BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 1998 Tentang : Kawasan Suaka Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah


PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman.

TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah

WALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR : /296/ /2010

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN,

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN III

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

TATA CARA MASUK KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

I. PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

(2) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Balai Pengelolaan Taman Hutan Raya Banten mempunyai fungsi sebagai berik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

Penjelasan PP No. 34 Tahun 2002 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA

2 Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lem

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

KEWENANGAN PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA.

Undang Undang No. 5 Tahun 1990 Tentang : Konservasi Sumberdaya Alam Hayati Dan Ekosistemnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan Taman Nasional di Indonesia

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL LAUT DAN REKLAMASI TELUK BENOA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

TINJAUAN PUSTAKA. Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan. kesinambungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya (Pamulardi,1994).

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

TINJAUAN PUSTAKA Taman Nasional

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG TAMAN HUTAN RAYA R.

NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

NO SERI.D PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO SERI. D

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 12 TAHUN 2002 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN PENGUSAHAAN OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBAR INFORMASI JARINGAN MASYARAKAT HUTAN KORIDOR GUNUNG SALAK-HALIMUN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM BALAI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

19 Oktober Ema Umilia

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Konservasi Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang ada, tidak memuat definisi mengenai kawasan konservasi secara jelas. Definisi kawasan konservasi yang berbeda diberikan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Departemen Kehutanan, yaitu kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, taman buru dan hutan lindung. Sementara itu istilah-istilah yang lebih dikenal adalah kawasan lindung. Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Taman buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat wisata berburu ( UU No.5 Tahun 1990). Kawasan konservasi merupakan salah satu cara yang ditempuh pemerintah untuk melindungi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya dari kepunahan. Pengelolaan dan pengembangan kawasan konservasi ditujukan untuk mengusahakan kelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Oleh karenanya keberadaan fungsi-fungsi keanekaragaman hayati tersebut sangatlah penting.

5 2.2 Pengelolaan Ruang lingkup dari pengelolaan adalah pelaksanaan sesungguhnya dari kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan kawasan yang dilindungi. Hal ini tidaklah terjadi secara spontan, melainkan perlu dirancang secara sadar dan dilaksanakan agar memberi manfaat untuk mencapai tujuan penetapan kawasan tersebut. Pelaksanaan sering merupakan tahap terlemah dari keselutuhan proses perencanaan, penetapan dan pengoperasian kawasan yang dilindungi (Mackinnon, 1986). Pengelola atau pengelola cagar adalah orang yang bertanggung jawab dalam tugas pengelolaan. Dalam mengelola kawasan yang dilindungi, pengelola diarahkan oleh status sah kawasan itu maupun oleh kriteria perlindungan serta tujuan pengelolaan yang dinyatakan dalam rencana pengelolaan. Rencana pengelolaan juga akan menguraikan tugas-tugas pengelola. Rencana operasional tahunan juga merinci pemeliharaan rutin dan kegiatan lainnya yang direncanakan untuk tahun depan. Tugas utama pengelola adalah mengorganisasikan staf, dana, dan perlengkapan yang tersedia untuk mengelola dan melaksanakan sistem pengelolaan agar berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan. Soekmadi (2003) menyebutkan bahwa pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia dipandang oleh beberapa kalangan sebagai salah satu pengelolaan hutan yang baik, dalam konteks menjaga keutuhan luasan kawasan dan keanekaragaman hayati yang terdapat di dalamnya. Kenyataan ini mengindikasikan bahwa keberadaan kawasan konservasi sebagai kawasan terlarang untuk aktivitas pembalakan sudah mendapatkan pengakuan dari berbagai pihak. Namun perlu disadari juga bahwa pengelolaan kawasan konservasi belum optimal. 2.2. Pengelolaan Taman Wisata Alam Pendayagunaan potensi taman wisata alam (tumbuhan, satwa, ekosistem, dan daya tarik obyek wisata) untuk kegiatan koleksi tumbuhan dan atau satwa, wisata alam, penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan penyediaan plasma nutfah untuk budidaya, diupayakan tidak mengurangi luas dan merubah fungsi

6 kawasan. Dalam upaya pencapaian tujuan pengelolaan, kawasan taman wisata alam ditata ke dalam blok perlindungan dan blok pemanfaatan sesuai fungsinya. 2.3 Taman Wisata Alam Menurut UU No.5 Tahun 1990 yang dimaksud dengan Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan pelestarian alam. Adapun kriteria untuk penunjukkan dan penetapan sebagai kawasan Taman Wisata Alam : a. Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau ekosistem gejala alam serta formasi geologi yang menarik. b. Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian fungsi potensi dan daya atarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam. c. Kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam. Kawasan Taman Wisata Alam dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Suatu kawasan Taman Wisata Alam dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya. Rencana pengelolaan Taman Wisata Alam sekurangkurangnya memuat tujuan pengelolaan, dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan kawasan. Upaya pengawetan kawasan Taman Wisata Alam dilaksanakan dalam bentuk kegiatan : 1. Perlindungan dan pengamanan. 2. Inventarisasi potensi kawasan. 3. Penelitian dan pengembangan yang menunjang pelestarian potensi. 4. Pembinaan habitat dan populasi satwa. Pembinaan habitat dan populasi satwa, meliputi kegiatan : 1. Pembinaan padang rumput. 2. Pembuatan fasilitas air minum dan atau tempat berkubang dan mandi satwa

7 3. Penanaman dan pemeliharaan pohon-pohon pelindung dan pohon-pohon sumber makanan satwa 4. Penjarangan populasi satwa 5. Penambahan tumbuhan atau satwa asli, atau 6. Pemberantasan jenis tumbuhan dan satwa pengganggu. Beberapa kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan Taman Wisata Alam adalah : 1. Berburu, menebang pohon, mengangkut kayu dan satwa atau bagianbagiannya di dalam dan ke luar kawasan, serta memusnahkan sumberdaya alam di dalam kawasan. 2. Melakukan kegiatan usaha yang menimbulkan pencemaran kawasan. 3. Melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan rencana pengelolaan dan atau rencana pengusahaan yang telah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang. Sesuai dengan fungsinya, taman wisata alam dapat dimanfaatkan untuk : 1. Pariwisata alam dan rekreasi 2. Penelitian dan pengembangan (kegiatan pendidikan dapat berupa karya wisata, widya wisata, dan pemanfaatan hasil-hasil penelitian serta peragaan dokumentasi tentang potensi kawasan wisata alam tersebut) 3. Pendidikan 4. Kegiatan penunjang budaya. Taman Wisata Alam juga merupakan kawasan alam atau lanskap yang kecil atau tempat yang menarik dan mudah dicapai pengunjung, dimana nilai pelestarian rendah atau tidak akan terganggu oleh kegiatan pengunjung dan pengelolaan berorientasi rekreasi.

8 2.4 Landasan Hukum Pengelolaan Taman Wisata Alam Pengelolaan Taman Wisata Alam di Indonesia berlandaskan kepada peraturan perundangan yang berlaku sebagai berikut: 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; 3. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang AMDAL; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam; 8. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; 9. Keputusan Menteri Kehutanan No. P. 28/Menhut-II/2006 tentang Sistem Perencanaan Kehutanan; 10. Keputusan Menteri Kehutanan No. P.19/Menhut-II/ 2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dengan Kawasan Pelestarian Alam. 11. Keputusan Menteri Kehutanan No. 348/Kpts-II/1997 tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan No. 446/Kpts-II/1996 tentang Tata cara Permohonan, Pemberian Izin, dan Pencabutan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam.