VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

dokumen-dokumen yang mirip
4 METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VI. PERMASALAHAN KONSERVASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

3. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan

VII. SINTESIS PENYELESAIAN MASALAH

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Naskah ini merupakan bagian dari disertasi Ervizal Amzu 2)

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

Pertemuan 2. Pembahasan. 1. Pengertian Etika Profesi 2. Kode Etik Profesi 3. Peran Etika dalam Perkembangan IPTEK

pengembangan pariwisata di kampung Sawinggrai bisa dijadikan sebagai buktinya.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan yang lestari.

I. PENDAHULUAN. Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas

diarahkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

SIKAP MASYARAKAT DAN KONSERVASI

FUNGSI KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM SECARA BIJAK* Oleh : IMRAN SL TOBING**

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Demikian juga Haroid spear mendefinisikan bahwa "Belajar terdiri dari. pengamatan, pendengaran, membaca dan meniru.

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan kehidupan manusia, begitu pula dengan proses perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Perjanjian Kerjasama Tentang Pengembangan dan Pemasaran Produk Ekowisata Taman Nasional Ujung Kulon.

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Mahluk hidup memiliki hak hidup yang perlu menghargai dan memandang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. maka penduduk setempat dapat menggagalkan upaya pelestarian. Sebaliknya bila

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dharma Kesuma, dkk, Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 5.

HAMBATAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN MYRNA SUKMARATRI ST., MT.

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan

1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

VIII. PENUTUP. 8.1 Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam, termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

BAB I PENDAHULUAN. Cisolok Kabupaten Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB. IV VISI DAN MISI. pedoman dan pendorong organisasi untuk mencapainya. langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi. Kehidupan organisasi

V. SIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. c. Independensi auditor secara parsial berpengaruh positif dan signifikan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan karakter dan jati diri bangsa merupakan cita-cita luhur yang harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS. Kerangka Berpikir

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

BAB I PENDAHULUAN spesies tumbuhan, 940 spesies diantaranya merupakan tumbuhan obat dan

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kelompok besar, yaitu masyarakat pedesaan (rural) dan perkotaan (urban). Dua

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup manusia salah satunya berfungsi dalam menyembuhkan. berbagai penyakit yang dikenal sebagai tumbuhan obat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan tingkat keberagaman yang tinggi. Baik keberagaman hayati

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Noviyanto, 2014

BAB I PENDAHULUAN. seperti kebudayaan Minang, Sumba, Timor, Alor dan lain-lain). Dalam Ilmu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan

TINJAUAN PUSTAKA. Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan. kesinambungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya (Pamulardi,1994).

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perburuan satwa liar merupakan salah satu bentuk pemanfaatan sumber

BAB IV ANALISIS KARAKTERISTIK WIRAUSAHAWAN MUSLIM DALAM UPAYA MENCAPAI KESUKSESAN USAHA. A. Analisis Karakteristik Wirausahawan Muslim

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kepemimpinan adalah bagian dari kehidupan manusia, dan haruslah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. luhur yang sudah lama dijunjung tinggi dan mengakar dalam sikap dan perilaku seharihari.

I. PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas manusia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang diselenggarakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Danau Tempe. seluruh wilayah perairan dan berlangsung sepanjang tahun.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Cover Page. The handle holds various files of this Leiden University dissertation.

Etika lingkungan dapat diartikan sebagai dasar moralitas yang memberikan pedoman bagi individu atau masyarakat dalam berperilaku atau memilih

Seorang pelaku profesi harus mempunyai sifat : 1. Menguasai ilmu secara mendalam di bidangnya 2. Mampu mengkonversikan ilmu menjadi keterampilan 3.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERTEMUAN KE 6 POKOK BAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Permendiknas No. 16 Tahun 2007, guru harus memiliki

BAB I PENDAHULUAN. ruang aktivitas manusia dan budayanya tidak bisa lepas dari atmosfir, biosfir,

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU

Transkripsi:

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan 1. Konservasi kedawung di lapangan gagal, karena terjadi ketidak-sejalanan antara stimulus dengan sikap dan aksi konservasi masyarakat maupun pengelola. Sinyal kedawung tentang kelangkaan selama ini tidak menjadi informasi bagi masyarakat pendarung maupun pengelola. Sehingga sinyal kedawung yang menginformasikan tindakan yang seharusnya dilakukan, tidak menjadi stimulus bagi masyarakat maupun pengelola untuk bertindak konservasi. 2. Stimulus kedawung tidak terkait erat dengan sikap masyarakat dan sikap pengelola, kecuali stimulus manfaat ekonomi. Tetapi stimulus manfaat ekonomi ini tidak simultan menjadi pendorong sikap dan aksi konservasi di lapangan. Begitu juga stimulus tentang manfaat obat tidak menjadi sikap untuk aksi konservasi. 3. Terjadi bias terhadap pemahaman stimulus kedawung, terutama yang berkaitan dengan kegagalan proses regenerasi, sehingga tidak menjadi stimulus bagi sikap dan aksi konservasi oleh masyarakat maupun oleh pengelola. 4. Tidak adanya kerelaan dari masyarakat untuk aksi konservasi, hal ini terjadi karena : (1) masyarakat tidak memahami dan tidak menyadari sifat bioekologi kedawung sangat memerlukan bantuan manusia untuk penyebaran biji di alam; (2) tidak jelasnya hak kepemilikan atau hak pemanfaatan yang legal bagi masyarakat, hal ini menjadikan sikap masyarakat bersifat masa bodoh terhadap aksi konservasi; (3) nilai-nilai religius dan nilai-nilai sosio-budaya tidak lagi menjadi stimulus bagi sikap dan aksi masyarakat untuk konservasi. 5. Terjadi perbedaan pengalaman dalam sikap dan aksi konservasi antara masyarakat dengan pengelola. Ternyata masyarakat lebih berpengalaman dengan konservasi kedawung dibanding dengan pengelola. Misalnya masyarakat ikut membantu konservasi kedawung melalui penyebaran biji di hutan walaupun hal ini umumnya mereka lakukan tanpa disengaja pada waktu mengangkut biji, yaitu adanya biji yang tercecer di lantai hutan.

6. Masyarakat dan pengelola tidak memahami dan tidak menyadari bahwa stimulus, sikap dan aksi konservasi harus dilaksanakan secara simultan. Prasyarat terwujudnya konservasi kedawung atau konservasi sumberdaya hayati taman nasional lainnya secara nyata di lapangan apabila totalitas dari tristimulus amar (alamiah, manfaat dan religius) konservasi harus simultan dan mengkristal (menyatu) menjadi pendorong bagi sikap masyarakat dan pengelola untuk aksi konservasi. 7. Stimulus kedawung untuk konservasi adalah unik (spesifik) dan akan menjadi efektif apabila ditujukan kepada subjek masyarakat yang unik (spesifik) pula. Dalam hal ini yaitu kepada masyarakat pendarung yang sudah bertungkus lumut dengan kedawung. Apabila ada kelompok masyarakat yang tidak menangkap atau tidak memahami stimulus alamiah dan stimulus religius, tetapi menyikapi positif stimulus manfaat ekonomi, maka kelompok masyarakat tersebut akan menjadi kelompok masyarakat free rider yang dapat mengancam bagi keberlanjutan konservasi kedawung. 8. Tujuan ideal konservasi taman nasional gagal terwujud di lapangan. Sikap pemerintah sebagai pengelola yang dicerminkan dari semua peraturan perundangan yang terkait dan kegiatan pengelolaan yang telah dilakukan tidak mencerminkan kristalisasi sikap dan perilaku tri-stimulus amar konservasi. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa peraturan perundangan selama ini dibuat sangat kurang berdasarkan stimulus, fakta dan karakteristik lapangan yang dihasilkan dari hasil-hasil penelitian yang grass root. 9. Pihak pengelola menyikapi stimulus alamiah bersifat sempit, kaku dan terbatas pada aksi perlindungan kawasan dan memutuskan hubungan interaksi dengan masyarakat kecil, seperti masyarakat pendarung kedawung. Sedangkan stimulus manfaat (terutama berkaitan dengan kebutuhan masyarakat lokal) dan stimulus religius (berkaitan dengan nilai-nilai religius dan nilai-nilai sosiobudaya masyarakat setempat/tradisional) yang berpotensi sebagai modal sosial untuk konservasi, tidak menjadi sikap dan perhatian pengelola. 158

B. Implikasi 1. Teori Konsep konservasi sumberdaya alam hayati pada saat ini dan masa mendatang harus mencakup juga pembangunan dan pemeliharaan sikap masyarakat manusia yang pro-konservasi yang selama ini banyak terabaikan. Masalah konservasi timbul karena terjadinya penyimpangan atau bias sikap dan perilaku masyarakat dalam berinteraksi dengan alam. Masyarakat manusia berinteraksi dengan alam hendaknya tidak ditinjau secara mekanistik dan materialistik saja, melainkan juga mengikat interaksi tersebut dengan nilai-nilai religius yang universal, nilai-nilai kearifan budaya, etika, bahkan sampai kepada dosa dan pahala. Tri-Stimulus Amar Konservasi dapat memberikan suatu masukan bagi penyempurnaan teori sikap dan perilaku konservasi, khususnya sumbangan bagi determinasi tentang kelompok stimulus untuk aksi konservasi sumberdaya keanekaragaman hayati yang harus menjadi satu kesatuan tindak yang utuh. Stimulus yang dimaksud adalah sebagai pendorong kuat kepada sikap dan perilaku masyarakat untuk terwujudnya aksi konservasi secara kongkrit di lapangan. Tri-Stimulus Amar Konservasi merupakan pendorong utama sikap dan aksi konservasi dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar, yaitu stimulus alamiah, stimulus manfaat dan stimulus religius. Ketiga kelompok stimulus ini tidak dapat dipisah dan harus telah mengkristal menjadi satu kesatuan sebagai stimulus kuat (evoking stimulus) penggerak, pendorong dan pembentuk sikap-perilaku untuk aksi konservasi. Hal ini sekaligus sebagai prasyarat terwujudnya konservasi di dunia nyata atau di dunia grass root. Dalam konteks sistem nilai ke tiga kelompok stimulus ini tidak lain adalah kristalisasi dari nilai-nilai : kebenaran, kepentingan dan kebaikan. Kristalisasi atau resultant atau kombinasi dari nilai-nilai inilah yang dapat menjadi penggerak, penyeimbang dan pengendali terwujudnya sikap dan perilaku untuk aksi konservasi yang berkelanjutan di kehidupan nyata. Aksi konservasi saat ini dan masa datang hendaknya merupakan keberlanjutan dan persambungan dari pengalaman masyarakat masa lalu, terutama 159

pengalaman masyarakat tradisional sampai kepada pengalaman masyarakat modern yang diikat dan didorong oleh tri-stimulus amar konservasi. Sesungguhnya nilai religius tidak semata-mata berkaitan dengan kehidupan ritual keagamaan seseorang, akan tetapi tercermin juga dalam kehidupan sehari-hari seperti menjunjung tinggi nilai-nilai luhur, seperti kejujuran, keikhlasan, kesediaan berkorban, kesetiaan dan lain sebagainya. Nilainilai religius telah terbukti merupakan motivator utama dan kuat dalam sejarah kehidupan umat manusia yang hidup dimasa hayat nabi-nabi yang telah menjadi energi stimulus dan sangat efektif dalam membangun sikap dan perilaku individu manusia di zaman itu sampai zaman sekarang. Konsep religius tentang masalah lingkungan sangat efektif meluruskan pandangan, pola pikir, sikap dan perilaku manusia terhadap lingkungan dengan aturan-aturan dan dasar-dasar akhlak mulia. Nilai-nilai dan norma-norma inilah yang selayaknya kita jadikan dan tumbuh-kembangkan sebagai stimulus utama dalam melakukan keberlanjutan konservasi alam hayati dan lingkungan, khususnya konservasi taman nasional di Indonesia dan di dunia. Sejarah telah membuktikan, bahwa konservasi itu baru dapat terwujud dikehidupan nyata, apabila pada setiap diri individu manusia memiliki keikhlasan dan kerelaan berkorban untuk orang lain dan untuk konservasi alam. Teknologi tentang ikhlas yang sangat powerful yang telah diajarkan agama selama ini sudah mulai banyak digali dan dikembangkan secara ilmiah oleh para pakar untuk diterapkan disemua bidang kehidupan. Saat ini dan dimasa mendatang teori dan teknologi tentang keikhlasan merupakan sesuatu yang sangat penting dan up to date digali dan ditumbuh-kembangkan dalam pembangunan sikap masyarakat yang pro-konservasi. 2. Kebijakan Untuk mendukung tujuan ideal pengelolaan taman nasional yaitu bertujuan untuk keberlanjutan konservasi dan kesejahteraan masyarakat, maka perlu dilakukan revisi dan penyempurnaan peraturan perundangan yang berlaku. Konsep tristimulus amar konservasi merupakan pintu masuk dan sekaligus alat (tool) yang dapat digunakan efektif untuk melakukan perubahan, revisi dan penyempurnaan 160

peraturan perundangan sampai kepada program kegiatan pengelolaan taman nasional di lapangan. Konsep konservasi alam di Indonesia berupa pengawetan dan perlindungan hutan yang menekan sekecil mungkin interaksi hutan dengan aktivitas masyarakat hendaknya dirubah menjadi memelihara dan meningkatkan interaksi hutan dengan aktivitas masyarakat lokal berbasis konsep tri-stimulus amar konservasi, sebagaimana yang telah diterapkan oleh masyarakat tradisional sekitar hutan dari berbagai etnis di Indonesia Implikasi dari penelitian ini adalah kebijakan pengelolaan taman nasional hendaknya disempurnakan dengan menjadikan masyarakat pendarung atau masyarakat hutan atau masyarakat lokal atau masyarakat kecil atau masyarakat tradisional sebagai subjek yang ikut mengelola taman nasional. Sekaligus membangun aspek legalitas mengenai akses kelompok masyarakat pendarung ini kepada sumberdaya alam hayati taman nasional. Terutama hak dan akses kepada hasil hutan non-kayu dari spesies yang selama ini telah bertungkus lumut berinteraksi positif dengan masyarakat pendarung. Tentunya masyarakat pendarung perlu dilakukan pembinaan dan peningkatan kapasitas dengan membangun sikap dan perilaku tri-stimulus amar konservasi. 161