BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi di abad ke-21 ini mampu mengubah gaya hidup (life style), sosial ekonomi, lingkungan, perubahan struktur demografi dan meningkatnya tingkat kognitif masyarakat yang bermuara pada meningkatnya kesejahteraan rakyat. Kenyataan tersebut juga berimbas pada peningkatan usia harapan hidup sehingga menyebabkan jumlah penduduk usia lanjut dari tahun ke tahun semakin meningkat (Nugroho, 2000). Usia lanjut merupakan tahap perkembangan normal dari akhir siklus kehidupan yang akan dialami oleh setiap individu (Stanley, 2006). Semakin bertambahnya usia, masalah kesehatan pun akan sering muncul yang berkaitan erat dengan proses degenaratif dan terjadi secara progresif. Menurut Darmojo (2006) menua adalah proses kemunduran sel-sel karena proses penuaan yang dapat berakibat pada kelemahan organ, kemunduran fisik, timbulnya berbagai macam penyakit terutama penyakit degeneratif (Depkes, 2008). Salah satu masalah kesehatan yang sering menimpa usia lanjut yang mampu menjadi awal dari berbagai masalah kardiovaskuler adalah hipertensi atau tekanan darah tinggi. Dalam statistik kesehatan dunia tahun 2012, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa hipertensi adalah suatu kondisi berisiko tinggi yang menyebabkan sekitar 51% dari kematian akibat stroke, dan 45% dari jantung koroner. Pada tahun 2011, WHO mencatat satu miliar orang di dunia menderita hipertensi. Dua per tiga di antaranya berada di negara 1
2 berkembang yang berpenghasilan rendah dan sedang. Indonesia berada dalam deretan 10 negara dengan prevalensi hipertensi tertinggi di dunia, bersama Myanmar, India, Srilanka, Bhutan, Thailand, Nepal, Maldives. Prevalensi hipertensi akan terus meningkat, dan diprediksi pada tahun 2025 sebanyak 29% orang dewasa di dunia terkena serangannya (Suara Pembaharuan, April 2013). Menurut Kemenkes (2010), hipertensi menduduki peringkat nomor tiga penyebab kematian setelah stroke dan tuberkulosis, yaitu mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia (Kemenkes, 2010). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, disebutkan bahwa prevalensi hipertensi di Bali adalah 29,1% dan prevalensi stroke 6,8%. Dibandingkan dengan provinsi lainnya, maka penyakit yang merupakan akibat dari penuaan pembuluh darah ini, menempati urutan ke-23 dari 33 provinsi yang ada di Indonesia. Dan ini berarti prevalensi penyakit pembuluh darah di Bali tergolong kecil atau di bawah rata-rata nasional. Pada tahun 2012 prevalensi kejadian hipertensi pada usia lanjut di Provinsi Bali menduduki peringkat nomor tiga sebagai penyakit yang sering diderita oleh lanjut usia setelah rhematik dan ispa yaitu sebesar 9,3% dari 6.182 kasus (Dinkes Provinsi Bali, 2011). Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah secara abnormal dan terus menerus yang disebabkan satu atau beberapa faktor yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara normal (Levine & Fodor, 2003). Kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah akibat berkurangnya keelastisitasan dan produk samping dari keausan arteriosklerosis
3 dari arteri-arteri utama, terutama aorta sehingga menyebabkan kehilangan daya penyesuaian diri dan tidak dapat lagi mengalirkan darah yang keluar dari jantung menjadi aliran yang lancar. Hasilnya adalah gelombang denyut yang tidak terputus dengan puncak yang tinggi (sistolik) dan lembah yang dalam (diastolik) (Wolff, 2008). Menurut Kuswardahani (2006), bentuk hipertensi yang sering terjadi pada usia lanjut sebagian besar merupakan hipertensi sistolik terisolasi (HST). HST adalah hipertensi yang terjadi ketika tekanan sistolik lebih dari 140 mmhg namun tekanan diastolik dalam batas normal. Hal ini merupakan faktor risiko morbiditas dan mortalitas untuk orang lanjut usia (Kuswardhani, 2007). Penyakit hipertensi sering dikenal dengan istilah silent killer karena gejala yang timbul sedikit, bahkan terkadang tanpa gejala. Hal ini yang menyebabkan banyak oang beranggapan bahwa hipertensi tidak mengancam jiwa. Padahal hipertensi merupakan penyebab utama stroke, serangan jantung, gagal jantung, gagal ginjal, demensia, dan kematian prematur. Apabila tidak ditanggapi secara serius, umur penderitanya bisa diperpendek 10-20 tahun, dimana pengaruhnya pada lansia diperkirakan lebih besar dibandingkan dengan orang yang lebih muda (Sheps, 2005). Pengendalian hipertensi belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Ratarata pengendalian hipertensi baru berhasil menurunkan prevalensi hingga 8% dari jumlah keseluruhan. Berdasarkan data WHO, dari 50% penderita hipertensi yang diketahui, 25% diantaranya mendapat pengobatan dan hanya 12,5% yang diobati dengan baik. Data Departemen Kesehatan (2007) menunjukkan bahwa di
4 Indonesia ada 21% penderita hipertensi dan sebagian besar tidak terdeteksi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (2007) juga menunjukkan cakupan tenaga kesehatan terhadap kasus hipertensi di masyarakat masih rendah, hanya 24,2% untuk prevalensi hipertensi di Indonesia yang berjumlah 32,2%. Hipertensi dapat ditangani dengan cara farmakologis yaitu dengan obatobat anti hipertensi maupun secara non farmakologis yaitu dengan modifikasi gaya hidup atau bisa juga kombinasi dari keduanya (Dekker, 1996). Pada saat obat anti hipertensi diperlukan, pengobatan non farmakologis dapat digunakan sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan yang lebih baik (Dalimartha, 2008). Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa pengobatan nonfarmakologi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap pengobatan hipertensi (Sneltzer & Bare, 2002). Kendala yang sering dihadapi dalam pengobatan farmakologis adalah banyak penderita hipertensi yang tidak disiplin dalam mengkonsumsi obat penurun tekanan darah karena dapat bergantung pada obat seumur hidup. Selain itu jenuhnya masyarakat terhadap pengobatan medis yang sarat akan efek samping dari penggunaan obat yang dapat merusak hati dan ginjal jika digunakan dalam jangka panjang membuat masyarakat kini mulai melirik pada metode pengobatan non medis. Karena berbagai alasan tersebut, penderita hipertensi mencari cara pengobatan lain yang lebih ekonomis namun minim efek samping, yaitu melalui pengobatan alamiah dengan menggunakan bahan-bahan alami seperti buah, sayuran, dan herbal (Hembing, 2008).
5 Indonesia dikenal kaya dengan buah-buahan dan tanaman lokal yang secara empiris dapat digunakan untuk pengobatan tambahan hipertensi. Buahbuahan dan tumbuhan yang mengandung serat berfungsi dalam memperlancar proses pencernaan dan diasimilasi secara mudah dan cepat. Zat-zat seperti vitamin, mineral, enzim, bioflavonoid, dan karotenoid yang terkandung dalam buah dan sayuran memberikan kontribusi besar pada penyembuhan penyakit hipertensi (Tarsono, 2009). Menurut Widharto (2007), pengobatan nonfarmakologis selain menjadi alternatif pengobatan juga dapat dijadikan sebagai terapi komplementer yaitu pelengkap untuk mempercepat penyembuhan. Terapi jus baik buah maupun tumbuhan sejak lama telah digunakan untuk membantu penyembuhan berbagai penyakit termasuk hipertensi. Zat gizi yang dapat larut dalam jus paling mudah dicerna dan diserap oleh tubuh serta merupakan media sempurna untuk penyembuhan hipertensi (Jensen, 2003). Mengacu pada konsep back to nature, yaitu dengan menggunakan bahan dari alam yang banyak terdapat di sekitar masyarakat, karena bahan tersebut kaya akan antioksidan dan kalium dalam bentuk jus herbal sebagai upaya menurunkan tekanan darah penderita hipertensi (Bangun, 2003). Salah satu produk alami tersebut adalah lidah buaya dan belimbing yang banyak terdapat di masyarakat. Pada dasarnya lidah buaya maupun belimbing mengandung kadar kalium dan flavonoid sehingga cocok dikonsumsi oleh penderita hipertensi (Wirakusumah, 20004). Selain itu lidah buaya memiliki kandungan arginin yang tidak dimiliki oleh belimbing. Arginin merupakan vasodilator yang membuat
6 arteri rileks sehingga darah mengalir lebih baik ke seluruh tubuh. Semua kandungan ini akan sangat berfungsi secara maksimal apabila dapat dikombinasikan sehingga mampu menjadi obat herbal dalam menurunkan tekanan darah pada lanjut usia yang menderita hipertensi (Latief, 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Heri Sulistiyono (2009) dari 34 sampel, terdapat 17 orang (100%) mengalami penurunan tekanan darah sistolik dan 16 orang (94,1%) mengalami penurunan tekanan darah diastolik pada kelompok perlakuan dengan jus belimbing Demak. Penelitian lain mengenai jus belimbing juga telah dilakukan oleh Dine Rinjani Ediani (2002) dengan penurunan tekanan darah sistol sebesar 8,61% dan tekanan darah diastol 5,73%. Buah belimbing manis mengandung kalium yang tinggi dan natrium yang rendah sehingga dapat pula digunakan untuk pengobatan tambahan hipertensi (Istadi, 2009). Hasil penelitan yang dilakukan Hermawan (2010) menyatakan bahwa ekstrak lidah buaya dapat menurunkan kadar kolesterol HDL secara signifikan. Lidah buaya memberi dampak pada terjadinya penurunan kadar kolesterol LDL sebesar 11,85% (2ml/hari) dan peningkatan kadar kolesterol HDL sebesar 32,95% (2 ml/hari). Penelitian yang sama juga dilakukan Umi Kotiah pada tahun 2007 yang juga menunjukkan penurunan kadar kolesterol LDL sebesar 73,1% (1ml/hari) dan peningkatan kadar kolesterol HDL sebesar 21,68% (1 ml/hari) dengan pemberian ekstrak lidah buaya. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Panti Sosial Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar pada bulan September tahun 2013, jumlah
7 lansia secara keseluruhan yaitu 50 orang. Sejumlah 30 orang (58,82%) orang memiliki riwayat hipertensi, 16 orang (31,37%) menderita osteoartritis, 4 orang (7,84%) menderita ispa, dan 1 orang (1,96%) menderita diabetes melitus serta ada pula lansia yang mendertita kombinasi dari penyakit-penyakit tersebut. Dari hasil wawancara dengan 2 orang petugas mengatakan bahwa penyebab banyaknya lansia mengalami hipertensi karena proses degeneratif atau proses menua dan sebagian besar lansia menderita hipertensi derajat I dan II. Namun dalam penatalaksanaan berbagai masalah kesehatan khususnya hipertensi pada lansia banyak ditemukan kendala, diantaranya lansia bosan minum obat karena obat hipertensi harus dikonsumsi secara rutin, efek samping yang banyak dari obat yang diminum, dan di PSTW ini hanya menggunakan terapi farmakologis serta belum mengkombinasikannya dengan terapi non farmakologis khususnya obatobatan herbal yang terdapat pada buah maupun tumbuhan yang mengandung nutrisi tinggi kalium untuk menurunkan hipertensi. Berdasarkan pemaparan studi tentang banyaknya kandungan dan manfaat lidah buaya (Aloe vera) dan belimbing (Averrhoe Carambola L) di atas serta pengaruhnya jika kedua bahan tersebut dikombinasikan dalam mengobati penyakit terutama pada penderita hipertensi, maka peneliti tertarik untuk mengetahui Bagaimana Pengaruh Pemberian Jus Lidah Buaya (Aloe vera) dan Jus Belimbing (Averrhoa carambola Linn) terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Lansia Penderita Hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Wana Seraya Denpasar.
8 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana pengaruh pemberian jus lidah buaya (Aloe vera) dan jus belimbing (Averrhoa carambola Linn) terhadap penurunan tekanan darah pada lansia penderita hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Wana Seraya Denpasar. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian jus lidah buaya (Aloe vera) dan jus belimbing (Averrhoa carambola Linn) terhadap penurunan tekanan darah pada lanjut usia yang menderita hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Wana Seraya, Denpasar. 1.3.2 Tujuan Khusus Penelitian ini diajukan oleh penulis dengan tujuan khusus sebagai berikut: a. Mengidentifikasi tekanan darah sebelum diberikan jus lidah buaya (Aloe vera) dan jus belimbing (Averrhoa carambola Linn). b. Mengidentifikasi tekanan darah sesudah diberikan jus lidah buaya (Aloe vera) dan jus belimbing (Averrhoa carambola Linn.
9 c. Menganalisis pengaruh jus lidah buaya (Aloe vera) dan jus belimbing (Averrhoa carambola Linn) terhadap tekanan darah pada penderita hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Wana Seraya, Denpasar. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Praktis a. Instansi Panti Werdha Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk diterapkan dalam merencanakan perawatan pasien hipertensi secara optimal, selama di panti werdha. b. Responden Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi responden untuk mendapatkan pelayananan sesuai dengan kebutuhannya, dalam hal ini responden yang mengalami hipertensi dengan memanfaatkan jus lidah buaya dan jus belimbing untuk menurunkan tekanan darahnya. 1.4.2 Manfaat Teoritis a. Perkembangan Ilmu Keperawatan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan ilmu keperawatan dalam memberikan salah satu intervensi mandiri dalam penatalaksanaan hipertensi bagi lansia ntuk membantu menurunkan tekanan darah dengan memanfaatkan lidah buaya dan belimbing.
10 b. Acuan Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau sumber kepustakaan serta sebagai bahan masukan untuk peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang berbeda tetapi juga berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi. c. Profesi Keperawatan Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi tenaga keperawatan dalam melakukan intervensi keperawatan mandiri sehingga dapat menanggulangi hipertensi di kalangan masyarakat, khususnya pada lanjut usia.