BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari - hari pekerjaan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari-hari pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan suatu bangsa dan negara tentunya tidak bisa lepas dari peranan

BAB I PENDAHULUAN. bahaya tersebut diantaranya bahaya faktor kimia (debu, uap logam, uap),

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan mesin, mulai dari mesin yang sangat sederhana sampai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula

BAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh. yang berlangsung selama 14 hari (Depkes RI, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN. ATP (Adenosin Tri Phospat) dan karbon dioksida (CO 2 ) sebagai zat sisa hasil

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan tersebut

BAB 1 : PENDAHULUAN. lainnya baik dalam bidang ekonomi, politik dan sosial. (1)

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai daerah penghasilan furniture dari bahan baku kayu. Loebis dan

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan pekerja di suatu perusahaan penting karena menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. secara luas di hampir setiap sektor industri. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perubahan yang sangat cepat, baik dalam bidang ekonomi, dan motorisasi (Dharmawan, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja terdapat berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat di

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebiasaan lain, perubahan-perubahan pada umumnya menimbulkan beberapa

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PARU PETERNAK AYAM. Putri Rahayu H. Umar. Nim ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumokoniosis merupakan penyakit paru yang disebabkan oleh debu yang masuk ke dalam saluran pernafasan

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang maupun negara maju (WHO, 2008). Infeksi saluran

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

PREVALENSI GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA BATU PADAS DI SILAKARANG GIANYAR BALI

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyakit saluran nafas banyak ditemukan secara luas dan berhubungan

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas sehingga jumlah tenaga kerja yang berkiprah disektor

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA PEKERJA BAGIAN RING SPINNING

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada era globalisasi telah terjadi perkembangan di berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya bagi kesehatan pekerja (Damanik, 2015). cacat permanen. Jumlah kasus penyakit akibat kerja tahun

BAB I PENDAHULUAN. dalam segi pertanian dan juga maupun dari segala industri yang lainya. Julukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan industri dapat memberikan dampak positif bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menyebabkan penyakit paru (Suma mur, 2011). Penurunan fungsi paru

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab IV ini membahas hasil penelitian yaitu analisa univariat. dan bivariat serta diakhiri dengan pembahasan.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan kerjanya. Resiko yang dihadapi oleh tenaga kerja adalah bahaya

BAB I PENDAHULUAN. keberadaannya. Terutama industri tekstil, industri tersebut menawarkan

B A B I PENDAHULUAN. penyakit akibat pajanan debu tersebut antara lain asma, rhinitis alergi dan penyakit paru

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) Tahun 2005

BAB I PENDAHULUAN. maupun di luar rumah, baik secara biologis, fisik, maupun kimia. Partikel

BAB I PENDAHULUAN. mengi, sesak nafas, batuk-batuk, terutama malam menjelang dini hari. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. dihasilkan dari proses produksi terkadang mengandung potensi bahaya yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : S

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penyakit paru kronik (Kurniawidjaja,2010).

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

BAB 1 PENDAHULUAN. demikian upaya-upaya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan perlindungan tenaga

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya pendapatan masyarakat. Di sisi lain menimbulkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. lagi dengan diberlakukannya perdagangan bebas yang berarti semua produkproduk

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sehari-hari pajanan dan proses kerja menyebabkan gangguan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi dan industri berdampak pula pada kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan kerja merupakan salah satu faktor penunjang untuk

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

Gunung api yang meletus akan mengeluarkan berbagai jenis debu serta gas dari dalam perut. Debu Vulkanik Dan Gangguan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut WHO, jumlah perokok di dunia pada tahun 2009 mencapai 1,1

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dari tahun ke tahun. Peningkatan dan perkembangan ini

BAB I PENDAHULUAN. mengimpor dari luar negeri. Hal ini berujung pada upaya-upaya peningkatan

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas

BAB I PENDAHULUAN. manusia perlu mendapat perhatian khusus baik kemampuan, keselamatan, berbagai faktor yaitu tenaga kerja dan lingkungan kerja.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai indikator, yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri.

HUBUNGAN KADAR DEBU LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA KARYAWAN DI PT. BINTANG ASAHI TEXTIL INDUSTRI KABUPATEN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran serta polusi. Pada tahun 2013 industri tekstil di Indonesia menduduki

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan terhadap keselamatan dan kesehatan para pekerja di tempat

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan BAB I

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia telah mendorong lahirnya era industrialisasi. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain

BAB 1 : PENDAHULUAN. ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB VI HASIL PENELITIAN. analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan karakteristik masing masing

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

BAB I PENDAHULUAN. kasus. Kematian yang paling banyak terdapat pada usia tahun yaitu

Pengertian Rokok dan Bahaya Merokok bagi Kesehatan Manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bronchitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronchitis

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi sekarang ini menuntut pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari - hari pekerjaan akan terpajan dengan berbagai risiko penyakit akibat kerja. Upaya pencegahan penyakit akibat kerja perlu ditingkatkan untuk meminimalisir risiko penyakit yang timbul akibat pekerjaan atau lingkungan kerja (Anies, 2005) Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernafasan akut yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung urang lebih 14 hari, ISPA mengenai struktur saluran di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara stimulan atau berurutan (Muttaqin, 2008). Badan dunia International Labour Organization (ILO) tahun 2005 mengemukakan bahwa penyebab kematian yang diakibatkan oleh pekerjaan sebesar 34% adalah penyakit kanker, 25% kecelakaan, 21% penyakit saluran pernapasan, 15% penyakit kardiovaskuler, dan 5% disebabkan oleh faktor yang lain (Fahmi, 2012). Prevalensi penyakit pernafasan seperti ISPA di Indonesia mencapai 25% dan infeksi saluran pernapasan akut disebabkan oleh virus atau bakteri. Penyakit ini diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih gejala: tenggorokan sakit atau nyeri telan, pilek, batuk kering atau berdahak.

2 Lima provinsi dengan ISPA tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%). Pada Riskesdas 2007, Nusa Tenggara Timur juga merupakan provinsi tertinggi dengan ISPA yang tidak jauh berbeda dengan 2007 (25,5%) dan berdasarkan jenis kelamin laki-laki lebih tinggi 251% dibandingkan perempuan yang mengalami gejala klinis dan terdiagnosa ISPA (Riskesdas, 2013). Seiring dengan meningkatnya kebutuhan tekstil di Indonesia, maka industri tekstil sebagai produsen yang semain berkembang. Peningkatan kebutuhan tekstil indonesia dapat dilihat dari konsumsi produksi tekstil yang semakin meningkat setiap tahunnya. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Ketua Pertekstilan Indonesia yaitu Ade Sudrajat yang mengatakan konsumsi tekstil meningkat hingga pada tahun 2013 sebanyak 7,5 kg. Industri tekstil yang memiliki kegiatan secara umum meliputi kegiatan pemintalan penenunan, pencelupan dan penyempurnaan. Kegiatan pemintalan memproses bahan baku menjadi benang, penenunan memproses menjadi kain pemolesan yaitu pemolesan kain terhadap warna, sedangkan pencelupan berupa pencelupan benang sebelum benang ditenun menjadi kain. Bahan baku proses pembuatan benang dapat menggunakan kapas dan poliester. Kapas merupakan serat halus yang berasal dari tumbuhan, bahan baku untuk industri teksti juga dapat menggunakan kapas buatan atau poliester. Poliester atau polietilen tereftalat adalah sebuah polimer ( sebuah rantai dari unit yang berulang-ulang) dimana masing-masing unit dihubungkan oleh sambungan ester (Carlk,2007).

3 Debu dilingkungan kerja dapat berpengaruh terhadap kesehatan, salah satunya kepada sistem pernafasan. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam penelitian Nugrahaeni dalam analisis faktor-faktor debu terhadap fungsi paru. Di penelitian ini disebutkan gangguan fungsi paru pekerja secara bermakna disebabkan oleh kadar debu di udara pada ruang kerja. (Nugrahaeni,2004). Debu yang dihisap oleh pekerja dapat menyebabkan gangguan fungsi paru yang merupakan organ utama pernafasan. Hal ini ditandai denga menurunnya fungsi paru yang stadium lanjut dapat menyebabkan turunnya elastisitas paru.. Turunnya elastisitas paru kemudian dapat mengurangi volume penampungan udara. (Alya,2014) Dalam penelitian yang dilakukan oleh Alemu, Abera dan Gail dalam jurnalnya yang berjudul Byssinosis and other respiratory symptomps amog factory workers in Akaki textile factory dengan metode potong lintang ini ditemukan hubungan yang kuat antara pajanan debu di industri tekstil dengan gangguan pernafasan. Debu ini diketahui memiliki hubungan yang kuat dengan byssinosis atau yang lebih dikenal dengan sindrom paru-paru yang merupakan salah satu penyakit ISPA. Selain itu juga berpengaruh terhadap penyakit bronkhitis dan gejala gangguan pernafasan lainnya seperti batuk flek dan dyspnea (Alemu,dkk,2010)

4 Risiko gangguan pernafasan yang ditimbulkan debu di lingkungan kerja industri tekstil ini berbeda menurut bagian dai kegiatan industri tekstil. Bagian yang memiliki kadar debu cukup tinggi adalah departemen pemintalan. Menurut studi yang dilakukan pada pekerja tekstil di Karachi, pakistan ditemukan berpengaruh terhadap tingginya penyakit bisisnosis (Memon dkk,2008). Beradsarkankan hasil penelitian yang dilakukan di PT.Unitex, bahwa jumlah pekerja yang terpajan debu kapas dan mengidap ISPA adalah 31 orang (57,4%) sedangkan yang tidak mengidap ISPA adalah 23 orang (42,6%), dimana sebagian besar pekerja laki-laki yang mengalami ISPA yaitu 18 pekerja dibandingkan perempuan sebanyak 13 pekerja. Pekerja dalam hal penggunaan masker memiliki hubungan secara signifikan ( p value dibawah 0,05) dengan penyakit pernafasan ISPA, perbedaan frekuensi penyakit tertentu menurut jenis kelamin dapat disebabkan adanya perbedaan jenis pekerjaan industri tekstil umumnya merupakan pekerjaan yang dinamis, karena jarang ditemukan pekerja yang berdiam di satu tempat, khususnya di bagian produksi seperti pemintalan. Selain itu pekerjaan yang dilakukan cukup berat dan berhubungan dengna mesin, sehingga pada unit peminatalan abih banyak pekerja laki-laki (Alya,2014). Penggunaan masker, masker berfungsi untuk menghalangi partikel berbahaya yang dapat masuk ke pernapasan. Seperti gas, uap, debu, atau udara yang mengandung polutan, racun dan substansi lain yang mengganggu, Oleh karena itu penggunaan masker dapat menjadi alat pelindung untuk mencegah manusia menghirup partikulat yang berbahaya. Dalam penelitian

5 yang dilakukan oleh Sormin (2012) bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara proporsi kejadian ISPA antara pekerja yang selalu menggunakan masker dan kadang-kadang menggunakan masker. Dari hasil menggunakan Odds Ratio didapatkan angka 5,280 yang berarti bahwa pekerja yang kadang-kadang menggunakan masker mempunyai peluang 5,280 kali untuk terkena ISPA dibandingkan dengan yang selalu menggunakan masker. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Khumaidah (2009) pada pekerja PT. Kota Jati Furindo kabupaten jepara terdapat hubungan yang signifikan (p < 0,05) antara gangguan fungsi paru dengan kadar debu yang terhirup, penggunaan APD (masker). Serta berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Adjji,dkk (2005) pada pekerja PT.Samiaji Yogyakarta juga mengatakan ada hubungan yang signifikan ( p < 0,05) antara gangguan pernapasan dengan penggunaan masker sebagai APD. PT.Argo Pantes,Tbk Tangerang merupakan salah satu industri tekstil yang telah berdiri sejak lama di Indonesia. Didirikan sejak tahun 1972 yang merupakan perusahaan terkemuka di bidang tekstil terpadu yang usahanya industri pertekstilan termasuk pemintalan, pencelupan benang, pertenunan, pencelupan kain dan penyempurnaan tekstil dari hulu hingga ke hilir yaitu mulai dari bahan mentah (kapas) hingga bahan jadi (kain), atau disebut dengan bidang tekstil terpadu yang dalam proses produksinya mengasilkan pencemaran udara berupa debu kapas, terutama pada proses pemintalan dan pertenunan yaitu pada bagian spinning dalam proses pemintalan serta bagian weaving pada proses pertenunan.

6 Berdasarkan data kunjungan berobat poliklinik di PT.Argo Pantes,Tbk Tangerang pada tahun 2014, gejala penyakit ISPA menjadi penyakit yang paling dominan (28,34%) dari jumlah seluruh pekerja 6287 orang, yang di keluhkan oleh pekerja dari golongan 13 penyakit, dimana sebagian besar merupakan laki-laki 50,2%. Serta berdasarkan dari temuan hasil audit internal yang dilakukan di perusahaan didapatkan 19% pekerja tidak menggunakan alat pelindung pernafasan (masker). Dalam proses produksinya industri tekstil menggunakan kapas dalam jumlah besar, kapas ini kemudian akan dicacah supaya mengembang sebelum diolah lebih lanjut. Pencacahan ini dilakukan secara manual oleh pekerja tekstil bagian awal produksi di unit pemitalan (spinning). Dalam setiap harinya PT.Argo Pantes,Tbk Tangerang dapat menggunakan kapas dan poliester. Pencacahan dari kapas ini seringkali melepaskan kotoran-kotoran berupa debu halus dari kapas mentah ke udara, maka dapat diperkirakan akan banyak debu halus yang terdeposisi di udara dan berisiko untuk terhirup ke saluran pernafasan pekerja. Sehingga berdasarkan data tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan Pajanan debu kapas dan penggunaan alat pelindung pernafasan (masker) pada pekerja di bagian spinning 1 PT.Argo Pantes,Tbk Tangerang. Penelitian ini akan dilakukan di unit pemintalan atau spinning 1. Selain itu peneliti juga ingin mengetahui sebaran pekerja yang mengalami keluhan ISPA pada unit spinning 1 di PT.Argo Pantes,Tbk Tangerang tahun 2015.

7 1.2 Identifikasi Masalah Dalam industri tekstil yang dapat menimbulkan risiko ganguan pernafasan yang terdiri dari beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang terkena ISPA, dalam hal ini dibagi menjadi empat garis besar yaitu faktor pencemaran, karakteristik individu, perilaku pekerja, ataupun karena faktor lingkungan. Faktor pencemaran yang mempengaruhi ISPA yaitu akibat pencemaran debu kapas di dalam maupun luar ruangan. Karakteristik individu seperti umur, jenis kelamin, masa kerja dan tingkat pendidikan. Faktor lingkungan meliputi suhu, kelembaban curah hujan dan kecepatan serta arah angin. Adapun faktor perilaku antara lain perilaku kebiasaan merokok dan penggunaan alat pelindung pernafasan (masker). Pencemaran udara didalam ruangan yang merupakan pencemaran adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam udara dan atau berubahnya tatanan udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya. Dalam hal ini adanya pencemaran udara pada unit spinning 1 di PT.Argo Pantes, Tbk yaitu berupa paparan debu kapas yang merupakan pada unit spinning 1 adalah proses awal pengolahan dari bahan baku yaitu kapas yang diolah menjadi benang (pemintalan).

8 Faktor risiko selanjutnya yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit ISPA yaitu karakteristik individu seperti umur semakin bertambah umur seseorang maka akan terjadi degenerasi otot-otot pernapasan dan elastisitas jaringan menurun. Sehingga kekuatan otot-otot pernapasan dalam menghirup oksigen menjadi menurun. Kemudian karena faktor umur yang bertambah maka semakin banyak alveoli yang rusak dan daya tahan tubuh semakin rendah. Karena itu seseorang tersebut rentan terkena ISPA. Faktor jenis kelamin merupakan salah satu variabel deskriptif yang dapat memberikan perbedaan angka/rate kejadian pada pria dan wanita. Perbedaan insiden penyakit menurut jenis kelamin, dapat timbul karena bentuk anatomis, fisiologis dan sistem hormonal yang berbeda. Berdasarkan data sekunder perusahaan bahwa pekerja khususnya yang berada di unit spinning 1 dengan status karyawan tetap sebagian besar adalah berjenis kelamin laki-laki (53%) dari jumlah pekerja yang berstatus karyawan tetap yaitu 131 pekerja. Pekerja yang berstatus sebagian karyawan di unit spinning 1 tetap sebagian besar merupakan pekerja yang bekerja sudah lebih dari 10 tahun hal ini merupakan hasil akumulasi dari inhalasi selama bekerja. Lama bekerja bertahun-tahun dapat mempengaruhi kondisi keehatan pekerja karen frekuensi pajanan yang sering sehingga semakin mudah untuk timbulnya ISPA. Selanjutnya perilaku pekerja yaitu seperti merokok, merokok pada dewasa dapat menimbulkan berbagai gangguan sistem pernapasan seperti kanker paru, gejala iritan akut, asma, gejala pernapasan kronik, penyakit paru obstruktif kronik, infeksi pernapasan. Asap rokok merupakan zat iritan yang dapat menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan. Asap rokok

9 mengandung ribuan bahan kimia beracun dan bahan-bahan yang dapat menimbulkan kanker, kebiasaan merokok dapat meningkatkan resiko terjadinya ISPA sebanyak 2,2 kali. (Suryo,2010) Penggunaan masker, masker berfungsi untuk menghalangi partikel berbahaya yang dapat masuk ke pernapasan. Seperti gas, uap, debu, atau udara yang mengandung polutan, racun dan substansi lain yang mengganggu, Oleh karena itu penggunaan masker dapat menjadi alat pelindung untuk mencegah manusia menghirup partikulat yang berbahaya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sormin (2012) bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara proporsi kejadian ISPA antara pekerja yang selalu menggunakan masker dan kadang-kadang menggunakan masker. Dari hasil menggunakan Odds Ratio didapatkan angka 5,280 yang berarti bahwa pekerja yang kadang-kadang menggunakan masker mempunyai peluang 5,280 kali untuk terkena ISPA dibandingkan dengan yang selalu menggunakan masker. 1.3 Pembatasan Masalah Risiko gangguan pernafasan yang ditimbulkan debu di lingkungan kerja industri tekstil ini berbeda menurut bagian dai kegiatan industri tekstil. Bagian yang memiliki kadar debu cukup tinggi adalah departemen pemintalan. Menurut studi yang dilakukan pada pekerja tekstil di Karachi, pakistan ditemukan berpengaruh terhadap tingginya penyakit bisisnosis (Memon dkk,2008).

10 Dalam proses produksinya industri tekstil menggunakan kapas dalam jumlah besar, kapas ini kemudian akan dicacah supaya mengembang sebelum diolah lebih lanjut. Pencacahan ini dilakukan secara manual oleh pekerja tekstil bagian awal produksi di unit pemitalan (spinning). Dalam setiap harinya PT.Argo Pantes,Tbk Tangerang dapat menggunakan kapas dan poliester. Pencacahan dari kapas ini seringkali melepaskan kotoran-kotoran berupa debu halus dari kapas mentah ke udara, maka dapat diperkirakan akan banyak debu halus yang terdeposisi di udara dan berisiko untuk terhirup ke saluran pernafasan pekerja. Penggunaan masker, masker berfungsi untuk menghalangi partikel berbahaya yang dapat masuk ke pernapasan. Seperti gas, uap, debu, atau udara yang mengandung polutan, racun dan substansi lain yang mengganggu, Oleh karena itu penggunaan masker dapat menjadi alat pelindung untuk mencegah manusia menghirup partikulat yang berbahaya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sormin (2012) bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara proporsi kejadian ISPA antara pekerja yang selalu menggunakan masker dan kadang-kadang menggunakan masker. Dari hasil menggunakan Odds Ratio didapatkan angka 5,280 yang berarti bahwa pekerja yang kadang-kadang menggunakan masker mempunyai peluang 5,280 kali untuk terkena ISPA dibandingkan dengan yang selalu menggunakan masker.

11 1.4 Rumusan Masalah Apakah ada hubungan antara pajanan debu kapas dan penggunaan alat pelindung pernafasan (masker) dengan keluhan ISPA pada pekerja di unit spinning 1 PT.Argo Pantes,Tbk Tangerang Tahun 2015? 1.5 Tujuan Penelitian 1.5.1 Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara pajanan debu kapas dan penggunaan alat pelindung pernafasan (masker) dengan keluhan ISPA pada pekerja di unit spinning 1 PT.Argo Pantes,Tbk Tangerang Tahun 2015. 1.5.2 Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi karakteristik responden berupa umur, tingkat pendidikan, massa kerja dan riwayat pekerjaan berdebu, riwayat penyakit gangguan pernafasan, perilaku kebiasaan merokok, penggunaan masker, bagian kerja dan kadar debu kapas di unit spinning 1 PT.Argo Pantes,Tbk Tangerang Tahun 2015. b. Mengidentifikasi keluhan ISPA pada pekerja unit spinning 1 di PT.Argo Pantes,Tbk Tangerang Tahun 2015. c. Menganalisis hubungan antara pajanan debu kapas dengan keluhan ISPA pada pekerja unit spinning 1 PT.Argo Pantes,Tbk Tangerang Tahun 2015. d. Menganalisis hubungan antara penggunaan alat pelindung pernafasan (masker) dengan keluhan ISPA pada pekerja di unit spinning 1 PT.Argo Pantes,Tbk Tangerang Tahun 2015.

12 1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1. Manfaat Bagi Pengembangan Ilmu/khasanah ilmu secara teoritis Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai tambahan referensi mengenai hubungan antara pajanan debu kapas dan penggunaan alat pelindung pernafasan (masker) dengan keluhan Infeksi Saluran Pernafaan Akut (ISPA) pada pekerja unit spinning 1 dan dapat mendukung penelitian selanjutnya. 1.6.2. Manfaat Bagi Praktis dalam Pelayanan Mendapatkan pengetahuan mengetahui hubungan pajanan debu kapas dan penggunaan alat pelindung pernafasan (masker) pada pekerja dengan keluhan infeksi saluran pernafasan akut serta mengetahui dalam upaya pencegahan dan penanganan keluhan ISPA pada pekerja khususnya di unit spinning 1 di PT.Argo Pantes,Tbk Tangerang. 1.6.3. Manfaat Bagi Institusi Dapat mengupayakan dalam meningkatkan derajat kesehatan kerja dan pengembangan penerapan ilmu kesehatan masyarakat serta dapat dijadikan sebagai bahan referensi pendidikan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, khususnya mengenai pajanan debu kapas dan penggunaan alat pelindung pernafasan (masker) pada pekerja dengan keluhan infeksi saluran nafas akut.

13 1.6.4. Manfaat Bagi Pendidikan Dapat sebagai referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya serta sebagai penambahan wawasan ilmu khususnya mengenai hubungan pajanan kadar debu kapas dan penggunaan alat pelindung pernafasan (masker) pada pekerja dengan keluhan infeksi saluran pernafasan akut. 1.6.5. Manfaat Bagi peneliti Menambah wawasan dan mempraktekkan ilmu yang telah dipelajari mengenai hubungan antara pajanan kadar debu kapas dan penggunaan alat pelindung pernafasan (masker) pada pekerja dengan keluhan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).