SIARAN PERS OJK TERBITKAN TIGA PERATURAN TINDAK LANJUT UU PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN

dokumen-dokumen yang mirip
SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /POJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM

PENANGANAN BANK GAGAL BERDAMPAK SISTEMIK

RANCANGAN POJK PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM

-2- sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu diperlukan penyempurnaan mekanisme tindak lanjut penanganan permasalahan Ban

RANCANGAN POJK BANK PERANTARA

2017, No Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867); 3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jas

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 16 /POJK.03/2017 TENTANG BANK PERANTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14 /POJK.03/2017 TENTANG RENCANA AKSI (RECOVERY PLAN) BAGI BANK SISTEMIK

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR :.../POJK.03/2017 TENTANG RENCANA AKSI (RECOVERY PLAN) BAGI BANK SISTEMIK

-2- dan/atau memperbaiki kondisi yang membahayakan kelangsungan usaha Bank Sistemik. Rencana Aksi (Recovery Plan) Bank yang ditetapkan sebagai Bank Si

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/2/PBI/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM KONVENSIONAL

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 /SEOJK.03/2017 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 /SEOJK.03/2017 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM

PERAN LPS DALAM PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN

Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan BPR dan BPRS

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 6/ 9 /PBI/2004 TENTANG TINDAK LANJUT PENGAWASAN DAN PENETAPAN STATUS BANK GUBERNUR BANK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /POJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

No. 15/4/DPNP Jakarta, 6 Maret 2013 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA. Perihal: Kepemilikan Saham Bank Umum

-2- Tahun Penanganan Bank Sistemik oleh Lembaga Penjamin Simpanan pada dasarnya juga bertujuan untuk memelihara stabilitas sistem perbankan. II.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR 3/PLPS/2005 TENTANG PENYELESAIAN BANK GAGAL YANG TIDAK BERDAMPAK SISTEMIK

PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

RANCANGAN POJK PERUSAHAAN INDUK KONGLOMERASI KEUANGAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.03/2017 TENTANG KEPEMILIKAN TUNGGAL PADA PERBANKAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T

No Restrukturisasi Perbankan, Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan tentang Penanganan Permasalahan Solvabilitas Bank Sistemik, Peraturan Lembaga

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/3/PBI/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 3/25/PBI/2001 TENTANG PENETAPAN STATUS BANK DAN PENYERAHAN BANK KEPADA BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL

TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LIKUIDASI BANK DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Pengertian Likuidasi Bank menurut Pasal 1 angka 13 Peraturan Lembaga

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Kelembagaan. Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank

-2- dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun Penyelesaian Bank selain Bank Sistemik oleh Lembaga Penjamin Simpanan pada dasarnya bertujuan untuk memin

2017, No menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal; Mengingat : 1. Undang-Undan

SEPUTAR FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT (FPD)

2016, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa K

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT

-2- Dengan mempertimbangkan hal di atas dan sehubungan dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di sektor

2017, No menetapkan Peraturan Bank Indonesia tentang Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : 1. Undang-Undang

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /POJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/4/PBI/2017 TENTANG PEMBIAYAAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK UMUM SYARIAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

-2- persyaratan agar divestasi yang dilakukan atas inisiatif sendiri tidak dimanfaatkan Bank untuk melakukan kegiatan investment banking. Dalam rangka

POIN ISI SURAT EDARAAN USULAN PERBARINDO. Matriks Rancangan Surat Edaran OJK Tentang Rencana Bisnis BPR dan BPRS

- 1 - Yth. Direksi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di tempat.

Jasa Keuangan ini. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26/POJK.03/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 56 /POJK.03/2016 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 52 /SEOJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /POJK.03/2016 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI PIHAK UTAMA LEMBAGA JASA KEUANGAN

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN

TENTANG RENCANA BISNIS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 2/11/PBI/2000 TENTANG PENETAPAN STATUS BANK DAN PENYERAHAN BANK KEPADA BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL

2 d. bahwa untuk mengelola eksposur risiko sebagaimana dimaksud dalam huruf a, konglomerasi keuangan perlu menerapkan manajemen risiko secara terinteg

2017, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Bank Indonesia t

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 8/POJK.03/2014 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

2015, No.73 2 e. bahwa sehubungan dengan huruf a sampai dengan huruf d diatas diperlukan penyesuaian terhadap ketentuan tentang Kewajiban Penyediaan M

2017, No f. bahwa sehubungan dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Ban

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 8/POJK.03/2014 TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TENTANG PENGELOLAAN, PENATAUSAHAAN, SERTA PENCATATAN ASET DAN KEWAJIBAN D

- 1 - SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/8/PADG/2017 TENTANG PEMBIAYAAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK UMUM SYARIAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentan

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 6 /POJK.03/2016 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK

PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 8/1/PBI/2006 TENTANG FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 31 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I. KETENTUAN UMUM

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dala

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 64 /POJK.03/2016 TENTANG PERUBAHAN KEGIATAN USAHA BANK KONVENSIONAL MENJADI BANK SYARIAH

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4 /POJK.03/2016 TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TENTANG RENCANA BISNIS BANK UMUM

-2- Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu untuk mengatur kembali PLJP bagi Bank yang diharapkan dapat memelihara stabilitas sistem keuangan teruta

GUBERNUR BANK INDONESIA,

No resort. Akses Bank untuk memperoleh pembiayaan likuiditas tersebut juga merupakan upaya Bank Indonesia untuk turut serta mencegah dan menan

Transkripsi:

SIARAN PERS SP 33/DKNS/OJK/IV/2017 OJK TERBITKAN TIGA PERATURAN TINDAK LANJUT UU PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN Jakarta, 5 April 2017. Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan tiga peraturan (POJK) sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK), sehingga memberikan kejelasan dan ketegasan dalam penerapan kebijakan penanganan krisis di sektor keuangan. UU PPKSK memberikan landasan hukum bagi OJK dan lembaga/otoritas lain untuk menangani stabilitas sistem keuangan serta melakukan tindakan dalam upaya mengatasi permasalahan stabilitas sistem keuangan berdasarkan tugas dan kewenangannya. Sebagai tindak lanjutnya kami keluarkan tiga POJK ini, kata Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad. Tiga POJK yang dikeluarkan itu adalah: a. POJK tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum; b. POJK tentang Bank Perantara; dan c. POJK tentang Rencana Aksi (Recovery Plan) bagi Bank Sistemik. 1. POJK tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum memuat aturan mengenai penanganan permasalahan bank, baik penanganan terhadap bank sistemik maupun penanganan terhadap bank selain bank sistemik. Dalam ketentuan ini diatur bahwa status pengawasan bank terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu pengawasan normal, pengawasan intensif, dan pengawasan khusus. Kaitannya dengan UU PPKSK, penanganan permasalahan solvabilitas bagi bank sistemik menjadi fokus penyempurnaan ketentuan ini, yaitu mengenai aktivasi implementasi rencana aksi (recovery plan), persiapan penanganan (early entry) permasalahan solvabilitas bank oleh LPS, dan mekanisme penyerahan bank yang tidak dapat disehatkan kepada LPS. 2. POJK tentang Bank Perantara memuat aturan mengenai prosedur pendirian bank perantara, mulai dari proses pendirian, operasional, dan pengakhiran Bank Perantara. Bank Perantara hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh LPS. Keberadaan Bank Perantara membuka opsi penanganan permasalahan solvabilitas bank tidak hanya dilakukan dengan cara pengalihan

sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban bank bermasalah kepada bank penerima, penyertaan modal sementara, atau pencabutan izin usaha bank, namun juga dapat dilakukan dengan pendirian Bank Perantara yang digunakan sebagai sarana resolusi untuk menerima aset dan/atau kewajiban yang mempunyai kualitas baik dari bank bermasalah. 3. POJK tentang Rencana Aksi (Recovery Plan) bagi Bank Sistemik memuat aturan mengenai kewajiban bank sistemik untuk mempersiapkan rencana dalam rangka mencegah dan mengatasi permasalahan keuangan yang mungkin terjadi di Bank Sistemik dengan cara menyusun suatu Rencana Aksi (Recovery Plan). Dengan adanya Rencana Aksi (Recovery Plan) maka upaya-upaya penyelesaian permasalahan keuangan bank sudah dimulai sejak saat bank dalam kondisi normal namun terdapat masalah siginifikan. Salah satu hal penting yang perlu dicatat dari ketentuan ini adalah adanya aturan agar dalam Rencana Aksi (Recovery Plan) memuat kewajiban pemegang saham pengendali dan/atau pihak lain untuk menambah modal bank dan mengubah jenis utang tertentu menjadi modal bank. Dengan adanya aturan ini maka bank sistemik akan berusaha menyelesaikan permasalahan keuangan dengan daya upayanya sendiri (bail-in) sesuai dengan Rencana Aksi (recovery plan) yang telah mereka susun. Selanjutnya, dengan dikeluarkannya tiga POJK ini maka diharapkan dapat menjaga dan meningkatkan kepercayaan nasabah terhadap industri perbankan serta mewujudkan industri perbankan yang lebih sehat, mandiri dan kompetitif, dan berperan dalam menjaga stabilitas sistem keuangan di Indonesia. *** Informasi lebih lanjut: Deputi Komisioner Pengawas Bank I Sukarela Batunanggar. Telp. 021.29600000. Email: batunanggar@ojk.go.id. www.ojk.go.id

RINGKASAN TIGA POJK TERKAIT UU PPKSK: 1. POJK tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum Ketentuan ini memuat aturan mengenai penanganan permasalahan bank, baik penanganan terhadap bank sistemik maupun penanganan terhadap bank selain bank sistemik. Dalam ketentuan ini diatur bahwa status pengawasan bank terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu pengawasan normal, pengawasan intensif, dan pengawasan khusus. Terhadap status pengawasan intensif dan pengawasan khusus, diatur kriteria dan jangka waktu penetapan status pengawasan, yang diikuti dengan tindakan pengawasan yang wajib dilakukan oleh bank. Bagi bank sistemik, dalam hal kondisi bank semakin memburuk dan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan maka OJK akan meminta penyelenggaran Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan untuk menetapkan langkah penanganan permasalahan bank sistemik. Adapun bagi bank selain bank sistemik dalam hal kondisi bank semakin memburuk dan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan maka OJK akan menginformasikan kepada LPS untuk melakukan penanganan yang diperlukan terhadap bank tersebut. Selanjutnya pokok-pokok ketentuan POJK tersebut adalah sebagai berikut: 1. Penetapan status pengawasan bank terdiri dari: a. pengawasan normal, b. pengawasan intensif, atau c. pengawasan khusus. 2. Bank ditetapkan sebagai Bank dalam pengawasan intensif jika memenuhi satu atau lebih kriteria sebagai berikut: a. rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) sama dengan atau lebih besar dari 8% namun kurang dari rasio KPMM sesuai profil risiko Bank yang wajib dipenuhi oleh Bank; b. rasio modal inti (tier 1) kurang dari persentase tertentu yang ditetapkan oleh OJK; c. rasio Giro Wajib Minimum (GWM) dalam Rupiah sama dengan atau lebih besar dari rasio yang ditetapkan untuk GWM Rupiah yang wajib dipenuhi oleh Bank namun berdasarkan penilaian OJK, Bank memiliki permasalahan likuiditas mendasar; d. rasio kredit bermasalah secara neto (non performing loan/npl net)

atau rasio pembiayaan bermasalah secara neto (non performing financing/npf net) secara neto lebih dari 5% dari total kredit atau total pembiayaan; e. tingkat kesehatan Bank dengan peringkat komposit 4 atau 5; dan/atau f. tingkat kesehatan Bank dengan peringkat komposit 3 dan peringkat tata kelola dengan peringkat 4 atau peringkat 5. 3. Jangka waktu Bank dalam pengawasan intensif (BDPI) paling lama 1 tahun sejak tanggal surat pemberitahuan OJK dan dapat diperpanjang paling banyak 1 kali dan paling lama 1 tahun hanya untuk BDPI yang memenuhi kriteria: a. rasio kredit bermasalah secara neto (non performing loan/npl net) atau rasio pembiayaan bermasalah secara neto (non performing financing/npf net) secara neto lebih dari 5% dari total kredit atau total pembiayaan, dan penyelesaiannya bersifat kompleks; b. tingkat kesehatan Bank dengan peringkat komposit (PK) 4 atau PK 5; dan/atau c. tingkat kesehatan Bank dengan PK 3 dan tata kelola dengan peringkat faktor tata kelola 4 atau peringkat faktor tata kelola 5. 4. Bank ditetapkan sebagai Bank dalam pengawasan khusus (BDPK) dalam hal memenuhi satu atau lebih kriteria sebagai berikut: a. rasio KPMM kurang dari 8%; dan/atau b. rasio GWM dalam rupiah kurang dari rasio yang ditetapkan untuk GWM dalam rupiah yang wajib dipenuhi oleh Bank, dan berdasarkan penilaian OJK: 1) Bank mengalami permasalahan likuiditas mendasar; atau 2) Bank mengalami perkembangan likuiditas yang memburuk dalam waktu singkat. 5. Bank ditetapkan dalam pengawasan khusus untuk jangka waktu paling lama 3 bulan sejak tanggal surat pemberitahuan OJK. 6. BDPK wajib melakukan penambahan modal untuk memenuhi KPMM dan/atau kewajiban pemenuhan GWM sesuai dengan ketentuan. 7. Bank Sistemik dalam pengawasan intensif selain wajib melaksanakan tindakan pengawasan yang diperintahkan oleh OJK, juga wajib menerapkan rencana aksi (recovery plan) untuk mengatasi permasalahan keuangan; dan/atau menyampaikan rencana tindak (action plan) untuk mengatasi selain permasalahan keuangan.

8. OJK meminta penyelenggaraan Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk menetapkan langkah penanganan permasalahan Bank Sistemik, dalam hal Bank Sistemik yang ditetapkan dalam pengawasan khusus memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. 2. POJK tentang Bank Perantara Sesuai UU PPKSK, salah satu opsi resolusi dalam penanganan permasalahan solvabilitas bank oleh otoritas resolusi adalah dengan cara mengalihkan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban bank kepada Bank Perantara. Oleh karena itu, OJK berdasarkan kewenangannya perlu mengatur mengenai pendirian Bank Perantara yang muatan pengaturannya mengacu pada UU PPKSK. POJK tentang Bank Perantara memuat aturan mengenai prosedur pendirian Bank Perantara, mulai dari proses pendirian, operasional, dan pengakhiran Bank Perantara. Bank Perantara hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh LPS. Dalam pendirian Bank Perantara tidak berlaku ketentuan yang mewajibkan perseroan terbatas didirikan oleh 2 (dua) pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam UU mengenai Perseroan Terbatas. Selain itu tidak berlaku juga ketentuan mengenai batas maksimum kepemilikan saham bank. Secara prinsip dalam menjalankan kegiatan usahanya, Bank Perantara wajib memenuhi ketentuan yang berlaku bagi bank kecuali ketentuan yang memang secara khusus tidak berlaku bagi Bank Perantara. Keberadaan Bank Perantara membuka opsi penanganan permasalahan solvabilitas bank tidak hanya dilakukan dengan cara engalihan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban bank bermasalah kepada bank penerima (P&A), penyertaan modal sementara, atau pencabutan izin usaha bank, namun juga dapat dilakukan dengan pendirian Bank Perantara yang digunakan sebagai sarana resolusi untuk menerima aset dan/atau kewajiban yang mempunyai kualitas baik dari bank bermasalah. Selanjutnya pokok-pokok ketentuan yang dimuat dalam POJK tersebut adalah sebagai berikut: 1. Prinsip umum pendirian Bank Perantara: a. Bank Perantara hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha setelah mendapat izin dari Otoritas Jasa Keuangan. b. 1 (satu) Bank Perantara dapat digunakan untuk menerima pengalihan aset dan/atau kewajiban lebih dari 1 (satu) bank.

c. Kepemilikan saham pada Bank Perantara dikecualikan dari ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Batas Maksimum Kepemilikan Saham. d. Bank Perantara dapat menggunakan infrastruktur dari Bank Asal (jaringan kantor, sumber daya manusia, informasi teknologi, prosedur kerja, dan lain-lain) e. Bank Perantara hanya dapat menerima pengalihan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban Bank Asal yang memiliki kriteria tertentu. 2. Bentuk Bank Perantara dapat berupa: a. Bank Perantara yang melakukan kegiatan usaha sebagai Bank Umum Konvensional. b. Bank Perantara yang melakukan kegiatan usaha sebagai Bank Umum Syariah. 3. Pemberian izin pendirian Bank Perantara dilakukan dalam 2 (dua) tahap, yaitu: a. Persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian Bank Perantara; dan b. Izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha Bank Perantara setelah persiapan pendirian Bank Perantara selesai dilakukan. Dalam kondisi krisis sistem keuangan, LPS dapat mengajukan permohonan persetujuan prinsip dan izin usaha Bank Perantara secara bersamaan. 4. Kegiatan usaha Bank Perantara a. Bank Perantara wajib memenuhi seluruh ketentuan yang berlaku bagi bank kecuali diatur secara khusus. b. Pengaturan secara khusus terkait dengan Bank Perantara adalah: 1) Status pengawasan (bank dalam pengawasan intensif atau bank dalam pengawasan khusus) tidak diberikan, namun bank tetap wajib melaksanakan tindakan pengawasan yang diperintahkan OJK. 2) Tidak diberlakukannya perhitungan pemenuhan modal inti terkait kegiatan usaha/produk dan jaringan kantor yang sudah ada. 3. POJK tentang Rencana Aksi (Recovery Plan) bagi Bank Sistemik Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh Bank Sistemik untuk mencegah dan menangani permasalahan keuangan adalah dengan mempersiapkan rencana untuk mengatasi permasalahan keuangan yang

mungkin terjadi di Bank Sistemik dengan cara menyusun suatu Rencana Aksi (Recovery Plan). Dengan adanya Rencana Aksi (Recovery Plan) tersebut, maka upaya pencegahan dan penanganan permasalahan keuangan Bank Sistemik dilakukan melalui serangkaian Opsi Pemulihan (Recovery Options), baik dengan menggunakan sumber daya bank itu sendiri maupun dengan pendekatan bisnis tanpa menggunakan anggaran negara (bail-in) serta dengan sedini mungkin. Atas dasar hal-hal tersebut di atas OJK menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) tentang Rencana Aksi (Recovery Plan) bagi Bank Sistemik. POJK ini mewajibkan Bank Sistemik untuk menyusun suatu dokumen Rencana Aksi (Recovery Plan) yang berisi rencana-rencana yang akan dilakukan oleh Bank apabila menghadapi permasalahan keuangan. Secara umum, pokok-pokok pengaturan yang dimuat dalam POJK tersebut mengenai: 1. Bank Sistemik wajib menyusun Rencana Aksi (Recovery Plan) dan menyampaikannya kepada OJK. Bagi Bank yang telah ditetapkan sebagai Bank Sistemik sebelum POJK ini diterbitkan, penyampaian pertama kali paling lambat pada tanggal 29 Desember 2017. Dalam penyusunan Rencana Aksi (Recovery Plan), Bank Sistemik juga diwajibkan untuk menetapkan Opsi Pemulihan (Recovery Options), yaitu pilihan tindakan yang ditetapkan akan dilakukan Bank Sistemik untuk merespon tekanan keuangan (financial stress) yang dialami oleh Bank Sistemik dalam mencegah, memulihkan maupun memperbaiki kondisi keuangan serta kelangsungan usaha Bank Sistemik (viability), yang didasarkan atas: a. indikator yang digunakan dalam Rencana Aksi (Recovery Plan) (meliputi indikator permodalan, likuiditas, rentabilitas dan kualitas aset), dan b. trigger level dari setiap indikator yang digunakan untuk mengimplementasikan Rencana Aksi (Recovery Plan). Trigger level merupakan tingkatan dimana Opsi Pemulihan (Recovery Options) mulai dilaksanakan, baik untuk tujuan pencegahan, pemulihan dan perbaikan dari kondisi yang membahayakan kelangsungan usaha Bank Sistemik. 2. Bank Sistemik diharuskan untuk memiliki pedoman Rencana Aksi (Recovery Plan), yang antara lain memuat serangkaian prosedur, mekanisme dan pihak-pihak yang bertanggung jawab terkait Rencana Aksi (Recovery Plan).

3. Pengaturan mengenai kewajiban pemegang saham pengendali dan/atau ultimate shareholders, dan/atau pihak lain untuk menambah modal Bank Sistemik dan mengubah jenis utang atau investasi tertentu menjadi modal Bank Sistemik apabila Bank Sistemik mengalami permasalahan solvabilitas yang mengganggu atau membahayakan kelangsungan usahanya. Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Sistemik diwajibkan untuk memiliki instrumen utang atau investasi yang memiliki karakteristik modal. Kewajiban ini harus dipenuhi paling lambat tanggal 31 Desember 2018. 4. Kewajiban Bank Sistemik untuk melakukan implementasi, evaluasi dan pengujian (stress testing), serta pengkinian Rencana Aksi (Recovery Plan). Dengan berbagai mekanisme dan upaya yang dapat dilakukan Bank Sistemik yang dituangkan dalam Rencana Aksi (Recovery Plan), tentunya diharapkan agar Bank Sistemik sebagai bagian penting dari sistem keuangan dapat mengantisipasi serta mengambil tindakan yang tepat dan sedini mungkin untuk setiap kondisi yang dapat mengganggu atau membahayakan kelangsungan usahanya. Lebih jauh dari itu, POJK mengenai Rencana Aksi (Recovery Plan) ini bertujuan dalam rangka menjaga kepercayaan nasabah terhadap industri perbankan serta dalam mewujudkan industri perbankan yang lebih sehat, mandiri dan kompetitif, serta berperan dalam menjaga stabilitas sistem keuangan di Indonesia. ***