1 Universitas Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Grafindo Persada, Jakarta, 2000 hal 1. Universitas Sumatera Utara

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2

Analisis pemahaman..., Kristanto, FH UI, BAB 1 PENDAHULUAN

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor

BAB I PENDAHULUAN. dan harta kekayaan para pendiri atau pemegang sahamnya. 3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan

BAB I PENDAHULUAN. yang membatasi tanggung jawab pemilik modal yaitu sebesar jumlah saham

BAB I PENDAHULUAN. Analisa yuridis..., Yayan Hernayanto, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tanggungjawab terbatas..., Ronald U.P. Sagala, FH UI, 2010.

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN

e) Hak Menghadiri RUPS... 55

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan negara merupakan salah satu asas pokok. pembentukan pemerintah Negara Kesatuan Republik

I. PENDAHULUAN. kemampuan dan keahlian masing-masing serta cara yang berbeda-beda dalam

BAB I P E N D A H U L U A N

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33/POJK.04/2014 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bentuk perusahaan yang ada di Indonesia seperti firma,

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat terpisahkan dari dunia bisnis di Indonesia. Terkait dengan

BAB I PENDAHULUAN. selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya.

PT Pelayaran Tempuran Emas Tbk

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H.

Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Oleh: Pahlefi 1

WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS

TANGGUNG JAWAB DIREKSI BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY DUTIES DALAM PERSEROAN TERBATAS

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI

PEDOMAN DEWAN KOMISARIS PT SOECHI LINES Tbk.

PT LIPPO KARAWACI Tbk. Piagam Komite Nominasi dan Remunerasi

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Direksi

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.../20...

BAB I PENDAHULUAN. Hukum positif di Indonesia pada pokoknya mengenal bentuk-bentuk

Deskripsi Tugas, Tanggung Jawab Dan Wewenang. Pedoman dan Tata Tertib Kerja Dewan Komisaris

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Direksi

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan memperoleh dan meningkatkan kesejahteraan. 1 Mengingat prospek

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas (PT) dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV),

Pedoman Direksi. PT Astra International Tbk

BAB. I PENDAHULUAN. (Commanditaire Vennootschap atau CV), Firma dan Persekutuan Perdata. Dalam

Piagam Direksi. PT Link Net Tbk ( Perseroan )

TINJAUAN YURIDIS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS JOHN EDONG / D

Pedoman Komite Nominasi dan Remunerasi. PT Astra International Tbk

PIAGAM KOMITE NOMINASI DAN REMUNERASI PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK. BAB I PENDAHULUAN PASAL 1 DEFINISI

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

PEDOMAN DIREKSI DAN KOMISARIS PERSEROAN

Audit Committee Charter- SSI. PT SURYA SEMESTA INTERNUSA Tbk. PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER)

Piagam. Sekretaris. Perusahaan. PT Prodia Widyahusada Tbk. Revisi: 00

BAB I PENDAHULUAN. tertentu yang dilingkupi oleh aspek hukum, tehnis dan ekonomi. 1 Badan usaha

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam

PIAGAM KOMITE AUDIT (Audit Committee Charter)

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Dewan Komisaris

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan: 1. Batasan Kewenangan dan Intervensi yang Dimiliki Komisaris

Pedoman Dewan Komisaris. PT Astra International Tbk

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 14 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah

BAB I PENDAHULUAN. lain melalui perbankan, lembaga pembiayan, dan pasar modal. Pasar modal

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan

BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN. A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan

Lex Privatum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT MANDOM INDONESIA Tbk

BAB I PENDAHULUAN. bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya

PEDOMAN PERILAKU Code of Conduct KEBIJAKAN

PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) PT BANK MASPION INDONESIA Tbk

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

TUGAS DAN WEWENANG SERTA TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Frankiano B.

PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK PT SURYA CITRA MEDIA Tbk

BAB I PENDAHULUAN. separate entity dan limited liability yang dikenal di dalam Perseroan Terbatas.

PIAGAM KOMITE AUDIT. ( AUDIT COMMITTE CHARTER ) PT FORTUNE MATE INDONESIA Tbk

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DAN KOMISARIS DALAM HUKUM KORPORASI (Telaah UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas)

Pedoman Tata Kelola Perusahaan PT Nusa Raya Cipta Tbk PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. Badan usaha (business organization) di Indonesia sekarang ini demikian beragam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Ruang Lingkup 2 BAB II KERANGKA UMUM PENYAJIAN 3 BAB III MATERI LAPORAN TAHUNAN 4

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

Piagam Dewan Komisaris. PT Link Net Tbk ( Perseroan )

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kegiatannya seperti pendidikan, kesehatan, keagamaan dan kegiatan sosial lainnya

PERSEROAN TERBATAS. Copyright by dhoni yusra. copyright by dhoni yusra 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT MULTIFILING MITRA INDONESIA Tbk ( Perseroan )

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Good Corporate Governance (GCG) adalah salah satu pilar dari sistem

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

Transkripsi:

B A B 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dari berbagai bentuk perusahaan, seperti Persekutuan Komanditer, Firma, Koperasi dan lain sebagainya, bentuk usaha Perseroan Terbatas ( Perseroan ) merupakan bentuk yang banyak dipakai sebagai bentuk kegiatan usaha di Indonesia. Dengan kedudukan Perseroan sebagai badan hukum, 1 maka Perseroan merupakan subyek hukum dan mempunyai nilai lebih dibanding bentuk perusahaan yang lain. Salah satu alasan yang membuat orang banyak memilih bentuk usaha Perseroan adalah pertanggungjawaban pemegang saham yang bersifat terbatas. Hal ini karena perbuatan hukum yang dilakukan untuk dan atas nama Perseroan dianggap sebagai perbuatan yang dilakukan oleh Perseroan itu sendiri dan bukan oleh orang-orang yang menjalankan perbuatan hukum itu. Dengan demikian segala akibat yang timbul dari perbuatan hukum Perseroan menjadi tanggungan Perseroan itu sendiri. Menjadi tanggungan Perseroan berarti terbatas hanya pada harta kekayaan Perseroan yang bersangkutan. Selain dari itu pemegang saham tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan yang melebihi nilai nominal saham yang telah diambilnya dan pada umumnya tidak meliputi kekayaan pribadinya. Karakteristik lain dari Perseroan yaitu antara lain dapat mempunyai masa hidup yang tidak terbatas, adanya pemusatan manajemen, kemandirian 1 Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa suatu Perseroan baru dapat disebut sebagai badan hukum apabila telah memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundangundangan yang berlaku. 1

2 Perseroan dan kemudahan mengalihkan kepemilikan perusahaan. 2 Karakteristik ini membuat Perseroan baik secara hukum maupun dalam kegiatan operasionalnya lebih fleksibel, sehingga dalam melakukan kegiatan, Perseroan mempunyai ruang gerak yang lebih luas dibandingkan dengan bentuk badan usaha yang lain. 3 Selain itu dengan menggunakan konstruksi badan usaha Perseroan, maka pemilik modal dapat memperkecil risiko kerugian yang mungkin timbul. Atas dasar motivasi ini kadangkala pemilik modal sengaja mendirikan beberapa Perseroan, masing-masing untuk maksud dan kegiatan usaha yang berbeda. Keadaan seperti ini dapat mendatangkan keuntungan. Sekalipun pada hakikatnya secara ekonomis Perseroan Perseroan tadi merupakan satu kesatuan ekonomis, namun secara yuridis setiap badan hukum itu dipandang sebagai subyek hukum yang mandiri. Dengan demikian maka suatu tagihan kepada suatu Perseroan tidak dapat dituntut kepada harta kekayaan pribadi orangorangnya, baik pengurusnya maupun pemegang sahamnya atau kepada Perseroan-Perseroan lainnya, sekalipun saham-saham Perseroan-Perseroan tersebut dimiliki oleh pemilik modal yang sama. 4 Sehubungan dengan banyak dipilihnya Perseroan sebagai bentuk badan usaha, pemerintah telah berusaha untuk meningkatkan kepastian hukum dalam dunia usaha. Hal ini terutama karena pertumbuhan ekonomi nasional memerlukan suatu pranata hukum yang mampu mengimbangi perkembangan laju perekonomian. Kepastian hukum dalam menjalankan usaha sangatlah diperlukan terutama bagi para pemilik modal yang tentunya ingin sedapat mungkin mendapatkan keuntungan dan memperkecil resiko kerugian atas modal yang ditanamkannya. Dengan peran Perseroan dalam dunia usaha yang semakin 2 Dengan adanya kemudahan dalam pengalihan saham akan membuat Perseroan tetap dapat melakukan kegiatan operasionalnya tanpa terpengaruh akan adanya perubahan kepemilikan dalam Perseroan. 3 Normin S. Pakpahan, Hukum Perusahaan Indonesia Tinjauan terhadap Undangundang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. (Jakarta: Proyek Elips, 1995), hlm. 3. 4 Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas. (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005), hlm. 50-51.

3 penting dan dominan maka Perseroan memerlukan peraturan hukum yang memadai. Sejak tanggal 7 Maret 1995 pranata hukum untuk Perseroan telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas ( UU No. 1/1995 ). UU No. 1/1995 menggantikan peraturan perundang-undangan yang berasal dari zaman kolonial yaitu Buku Kesatu Titel Ketiga pasal 36 sampai pasal 56 KUHD (Wetboek van Koophandel, Staatsblad 1847: 23) yang mengatur mengenai Perseroan berikut segala perubahannya, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1971. 5 Namun, dalam perkembangannya ketentuan dalam UU No. 1/1995 tersebut dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat. Hal ini disebabkan karena keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi sudah berkembang begitu pesat khususnya pada era globalisasi. Di samping itu, meningkatnya tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat, kepastian hukum, serta tuntutan akan pengembangan dunia usaha yang sesuai dengan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) juga menuntut penyempurnaan UU No. 1/1995. Untuk itu pada tanggal 16 Agustus 2007, pemerintah memberlakukan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas ( UUPT No. 40/2007 ) menggantikan UU No.1/1995. 6 Ketentuan-ketentuan dalam UUPT No. 40/2007 sebagian besar sebenarnya mengakomodasi praktek yang selama ini telah berjalan namun belum diatur dalam UU No. 1/1995. 7 Bahkan menurut Ibu Ratnawati Prasodjo sebagaimana dikutip dalam Hukum Online, beliau mengatakan bahwa Sudah sepuluh tahun lebih UUPT disalahgunakan karena ada beberapa hal yang belum 5 Indonesia (A), Undang-undang tentang Perseroan Terbatas, No. 1 Tahun 1995, LN No. 13 Tahun 1995, TLN No. 3587, Ps. 128. 6 Indonesia (B), Undang-Undang Tentang Perseroan Terbatas, No. 40 Tahun 2007, LN No. 106 Tahun 2007, TLN No. 4756, Penjelasan Umum. 7 Umar Idris dan Arif Ardiansyah, Mayoritas Tidak Bisa Seenaknya Tindas Minoritas (Mencermati berbagai ketentuan baru dalam Undang-undang tentang Perseroan Terbatas), Kontan (Minggu III, Juli 2007).

4 jelas. 8 Jadi UU PT No. 40/2007 dibuat untuk menyempurnakan UU No. 1/1995. Dengan adanya penyempurnaan UUPT No. 1/1995 diharapkan terselenggara iklim dunia usaha yang kondusif dan sesuai dengan perkembangan hukum. Perseroan sebagai badan hukum yang merupakan persekutuan modal tidak mungkin dapat bertindak sendiri. 9 Untuk itu diperlukan orang-orang yang menjalankan Perseroan yang dilembagakan dalam organ-organ Perseroan. Perseroan mempunyai tiga organ untuk menjalankan kegiatan operasional Perseroan, yaitu: (i) Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) dimana para pemilik modal sebagai pihak yang berkepentingan berwenang sepenuhnya untuk menentukan kepada siapa akan mereka percayakan pengurusan Perseroan; (ii) Direksi adalah organ yang ditugaskan untuk mengurus dan mewakili Perseroan; dan (iii) Dewan Komisaris adalah organ yang ditugaskan untuk melakukan pengawasan serta memberi nasehat kepada Direksi. 10 Kebutuhan atas ketiga organ tersebut sangatlah mutlak demi kelangsungan keberadaan suatu Perseroan. Menurut pandangan klasik dari ketiga organ Perseroan tersebut, RUPS mempunyai kekuasaan yang lebih tinggi daripada Direksi dan Dewan Komisaris. Pandangan klasik tersebut sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 1/1995 yang mengatakan bahwa RUPS memegang kekuasaan tertinggi dalam Perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Dewan Komisaris. 11 Sebagai salah satu organ Perseroan, RUPS dapat dan berhak memberikan keputusan yang mengikat dan mempunyai atau dapat membawa akibat hukum. Dengan adanya kata-kata memegang kekuasaan yang tertinggi maka dapat diartikan bahwa keputusan-keputusan 8 Hukum Online, Membedah Jeroan RUU Perseroan Terbatas, http://hukumonline. com/detail.asp? id=16735&cl=berita, diunduh 18 Mei 2005. 9 Indonesia (B), op.cit., Ps. 1 angka 1. 10 Fred. B.G. Tumbuan, Tugas dan Wewenang Organ Perseroan Terbatas menurut Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, (makalah disampaikan pada acara Sosialisasi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Jakarta, 22 Agustus 2007), hlm.4. 11 Indonesia (A), op.cit. Ps. 1 ayat 3.

5 RUPS wajib untuk ditaati dan dilaksanakan oleh organ Perseroan yang lain yaitu Direksi atau Dewan Komisaris. Namun dalam UUPT No. 40/2007 kalimat Rapat Umum Pemegang Saham adalah organ Perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Perseroan telah dihapus. Dengan demikian dapat dikatakan kedudukan RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris adalah sama atau sejajar. RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris mempunyai tugas dan kewenangannya sendiri sebagaimana diatur dalam UUPT No. 40/2007 dan atau anggaran dasar Perseroan. Dengan mempunyai tugas dan kewenangan sendiri, hal ini menjadikan Direksi dan Dewan Komisaris mandiri dalam melakukan tindakan hukum yang dilakukannya. Hal ini penting terutama bagi Direksi yang mempunyai kewenangan untuk mewakili Perseroan di dalam dan di luar pengadilan. 12 Dalam pelaksanaan kegiatan Perseroan terkadang terjadi permasalahan sehubungan dengan kemandirian atas tindakan Direksi dan Dewan Komisaris sebagai organ Perseroan yang mempunyai kedudukan sejajar dengan RUPS. Hal ini disebabkan antara lain karena: a. RUPS mempunyai kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan anggota Direksi dan Dewan Komisaris. 13 Sehingga terkadang sulit bagi anggota Direksi dan Dewan Komisaris untuk melepaskan diri dari pengaruh RUPS dalam melakukan perbuatan hukum. b. RUPS merupakan wadah bagi para pemegang saham untuk melindungi kepentingan Perseroan terutama kepentingan atas modal yang telah mereka tanamkan. Dengan alasan itulah para pemegang saham mempunyai kepentingan yang besar ketika membuat keputusan dalam RUPS. Sehingga dalam menjalankan roda Perseroan, terkadang RUPS seperti bertindak sebagai Direksi bayangan. 12 Indonesia (B), op.cit., Ps.1 angka 5. 13 Ibid. Ps. 94 ayat 1, Ps.105 ayat 1, Ps.111 ayat 1 dan Ps.119.

6 Direksi dalam tugasnya mengurus Perseroan harus menjalankannya dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam UUPT No. 40/2007 dan atau anggaran dasar Perseroan. 14 Dalam penjelasan pasal 92 ayat 2 UUPT No. 40/2007 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kebijakan yang dipandang tepat adalah kebijakan yang, antara lain didasarkan pada keahlian, peluang yang tersedia dan kelaziman dalam dunia usaha yang sejenis. Dari penjelasan tersebut tampak bahwa setiap orang bisa mempunyai pandangan yang berbeda atas kriteria keahlian, peluang yang tersedia dan kelaziman dalam dunia usaha sejenis, terlebih dengan adanya era globalisasi dan perkembangan ekonomi serta kemajuan dalam bidang teknologi dan informasi yang semakin pesat. Hal ini tentunya juga bisa berpengaruh pada penentuan pendapat apakah suatu tindakan yang dilakukan untuk dan atas nama Perseroan termasuk dalam tindakan intra vires atau ultra vires. Suatu perbuatan dikatakan intra vires jika perbuatan tersebut dilakukan suatu perusahaan atau seseorang sesuai dengan atau tercakup dalam kapasitas kewenangannya. 15 Sedangkan suatu perbuatan dikatakan sebagai ultra vires jika perbuatan tersebut dilakukan di luar kekuasaan atau kewenangan yang diberikan oleh anggaran dasar Perseroan atau oleh Undang-Undang. 16 Pada dasarnya seluruh organ Perseroan terutama Direksi sebagai organ Perseroan yang mewakili Perseroan perlu selalu memperhatikan apa yang dimaksud dengan kewenangan dari Perseroan. Kewenangan dari Perseroan adalah metode yang dilakukan oleh Perseroan dalam rangka melaksanakan maksud dan tujuan Perseroan, misalnya batasan dalam membuat suatu kontrak dengan pihak ketiga, mengambil pinjaman atau menjaminkan aset Perseroan untuk hutang-hutang yang dibuatnya. Ada pun yang menjadi sumber kewenangan suatu Perseroan adalah: 14 Ibid. Ps. 92 ayat 2. 15 Intra vires means an action taken within a corporation s or person s scope of authority (Bryan A. Garner et al., Black s Law Dictionary. Eight Edition. (St. Paul MN: West Group, 2004), hlm. 842. 16 Ultra vires means unauthorized; beyond the scope of power allowed or granted by a corporate charter or by laws. (Ibid. hlm. 1559).

7 a. Peraturan perundang-undangan. b. Anggaran Dasar Perseroan. c. Praktek yang diawasi oleh Departemen Pemerintah yang terkait dan putusan-putusan badan peradilan. 17 Untuk itu perlu diperhatikan apakah dalam menjalankan kewenangannya tersebut seluruh organ Perseroan telah bertindak sesuai dengan atau melampaui batas-batas yang diatur dalam tiga sumber kewenangan Perseroan tersebut. Salah satu harapan dengan diundangkannya UUPT No. 40/2007 adalah untuk menghilangkan hambatan dan kompleksitas atas masalah-masalah yang timbul dalam menjalankan kegiatan Perseroan. Untuk itu dalam penelitian ini akan diteliti apakah melalui kewenangannya RUPS dapat membantu menyelesaikan masalah apabila ada permasalahan dalam Perseroan yang diakibatkan karena suatu perbuatan atas nama Perseroan. Hal ini dikaitkan juga dengan tidak dinyatakannya RUPS sebagai organ yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Perseroan. Penyelesaian masalah Perseroan oleh RUPS, antara lain dapat berupa: a. suatu persetujuan terhadap suatu tindakan atau perbuatan hukum yang akan dilakukan atas nama Perseroan; atau b. membatalkan suatu keputusan yang pernah diambil oleh Rapat Umum Pemegang Saham; atau c. meratifikasi (ratification) suatu tindakan yang telah dilakukan atas nama Perseroan. 18 Penelitian ini akan membahas kewenangan RUPS sebagaimana diatur dalam UUPT No. 40/2007 dan yang terjadi dalam praktek Perseroan termasuk Perseroan Terbuka. 19 Untuk itu juga akan diteliti perbuatan hukum untuk dan atas nama Perseroan yang mungkin memerlukan keputusan RUPS sebagai salah 17 Munir Fuady, Doktrin doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia. (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002), hlm.122-123. 18 Ratification means the confirmation and acceptance of a previous act, thereby making the act valid from the moment it was done. (Ibid. hlm.1289). 19 Perseroan Terbuka adalah Perseroan Publik atau Perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal (Indonesia (B), op.cit. Ps.1 ayat 7).

8 satu solusi pemecahan masalah baik pada saat Perseroan belum memperoleh status sebagai badan hukum atau pun pada saat Perseroan sudah menjadi badan hukum. 20 Dalam menjalankan kegiatan usaha Perseroan seringkali pengusaha harus bertindak cepat untuk menangkap peluang usaha yang ada, yang mungkin belum tentu datang untuk kedua kalinya. Sehingga sedikit banyak hal ini akan mempengaruhi pengusaha terutama Direksi yang mewakili Perseroan dalam mengambil keputusan-keputusan bisnis. Keputusan-keputusan bisnis yang diambil tersebut terkadang belum sepenuhnya tercakup dalam kerangka hukum mengenai kecakapan Direksi atau organ Perseroan yang lain untuk bertindak sesuai dengan kewenangannya. Sehingga dalam suatu situasi tertentu dimana keputusan bisnis tetap perlu dijalankan demi kepentingan Perseroan dibutuhkan suatu sarana yang dapat melegalisasi keputusan bisnis tersebut. Salah satu sarananya adalah melalui RUPS. Oleh karena itu yang menjadi alasan penulisan tesis ini adalah untuk mengetahui kewenangan RUPS dalam mengatasi masalah akibat perbuatan hukum demi kepentingan Perseroan yang dilakukan oleh Direksi atau organ Perseroan yang lain yang dilakukan diluar kewenangannya, terutama untuk mengetahui batasan kewenangan RUPS yang diatur oleh UUPT No. 40/2007. Untuk itu analisa penelitian ini, juga dilakukan dengan membandingkan masalah-masalah tersebut dengan teori, doktrin dan praktek yang berlaku. Selain itu akan dilihat juga bagaimana dampak yang ditimbulkan atas keputusan suatu RUPS bagi Perseroan dan pihak ketiga yang mempunyai hubungan hukum dengan Perseroan. 1.2. POKOK PERMASALAHAN Berdasarkan uraian di atas, penulis mengidentifikasi permasalahan yang akan dibahas dalam tesis ini yaitu: 1. Apabila penyelenggaraan RUPS dilakukan tidak sejalan dengan ketentuan dalam UUPT No. 40/2007 dan atau anggaran dasar 20 Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan (Ibid. Ps.7 ayat 4).

9 Perseroan, bagaimanakah dampaknya terhadap Perseroan dan pihak ketiga? 2. Dalam hal suatu perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh organ Perseroan ternyata dikategorikan sebagai tindakan ultra vires, adakah kewenangan RUPS untuk mengatasi atau memulihkan keadaan tersebut? Bagaimanakah dampaknya terhadap Perseroan dan pihak ketiga? 1.3. METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan yang bersifat hukum normatif. Penelitian ini terutama dimaksudkan untuk melihat teori hukum dan penerapan peraturan perundang-undangan khususnya UUPT No. 40/2007 mengenai batas kewenangan RUPS. Sementara itu, ditinjau dari sudut bentuk tipe penelitian ini berbentuk evaluatif-preskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk menilai apakah peraturan-peraturan tentang Perseroan yang berlaku sudah dapat mengatasi berbagai permasalahan yang timbul sehubungan dengan kewenangan RUPS. Selain itu, jika ditinjau dari segi tujuannya, penelitian ini termasuk dalam penelitian problem finding karena bertujuan memberikan jalan keluar berupa saran atau rekomendasi terhadap peraturan yang belum mengatur masalah-masalah yang mencakup kewenangan RUPS. Penelitian ini juga bersifat deskriptif analisis karena mencantumkan contoh kasus dengan tujuan untuk memberi gambaran mengenai fakta-fakta disertai analisis berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehubungan dengan penyelenggaraan RUPS. Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen. Adapun studi dokumen dilakukan terhadap data sekunder yang meliputi bahan hukum primer yaitu antara lain Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia sehubungan dengan Perseroan, Peraturan Badan

10 Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ( BAPEPAM-LK ) serta peraturan lain yang ada kaitannya dengan penelitian ini untuk mendapatkan landasan teori dan implementasinya dalam penulisan tesis. 21 Sedangkan bahan hukum sekunder yaitu buku-buku, majalah atau artikel koran, dan bahan-bahan lain yang diperoleh melalui internet yang berkaitan dengan Perseroan untuk memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer. Untuk bahan hukum tertiernya yang digunakan antara lain adalah Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, Black s Law Dictionary, Kata-Kata Kunci mempelajari Ilmu Hukum dan Kamus Lengkap Bahasa Indonesia untuk membantu memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan Perseroan yang ada dalam bahan hukum primer dan sekunder. Metode analisis data dilakukan dengan cara kualitatif, yaitu mengkaji peraturan perundang-undangan mengenai Perseroan yang dikeluarkan oleh pemerintah terhadap permasalahan-permasalahan Perseroan yang timbul terutama sehubungan dengan RUPS dimana data yang diperoleh dianalisa secara normatif dan merupakan suatu tinjauan dari segi hukum. 1.4. TUJUAN PENULISAN Tujuan penelitian tesis ini adalah untuk memberikan kontribusi kepada ilmu pengetahuan yang berfokus pada hukum perusahaan melalui kombinasi tiga metode pendekatan yaitu teoritis, yuridis dan contoh faktual. Dalam metode pendekatan teoritis dikaitkan dengan kewenangan RUPS sebagai salah satu organ dalam suatu Perseroan. Terutama dengan ketentuan dalam UUPT No. 40/2007 yang tidak lagi menyebutkan bahwa RUPS memegang kekuasaan tertinggi dalam Perseroan. Untuk pendekatan yuridis mengacu khususnya pada UUPT No. 40/2007 serta peraturan-peraturan lain sehubungan dengan kewenangan RUPS seperti peraturan BAPEPAM-LK. Sedangkan contoh 21 Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pasar Modal No.8 tahun 1995 tentang Pasar Modal dan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.606/KMK.01/2005 tanggal 30 Desember 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.

11 faktual yang akan disampaikan adalah mengenai keabsahan keputusan RUPS yang berpengaruh terhadap jalannya operasional Perseroan. Maksud dari ketiga pendekatan di atas adalah agar tesis ini dapat menjadi jembatan penghubung antara dunia akademis dan dunia praktis. Pengetahuan teoritis akademis serta pemahaman yuridis terhadap peraturanperaturan terkait digunakan untuk mengindentifikasikan masalah-masalah yang timbul berkaitan dengan pelaksanaan RUPS. Sedangkan contoh untuk dapat dijadikan bahan masukan untuk peraturan-peraturan terkait yang ada hubungannya dengan kewenangan RUPS dan keabsahan suatu keputusan RUPS, sehingga diharapkan adanya suatu kepastian hukum atas diselenggarakannya suatu RUPS. Dengan demikian segala konsekuensi atau akibat hukum dari suatu penyelenggaraan RUPS apapun tujuannya dapat dipahami oleh semua pihak terkait termasuk para stakeholder sehingga kelancaran operasional suatu Perseroan tidak terhambat. 22 1.5. SISTEMATIKA PENULISAN Secara garis besar sistematika penulisan ini terdiri dari tiga bab, yaitu; Bab kesatu berupa pendahuluan, menguraikan latar belakang, pokok permasalahan, metode penelitian, tujuan penulisan dan sistematika penulisan. Bab kedua mengenai pembahasan tentang hak pemegang saham serta kewenangan RUPS termasuk didalamnya mengenai jenis RUPS termasuk tata cara penyelenggaraan RUPS menurut UUPT No. 40/2007 dan peraturanperaturan terkait lainnya. Dalam bab kedua ini juga akan dibahas mengenai perbuatan hukum atas nama Perseroan baik itu berupa tindakan intra vires maupun ultra vires. Dalam pembahasan mengenai intra vires dan ultra vires akan dikaitkan juga dengan pedoman yang berlaku terkait dengan Good 22 Pemangku kepentingan (stakeholder) adalah mereka yang memiliki kepentingan terhadap perusahaan dan mereka yang terpengaruh secara langsung oleh keputusan strategis dan operasional perusahaan, yang antara lain terdiri dari karyawan, mitra bisnis, dan masyarakat terutama sekitar tempat usaha perusahaan. Lihat Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance. Good Corporate Governance. http://www.cic-fcgi.org/news/files/pedoman GCG_ 060906. pdf, diunduh 6 September 2006.

12 Corporate Governance. Akibat hukum terutama mengenai keabsahan RUPS menjadi bagian yang penting dalam pembahasan terutama terjadinya ratifikasi dalam keputusan RUPS atau adanya pembatalan atas suatu keputusan RUPS. Khusus mengenai ratifikasi dalam RUPS dibagi dalam 3 bagian yaitu: ratifikasi terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh calon pendiri sebelum Perseroan didirikan; ratifikasi terhadap perbuatan hukum atas nama Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum dan ratifikasi terhadap perbuatan hukum setelah Perseroan memperoleh status badan hukum. Sedangkan pembatalan atas suatu keputusan RUPS akan dibahas dalam suatu contoh kasus yaitu kasus PT Central Proteinaprima Tbk, dimana BAPEPAM-LK menyatakan tidak sahnya RUPS Independen yang diadakan oleh PT Central Proteinaprima Tbk. Bab ketiga sebagai penutup menyajikan kesimpulan yang ditarik oleh penulis berdasarkan analisis pembahasan dalam bab-bab sebelumnya. Dalam bab ini pula penulis menyajikan saran yang terkait dengan obyek penulisan ini.