Senada dengan standar isi dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006, The National Council of Teachers of Mathematics

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Rini Apriliani, 2013

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan ilmu universal yang berguna bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Matematika juga berfungsi dalam ilmu pengetahuan, artinya selain

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, menjadi salah satu ilmu yang diperlukan pada saat

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (BSNP,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu dasar yang penting untuk dipelajari, karena

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN. konsep-konsep sehingga siswa terampil untuk berfikir rasional. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. pasal 1 yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk. diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. Matematis merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. solving), penalaran (reasoning), komunikasi (communication), koneksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi. Matematika telah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang secara pesat sehingga cara berpikir

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang universal, berada di semua penjuru

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu bangsa tergantung dari tingkat penguasaan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menara Kudus), Jilid II, hlm Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Terjemahnya, (Kudus:

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar tingkat SD/MI

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN STRATEGI REACT TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA MATERI PERSAMAAN KUADRAT DI KELAS X

I. PENDAHULUAN. didiknya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan berusaha secara terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. matematikawan mulai dari zaman Mesir kuno, Babylonia, hingga Yunani kuno.

BAB I PENDAHULUAN. di sekolah. Mata pelajaran matematika memiliki tujuan umum yaitu memberikan

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

48. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN. tentang kemampuan relating siswa, kemampuan experiencing siswa, kemampuan

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu yang menunjang berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. matematika dengan kehidupan sehari-hari. Keterkaitan inilah yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. siswa, pengajar, sarana prasarana, dan juga karena faktor lingkungan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. logis, konsisten, dan dapat bekerjasama serta tidak mudah putus asa.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan umum pembelajaran matematika yang dirumuskan dalam. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, adalah agar siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak terlepas dari peranan matematika. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu yang lain dan memajukan daya pikir manusia. Dalam standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah pada mata pelajaran matematika (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006) dikemukakan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Oleh karena itu, mata pelajaran matematika perlu dipelajari oleh setiap lapisan masyarakat pada setiap jenjang pendidikan dari tingkat kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Tujuan pembelajaran matematika di sekolah yang tercantum dalam standar isi (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006) adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; 2. menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematik; 3. memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4. menafsirkan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; dan 5. memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Senada dengan standar isi dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006, The National Council of Teachers of Mathematics 1

2 (NCTM) (2000:29) pun menetapkan lima standar proses daya matematis (mathematical power process standarts) yang harus dimiliki siswa, yaitu kemampuan pemecahan masalah, kemampuan berkomunikasi, kemampuan membuat koneksi, kemampuan berargumentasi/penalaran, dan kemampuan representasi. Mengacu kepada tujuan pembelajaran matematika dalam standar isi dan standar pembelajaran matematika dari NCTM, salah satu kemampuan matematis yang perlu dikuasai dan dikembangkan adalah kemampuan koneksi matematis. Matematika terdiri dari berbagai topik yang saling berkaitan satu sama lain. Keterkaitan tersebut tidak hanya antar-topik dalam matematika, tetapi terdapat juga keterkaitan antara matematika dengan disiplin ilmu lain dan dengan kehidupan sehari-hari. Matematika merupakan ilmu yang terstruktur dimana konsep-konsep dalam matematika harus dipelajari melalui urutan tertentu. Dalam matematika terdapat topik atau konsep prasyarat sebagai dasar untuk memahami topik atau konsep selanjutnya (Suherman dkk, 2001:25). Bruner (Ruseffendi, 1991:152) mengemukakan bahwa dalam matematika setiap konsep itu berkaitan dengan konsep lain. Begitu pula antara yang lainnya misalnya antara dalil dan dalil, antara teori dan teori, antara topik dan topik, antar cabang matematika (misalnya aljabar dan geometri). Oleh karena itu, agar siswa dalam belajar metematika lebih berhasil, siswa harus lebih banyak diberi kesempatan untuk melihat kaitan-kaitan itu, karena sasaran utama dari penekanan koneksi matematis di kelas adalah siswa bukan guru. Rousseau (dalam Sardiman, 2014:96) memberikan penjelasan bahwa segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara rohani maupun teknis. Hal ini menunjukkan setiap orang yang belajar harus aktif sendiri. Dalam proses belajar sangat diperlukan aktivitas siswa, karena tanpa adanya aktivitas maka proses belajar tidak akan terjadi. Oleh karena itu, diperlukan siswa yang dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Aktivitas siswa dapat dilihat dari berbagai kegiatan yang dilakukan

3 siswa dalam proses pembelajaran. Menurut Paul D. Dierich (dalam Sardiman, 2014:101) membagi kegiatan belajar siswa dalam 8 kelompok, yaitu kegiatan visual, kegiatan lisan, kegiatan mendengar, kegiatan menulis, kegiatan menggambar, kegiatan motor, kegiatan mental, dan kegiatan emosional. Pada kenyataannya masih banyak dijumpai aktivitas belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa pada pembelajaran matematika tergolong rendah. Hal ini terlihat dalam beberapa penelitian yang berkaitan dengan aktivitas belajar maupun kemampuan koneksi matematis siswa pada pembelajaran matematika yang telah dilakukan sebelumnya. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Vita Heprilia Dwi Kurniasari (2014) di SMA Negeri Balung dan Ratih Damayanti (2013) di SMP Negeri 1 Karanganyar menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran masih tergolong rendah. Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh Anis Wijayanti (2014) di SMP Negeri 5 Surakarta menunjukkan bahwa kemampuan koneksi matematis siswa rendah. Aktivitas belajar yang rendah ini juga dialami oleh siswa kelas VIII I SMP Negeri 1 Grogol Sukoharjo. Hal ini terlihat dari hasil wawancara dan observasi awal yang dilakukan peneliti. Dari hasil wawancara dengan salah satu guru matematika SMP Negeri 1 Grogol Sukoharjo yaitu Ibu Surami, S.Pd diperoleh informasi bahwa aktivitas belajar siswa pada pelajaran matematika rendah. Berdasarkan keterangan beliau, banyak siswa yang tidak fokus dalam proses pembelajaran dan tidak memperhatikan ketika guru mengajar. Ketika guru selesai menjelaskan materi dan memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya mereka hanya diam, sehingga kurang tahu apakah diam mereka karena memang sudah paham atau karena tidak berani bertanya. Ketika guru memberikan pertanyaan hanya beberapa siswa yang berani menjawab dan kebanyakan siswa hanya diam saja. Hal ini diperkuat dari observasi awal yang dilakukan oleh peneliti di kelas VIII I SMP Negeri 1 Grogol Sukoharjo. Ketika guru menjelaskan materi, hanya sedikit siswa yang mau memperhatikan guru. Ketika guru memberikan pertanyaan, siswa tidak mau menjawab dengan sukarela. Guru harus menunjuk

4 beberapa siswa untuk menjawab pertanyaan. Bahkan, ketika disuruh mengerjakan soal di papan tulis, beberapa siswa tidak bersedia. Saat diberi kesempatan untuk bertanya, siswa hanya diam saja dan tidak berani bertanya kepada guru. Selain itu, ketika siswa diminta untuk mencatat materi yang diberikan oleh guru, beberapa siswa tidak mencatat. Berdasarkan hasil observasi prasiklus diperoleh persentase aktivitas belajar siswa dalam kegiatan visual sebesar 64,06%, persentase aktivitas belajar siswa dalam kegiatan lisan sebesar 9,375%, persentase aktivitas belajar siswa dalam kegiatan menulis sebesar 34,375%, dan persentase aktivitas belajar siswa dalam kegiatan emosional sebesar 9,375%. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa rendah. Berdasarkan keterangan dari Ibu Surami, S.Pd selaku guru matematika kelas VIII SMP Negeri 1 Grogol Sukoharjo, peneliti memperoleh informasi bahwa siswa masih kesulitan dalam menyelesaikan persoalan yang membutuhkan penguasaan pada materi yang telah dimiliki sebelumnya. Siswa cenderung kesulitan apabila berhadapan dengan soal cerita, terutama yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini diperkuat ketika peneliti melakukan observasi awal, terlihat ketika siswa diminta mengerjakan soal menghitung panjang diagonal bidang suatu kubus, mereka masih salah dalam mengerjakan karena kesulitan dalam mengaitkannya dengan rumus phytagoras yang sudah mereka miliki sebelumnya pada kelas 7. Contoh pekerjaan siswa seperti pada Gambar 1.1. Gambar 1.1 Contoh Pekerjaan Siswa pada Observasi Awal Selain itu, ketika siswa diminta mengerjakan soal cerita yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, beberapa siswa tidak mengetahui maksud dari soal cerita yang diberikan sehingga tidak mampu menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Siswa kesulitan dalam membuat model matematika

5 sehingga tidak dapat mencari penyelesaian soal. Contoh pekerjaan siswa seperti pada Gambar 1.2. Gambar 1.2. Contoh Pekerjaan Siswa pada Observasi Awal Segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara rohani maupun teknis. Siswa harus lebih banyak diberi kesempatan untuk melihat keterkaitan-keterkaitan dalam matematika karena sasaran utama dari penekanan koneksi matematis di kelas adalah siswa sehingga dapat berhasil dalam belajar matematika. Oleh karena itu dengan adanya aktivitas belajar yang tinggi diharapkan kemampuan koneksi matematis siswa juga dapat meningkat. Di sisi lain guru masih melaksanakan pembelajaran yang konvensional yaitu menggunakan metode ceramah sehingga proses pembelajaran hanya terpusat pada guru. Akibatnya, siswa kurang terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Guru menjelaskan materi di depan kelas, memberikan contoh soal, dan cara pengerjaannya kemudian memberikan latihan soal kepada siswa. Pembelajaran yang masih berpusat pada guru dapat menghambat proses belajar siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran dan menggali informasi yang diketahui, serta menghambat siswa untuk berkembang dalam berpikir. Pada saat siswa mengerjakan soal, siswa hanya mengandalkan apa yang mereka dapat dari guru sehingga bila mengerjakan soal yang sedikit berbeda dari contoh yang diberikan guru, mereka kebingungan. Mereka kesulitan dalam mengaitkan konsep- konsep atau materi yang baru didapat dengan materi yang telah diperoleh sebelumnya

6 serta menentukan konsep mana yang harus digunakan terlebih dahulu dan konsep mana yang digunakan setelahnya. Berdasarkan kasus di atas, peneliti berdiskusi dengan guru mata pelajaran matematika SMP Negeri 1 Grogol Sukoharjo yaitu Ibu Surami, S.Pd dalam rangka mengatasi permasalahan yang terjadi yaitu rendahnya aktivitas belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa. Oleh karena itu, perlu diterapkan suatu model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk memunculkan aktivitas belajar dan adanya ruang untuk berlatih memunculkan kemampuan koneksi matematis siswa. Berdasarkan penelitian Good dan Grouws (1979) dan Ebmeier (1983), dan lebih lanjut Confrey (1986), diperoleh temuan bahwa guru yang merencanakan dan mengimplementasikan pembelajaran matematikanya menggunakan model pembelajaran Missouri Mathematics Project terbukti lebih sukses dibanding dengan menggunakan pendekatan tradisional (Setiawan, 2010:38). Menurut Convey (Krismanto, 2003 : 12) langkah-langkah model pembelajaran Missouri Mathematics Project terdiri dari review, pengembangan, kerja kooperatif, kerja mandiri (seat work), dan penugasan/pr akan melibatkan siswa dalam proses pembelajaran. Dengan model pembelajaran ini diharapkan siswa memperoleh kesempatan melakukan berbagai aktivitas belajar. Strategi pembelajaran REACT merupakan strategi belajar berdasarkan teori belajar kontruktivisme yang dapat digunakan untuk mendorong siswa membangun pengetahuannya sendiri dengan mengaitkan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki. Dengan melibatkan lima komponen utama REACT yakni Relating (R) atau mengaitkan, Experiencing (E) atau mengalami, Applying (A) atau menerapkan, Cooperating (C) atau bekerjasama, dan Transferring (T) atau mentransfer diharapkan dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa. Berdasarkan keterangan yang telah dipaparkan diharapkan dengan menerapkan model pembelajaran Missouri Mathematics Project dengan strategi REACT dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk

7 melakukan penelitian yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project dengan strategi REACT untuk meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa kelas VIII I SMP Negeri 1 Grogol Sukoharjo Tahun Ajaran 2015/2016. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Missouri Mathematics Project dengan strategi REACT yang dapat meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa kelas VIII I SMP Negeri 1 Grogol Sukoharjo pada tahun ajaran 2015/2016? 2. Bagaimana peningkatan aktivitas belajar siswa pada pembelajaran matematika dengan penerapan model pembelajaran Missouri Mathematics Project dengan strategi REACT pada siswa kelas VIII I SMP Negeri 1 Grogol Sukoharjo pada tahun ajaran 2015/2016? 3. Bagaimana peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa pada pembelajaran matematika dengan penerapan model pembelajaran Missouri Mathematics Project dengan strategi REACT pada siswa kelas VIII I SMP Negeri 1 Grogol Sukoharjo pada tahun ajaran 2015/2016? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini adalah: 1. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan model pembelajaran Missouri Mathematics Project dengan strategi REACT dapat meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa kelas VIII I SMP Negeri 1 Grogol Sukoharjo pada tahun ajaran 2015/2016.

8 2. Untuk mengetahui peningkatan aktivitas belajar siswa pada pembelajaran matematika dengan penerapan model pembelajaran Missouri Mathematics Project dengan strategi REACT pada siswa kelas VIII I SMP Negeri 1 Grogol Sukoharjo pada tahun ajaran 2015/2016. 3. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa pada pembelajaran matematika dengan penerapan model pembelajaran Missouri Mathematics Project dengan strategi REACT pada siswa kelas VIII I SMP Negeri 1 Grogol Sukoharjo pada tahun ajaran 2015/2016. D. Manfaat Penelitian Dengan penelitian ini penulis berharap semoga hasilnya dapat berguna untuk : 1. Bagi siswa a. Meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran. b. Meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa. 2. Bagi guru dan calon guru a. Memberi masukan kepada guru dan calon guru untuk menerapkan model pembelajaran MMP dengan strategi REACT sebagai alternatif model yang dapat diterapkan pada pembelajaran di kelas. b. Memberi masukan kepada guru dan calon guru untuk merancang desain pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa. 3. Bagi sekolah a. Memberikan kontribusi terhadap peningkatan pengelolaan proses belajar mengajar agar dapat meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa. b. Menumbuhkan motivasi guru dan kepala sekolah untuk mengembangkan proses pembelajaran yang lebih berkualitas.