BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan. Bahkan hubungan seksual yang sewajarnya dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja ini disebut sebagai masa penghubung atau masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja dalam pergaulan saat ini. Berbagai informasi mampu di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERILAKU SEKSUAL WABAL DI TINJAU DARI KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA-ANAK TENTANG SEKSUALITAS S K R I P S I

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

BAB I PENDAHULUAN. tidak perawan. (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) BKKBN. menganut seks bebas. Yayasan (Diskusi Kelompok Terarah) DKT

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. psikis, maupun secara social (Sudarsono, 2004). Inilah yang disebut sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. aktivitas seksual remaja juga cenderung meningkat baik dari segi kuanitas

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

DAFTAR ISI Muhammad Randy Sanjaya, 2014 Hubungan antara Persepsi Seks Bebas dengan Perilaku Seksual Pada Komunitas Motor di Bandung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB I PENDAHULUIAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Qur an, seperti yang terdapat dalam firman-nya: aturannya, karena semua sudah jelas di atur dalam Al-Qur an dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah seksualitas merupakan salah satu topik yang menarik untuk

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

2016 HUBUNGAN ATTACHMENT ANAK TERHADAP ORANGTUA DAN PEER PRESSURE DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA DI SMAN 1 SUKATANI PURWAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh

BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai. persiapan memasuki masa dewasa (Rochmah, 2005). WHO mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa remaja umumnya anak telah mulai menemukan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seks bebas atau dalam bahasa populernya disebut extra-marital intercouse

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN. (Soetjiningsih, 2004). Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan fisik remaja di awal pubertas terjadi perubahan penampilan

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. seks mendorong remaja untuk memenuhi kebutuhan seksnya, mereka

BAB I. perkembangan, yaitu fase remaja. Remaja (Adolescence) di artikan sebagai masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk memiliki. Pada masa ini, seorang remaja biasanya mulai naksir lawan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Unwanted pregnancy atau dikenal sebagai kehamilan yang tidak

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan seksual pranikah umumnya berawal dari masa pacaran atau masa penjajakan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No.23 Tahun 1992 mendefinisikan bahwa kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia khusunya pelajar sekarang ini, dalam menaati aturan yang berlaku

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat (Sarwono, 2001)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dunia mengalami perkembangan pesat diberbagai bidang di abad ke 21

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. topik yang menarik untuk dibicarakan. Topik yang menarik mengenai masalah

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. sudut pandang saja. Sehingga istilah pacaran seolah-olah menjadi sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan

DAN LINGKUNGAN PERGAULAN DENGAN SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA S1 KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i

Lina Afiyanti 2, Retno Mawarti 3 INTISARI

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh,

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

(e) Uang saku rata-rata perbulan kurang dari Rp ,- (64,8%) dan sisanya (35,3%) lebih dari Rp per bulan.

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mampu membersihkan ketimpangan ketimpangan sosial yang ada, juga diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja sebagai generasi penerus, calon orang tua dan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja.

2015 PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI BERDASARKAN PROFIL

BAB I PENDAHULUAN. habis-habisnya mengenai misteri seks. Mereka bertanya-tanya, apakah

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP GAYA HIDUP CLUBBING DENGAN RELIGIUSITAS PADA REMAJA DI SMA NEGERI 5 SURAKARTA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak permasalahan yang terjadi di dalam kehidupan dan salah satunya adalah permasalahan sosial. Masalah sosial selalu dijadikan topik pembicaraan di kalangan masyarakat manapun. Salah satu permasalahan sosial yang selalu dibicarakan adalah fenomena perilaku seks bebas. Menurut Maslow (Hall & Lindzey, 1993) dalam tingkat hierarkis, bahwa terdapat kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi manusia, salah satunya adalah kebutuhan fisiologis. Kebutuhan fisiologis mencakup kebutuhan dasar manusia dalam bertahan hidup, yaitu kebutuhan yang bersifat instingtif ini biasanya akan sukar untuk dikendalikan atau ditahan oleh individu, terutama dorongan seks. Fenomena seks bebas di masyarakat timur kini menjadi kenyataan. Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI merilis survei yang menyebutkan 62,7% dari 4.500 responden remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks di luar nikah. Bahkan 92,7% remaja yang disurvei mengaku pernah berciuman, petting, hingga melakukan oral seks. Hal ini menandakan sudah parahnya kehidupan remaja dan anak muda di Indonesia saat ini (Nurrachman, 2010). Berbicara tentang seks, tidak akan menjadi masalah jika dalam penyaluran dorongan seksualnya sehat seperti tidak bertukaran pasangan, berganti-ganti pasangan, bertanggung jawab dan tidak melanggar norma. Tetapi sebaliknya, permasalahan seksualitas yang umum dihadapi sekarang adalah penyaluran dorongan seksual yang tidak bertanggung jawab dan melanggar norma, karena dilakukan sebelum menikah. Menurut Sarwono (2002) perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun sesama jenis. Objek seksual biasa berupa orang lain, orang dalam khayalan, atau diri sendiri. Dewasa ini penyimpangan perilaku seks bebas semakin menunjukkan keprihatinan. Hal ini dapat dilihat dari banyak sekali contoh kasus perilaku seks bebas yang terjadi (Widodo, 2007). Kehidupan seks bebas (free sex) pada

2 kalangan remaja di kota-kota besar, khususnya di kota yang semakin mengkhawatirkan. Hal tersebut tergambar dari terus meningkatnya data mengenai hubungan seks bebas yang masuk ke lembaga konseling Mitra Citra Remaja (MCR)-PKBI Jawa Barat. Jika pada 2002 hanya tercatat 104 kasus, setahun berikutnya melonjak menjadi 170 kasus. Diyakini, angka itu tidak mencerminkan kasus yang sebenarnya. Ibarat fenomena gunung es, kenyataan di lapangan bisa lebih besar lagi. (Wiyana, 2004). Saat ini free-sex atau seks bebas telah banyak dilakukan dikalangan remaja, terutama pada orang dewasa, baik yang telah berumah tangga maupun yang belum terikat hubungan pernikahan. Mereka telah banyak yang melakukan seks bebas dengan berbagai macam maksud, baik yang hanya untuk mengatasi kejenuhan atau bahkan sekedar mancari kesenangan semata. Mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi terjadinya hubungan seksual pranikah, survei MCR- PKBI Jabar membagi dalam 8 faktor, diantaranya faktor sulit mengendalikan dorongan seksual menduduki peringkat tertinggi, yakni 63,68%. Selanjutnya, faktor kurang taat menjalankan agama (55,79%), rangsangan seksual (52,63%), sering nonton blue film (49,47%), dan kurangnya bimbingan orangtua (9,47%). Tiga faktor terakhir yang turut menyumbang hubungan seksual pranikah adalah masalah ekonomi (12,11%), pengaruh tren (24,74%), dan (18,42%) tekanan dari lingkungan (Wiyana, 2004). Informasi yang salah tentang seks juga dapat mengakibatkan pengetahuan dan persepsi seseorang mengenai seluk-beluk seks itu sendiri menjadi salah. Menurut Atkinson dan Hilgard (1991 : 201), persepsi adalah proses dimana individu mengorganisasi dan menafsirkan pola stimulus ke dalam lingkungan. Kotler (2005) juga mengungkapkan bahwa persepsi merupakan proses yang digunakan oleh individu untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterprestasi masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Hal ini menjadi salah satu indikator meningkatnya perilaku seks bebas di kalangan masyarakat saat ini (Evlyn dan Suza, 2007). Menurut Ghifari (2003) perilaku negatif, terutama hubungannya dengan penyimpangan seksualitas pada dasarnya bukan murni tindakan dari diri sendiri,

3 melainkan ada faktor pendukung atau yang mempengaruhi dari luar. Faktor-faktor yang menjadi sumber penyimpangan tersebut salah satunya adalah kualitas diri individu itu sendiri seperti perkembanggan emosional yang tidak sehat, mengalami hambatan dalam pergaulan sehat, kurang mendalami norma agama, dan ketidakmampuan menggunakan waktu luang. Gunarsa (1995) mengemukakan beberapa faktor yang menjadi penyebab meningkatnya perilaku seks bebas, diantaranya ialah waktu. Dengan adanya waktu luang yang tidak bermanfaat maka dengan mudah menimbulkan adanya pergaulan bebas, misalnya dengan mementingkan hidup bersenang-senang, bermalas-malasan, suka berkumpul sampai larut malam. Dalam hal ini, perilaku yang dimunculkan misalnya dengan menghabiskan waktu luangnya dengan menjadi anggota dari salah satu komunitas motor. Pandangan masyarakat mengenai komunitas motor dapat dikatakan negatif. Namun, perlu diketahui bahwa terdapat perbedaan antara klub motor dengan geng motor. Akan tetapi, beberapa masih ada yang menyamakan kedua hal tersebut. Secara sekilas pengertian klub motor dan geng motor hampir sama, keduanya merupakan kelompok yang terorganisasi dengan menggunakan kendaraan bermotor sebagai salah satu syarat agar mereka bisa tergabung dalam kelompok tersebut. Klub motor biasanya terbentuk untuk suatu tujuan yang positif, sedangkan geng motor lebih cenderung kepada tindakan yang negatif. Geng motor tidak dapat diindentifikasi secara kasat mata, butuh pengamatan khusus untuk mengetahui mereka. Misalnya, saat melakukan tindakan kriminal tidak pernah menggunakan atribut khusus karena untuk menghilangkan identitas mereka. Sedangkan pengenalan identitas anggota klub motor lebih mudah dikenali, kebanyakan dari mereka dengan bangga menggunakan atribut klub atau warna bendera klub mereka pada saat berpartisipasi dalam kegiatan klub motor tersebut. Keresahan sosial atas geng motor yang merupakan kumpulan orang-orang pecinta motor sudah sangat terasa, dimana adanya rasa bangga bagi anggota geng motor yang telah melakukan tindakan kriminal seperti merampok, perkelahian antar geng motor, merusak fasilitas-fasilitas umum, dan pembunuhan (Sianturi,

4 2012). Bahkan menurut pengakuan dari salah satu anggota geng motor, hubungan seks bebas biasa dilakukan dalam sebuah pergaulan sesama geng motor (Nofitra, 2013). Fenomena mengenai geng motor motor tersebut membuat masyarakat memberikan image negatif terhadap sebuah klub motor karena tindakan kriminal dan perilaku seks bebas yang telah dilakukan oleh geng motor. Saat ini jumlah komunitas atau klub motor di kota-kota besar kian meningkat, khususnya di Kota. Salah satunya yaitu Kawasaki Ninja Club atau yang lebih dikenal dengan sebutan KNC. Kawasaki Ninja Club atau KNC terbentuk sejak tahun 1997 di, dengan nama awal BKNC atau Kawasaki Ninja Club. KNC memiliki kegiatan-kegiatan rutin yang mewadahi anggotanya dalam kegiatan yang lebih positif. Anggota KNC sendiri setiap tahunnya semakin meningkat dengan latar belakang alasan masing-masing yang berbeda. (KNC, 2005). Tidak sedikit anggota yang menggunakan produk Kawasaki dan menjadi anggota klub tersebut dengan alasan agar dapat memperluas pergaulan serta lebih menarik lawan jenis. Berdasarkan hasil wawancara informal yang digunakan peneliti pada tahun 2012 sebagai studi pendahuluan yang dilakukan pada salah satu anggota KNC, menurutnya dengan desain yang aerodinamis, maskulin, serta memiliki ciri khas sebagai motor balap, membuat ia semakin percaya diri dalam bersosialisasi dan merasa memiliki nilai tambah terhadap penampilannya. Selain itu, ia juga merasa mudah berkenalan dengan lawan jenisnya hingga berganti-ganti pasangan pada saat berkencan. Fenomena tersebut menunjukan bahwa globalisasi peradaban yang tengah terjadi saat ini telah mengakibatkan terbentuknya kultur dan gaya hidup. Homogenitas kultur dan gaya hidup tersebut meliputi pakaian, cara hidup, selera dan persepsi tentang diri dan pergaulan sosial, termasuk juga didalamnya persepsi tentang hubungan seks. Dimana ketika hubungan seks mengalami desakralisasi (penurunan nilai sakral) dan demoralisasi (penurunan nilai moral), maka persepsi tersebut membentuk persepsi yang serupa. Oleh karena itu, hubungan seks bebas saat ini menjadi gejala globalisasi yang terasa kian sulit dibentengi program penyadaran moral (Mayasari, 2010).

5 Seiring dengan meningkatnya fenomena seks bebas di kalangan masyarakat, hal tersebut berdampak kepada tingkat penelitian mengenai seks bebas itu sendiri, khususnya di Indonesia. Salah satu penelitian terdahulu mengenai hubungan antara persepsi tentang seks dan perilaku seksual ialah penelitian yang dilakukan oleh Evlyn dan Suza (2007) dengan remaja di SMA Negeri 3 Medan sebagai sampel penelitian. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan yang signifikan atau dengan kata lain tidak ada hubungan yang bermakna antara persepsi tentang seks bebas dan perilaku seksual remaja di SMA Negeri 3 Medan. Selain itu, image masyarakat yang cenderung negatif terhadap sebuah komunitas motor/ klub motor, serta tingkat perilaku seksual yang dianggap tinggi pada sebuah klub motor KNC. Hal tersebut menjadi ketertarikan bagi peneliti untuk melakukan penelitian lebih mendalam lagi mengenai perilaku seks bebas pada sebuah komunitas motor, khususnya pada anggota Kawasaki Ninja Club yang ditinjau dari persepsi terhadap seks bebas itu sendiri. Adapun judul dari penelitian ini ialah Hubungan Persepsi antara Seks Bebas dengan Perilaku Seksual Pada Komunitas Motor di (Studi Korelasi Terhadap Anggota Kawasaki Ninja Club ). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah gambaran persepsi seks bebas pada anggota KNC (Kawasaki Ninja Club)? 2. Bagaimanakah gambaran perilaku seksual pada anggota KNC (Kawasaki Ninja Club)? 3. Apakah terdapat hubungan antara persepsi tentang seks bebas dengan perilaku seksual pada anggota KNC (Kawasaki Ninja Club)?

6 C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui gambaran persepsi tentang seks bebas pada anggota KNC (Kawasaki Ninja Club). 2. Mengetahui gambaran tentang perilaku seksual pada anggota KNC (Kawasaki Ninja Club). 3. Mengetahui hubungan antara persepsi tentang seks bebas dengan perilaku seksual pada anggota KNC (Kawasaki Ninja Club). D. Manfaat Penelitian Secara teoritis, kegunaan penelitian ini dapat memberikan sumbangan terhadap Psikologi Sosial dan untuk menambah serta memperluas wawasan mengenai hubungan antara persepsi seks bebas dengan perilaku seksual khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi pembaca. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan bagi peneliti selanjutnya yang berhubungan dengan persepsi seks bebas dengan perilaku seksual pada komunitas motor di. Sedangkan kegunaan penelitian secara praktis baik peneliti maupun anggota klub motor dapat mengetahui hubungan persepsi seks bebas dengan perilaku seksual, sehingga mampu meminimalisir penyimpangan perilaku tersebut. Bagi penulis sendiri, manfaat praktis yang didapatkan untuk mentransformasikan ilmu yang didapat di bangku kuliah serta untuk mengetahui persepsi seks bebas dengan perilaku seksual yang ada pada komunitas motor Kawasaki Ninja Club atau KNC. E. Struktur Organisasi Skripsi 1. JUDUL Disertai pernyataan maksud penelitian skripsi. 2. TIM PEMBIMBING Beserta nama dan kedudukannya.

7 3. PERNYATAAN Tentang keaslian karya ilmiah. 4. KATA PENGANTAR 5. ABSTRAK Ringkasan dari penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti dalam karya tulis ilmiah ini. 6. DAFTAR ISI Urutan isi karya ilmiah. 7. LAMPIRAN Berisi daftar lampiran bersdasarkan urutan bab dalam karya tulis ilmiah ini. 8. BAB I PENDAHULUAN Terdiri dari enam sub bab meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penilitian, manfaat penelitian, serta struktur organisasi penelitian skripsi. 9. BAB II KAJIAN TEORI Meliputi pembahasan mengenai konsep dan teori tentang persepsi, seks bebas, dan perilaku seksual serta hipotesis penelitian. 10. BAB III METODE PENELITIAN Adalah metode penelitian yang terdiri atas identifikasi variabel penelitian, definis operasional, populasi dan sampel, serta metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, validitas dan reliabilitas alat ukur dan metode analisis. 11. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Terdiri dari analisa dan interpretasi data yang berisikan mengenai subjek penelitian dan hasil penelitian. 12. BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Merupakan kesimpulan, diskusi dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan. 13. DAFTAR PUSTAKA Kumpulan literatur yang dijadikan referensi oleh peneliti dalam pembuatan karya ilmiah ini, ditulis berdasarkan urutan alphabet.

8 14. LAMPIRAN LAMPIRAN Lampiran berupa data pendukung dalam penelitian. 15. RIWAYAT HIDUP PENELITI Biografi singkat dari peneliti.