Gravity 2,65 Min 2,5 Memenuhi Bulk Spesific Gravity SSD 2,69 2,5 2,7 Memenuhi Absorbtion 1,80 Maks 3% Memenuhi Untuk hasil pengujian agregat kasar (kerikil) serta persyaratan batas dari ASTM C33-97 dapat dilihat pada Tabel 2.11 berikut ini. Tabel 2.11 Analisis Data Gradasi Agregat Kasar (Kerikil) (Fahri Ardian, Dkk 2011). No Diameter Ayakan Berat tertinggal Berat Persen Kumulatif Berat Lolos Kumulatif (mm) (gram) % (%) (%) ASTM C 33-84 1 25,00 0 0 0 100 100 2 19,00 145.9 9.79 9.79 90.21 90-100 3 12,50 546 36.64 46.43 53.57-4 9,50 255.2 17.12 80.58 36.45 25-55 5 4,75 509 34.15 97.7 2.3 0-10 6 2,36 34.3 2.3 100 0 0-5 7 2,00 0 0 100 0-8 0,85 0 0 100 0-9 0,3 0 0 100 0-10 0,15 0 0 100 0-11 Pan 0 0 100 0 - Jumlah 1490.4 100 834.53

digilib.uns.ac.id 25 Dari Tabel 2.11 gradasi agregat kasar (kerikil) di atas dapat digambarkan grafik gradasi beserta batas gradasi yang disyaratkan oleh ASTM C33-97 sebagai berikut: Gambar 2.10 Grafik Daerah Susunan Butir Agregat Kasar (Kerikil) (Fahri A, Dkk 2011). Dari Gambar 2.10 dapat dilihat gradasi agregat kasar (kerikil) yang diuji berada pada batas maksimum dan minimum, sehingga agregat halus yang digunakan memenuhi syarat dan layak digunakan dalam pembuatan benda uji.

digilib.uns.ac.id BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Persiapan Sampel Material Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dimana pelaksanaan pengujian dilakukan di laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Lokasi pengambilan sampel batu kuning (dolomite limestone) adalah di daerah perbukitan Desa Soko Kecamatan Miri Kabupaten Sragen. Material yang berupa bongkahan batu selanjutnya digunakan sebagai material untuk pembuatan lapisan struktur perkerasan jalan (subbase course). 3.1.1. Batu Kuning Batu kuning di ayak dan dipisahkan sesuai ukuran masing-masing menjadi saringan 3/4, 3/8, #4, #8, #40 dan #200. 3.1.2 Kerikil Kerikil di ayak dan dipisahkan sesuai ukuran masing-masing menjadi saringan 1/2, 3/8, dan #4 3.1.3 Pasir Pasir disaring sesuai ukuran dianggap sebagai agregat halus. 26

digilib.uns.ac.id 27 3.1.4 Mix Design Mix design dibagi menjadi 4 variasi campuran, masing-masing A, B, C, dan D. 1. Variasi A (batu kuning) terdiri dari A1 (40% agregat halus + 60% agregat kasar), A2 (60% agregat halus + 40% agregat kasar), A3 (90% agregat kasar + 10% agregat halus), A4 (70% agregat halus + 30% agregat kasar). 2. Variasi B (batu kuning + pasir) terdiri dari B1 (55% batu kuning + 45% pasir), B2 (70% batu kuning + 30% pasir), B3 (30% batu kuning + 70% pasir), B4 ( 70% batu kuning agregat kasar saja + 30 % pasir). 3. Variasi C (batu kuning + kerikil) terdiri dari C1 (55% batu kuning + 45% kerikil saringan no. 1/2). C2 (55% batu kuning + 45% kerikil saringan no. #4), C3 (30% batu kuning + 70% kerikil semua saringan), C4 ( 70% batu kuning + 30% kerikil saringan no. 3/8). 4. Variasi D (batu kuning + pasir + kerikil) terdiri dari D1 ( 35% batu kuning + 35% pasir + 30% kerikil saringan no. 1/2), D2 (35% batu kuning + 35% pasir + 30% kerikil saringan no. #4), D3 (35% batu kuning + 35% pasir + 30% kerikil saringan no. 3/8), D4 (25% batu kuning + 18.75% pasir + 56,25% kerikil semua saringan). Variasi rancangan pencampuran pada penelitian batu kuning ini, dilaksanakan dengan berbagai variasi ukuran bahan dan variasi pencampuran bahan lain yang secara garis besar terdiri dari 4 kelompok variasi A, B, C dan D seperti terlihat pada Tabel 3.1, Tabel 3.2, Tabel 3.3 dan Tabel 3.4 dibawah ini : 1. Variasi A : Batu Kuning. 2. Variasi B : Batu Kuning + Pasir. 3. Variasi C : Batu Kuning + Kerikil. 4. Variasi D : Batu Kuning + Kerikil + Pasir. 1. Variasi A adalah pencampuran (mix design) dari material batu kuning (dolomite limestone) dengan 4 variasi A1, A2, A3 dan A4 yang ukuran butiran, perbandingan dan prosentasenya commit terlihat to pada user Tabel 3.1.

digilib.uns.ac.id 28 Tabel 3.1 Variasi A (Batu Kuning). Kode Variasi BATU KUNING Agregat Kasar No. No. No. 3/4 3/8 4 No. 8 Agregat Halus No. 40 No. 200 A 1 Prosentase 40% 60% A2 Prosentase 60% 40% A 3 Prosentase 90% 10% A 4 Prosentase 70% 30% 2. Variasi B adalah pencampuran (mix design) dari material batu kuning + pasir dengan 4 variasi B1, B2, B3 dan B4 yang ukuran butiran, perbandingan dan prosentasenya terlihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Variasi B (Batu Kuning + Pasir). Kode Variasi BATU KUNING + PASIR BATU KUNING Agregat Kasar Agregat Halus No. No. No. No. 3/8 4 8 40 No. 3/4 No. 200 PASIR B 1 Prosentase 55% 45% B 2 Prosentase 70% 30% B 3 Prosentase 30% 70% B 4 Prosentase 70% 0% 30% 3. Variasi C adalah pencampuran (mix design) dari material batu kuning + kerikil dengan 4 variasi C1, C2, C3 dan C4 yang ukuran butiran, perbandingan dan prosentasenya terlihat pada Tabel 3.3.

digilib.uns.ac.id 29 Tabel 3.3 Variasi C (Batu Kuning + Kerikil). Kode Variasi BATU KUNING + KERIKIL BATU KUNING Agregat Kasar Agregat Halus No. No. No. No. 3/8 4 8 40 No. 3/4 No. 200 No. 1/2 KERIKIL No. 3/8 No. 4 C1 Prosentase 55% 45% C2 Prosentase 55% 45% C3 Prosentase 30% 70% C4 Prosentase 70% 30% 4. Variasi D adalah pencampuran (mix design) dari material batu kuning + kerikil + pasir dengan 4 variasi D1, D2, D3 dan D4 yang ukuran butiran, perbandingan dan prosentasenya terlihat pada Tabel 3.4. Tabel 3.4 Variasi D (Batu Kuning + Kerikil + Pasir). Kode Variasi BATU KUNING + KERIKIL + PASIR BATU KUNING KERIKIL Agregat Kasar Agregat Halus No. No. No. No. No. No. No. No. No. 3/4 3/8 4 8 40 200 1/2 3/8 4 PASIR D1 Prosentase 35% 35% 30% D2 Prosentase 35% 35% 30% D3 Prosentase 35% 35% 30% D4 Prosentase 25% 56,25% 18,75%

digilib.uns.ac.id 30 3.2. Pengujian Awal 3.2.1. Bahan dan Alat Penelitian Bahan dan alat yang digunakan dalam pengujian contoh tanah penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bahan yang digunakan antara lain : Material (batu kuning) yang dipergunakan adalah material yang diambil dari daerah Soko, Kabupaten Sragen, Agregat kasar (kerikil), Pasir, 2. Alat yang digunakan antara lain : Mesin Los Angeles, Sieve Analysis Apparatus, Casagrande TestApparatus, Modified Proctor Test, CBR Apparatus, Bak Perendaman, Dongkrak, Jangka sorong, Cangkul dan karung, 3.2.2. Modified Proctor Test Pengujian pemadatan yang dilakukan menggunakan Modified Proctor (ASTM). Pemadatan adalah proses merapatkan partikel tanah satu sama lain dengan usaha mekanik sehingga volume udara pada rongga tanah berkurang.

digilib.uns.ac.id 31 3.2.2.1 Persiapan Benda Uji Mengambil contoh sampel material kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan temperatur ± 110 C selama 24 jam.sampelyang terdiri dari bongkahan besar dihancurkan menggunakan penumbuk, sedangkan material yang berukuran kecil langsung diayak dengan ayakan No. 4 (4.75 mm). Setiap mould uji membutuhkan sekitar 5000 gr sampel, seluruhnya membutuhkan 25.000 gr untuk lima mould uji sehingga didapatkan grafik hubungan kadar air dengan kepadatan kering maksimum. Setiap 5000 gr sampel ditambahkan dengan air. Penambahan air dimulai dari kondisi terburuk dengan kadar air yang besar, berangsur angsur diturunkan jumlahnya hingga contoh sampel yang terakhir. Hal ini mencerminkan kepadatan kering lebih besar dari kepadatan kering maksimum kemudian turun pada kepadatan kering kurang dari maksimum. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam plastik, diikat dan disimpan dalam ruangan sejuk, terhindar dari sinar matahari langsung selama ± 24 jam, proses ini disebut proses pemeraman. Pengujian Modified Proctor pada sampel ini dicampur dengan variasi penambahan agregat pilihan (pasir dan agregat kasar) yaitu batu kuning, batu kuningdengan penambahan pasir, batu kuningdengan penambahan agregat kasar (kerikil) dan batu kuning dengan penambahan pasir dan agregat kasar (kerikil). Dimaksudkan dengan adanya variasi material tersebut didapatkan nilai g d dan maks w opt. 3.2.2.2 Alat dan Bahan 1. Mould logam berbentuk silinder, dengan dimensi 152 mm diameter dan 116,3 mm tinggi. Volume sillinder adalah 2000 cm 3. 2. Penumbuk manual. Diameter penumbuk 50 mm dan berat penumbuk 4,5 kg dan tinggi jatuh 450 mm. 3. Gelas ukur 1000 ml. 4. Kantong plastik.

digilib.uns.ac.id 32 5. Dongkrak, untuk mengeluarkan tanah padat dari mould. 6. Alat alat pelengkap: pisau tipis, besi perata tipis 300 mm panjang, sekop. 7. Oven dengan suhu 105 110 C. 3.2.2.3 Cara Kerja 1. Menyiapkan alat alat. Mould, tutup mould dan plat dasar harus dalam keadaan kering dan bersih. Diameter mould adalah 10 in, berat penumbuk dan tinggi jatuh diperiksa agar sesuai dengan standar yaitu 4,5 kg dan 450 mm. Bagian dalam mould perlu diberi pelumas untuk membantu mengeluarkan sampel dari dalam. 2. Memadatkan sampel. Sampel yang telah melalui proses pemeraman selama ± 24 jam kemudian dipadatkan. Proses pemadatan menggunakan penumbuk manual. Memasukkan tiap 5000 gr material ke dalam mould dibagi menjadi 5 lapis. Kemudian memulai menumbuk sesuai dengan jumlah pukulan yang telah ditentukan yaitu 56 kali. 3. Memotong sampel. Memindahkan tutup mould secara perlahan lahan. Memotong kelebihan sampel dan menyamakan tinggi sampel dengan tinggi mould, mengecek dengan besi perata. 4. Menimbang sampel. Memindahkan plat dasar secara perlahan lahan dan memotong tanah pada bagian bawah mould untuk meratakan permukaannya jika perlu. Kemudian menimbang sampel dan mould. 5. Mengeluarkan sampel. Memasang mould pada extruder dan mendongkrak keluar tanah dalam mould. 6. Mengukur kadarair. Mengambil 3 sampel yang dianggap mewakili dari tiap lapisan ke dalam cawan, kemudian menimbang berat sampel dan cawan. Memasukkan lima cawan berisi sampel material kedalam oven dengan temperatur ± 110 C selama ± 24 jam, rata rata dari 3 pengukuran disebut kadar air. 7. Mengulang langkah 1 6 untuk 5000 gr sampel dengan penambahan air serta variasi penambahan agregat commit pilihan to user yang berbeda.

digilib.uns.ac.id 33 3.3 Pengujian Pemadatan CBR ( California Bearing Ratio ) 3.3.1 Persiapan Benda Uji Dari pengujian pemadatan modifikasi tadi diambil g dan ( w) opt yang paling d max baik kemudian digunakan pengujian pemadatan CBR. Mencari penambahan air dari grafik kepadatan kering dan kadar air sesuai dengan interval yang diambil tiap 0 ml, 50 ml, 100 ml, 150 ml dan 200 ml. Kemudian sampel material tiap 5000 gram dicampur air yang didapat dari uji pemadatan yang menyatakan kepadatan kering maksimum pada kadar air optimumnya. Kemudian contoh tanah dimasukkan ke dalam plastik, diikat dan disimpan dalam ruangan sejuk, terhindar dari sinar matahari langsung selama ± 24 jam, proses ini disebut proses pemeraman. 3.3.2 Cara Pencampuran Material 1. Menentukan takaran atau alat buat patokan mencampur misal mangkuk. 2. Mengambil agregat menggunakan mangkuk tersebut sampai memenuhi mangkuk, dari sini kita ulangi dari agregat satu dengan yang lain sampai berat memenuhi dengan yang diharapkan. 3. Dicampur semua, kemudian ditambah air sesuai dengan pengujian proctor. 4. Dimasukkan kedalam plastik selama ± 24 jam, atau disebut pemeraman. 3.3.3. Alat dan Bahan 1. Mould logam silinder, dengan dimensi 152 mm diameter dan 127 mm tinggi. Mould ini dipasangkan dengan pegangan plat dasar dan tutup yang bisa dilepas. 2. Piringan pembentuk, dengan dimensi 150.8 mm diameter dan 61.4 mm tebal. Sebelum melakukan pemadatan, memasukkan piringan pembentuk

digilib.uns.ac.id 34 kedalam mould, sehingga tinggi mould menjadi 116,4 mm sama seperti mould Proctor. 3. Alat penumbuk manual. Diameter penumbuk 50 mm dan berat penumbuk 4,5 kg dan tinggi jatuh 450 mm. 4. Gelas ukur 1000 ml. 5. Kantong plastik. 6. Dongkrak, untuk mengeluarkan material padat dari mould. 7. Alat alat pelengkap: pisau tipis, besi perata tipis 300 mm panjang, sekop. 8. Oven dengan suhu 105 110 C. 3.3.4 Cara Kerja 1. Menyiapkan alat alat. Mould CBR yang digunakan berdiameter 152 mm dan tinggi 127 mm. Mengecek berat penumbuk 4,5 kg dan tinggi jatuh 450 mm. 2. Memadatkan material. Sampel yang telah melalui proses pemeraman selama ± 24 jam kemudian dipadatkan. Memasukkan sampel 5000 gr ke dalam mould. Memasukkan tiap 5000 gr material ke dalam mould dibagi dalam 5 lapis dan setiap lapisnya dipadatkan dengan penumbuk sebanyak 56 kali pukulan. 3. Memotong sampel material. Memotong kelebihan material dan menyamakan tinggi material dengan tinggi mould, mengecek dengan besi perata, seperti terlihat pada Gambar 3.1 sampel dalam mould setelah dipadatkan.

digilib.uns.ac.id 35 Gambar 3.1 Contoh Material dalam mould Setelah Dipadatkan (Pratama, 2009). 4. Menimbang sampel material. Memindahkan plat dasar secara perlahan lahan dan memotong material pada bagian bawah mould untuk meratakan permukaannya jika perlu. Kemudian menimbang sampel material dan mould. 3.4 Pengujian Penetrasi Pemadatan CBR ( California Bearing Ratio ) Persiapan benda uji CBR direndam atau tidak adalah sama. Sampel yang dibentuk ditekan di dalam mould di bawah pemadatan pada kebutuhan kadar air dari pemadatan standar. 3.4.1 Alat dan Bahan 1. Portal beban (mesin uji tekan), memberikan gaya tekan yang dapat dikendalikan sesuai standar penetrasi dilakukan menggunakan tangan. 2. Proving ring ( lingkaran kalibrasi beban ). Proving ring digunakan untuk mengukur beban. Terdiri dari lingkaran elastik yang diketahui diameternya dengan alat pengukur yang diletakkan di tengah lingkaran. 3. Plunger logam silinder. Dengan panjang 250 mm, luas penampang 1935 mm 2 ( 3 in 2 ) dan diameter 49.64 mm. 4. Dial gauge. Dengan kisaran 25 mm, pembacaan tiap 0.01 mm, untuk mengukur penetrasi plunger commit ke dalam to user contoh tanah.

digilib.uns.ac.id 36 5. Beban permukaan semi-lingkaran 2 buah. Diameter luar 145 150 mm, diameter dalam 52 54 mm dan berat 2 kg. 6. Pengatur waktu (stopwatch). 3.4.2 Cara Kerja 1. Mendudukkan mould, plat dasar dan contoh tanah pada tengah dudukan plat mesin uji, dengan dudukan plat berada di paling bawah. Memasang beban permukaan. Memastikan proving ring terpasang baik pada portal beban dan plunger terpasang pada baik pada proving ring. Menggerakkan tuas mesin uji sehingga dudukan plat bergerak ke atas, sampai ujung plunger hampir menyentuh bagian atas contoh tanah. Memasang penetration dial gauge pada plunger dan menghubungkannya dengan tutup mould. Memastikan penetration dial gauge sudah terpasang dengan baik dan memiliki gerak bebas sekitar 10 mm. 2. Memasang plunger. Plunger harus diletakkan diatas contoh tanah dibawah dudukan beban. Menggerakkan tuas mesin uji sehingga dudukan plat bergerak ke atas perlahan lahan hingga proving ring menunjukkan pembacaan. Mengatur dial gauge pada posisi nol. Mengatur penetration dial gauge pada posisi nol, seperti terlihat pada Gambar 3.2.

digilib.uns.ac.id 37 Gambar 3.2 Pengaturan Umum Untuk Uji CBR (Pratama, 2009). 3. Menjalankan uji. Menggerakkan tuas mesin uji secara perlahan lahan dengan kecepatan penetrasi tetap, catat bacaan dial gauge pada proving ring setiap interval penetrasi 50 x 0.01 mm dalam interval waktu 30 detik, hingga bacaan penetrasi 500 x 0.01 mm dan waktu 5 menit. Selanjutnya catat bacaan dial gauge pada proving ring setiap interval penetrasi 100 x 0.01 mm dalam interval waktu 60 detik, hingga bacaan penetrasi 700 x 0.01 mm dan waktu 7 menit. Kemudian catat bacaan dial gauge pada proving ring penetrasi 900 x 0.01 mm tepat 9 menit. Mencatat bacaan terakhir saat bacaan dial gauge pada proving ring penetrasi 1000 x 0.01 mm tepat 10 menit. 4. Memindahkan contoh tanah dari mesin uji. Menurunkan dudukan plat dengan memutar tuas mesin uji ke arah berlawanan. Menurunkan beban permukaan, kemudian menurunkan mould dari dudukan plat. 5. Mengeluarkan contoh tanah dari mould. Menggunakan dongkrak dan extruder contoh tanah dikeluarkan dari mould nya.

digilib.uns.ac.id 38 3.4.3 Pengujian Penetrasi CBR Soaked ( Terendam ) Pengujian sampel terendam digunakan untuk memberikan kesempatan peningkatan kadar air pada sampel selama peningkatan muka air tanah. 3.4.3.1 Alat dan Bahan 1. Alat yang digunakan uji CBR dengan tambahan alat seperti di bawah. 2. Tripod untuk dudukan dial gauge pengukur pengembangan. 3. Dial gauge dengan jangkauan 25 mm dengan pembacaan 0.01 mm. 4. Bak perendaman. Terbuat dari logam, yang berukuran cukup besar untuk menampung mould CBR dan plat dasar berlubang. Dimensi bak perendam yang dipakai berbentuk silinder dengan diameter ± 750 mm dan tinggi 500 mm. 5. Beban permukaan semi-lingkaran 2 buah. Diameter luar 145 150 mm, diameter dalam 52 54 mm dan berat 2 kg. 6. Bantalan logam perendaman 3 buah. 7. Pengatur waktu (stopwatch). 3.4.3.2 Cara Kerja 1. Perendaman. Menyiapkan sampel dengan cara pemadatan standar menggunakan penumbuk manual seperti pada pengujian pemadatan untuk uji CBR. Kemudian memasang mould pada plat dasar berlubang dan tutup mould. Memasang plat atas berlubang kemudian memasang beban permukaan semi-lingkaran 2 buah. Memasang bantalan logam sebagai dudukan mould selama perendaman. Berfungsi agar plat dasar tidak menyentuh langsung dasar bak perendaman, sehingga air dapat mengalir bebas masuk melalui plat dasar berlubang. Memasukkan mould beserta sampel ke dalam bak perendaman yang telah terisi air. Mengatur tinggi muka air berada di bawah

digilib.uns.ac.id 39 tutup mould dan memastikan tidak ada air yang meloncat membasahi bagian atas sampel. Mencatat waktu setelah mould ke dalam bak perendaman. 2. Memasang dial gauge untuk pengembangan pada tripod. Memasang tripod pada bagian atas tutup mould. Mengatur dial gauge berada diatas plat atas berlubang. Mengatur bacaan dial gauge sehingga dapat digunakan untuk mengukur pengembangan pada sampel. Gambar 3.3 Pemasangan Tripod pada mould CBR Soaked. 3. Membaca bacaan dial gauge. Mencatat pembacaan dial gauge selama perendaman tiap setengah jam pertama kemudian dilanjutkan tiap satu jam sekali selama tiga jam untuk hari pertama. Bila selama tiga hari air belum muncul di permukaan benda uji, menambahkan air ke dalam bak perendaman hingga air membanjiri bagian atas sampel. Memastikan jumlah air yang ditambahkan tidak segera habis. Kondisi perendaman dapat dilihat pada Gambar 3.4.