BAB I PENDAHULUAN. (Mulgan, 1997; Mardiasmo,2009). Audit internal oleh Badan Pengawasan. Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dapat membantu pemerintah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. ini adalah semakin menguatnya tuntutan masyarakat terhadap pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien

BAB I PENDAHULUAN. intern daerah yang bersangkutan Badan Pengawas Daerah (BAWASDA).

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Teknis Daerah Provinsi Sumatera Barat. Diumumkan dalam Lembaran

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsi yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya krisis ekonomi di Indonesia ternyata disebabkan oleh buruknya

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Abdul dan Syam (2012: 108) menyatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Negara mengelola dana yang sangat besar dalam penyelenggaraan pemerintahannya.

BAB I PENDAHULUAN. diketahui karena banyaknya pemberitaan-pemberitaan di media masa mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. menolak hasil dengan memberikan rekomendasi tentang tindakan-tindakan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government). Good governance. yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien.

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mengeluarkan Undang Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. kinerja aparat birokrasi menurun. Terungkapnya banyak kasus-kasus korupsi baik

BAB I PENDAHULUAN. karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan titik terang, untuk mendorong perubahan dalam tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

BAB I PENDAHULUAN. menuntut pembangunan yang merata di setiap daerah, sehingga pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pengawasan, pengendalian, dan pemeriksaan atau audit. Audit pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan Akuntansi Sektor Publik di Indonesia, maka wujud

BAB I PENDAHULUAN. kolusi, nepotisme, inefisiensi dan sumber pemborosan negara. Keluhan birokrat

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah (APIP) yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. bersifat kuantitatif dan diperlukan sebagai sarana pengambilan keputusan baik

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan berisikan data yang menggambarkan keadaan. keuangan suatu perusahaan dalam suatu periode tertentu sehingga pihak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka pemenuhan hak publik. Untuk pengertian good governance,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari

BAB I PENDAHULUAN. nepotisme mengakibatkan kerugian negara dan tidak maksimalnya kinerja

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup orang banyak, maka sudah sepantasnya pemerintah dapat memberikan

BAB I PENDAHULUAN. proses terciptanya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan di daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Akuntan dalam konteks profesi bidang bisnis, bersama-sama. dengan profesinya lainnya, mempunyai peran yang signifikan dalam

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan. Selain itu, pengawasan intern atas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pemeriksaan laporan keuangan/auditing secara umum adalah suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dalam perwujudan good government governance di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi di Indonesia setidaknya telah mengeluarkan dua undangundang

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta sesuai dengan rencana,

BAB I PENDAHULUAN. pun berlaku dengan keluarnya UU No. 25 tahun 1999 yang telah direvisi UU No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. daerah merupakan tujuan penting dalam reformasi akuntansi dan administrasi

BAB I PENDAHULUAN. ini ditandai oleh adanya tuntutan dari masyarakat akan menunjang terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Melalui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Audit yang berkualitas dapat membantu mengurangi penyalahgunaan dana

BAB I PENDAHULUAN. yang baik (good governance government), telah mendorong pemerintah pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. bersih dan berwibawa. Paradigma baru tersebut mewajibkan setiap satuan kerja

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan tentang pentingnya penelitian dilakukan. Bab ini meliputi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah setelah berlakunya Undang-

BAB I PENDAHULUAN. melalui UU No. 22 Tahun Otonomi daerah memberikan Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan alat informasi baik bagi pemerintah sebagai manajemen maupun alat

BAB I PENDAHULUAN. Pertanggung jawaban pengelolaan keuangan daerah merupakan sesuatu hal

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi birokrasi bertujuan untuk menciptakan birokrasi pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik (good governance),

BAB I PENDAHULUAN. pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik yang disebut. dengan laporan keuangan (Mardiasmo, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. menemukan temuan yang memuat permasalahan, yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. Guna menunjang profesionalisme sebagai akuntan publik, maka auditor dalam

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan dana yang dapat dipertanggungjawabkan. Pengawasan bersifat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang baik

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik atau yang biasa disebut Good Government

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai manajemen maupun alat informasi bagi publik. Informasi akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. agar menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas. Laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana

BAB I PENDAHULUAN. berupa laporan keuangan. Fenomena yang terjadi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. pendapat yang diberikan, profesionalisme menjadi syarat utama bagi. orang yang bekerja sebagai auditor. Ketidakpercayaan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, organisasi audit pemerintah dibagi menjadi dua, yaitu : Auditor Eksternal

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Reformasi manajemen keuangan negara di Indonesia diawali lahirnya

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip Otonomi Daerah menggunakan prinsip otonomi seluasluasnya. dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur

BAB I PENDAHULUAN. audit, hal ini tercantum pada bagian keempat Undang-Undang Nomor 15 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan dalam setiap sektor, salah satunya dalam hal pelaporan

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan berbangsa dan bernegara.tata kelola pemerintahan yang baik (Good

ABSTRAK. Kata kunci: good governance, pengelolaan keuangan, sistem pengendalian intern pemerintah, kinerja pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian, pangsa pasar perusahaan. Secara umum ada tiga bentuk laporan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini masyarakat Indonesia semakin menuntut pemerintahan untuk

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. Setelah penulis menggali dan mengganalisis data temuan BPK RI Perwakilan

BAB I PENDAHULUAN. kesalahan seperti watch dog yang selama ini ada di benak kita sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pasar global, tetapi juga merugikan negara serta dalam jangka panjang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan yang baik (good governance), yaitu pemerintahan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. korupsi baik di level pusat maupun daerah menjadi penyebab utama hilangnya

BAB I PENDAHULUAN. governance dalam hal ini menjadi suatu hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi

BAB I PENDAHULUAN. Sistematika penulisan menjelaskan mengenai tahapan-tahapan penulisan laporan

BAB I PENDAHULUAN. Tata kelola pemerintahan yang baik (Good Government Governance)

BAB I PENDAHULUAN. pasti membutuhkan pemerintahan yang baik atau yang sering disebut good

BAB I PENDAHULUAN. menunjukan kualitas yang semakin baik setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. Jenderal Departemen, Satuan Pengawas Intern (SPI) di lingkungan lembaga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan salah satu hasil penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan good governance di lingkungan pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan audit sektor pemerintah sebenarnya didasari oleh adanya tuntutan akuntabilitas publik terhadap entitas pemerintah oleh masyarakat (Mulgan, 1997; Mardiasmo,2009). Audit internal oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dapat membantu pemerintah mengurangi penyalahgunaan danapublik. Audit internal bertujuan untukdiperolehnya keyakinan yang memadaiterkait dengan pengelolaan keuangan daerah, sehingga pemborosan, inefisiensi atau penyalahgunaan keuangan dapat diungkapkan,(normanton, 1966:403 ; Gendron et al., 2001). Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) B adan Pemeriksa Keuangan (BPK) Semester II Tahun 2014 atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) menyatakan antara lain ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian daerah senilai 285,78 miliar rupiah. Hal ini disebabkan oleh belanja tidak sesuai ketentuan, kekurangan volume pekerjaan dan kelebihan pembayaran dalam belanja modal, serta biaya perjalanan dinas dan pembayaran honorarium melebihi standar. BPK juga menemukan potensi kerugian daerah senilai 1,29 triliunrupiah karena aset berupa mesin, peralatan, dan aset lainnya tidak diketahui keberadaannya. Berdasarkan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT), BPK menemukan kekuran gan penerimaan senilai 132,23 miliar rupiah, meliputi antara lain penerimaan 1

2 negara/daerah yang belum diterima/disetor ke kas negara/daerah, dan pengenaan tarif pajak/pendapatan negara bukan pajak yang lebih rendah dari ketentuan. Sedangkan dalam pengelolaan belanja daerah, BPK menemukan antara lain kekurangan volume pekerjaan, kelebihan pembayaran, belanja tidak sesuai dengan ketentuan, dan spesifikasi barang tidak sesuai dengan kontrak senilai 275,52 miliar rupiah (IHPS, 2015). Adanya temuan audit yang terkait dengan ketidakpatuhan atas Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), perundang-undangan, ketidakhematan, ketidakefisienan dan ketidakefektifan dalam pengelolaan keuangan daerah menunjukkan masih rendahnya kualitas laporan keuangan pemerintah daerah (Purnomo, 2011). Banyaknya temuan yang dilaporkan oleh BPK RI berdampak terhadap opini yang diraih oleh pemerintah daerah atas LKPDnya.Raihan Opini Pemerintah Daerah disajikan dalam Tabel 1.1 sebagai berikut: Tabel 1.1 Perolehan Opini LKPD tahun 2013 Opini Jumlah LKPD % Wajar Tanpa Pengecualian 156 30 Wajar Dengan Pengecualian 311 60 Tidak Wajar 11 2 Tidak Memberikan Pendapat 46 8 Total 524 100 Sumber : BPK RI Masih banyaknya pemerintah daerah yang belum mendapatkan opini WTP dari hasil pemeriksaan BPK RI mengindikasikan masih kurang maksimalnya kualitas hasil pemeriksaan aparat Inspektorat sebagai pengawas internal terhadap pengelolaan keuangan pemerintah daerahnya (BPK, 2015).

3 Ikatan Akuntan Indonesia (IAI, 2009 ; Messier et al., 2006:48), mengemukakan bahwa audit yang dilakukan auditor/pemeriksa dikatakan berkualitas jika memenuhi standar auditing dan standar pengendalian mutu. Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor PER/05/M.PAN/03/2008, pengukuran kualitas audit atas laporan keuangan, khususnya yang dilakukan oleh inspektorat sebagai auditor internal pemerintah, wajib menggunakan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang tertuang dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007 ( BPK, 2007; BPKP, 2008). Auditor internal pemerintah daerah memegang peranan yang penting dalam proses terciptanya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan di daerah. Peran dan fungsi Inspektorat Propinsi, Kabupaten/Kota secara umum diatur dalam pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pasal tersebut menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas pengawasan urusan pemerintahan, Inspektorat Propinsi, Kabupaten/Kota mempunyai fungsi sebagai berikut: pertama, perencanaan program pengawasan; kedua, perumusan kebijakan dan fasilitas pengawasan; dan ketiga, pemeriksaan, pengusutan, pengujian, dan penilaian tugas pengawasan. Peranan auditor internal pemerintah didorong untuk membantu Kepala Daerah menyajikan laporan keuangan yang akuntabel dan dapat diterima secara umum (Bastian, 2007:34).

4 Kabupaten Tabanan merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Bali yang belum mendapat opini yang maksimal dari BPK RI.Adapun opini yang diraih oleh Kabupaten Tabanan periode 2011 s/d 2014 adalah Wajar Dengan Pengecualian.Disclaimer, Wajar Dengan Pengecualian, dan Wajar Tanpa Pengecualian dengan paragraph penjelas. LKPD Tahun Anggaran 2014 memang mendapatkan opini WTP dari BPK RI, namun ada beberapa hal yang masih harus ditindaklanjuti oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Tabanan. Terkait pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern ditemukan adanya kelemahan, yakni (1) Penatausahaan pendapatan dan piutang retribusi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan Perkotaan (PBB P2), serta piutang lainnya pada Badan Rumah Sakit Umum (BRSU) tidak tertib senilai Rp2.374.081.349,00 tidak dapat diyakini kewajarannya; (2) Tagihan rekening lampu penerangan jalan umum ganda dan penyajian utang pihak ketiga pada dinas Pekerjaan Umum (PU) sebesar Rp225.514.962,82 tidak sesuai dengan kenyataan; dan (3) Pembuatan video pembangunan Tabanan Serasi memboroskan keuangan daerah sebesar Rp130.050.000,00. BPK juga menemukan permasalahan terkait kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan, diantaranya adalah (1) Pemerintah Daerah Tabanan kehilangan potensi pendapatan pajak restoran dan IMB sebesar Rp663.684.601,00; (2) Realisasi belanja barang dan jasa sebesar Rp439.967.500,00 tidak didukung bukti pertanggungjawaban yang memadai; (3) Pemberian hibah sebesar Rp3.085.000.000,00 tidak sesuai ketentuan; dan (4) Pelaksanaan pekerjaan

5 pada dinas PU belum sepenuhnya sesuai spesifikasi dan telah mengalami kerusakan sebesar Rp413.628.768,58 (Inspektorat, 2015). Berdasarkan hasil pemeriksaan laporan keuangan pemerintah Kabupaten Tabanan yang menghasilkan Opini WTP dengan paragraph penjelas menyebabkan kualitas hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa aparat inspektorat masih menjadi perhatian masyarakat, karena beberapa kasus yang menjadi temuan BPK tidak ditemukan oleh inspektorat sebagai auditor internal di Kabupaten Tabanan, hal ini mengindikasikan kualitas hasil pemeriksaan aparat Inspektorat Kabupaten Tabanan bisa dikatakan belum maksimal. Perbedaan hasil temuan antara Inspektorat dengan BPK RI dapat dilihat pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 Perbandingan rata-rata temuan Inspektorat Kabupaten Tabanan dengan BPK RI Inspektorat BPK RI Thn Jml. Temuan Jumlah Kerugian (Rp) Rata-rata Temuan (Rp) Jml. Temuan Jumlah Kerugian (Rp) Rata-rata Temuan (Rp) 2011 124 1,074,959,059.95 8,669,024.68 55 7,543,687,230.69 137,157,949.65 2012 100 97,932,845.00 979,328.45 53 10,072,644,844.98 190,049,902.74 2013 162 40,396,968.00 249,364.00 40 2,775,876,139.00 69,396,903.48 Sumber : Inspektorat Kabupaten Tabanan Tabel 1.2 memperlihatkan secara kuantitas jumlah temuan Inspektorat Kabupaten Tabananselama 3 tahun terakhir lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah temuan BPK RI namun dari nilai temuan kerugian negara/daerah Inspektorat Kabupaten Tabananmasih kurang.hal ini

6 mengindikasikan belum maksimalnya kualitas pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa Inspektorat Kabupaten Tabanan. Kelemahan dalam audit pemerintahan salah satunya adalah tidak tersedianya indikator kinerja yang memadai sebagai dasar pengukur kinerja pemerintahan, sehingga ukuran kualitas audit pemerintahan masih menjadi perdebatan ( Ayuningtyas, 2012). Angelo (1981) mendefinisikan kualitas audit(audit quality) sebagai probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. Definisi kualitas audit adalah sebagai ketaatan terhadap standar profesi dan ikatan kontrak selama melaksanakan audit (Lowenshon et al., 2005).Batubara (2008) dalam penelitiannya menyatakan, bahwa kualitas hasil pemeriksaan adalah pelaporan tentang kelemahan pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan, tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab, merahasiakan pengungkapan informasi yang dilarang, pendistribusian laporan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut dari rekomendasi auditor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Laporan hasil pemeriksaan yang berkualitas dapat dicapai apabila seorang pemeriksa memiliki kompetensi yang cukup dalam melakukan pemeriksaan.kualitas hasil pemeriksaan tidak serta merta hanya dipengaruhi oleh faktor kompetensi, namun tergantung juga dengan adanya faktor kontinjensi, diantaranya adalah gaya kepemimpinan transformasional yang diterima oleh pemeriksa dan komitmen organisasi yang tinggi dari

7 pemeriksa tersebut. Faktor situasional tersebut dapat memberikan dampak terhadap pencapaian tingkat kualitas hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Indikasi belum maksimalnya kualitas hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten Tabanan kemungkinan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut dalam menunjang fungsi pengawasan daerah. Kompetensi adalah kemampuan, keahlian dan pengalaman serta memahami kriteria dalam menentukan jumlah bahan bukti yang harus dimiliki seorang pemeriksa untuk dapat mendukung kesimpulan yang akan diambilnya (Rahayu dkk., 2010;2). Setiap melakukan pemeriksaan, pemeriksa memerlukan pengetahuan mengenai bidang pengauditan dan akuntansi.kompetensi dan kehati hatian profesional mewajibkan setiap pemeriksa harus memelihara pengetahuan dan keahlian profesional yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugasnya dengan kompeten, serta menggunakan kemahiran profesional sesuai dengan profesinya yang diawali dengan adanya kesadaran dan pemahaman pemeriksa (Yulita,2013). Secara konseptual kompetensi tinggi yang dimiliki pemeriksa akan memberikan dampak terhadap peningkatan kualitas hasil pemeriksaan. Salah satu hal yang menyebabkan kompetensi aparat pemeriksa kurang maksimal adalah kurangnya tingkat pendidikan, pengalaman, dan pelatihan keterampilan pemeriksa. Untuk saat ini aparat yang telah menyelesaikan persyaratan pendidikan dan pelatihan untuk memiliki sertifikasi Jabatan Fungsional Auditor (JFA) pada Inspektorat Kabupaten Tabanan hanyalah 12

8 orang dari 73 jumlah keseluruhan pegawai yang ada. Auditor internal harus meningkatkan kompetensinya melalui pengembangan professional berkelanjutan (Hiro Tugiman, 2006:31). Semakin tinggi pendidikan pemeriksa akan semakin banyak pengetahuan (pandangan) mengenai bidang yang digelutinya sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam, selain itu pemeriksa akan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang semakin kompleks (Harhinto, 2004:35).Dari 73 orang pegawai sebanyak 40 orang yang memiliki latar belakang pendidikan S1 sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas hasil pemeriksaannya. Tubbs (1992), menyatakan bahwa auditor internal yang berpengalaman memiliki keunggulan dalam hal : (1) Mendeteksi kesalahan, (2) Memahami kesalahan secara akurat, (3) Mencari penyebab kesalahan. Selanjutnya Haynes et al. (1998), menemukan bahwa pengalaman audit yang dipunyai auditor ikut berperan dalam menentukan pertimbangan yang diambil. Penelitian sebelumnya telah relatif banyak mengangkat topik tentang kompetensi diantaranya, Octavia dkk. (2015) meneliti tentang kompetensi dan independensi auditor Kantor Akuntan Publik (KAP) di Yogyakarta, menemukan bahwa kompetensi dan independensi berpengaruh signifikan pada kualitas audit. Sejalan dengan penelitian Octavia dkk. (2015), Deribe et al. (2014) meneliti tentang faktor yang mempengaruhi kualitas audit internal

9 di 15 Ethiopian Commercial Banks, menyimpulkan kompetensi merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kualitas audit internal. Ariati (2014) meny atakan bahwa kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit di BPKP Jawa Tengah. Adnan (2012) di Inspektorat Bangka Belitung, kesimpulannya adalah kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap mutu hasil pemeriksaan regular. Hasil penelitian yang berbeda ditunjukkan oleh beberapa penelitian diantaranya: Dewi (2015) meneliti auditor di seluruh KAP se -Bali, dengan kesimpulan bahwa kompetensi tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Penelitian Liana (2014) juga menyimpulkan bahwa kompetensi tidak berpengaruh terhadap kualitas audit. Samsi (2013) melakukan penelitian di Inspektorat Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo, dan Kota Surabaya, dimana kesimpulan penelitiannya adalah kompetensi serta interaksi kompetensi dan kepatuhan etika auditor tidak berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Selanjutnya Affandi (2013) juga menyimpulkan bahwa kompetensi tidak mempengaruhi kualitas audit. Selain kompetensi, keterampilan, dan pengetahuan sumber daya manusia (SDM) juga sangat penting, kinerja SDM dapat meningkat apabila pemimpin dapat menggerakkan, mengajak, mengarahkan dan mengawasi bawahannya (Ato Illah, 2014).Gaya kepemimpinan transformasional adalah jenis gaya kepemimpinan yang mengarah ke perubahan positif pada mereka yang mengikuti (pengikut). Pemimpin transformasional umumnya energik,

10 antusias dan bergairah. Pemimpin tidak hanya memperhatikan dan terlibat dalam proses, mereka juga difokuskan untuk membantu setiap anggota kelompok untuk dapat berhasil juga (Pmcounseling, 2011).Bass (1990) menyatakan bahwa kualitas pemimpin sering kali dianggap sebagai faktor terpenting yang menentukan keberhasilan atau kegagalan organisasi. Pemimpin yang efektif dalam menerapkan gayatertentu dalam kepemimpinannya terlebih dahulu harus memahami siapa bawahanyang dipimpinnya, mengerti kekuatan dan kelemahan bawahannya, dan mengertibagaimana cara memanfaatkan kekuatan bawahan untuk mengimbangi kelemahanyang mereka miliki (Mariam, 2009). Sebalikny a gaya kepemimpinan yangtidak disesuaikan dengan karakteristik pegawai dan tugas yang ada, dapatmendorong pegawai merasa kurang bersemangat dalam bekerja atau bahkankehilangan semangat kerja, sehingga menyebabkan karyawan tidak bersungguh-sungguhdalam bekerja dan perhatian yang tidak terpusat pada pekerjaan. Keadaanseperti ini berpengaruh terhadap hasil pekerjaan yang tidak optimal (Ananto, 2014). Trinaningsih (2007) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh langsung terhadap kinerja auditor. Hasil penelitian Trianingsih (2007) konsisten dengan Sari (2009), Ananto (2014), dan Arifin (2012) yang menyatakan terdapat hubungan positif yang signifikan antara gaya kepemimpinan dengan kinerja karyawan. Hal ini berarti, semakin baik gaya kepemimpinan mengkombinasi antara perilaku tugas dan hubungan, menyebabkan kinerja karyawan semakin meningkat. Semakin meningkatnya

11 kinerja karyawan diharapkan dapat pula meningkatkan kualitas pekerjaannya. Selain kompetensi dan gaya kepemimpinan transformasional, individu dengan komitmen organisasi yang tinggi berkeinginan untuk berusaha sekuat-kuatnya demi kepentingan organisasi dan keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi (Mowday et al.,1979, dalam Faisal, 2007).Komitmen organisasi adalah dorongan dari dalam individu untuk berbuatsesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi sesuai dengan tujuan danlebih mengutamakan kepentingan organisasi dibandingkan dengan kepentingan sendiri (Arifin, 2012; Carolita, 2012). Komitmen yang tepat akan memberikan motivasi yang tinggi dan memberikan dampak yang positif terhadap kinerja suatu pekerjaan. Jika pemeriksa merasa jiwanya terikat dengan nilai-nilai organisasional yang ada maka dia akan merasa senang dalam bekerja dan terus mengasah kemampuannya, sehingga kualitas hasil pemeriksaannya semakin baik. Puspitasari (2014) menunjukkan bahwa komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap kualitas audit operasional. Hasil penelitian Puspitasari (2014) konsisten dengan penelitian Afendy (2014) dan Carolit a (2012) yang menyatakan bahwa komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Apabila pemeriksa dalam melaksanakan pekerjaannya memperlihatkan komitmen yang tinggi maka kualitas hasil pemeriksaan akan semakin baik.

12 Terdapat ketidakkonsistenan hasil penelitian tentang pengaruh kompetensi terhadap kualitas hasil pemeriksaan, diantaranya :Octavia dkk.(2015), Septidiany (2015), Sulaiman (2015), Putra dkk. (2015), Nugrahini (2015), Deribe et al.(2014), Cahyono, dkk.(2014), Syamsuddin dkk.(2014), Ariati (2014), Yulita (2013), Adnan (2012), Nugraha (2012), Sukriah dkk (2009) dan Alim dkk. (2007)menyimpulkan kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit namun Dewi (2015), Liana (2014), Samsi (2013) dan Affandi (2013) menyatakan kompetensi tidak berpengaruh terhadap kualitas audit.penelitian ini menguji kembalipengaruh kompetensi pada kualitas hasil pemeriksaan di sektor publik yaitu instansiinspektorat Kabupaten Tabanan.Berdasarkan kajian empiris tersebut, dalam penelitian ini ditambahkan faktor kontigensi yaitu gaya kepemimpinan transformasional dan komitmen organisasi. Walaupun seorang pemeriksa memiliki kompetensi yang tinggi, jika gaya kepemimpinan transformasional dari Inspektur Kabupaten Tabanan yang dirasakan oleh pemeriksa rendah dan komitmen pemeriksa terhadap organisasi rendah, niscaya pemeriksa tersebut akan bekerja seadanya sehingga tujuan dari organisasi tidak akan tercapai. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah: 1) Apakah gaya kepemimpinantransformasional memoderasi pengaruh kompetensipemeriksa pada kualitas hasil pemeriksaan?

13 2) Apakah komitmen organisasi memoderasi pengaruh kompetensi pemeriksapada kualitas hasil pemeriksaan? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1) Untuk mendapatkan bukti empiris gaya kepemimpinantransformasionalmemoderasi pengaruh kompetensi pemeriksapada kualitas hasil pemeriksaan. 2) Untuk mendapatkan bukti empiris komitmen organisasi memoderasi pengaruh kompetensi pemeriksa pada kualitas hasil pemeriksaan. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Manfaat penelitian yang diharapkan adalah sebagai berikut: 1) Dapat memberikan kontribusi pada pengembangan teoristewardshipyang berhubungan dengan gaya kepemimpinan transformasional dan komitmen organisasi dalam mencapai tujuan organisasi serta teori kontijensi terutama yang berkaitan dengan kualitas hasil pemeriksaan di Inspektorat Kabupaten Tabanan. 2) Dapat memberikan tambahan bukti empiris pada literatur akuntansi khususnya kompetensi,gaya kepemimpinan transformasional dan komitmen organisasi pada kualitas hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh aparat inspektorat.

14 1.4.2 Manfaat Praktis Manfaat penelitian bagi lembaga terkait adalah sebagai berikut: 1) Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang faktor kompetensi, komitmen organisasi, dan gaya kepemimpinan yang dibutuhkan dalam memperbaiki kualitas hasil pemeriksaan untuk menunjang peningkatkan pengawasan Inspektorat Kabupaten Tabanan di masa yang akan datang. 2) Bagi Pemerintah Kabupaten Tabanan, penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan dalam memahami fungsi, peran, tanggungjawab dan tugas Inspektorat dalam meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan demi tercapainya peran dan fungsi pengawasan internal pemerintah daerah.