BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. commit to user

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan merupakan masalah yang ada di setiap negara, baik di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

BAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Indonesia saat ini juga

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

UPT Balai Informasi Teknologi LIPI Pangan & Kesehatan Copyright 2009

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Mitos dan Fakta Kolesterol

FREDYANA SETYA ATMAJA J.

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 90% penderita diabetes di seluruh dunia merupakan penderita

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat adanya penimbunan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan cairan empedu, dinding sel, vitamin dan hormon-hormon tertentu, seperti hormon seks dan lainnya (Gondosari, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kematian di Asia Tenggara paling banyak disebabkan oleh penyakit

I. PENDAHULUAN. sekaligus sebagai upaya memelihara kesehatan dan kebugaran. Latihan

dan rendah serat yang menyebabkan pola makan yang tidak seimbang.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit akibat adanya gangguan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. epidemiologi di Indonesia. Kecendrungan peningkatan kasus penyakit

BAB I PENDAHULUAN. metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik. adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan (Sugondo, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. volume darah dan elastisitas pembuluh darah (Gunawan,Lany, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

PERBEDAAN PROFIL LIPID DAN RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II OBESITAS DAN NON-OBESITAS DI RSUD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. golongan lipida. Orang menganggap kolesterol merupakan satu-satunya lemak

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat ini PJK

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil

BAB 2. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB I PENDAHULUAN. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. penduduk usia lanjut di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jaringan di dalam tubuh untuk memperbaiki diri secara perlahan-lahan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelainan fraksi lipid yang paling utama adalah kenaikan kadar kolesterol total,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB I PENDAHULUAN. infeksi dan kekurangan gizi telah menurun, tetapi sebaliknya penyakit degeneratif

BAB I PENDAHULUAN. dari orang per tahun. 1 dari setiap 18 kematian disebabkan oleh stroke. Rata-rata, setiap

Tingkat Cholesterol Apa artinya, Diet dan Pengobatannya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. darah merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit dan menempati

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

Diabetes Mellitus Type II

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan global, penyebab utama dari kecacatan, dan

BAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti jantung koroner dan stroke sekarang ini banyak terjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kelompok usia lanjut (usila/lansia) (Badriah, 2011). Secara alamiah lansia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian berasal dari PTM dengan perbandingan satu dari dua orang. dewasa mempunyai satu jenis PTM, sedangkan di Indonesia PTM

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300

HUBUNGAN RASIO LINGKAR PINGGANG PINGGUL DENGAN PROFIL LIPID PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan sebagai lambang kemakmuran. Meskipun demikian, pandangan yang

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diseluruh dunia baik di negara berkembang maupun negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Fase remaja merupakan fase dimana fisik seseorang terus tumbuh dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jumlah lansia (Khomsan, 2013). Menurut Undang-Undang No.13/1998

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di

BAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, yaitu adanya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

BAB I PENDAHULUAN. mementingkan defisit neurologis yang terjadi sehingga batasan stroke adalah. untuk pasien dan keluarganya (Adibhatla et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Indeks Massa Tubuh (IMT) IMT dihitung sebagai berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan (m 2 ) dan tidak terikat pada jenis kelamin. IMT secara signifikan berhubungan dengan kadar lemak tubuh total sehingga dapat dengan mudah mewakili kadar lemak tubuh. Saat ini, IMT secara internasional diterima sebagai alat untuk mengidentifikasi kelebihan berat badan dan obesitas. (Hill, 2005) Sejak pertengahan tahun 1980-an, prevalensi obesitas telah meningkat secara tetap dan terjadi baik di negara-negara barat dan negara-negara non-barat, dan tidak ada indikasi bahwa angka ini akan berkurang. Orang-orang dengan IMT lebih yaitu kelebihan berat badan dan obesitas pada hakekatnya meningkatkan morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi, stroke, penyakit jantung koroner, dyslipidemia dan diabetes mellitus tipe 2. Prevalensi IMT lebih, khususnya obesitas meningkat di seluruh dunia hampir pada setiap negara dan pada semua kelompok usia. Obesitas juga muncul di beberapa negara miskin di dunia. Secara normal, masalah obesitas pertama kali muncul pada populasi yang makmur, namun pada dekade belakangan ini, obesitas lebih tinggi pada kelompok dengan tingkat pendidikan, pendapatan dan sosial yang rendah (Astrup, 2005). Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa yang berusia 18 tahun ke atas. IMT tidak diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan. Disamping itu pula IMT tidak dapat diterapkan dalam keadaan khusus (penyakit) lainnya seperti edema, asites dan hepatomegali (Supariasa, 2001). 6

7 Tabel 2.1 Klasifikasi IMT berdasarkan WHO IMT (kg/m 2 ) Klasifikasi <16 Kurang Energi Protein III 16-16.9 Kurang Energi Protein II 17.0-18.5 Kurang Energi Protein I (Underweight) 18.5-24.9 Normal 25.0-29.9 Kelebihan berat badan (Overweight) 30.0-34.9 Obesitas I 35.0-39.9 Obesitas II >40.0 Obesitas III Tabel 2.2 Klasifikasi IMT berdasarkan Depkes RI (1994) IMT (kg/m 2 ) Kategori <17.0 Kekurangan berat badan tingkat berat Kurus 17.0-18.4 Kekurangan berat badan tingkat ringan 18.5-25.0 Normal Normal 25.1-27.0 Kelebihan berat badan tingkat ringan Gemuk >27.0 Kelebihan berat badan tingkat berat Sumber: Depkes RI 1994 dalam Supariasa, 2001 2.2. Biokimia Darah 2.2.1. Lipida Darah Lipida darah secara prinsip meliputi kolesterol, ester kolesterol, trigliserida dan fosfolipida. Kolesterol tersebar luas di dalam semua sel tubuh, khususnya dalam jaringan saraf. Bentuk kombinasi kolesterol dengan asam lemak adalah ester kolesterol. Kolesterol terdapat dalam lemak hewani, tetapi tidak dijumpai dalam

8 lemak nabati. Kolesterol dan trigliserida merupakan komponen fisiologis dalam plasma. Kolesterol merupakan komponen penting dalam membran sel, dan merupakan prekursor hormon steroid dalam kelenjar adrenal dan prekursor asam-asam empedu dalam hati (Marinetti, 1990). Sedangkan trigliserida merupakan bentuk esterifikasi dari gliserol dengan asam-asam lemak (Durrington, 1989) juga adalah sumber dan cadangan energi utama dalam tubuh dan disimpan dalam jaringan adiposa (Marinetti, 1990). 2.2.1.1. Kolesterol Kolesterol adalah prazat dari hormon-hormon steroid dan asam-asam empedu yang merupakan unsur penting membran sel. Kebanyakan sel dalam tubuh dapat mensintesis kolesterol, sebagian besar kolesterol disintesis dalam hati (Ganong, 2005). Dari sudut biokimia, senyawa ini mempunyai makna penting karena menjadi prekursor sejumlah besar senyawa steroid yang sama pentingnya. Sebagai contoh asam empedu, hormon, korteks adrenal, hormon seks, vitamin D, glikosida jantung, sitosterol dalam dunia tumbuhan dan beberapa alkaloid (Murray, 2003). Kritchevsky (2006) menyatakan bahwa kolesterol mewakili sekitar 0.2% dari total berat tubuh. Otak dan sistem saraf pusat, jaringan ikat, otot, dan kulit meliputi sekitar 75% kolesterol tubuh. Kolesterol diserap melalui micelles, yang juga mengandung asam empedu, fosfolipid, monogliserid dan asam lemak bebas. Micelles mencapai sel membran mukosa dan dipisahkan, lalu kolesterol diambil oleh enterosit. Awalnya kolesterol muncul di dalam darah sebagai komponen dari kilomikron. Lebih dari separuh jumlah kolesterol tubuh berasal dari sintesis (sekitar 700 mg/hari), dan sisanya berasal dari makanan sehari-hari. Pada manusia, hati menghasilkan kurang lebih 10% dari total sintesis, sementara usus sekitar 10% lainnya. Almatsier (2001) menyatakan bahwa konsumsi kolesterol yang dianjurkan adalah < 300 mg sehari.

9 Kolesterol memiliki peranan utama dalam proses patologis pembentukan aterosklerosis pada pembuluh arteri yang penting sehingga mengakibatkan penyakit serobrovaskular, vaskular perifer dan koroner (Murray, 2003). Kadar kolesterol darah merupakan indikator yang paling baik untuk menentukan apakah seseorang akan menderita penyakit jantung atau tidak. Banyak kontroversi mengenai nilai optimal dari kolesterol darah dan berapa batas kadar kolestrerol agar penyakit kardiovaskuler tidak terjadi. Dalam suatu laporan nilai optimal yaitu dalam batas 130 mg% - 190 mg%. Batas normal tersebut jauh di bawah kadar rata-rata untuk kebanyakan orang dewasa, lebih dari seperuh pria dewasa di Amerika Serikat memiliki nilai kolesterol yang lebih besar dari 200 mg% (Hull, 1993). Tabel 2.3 Klasifikasi kolesterol berdasarkan ATP III (Adult Treatment Panel III) Total Kolesterol Klasifikasi <200 Normal 200-239 Batas Tinggi >240 Tinggi Sumber: Modern Nutrition in Health and Disease, 2006 Kadar kolesterol dalam plasma diturunkan oleh hormon tiroid dan estrogen. Kadar tersebut akan meningkat bila aliran empedu tersumbat, juga pada hiperkolesterolemia herediter, dan diabetes mellitus yang tidak diobati. Diit yang banyak mengandung lemak netral meningkatkan kolesterol plasma. Bila lemak jenuh dalam makanan diganti dengan lemak-lemak tidak jenuh, kolesterol darah akan menurun. Kebanyakan kolesterol dalam makanan diperoleh dari kuning telur dan lemak hewani (Ganong, 2005).

10 2.2.1.2. Trigliserida Trigliserida merupakan lemak netral yang masing-masing terdiri dari kombinasi gliserol dengan tiga (tri berarti tiga ) molekul asam lemak melekat padanya. Trigliserida berperan dalam pengangkutan serta penyimpanan lipid. Selama pencernaan, dua molekul asam lemak dipisahkan, meninggalkan sebuah monogliserol, satu molekul gliserol dengan satu molekul asam lemak melekat padanya. Hasil cerna tersebut merupakan satuan lemak yang dapat diserap oleh tubuh (Sherwood, 2001). Peningkatan trigliserida dapat dilihat setalah makan makanan yang berlemak dan bisa meningkat atau menurun setelah mencerna karbohidrat. Kadar trigliserida harus diukur dalam keadaan puasa kurang lebih 12 jam. Rata-rata serum trigliserida 65 mg/100 ml pada seseorang di bawah 20 tahun meningkat secara bertahap hingga 95 mg/100 ml pada dekade ke 6. Nilai di atas 160 sampai 200 mg/100 ml dianggap tidak normal. (Tzagournis, 1978). Tabel 2.4 Klasifikasi Trigliserida berdasarkan ATP III (Adult Treatment Panel III) Total Trigliserida ( mg/dl) Kategori <150 Normal 150-199 Batas Tinggi 200-499 Tinggi > 500 Sangat Tinggi Sumber: Modern Nutrition in Health and Disease, 2006 2.2.2. Glukosa Darah 2.2.2.1. Glukosa Darah Puasa Sebagian besar karbohidrat yang dapat dicerna dalam makanan akhirnya akan membentuk glukosa. Pasokan glukosa terus menerus diperlukan sebagai sumber energi, khususnya bagi sistem saraf dan

11 eritrosit. Pemeriksaan glukosa darah puasa merupakan salah satu cara untuk mengidentifikasi diabetes mellitus pada seseorang. Pada penyakit ini, gula darah tidak siap untuk ditransfer ke dalam sel, sehingga terjadi hiperglikemi sebagai hasil bahwa glukosa tetap berada di dalam pembuluh darah. Pankreas mencoba untuk meningkatkan produksi insulin untuk mengompensasi, akan tetapi pankreas memiliki keterbatasan. Pada pemeriksaan ini pasien harus puasa 10-14 jam sebelum pemeriksaan. Spesimen darah dapat merupakan serum/plasma vena atau darah untuk darah kapiler. Pemeriksaan glukosa darah puasa plasma vena dapat digunakan untuk pemeriksaan penyaring memastikan diagnosis dan memantau pengendalian, sedangkan yang berasal dari darah kapiler hanya untuk pemeriksaan penyaring dan memantau pengendalian saja. Menurut PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) (2006), seseorang dinyatakan menderita diabetes mellitus apabila memenuhi kriteria-kriteria diabetes mellitus. Salah satu kriteria tersebut ialah mengalami gejala klasik diabetes mellitus dan kadar glukosa darah puasa <126 mg/dl (7.0 mmol/l). Tabel 2.5 Kadar Glukosa Darah Puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosa Diabetes Mellitus (DM) (mg/dl) Kadar glukosa darah puasa (mg/dl) Plasma vena Darah kapiler Bukan DM Belum Pasti DM DM <100 100-125 >126 <90 90-99 >100 Sumber: Konsensus PERKENI (2006)

12 2.3. Hubungan antara IMT dengan Lipida Darah 2.3.1. Hubungan antara IMT dengan Kolesterol Hubungan kuat terjadi antara perubahan serum kolesterol dengan perubahan berat badan sejak dewasa muda hingga usia pertengahan. Terjadinya penambahan berat badan pada dewasa kebanyakan antara usia 20-50 tahun, pada waktu yang bersamaan, serum kolesterol juga meningkat (Denke, 2006). Setiap peningkatan 1 kg/m 2 IMT berhubungan dengan peningkatan kolesterol total plasma sebesar 7.7 mg/dl dan penurunan tingkat HDL sebesar 0.8 mg/dl. Studi-studi tentang metabolisme telah mendokumentasikan bahwa obesitas menghasilkan peningkatan angka sintesis kolesterol endogen, yaitu 20 mg setiap hari untuk setiap kilogram kelebihan berat badan dan peningkatan VLDL (Very Low Density Lipoprotein) serta angka produksi trigliserida. 2.3.2. Hubungan antara IMT dengan Trigliserida Trigliserida merupakan simpanan energi lima kali lipat lebih banyak per massa unit dibandingkan glikogen. Seorang dewasa yang kurus memiliki kurang lebih 35 milyar adiposit, masing-masing mengandung 0.4-0.6 µg trigliserida. Trigliserida membebaskan 9.3 kkal/g ketika teroksidasi, sebagai perbandingan, glikogen yang tersimpan di hati dan otot menghasilkan 4.1 kkal/g ketika teroksidasi. Trigliserida disimpan padat di dalam sel lemak. Hipertrigliseridemia merupakan hasil dari peningkatan sintesis trigliserida, ketidaksempurnaan pembebasan lipid dari darah atau kombinasi keduanya. Kelebihan asupan makanan atau gizi merupakan hal yang umum pada penderita obesitas. Hal ini diakui sebagai katalisator yang bertanggung jawab untuk meningkatkan prevalensi hipertrigliseridemia pada obesitas.

13 2.4. Hubungan antara IMT dengan Glukosa Darah Puasa Sekitar 75% orang-orang dengan diabetes mellitus tipe 2 di Amerika Serikat adalah penderita obesitas. Peningkatan berat badan dan obesitas merupakan penyumbang utama dalam perkembangan diabetes mellitus tipe 2 pada 60-90% orang. Goldstein (1992) menyatakan di antara orang-orang dengan kelebihan berat badan, sensitifitas insulin menurun. Penurunan berat badan di bawah 10% menunjukkan peningkatan sensitifitas insulin dan toleransi glukosa, dan menurunkan serum kolesterol serta tekanan darah. 2.5. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan IMT 2.5.1. Usia Prevalensi IMT lebih (obesitas) meningkat secara terus menerus dari usia 20-60 tahun. Setelah usia 60 tahun, angka obesitas mulai menurun (Hill, 2005). Hasil Survei Kesehatan Inggris (2003) menyatakan bahwa kelompok usia 16-24 tahun tidak berisiko menjadi obesitas dibandingkan dengan kelompok usia yang lebih tua. Kelompok usia setengah baya dan pensiun memiliki risiko obesitas lebih tinggi. 2.5.2. Jenis Kelamin Lebih banyak pria termasuk kategori kelebihan berat badan (overweight) dibandingkan wanita, sementara kebanyakan wanita termasuk kategori obesitas. Distribusi lemak tubuh juga berbeda berdasarkan jenis kelamin, pria cenderung mengalami obesitas viseral (abdominal) dibandingkan wanita. Proses-proses fisiologis dipercaya dapat berkontribusi terhadap meningkatnya simpanan lemak pada perempuan (Hill, 2005). 2.5.3. Genetik Beberapa bukti menunjukkan bahwa faktor genetik dapat memengaruhi berat badan seseorang. Diperkirakan lebih dari 40% variasi IMT dijelaskan oleh faktor genetik. IMT sangat berhubungan erat dengan

14 generasi pertama keluarga. Penelitian menunjukkan bahwa orangtua obesitas menghasilkan proporsi tertinggi anak-anak obesitas (Hill, 2005). 2.5.4. Pola Makan Pola makan adalah pengulangan susunan makanan yang dapat dilihat ketika makanan itu dimakan. Terutama sekali berkenaan dengan jenis dan proporsinya, dan atau kombinasi makanan yang dimakan oleh individu, masyarakat atau sekelompok populasi. Kenyamanan modern dan makanan siap saji juga berkontribusi terhadap epidemi obesitas. Banyak keluarga yang mengonsumsi makanan siap saji yang mengandung tinggi lemak dan tinggi gula. Alasan lain yang meningkatkan kejadian obesitas yaitu peningkatan porsi makan. Hal ini terjadi di rumah makan, restoran siap saji dan di rumah. Penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang mengonsumsi makanan tinggi lemak lebih cepat mengalami peningkatan berat badan dibanding mereka yang mengonsumsi makanan tinggi karbohirat dengan jumlah kalori yang sama. Ukuran dan frekuensi asupan makan juga memengaruhi peningkatan berat badan dan lemak tubuh (Abramovitz, 2004). 2.5.5. Kebiasaan Merokok Kecenderungan seseorang untuk mengalami peningkatan berat badan dapat diakibatkan oleh beberapa faktor misalnya berhenti merokok. Merokok menyebabkan peningkatan rasio metabolisme dan cenderung untuk menurunkan intake makanan dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Prevalensi penduduk merokok setiap hari tinggi pada kelompok usia produktif (25-64 tahun). Pada saat ini prevalensi perokok pada laki-laki 11 kali lebih tinggi dibandingkan perempuan, tetapi rerata rokok dihisap oleh perokok perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki (16 batang dan 12 batang) (Riskesdas, 2007).

15 2.5.6. Aktifitas Fisik Aktifitas fisik mencerminkan gerakan tubuh yang disebabkan oleh kontraksi otot menghasilkan energi ekspenditur. Berjalan kaki, bertanam, menaiki tangga, bermain bola, menari, merupakan aktifitas fisik yang baik untuk dilakukan. Untuk kepentingan kesehatan, aktifitas fisik haruslah sedang atau bertenaga serta dilakukan hingga kurang lebih 30 menit setiap harinya dalam seminggu. Untuk penurunan berat badan atau mencegah peningkatan berat badan, dibutuhkan aktifitas fisik sekitar 60 menit dalam sehari (Wardlaw, 2007). Saat ini level aktifitas fisik telah menurun secara dramatis dalam 50 tahun terakhir, seiring dengan pengalihan buruh manual dengan mesin dan peningkatan penggunaan alat bantu di rumah tangga, transportasi dan leisure (rekreasi). Rendahnya aktifitas fisik merupakan faktor risiko untuk peningkatan berat badan dan sekali atau dua kali jalan-jalan pendek setiap minggu tidak cukup untuk mengompensasi hal ini. Sebagai contoh, latihan fisik selama 30 menit per hari yang dianjurkan oleh American Heart Foundation dan WHO tidak cukup untuk mencegah peningkatan berat badan dan obesitas; latihan fisik yang dibutukan ialah selama 45-60 menit per hari (Astrup, 2005).

16 BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Teoritis Non-Modified factors: Usia Jenis Kelamin Etnis/Ras Genetik (Riwayat Keluarga) Behavioral Factors: Pola Makan (% lemak jenuh, garam, kolesterol, total asupan energi) Konsumsi alkohol berlebihan Kebiasaan Merokok Obesitas Hipertensi Peningkatan HDL Kolesterol Penurunan LDL Kolesterol Diabetes Mellitus Hipertensi Penyakit Hipertensi Jantung Penyakit Jantung Stroke Stroke Hemoragik Hemoragik Penyakit Penyakit Jantung Jantung Koroner Koroner Stroke atherotrombolik Stroke Penyakit atherotrombolik peredaran darah tepi Penyakit peredaran darah tepi Gambar 3.1 Kerangka Teori Sumber: Pearson TA et al, 1990 dikutip oleh Budhi Damojo dalam Satoto, dkk. 1998 Berdasarkan kerangka teori, dapat dilihat faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya status gizi lebih. Selanjutnya, status gizi lebih yaitu berat badan lebih dan obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus, penyakit jantung koroner, artherosklerosis. Faktor risiko tersebut dilihat melalui kadar biokimia dalam darah yaitu, kolesterol, trigliserida, dan glukosa darah puasa.

17 3.2. Kerangka Konsep Kejadian berat badan lebih dan obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit degeneratif. Status gizi lebih dapat memengaruhi peningkatan trigliserida, kolesterol, dan gula darah puasa. Hal tersebut akan dilihat dalam penelitian in melalui kerangka konsep berikut: Indeks Massa Tubuh Kadar biokimia darah: Trigliserida Kolesterol Glukosa Darah Puasa Gambar 3.2 Kerangka Konsep 3.3. Hipotesis o Indeks massa tubuh berhubungan dengan konsentrasi kolesterol darah. o Indeks massa tubuh berhubungan dengan konsentrasi trigliserida darah. o Indeks massa tubuh berhubungan dengan konsentrasi glukosa darah puasa.

18 1.1. Definisi Operasional No Variabel Definisi 1. Indeks Massa Tubuh Keadaan gizi seseorang (IMT) yang dihitung dari perbandingan antara berat badan dalam kilogram dibagi dengan tinggi badan dalam meter dikuadratkan. Alat dan Cara Ukur Berat badan diukur dengan timbangan SECA. Tinggi Badan diukur dengan Microtoise Hasil Ukur Skala Ukur Sumber IMT diklasifikasikan menurut Ordinal Supariasa, Depkes RI, 1996: 2001 IMT< 17,0: Kekurangan berat badan tingkat berat IMT 17,0-18.4: Kekurangan berat badan tingkat ringan IMT 18,5-25,0: Normal IMT 25,1 27: Kelebihan berat badan tingkat ringan IMT > 27,0: Kelebihan berat badan tingkat berat

19 2. Kolesterol Komponen penting dalam Pengukuran Total kolesterol dalam mg/dl Ordinal ATP III, membran sel dan dilaksanakan dengan dengan kategori: Modern merupakan precursor monotest kolesterol Nutrition, hormon steroid dan asam menggunakan Normal : <200 mg/dl 2006. empedu dengan melihat metode Cholesterol Tinggi : >200 mg/dl nilai kadarnya dalam 10 ml Oxidase-Peroxidase sampel darah. Aminoantipyrine/phe nol (CHOD-PAP). 3. Trigliserida Sumber dan cadangan Pengukuran Dengan menggunakan standar Ordinal ATP III, energi utama dalam tubuh dilaksanakan dengan normal, trigliserida dibagi 3 Modern dan disimpan dalam monotest kolesterol kategori: Nutrition, jaringan adipose dengan menggunakan 2006. melihat kadarnya dalam 10 metode Cholesterol <150 mg/dl = normal ml sampel darah. Oxidase-Peroxidase 150-199 mg/dl = batas tinggi Aminoantipyrine/phe 200-499 mg/dl = tinggi nol (CHOD-PAP). >500 mg/dl = sangat tinggi

20 4. Glukosa darah puasa Glukosa yang beredar Pengukuran Dengan menggunakan standar Ordinal PERKENI, dalam aliran darah (puasa dilaksanakan dengan normal, glukosa darah puasa 2006 minimal 10 jam), metode enzimatik dibagi menjadi 2 kategori: berfungsi sebagai penyedia energi bagi seluruh sel <126 mg/dl = normal dalam jaringan tubuh >126 mg/dl = tidak normal dengan dilihat kadarnya dalam 10 ml serum sampel.