Total. Warung/ Kios. Pedagang Kaki Lima

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Faktor-faktor yang menentukan kualitas makanan baik, dapat ditinjau dari

BAB I PENDAHULUAN. dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. Pola hidup sehat masyarakat sangat terdukung oleh adanya makanan dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Balai Laboratorium Dinas Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara yang

BAB I PENDAHULUAN. murah akan mendorong meningkatnya pemakaian bahan tambahan pangan yang

BAB I PENDAHULUAN. penjual makanan di tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. yang tidak bermotif ekonomi, artinya kegiatan yang dilakukan didasarkan profit

Pengaruh sodium tripoliphosphat (STPP) terhadap sifat karak (kerupuk gendar) Noor Ernawati H UNIVERSITAS SEBELAS MARET I.

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

memerlukan makanan yang harus dikonsumsi setiap hari, karena makanan merupakan sumber energi dan berbagai zat bergizi untuk mendukung hidup

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. melindungi tubuh dari penyakit (Notoatmodjo, 2003). Sebagai penduduk. untuk makan makanan yang halal dan thayyiban.

IDENTIFIKASI KANDUNGAN FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR SENTRAL KOTA GORONTALO. Sriyanti Dunggio, Herlina Jusuf, Ekawaty Prasetya 1

BAB I PENDAHULUAN. Makanan atau minuman adalah salah satu kebutuhan dasar manusia.

BAB I PENDAHULUAN. minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan

PENERAPAN PENGETAHUAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PADA PEMILIHAN MAKANAN JAJANAN MAHASISWA PENDIDIKAN TATA BOGA UPI

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bahan makanan. Zat gizi yaitu zat-zat yang diperoleh dari bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan terpenuhi. Menurut UU No.7 tahun 1996 menyebutkan bahwa

PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN KADAR BORAKS DALAM BAKSO DI KOTA MADYA MEDAN

CONTOH KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. Kerupuk karak merupakan produk kering dari proses penggorengan,

BAB I PENDAHULUAN. harus aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan kimia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a

PEMBERIAN CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA BAKSO UDANG

I. PENDAHULUAN. dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. tambahan pangan, bahan baku dan bahan lain yang digunakan dalam proses pengolahan

BAB 1 PENDAHULUAN. ikan laut yang dicampur dengan bahan-bahan, seperti cabe kering yang dihaluskan

BAB I PENDAHULUAN. digunakan dalam makanan. Kurangnya perhatian terhadap hal ini telah sering

BAB I PENDAHULUAN. Bakso merupakan makanan jajanan yang paling populer di Indonesia.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan rancangan cross

PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI

Kuesioner Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kolang-kaling merupakan hasil produk olahan yang berasal dari perebusan

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak memenuhi syarat, dan terhadap kerugian sebagai akibat produksi,

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak memenuhi syarat keamanan dan dapat membahayakan kesehatan

PEMERIKSAAN BORAKS PADA BAKSO BAKAR KELILING SECARA KUALITATIF

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo sebagai ibukota Provinsi Gorontalo merupakan kota yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. aman dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan keracunan. Penentuan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pangan dan bahan kimia yang dibutuhkan agar mutunya baik.

BAB I PENDAHULUAN. diminati oleh mayoritas masyarakat Indonesia, karena rasanya yang gurih dan

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing, maka

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan tersebut itu sangat dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. gizi dan mempunyai bentuk yang menarik, akan tetapi juga harus aman dalam arti

BAB 1 : PENDAHULUAN. sanitasi. Banyaknya lingkungan kita yang secara langsung maupun tidak lansung. merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. akan menimbulkan penyakit bagi yang mengkonsumsinya (Fardiaz, 1993).

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha di Indonesia pada saat ini kian pesat, terutama di

BAB 1 PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari.

PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN BPTP KARANGPLOSO

Jurnal Analis Laboratorium Medik, 30/11 (2016), IDENTIFIKASI FORMALIN PADA IKAN ASIN YANG DIPERJUAL BELKAN DI PUSAT PASAR SAMBU MEDAN TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN. Pangan menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 adalah segala. yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia.

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan, salah satunya adalah pengamanan makanan dan minuman. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan jajanan sekolah merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi penerus bangsa. Kualitas anak-anak akan

BAB I PENDAHULUAN. diperuntukkan sebagai makanan dan minuman yang dikonsumsi manusia,

BAB I PENDAHULUAN. setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. kedelai yang tinggi protein, sedikit karbohidrat, mempunyai nilai gizi dan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Ilotidea, Tualango, Tabumela, Tenggela dan Tilote. Kecamatan Tilango memiliki

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Seluruh masyarakat merupakan konsumen dari makanan sekaligus

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang hendak dikonsumsi oleh semua masyarakat Indonesia. Keamanan pangan bukan

TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Posttest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara alami, bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. mencakup pangan yang bergizi dan aman dikonsumsi (Kemenkes, 2011).

PENGGUNAAN ZAT ADDITIVE ALAMI DAN NON ALAMI DI DESA SITU UDIK DAN DESA CIMANGGU-I KECAMATAN CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

berupa boraks pada jajanan bakso tusuknya. Dalam hal ini, populasi dalam penelitian adalah seluruh pedagang bakso tusuk di Kabupaten Kulon Progo

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi

ANALISIS KADAR NITRIT PADA SOSIS SAPI DI PASAR MODERN KOTA GORONTALO. Nurnaningsi Yalumini, Rama P Hiola, Ramly Abudi 1

BAB I PENDAHULUAN. Bahan pangan adalah bahan yang memungkinkan manusia tumbuh dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kebanyakan masyarakat. Meskipun memiliki beberapa keunggulan, tetapi

ARTIKEL UJI KANDUNGAN BORAKS PADA ROTI YANG DIJUAL DI KAWASAN PASAR SENTRAL KOTA GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Makanan jajanan (street food) sudah menjadi bagian yang. pedesaan. Salah satu alasan tingginya tingkat kesukaan pada makanan adalah

BAB I PENDAHULUAN. sekolah dasar (SD) adalah membeli jajanan di sekolah. Ketertarikan

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi masalah adalah kebiasaan jajan dikantin atau warung di sekitar

PEMANFAATAN JANTUNG PISANG KEPOK KUNING (Musa paradisiaca) TEPUNG KEDELAI DAN TEPUNG TAPIOKA SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN PADA BAKSO DAGING SAPI

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Misalnya

BAB I PENDAHULUAN. antar seorang perempuan dengan seorang laki-laki dengan tidak menyangkut juga

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan bahan kimia sebagai bahan tambahan pada makanan (food

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik

STUDI KASUS KADAR FORMALIN PADA TAHU DAN KADAR PROTEIN TERLARUT TAHU DI SENTRA INDUSTRI TAHU DUKUH PURWOGONDO KECAMATAN KARTASURA

TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Pretest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan

BAB I PENDAHULUAN. Mie, siapa sih yang tidak mengenalnya? Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa makanan ini mulai digemari anak anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang

ANALISIS KANDUNGAN ZAT PENGAWET BORAKS PADA BAKSO YANG DISAJIKAN PADA KIOS BAKSO PERMANEN DI KECAMATAN MALALAYANG KOTA MANADO

BAB III METODE PENELITIAN. C), 6 gerobak pangsit (gerobak pangsit D, E, F, G,H dan I). Penelitian ini

Mahasiswa Bagian Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro **)

BAB I. PENDAHULUAN. tahun Sedangkan dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 18 tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

1

bahan tambahan perlu diatur, baik jenis maupun jumlahnya yang digunakan pada pengolahan makanan. Hanya bahan yang telah diuji keamanannya yang diizinkan untuk digunakan, dan mutunya harus memenuhi standar yang ditetapkan. Selanjutnya, jumlahnya harus sesuai dengan cara produksi yang baik atau sesuai dengan maksud penggunaannya. Penggunaan bahan-bahan makanan tertentu tidak boleh melebihi batas maksimum yang telah ditetapkan (Cahyadi, 2009). Banyak sekali bahan kimia berbahaya yang bukan ditujukan untuk makanan atau bukan merupakan bahan tambahan makanan yang justru ditambahkan ke dalam makanan yang akhirnya dapat membahayakan konsumen. Hal ini terjadi karena banyak hal yang ingin dicapai oleh pedagang, diantaranya pedagang ingin makanannya menjadi awet, sementara ia tidak mempunyai pengetahuan mengeni cara pengawetan makanan yang benar. Selain itu, mungkin saja ia mengetahuinya bahwa suatu pengawet (misalnya boraks) berbahaya untuk ditambahkan kedalam makanan, tetapi tetap saja dilakukan mengingat harganya yang murah. Disamping itu juga disebabkan oleh ketidaktahuan konsumen terhadap berbagai jenis bahan berbahaya yang ada. Terlebih lagi konsumen tidak bisa membedakan ciriciri makanan yang mengandung bahan berbahaya sehingga bahan-bahan tersebut makin sering ditambahkan ke dalam makanan (Yuliarti, 2007). Boraks sebagai bahan tambahan makanan tidak aman untuk dikonsumsi, tetapi ironisnya penggunaan boraks sebagai komponen dalam makanan sudah meluas di Indonesia. Mengonsumsi makanan yang mengandung boraks memang tidak sertamerta berakibat buruk terhadap kesehatan tetapi boraks akan diserap oleh tubuh dan disimpan secara kumulatif didalam hati, otak, atau testis sehingga dosis boraks didalam tubuh menjadi tinggi. Efek negatif boraks apabila terdapat didalam makanan, maka dalam jangka waktu lama 2 walau hanya sedikit akan terjadi akumulasi (penumpukan) pada otak, hati, lemak, dan ginjal. pemakaian dalam jumlah banyak dapat menyebabkan demam, depresi, kerusakan ginjal, nafsu makan berkurang, gangguan pencernaan, kebodohan, kebingungan, radang kulit, anemia, kejang, pingsan, koma bahkan kematian. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Agus Purnomo (2009) tentang boraks pada makanan berupa mie basah, lontong, bakso, pempek, dan kerupuk udang yang diambil secara acak di Pasar SMEP, Tugu, Bambu Kuning, Kampung Sawah, dan swalayan Bandar Lampung. Setelah dilakukan uji laboratorium, sebanyak 30 sampel mie basah, 84% positif mengandung boraks, sebanyak 9 sampel lontong, 11,1% mengandung boraks, dan sebanyak 13 sampel pempek, 85% positif mengandung boraks. Sedangkan yang lebih parahnya lagi, sebanyak 12 sampel bakso, 7 sampel cincau hitam, dan 12 sampel kerupuk udang, 100% positif mengandung boraks (Nasution, 2009). Bahan tambahan makanan yang paling sering digunakan untuk bakso adalah boraks. Walaupun boraks dilarang digunakan didalam makanan, tetapi masih ditemukan didalam beberapa produk makanan seperti mie kuning basah, bakso, dan lontong. Hasil penelitian terhadap bakso di Kotamadya Medan menunjukkan bahwa 80% dari sampel yang diperiksa mengandung boraks (8 dari 10 sampel bakso) dengan kadar boraks 0,08% - 0,29% (Panjaitan, 2010). Berdasarkan survei awal yang ditinjau oleh peneliti pada tanggal 14 Februari 2014, Kelurahan Padang Bulan merupakan salah satu kawasan bisnis kuliner di Kota Medan, terutama di Jalan dr. Mansur. Jalan dr. Mansur merupakan kawasan padat penduduk. Di jalan dr. Mansur ini banyak sekali dijual berbagai jenis makanan jajanan yang diminati oleh banyak orang seperti bakso, mie ayam, siomay, batagor, mie sop, ayam penyet, ayam bakar, ikan bakar dan sebagainya.

Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat deskriptif, yaitu untuk mengetahui terdapatnya kandungan boraks pada bakso yang dijual di Jalan dr. Mansur Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan baru dengan melakukan pemeriksaan laboratorium secara kualitatif. Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2014 Oktober 2014. Sampel dalam penelitian ini adalah total populasi, yaitu seluruh pedagang makanan jajanan yang menjual bakso yang ada di Jalan dr. Mansur yaitu 10 warung bakso dan 15 pedagang kaki lima. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari observasi langsung ke tempat penjual makanan jajanan dan wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada pedagang makanan jajanan yang menjual bakso serta data hasil pemeriksaan laboratorium terhadap kandungan boraks pada bakso dan data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan dan informasi berupa data-data yang relevan dengan hasil penelitian. Data yang ada dianalisis secara deskriptif yang disertai dengan tabel, narasi, dan pembahasan serta diambil kesimpulan. Kemudian hasil pemeriksaan tersebut dibandingkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. Hasil dan Pembahasan Karakteristik pedagang bakso berdasarkan umur menunjukkan bahwa mayoritas umur pedagang bakso pada jenis usaha warung/kios berada pada rentang umur 20-29 tahun yaitu sebanyak 5 (lima) pedagang (20,0%). Sedangkan pada jenis usaha pedagang kaki lima, mayoritas umur pedagang berada pada rentang 30-39 tahun yaitu sebanyak 7 (tujuh) pedagang (28,0%) yang dapat dilihat pada Tabel 1.1 sebagai berikut : Tabel 1.1 Distribusi Bakso Berdasarkan Umur dan Umur (Tahun) Warung/ Kios Total 20-29 5 20,0 2 8,0 7 28,0 30-39 4 16,0 7 28,0 11 44,0 40-49 1 4,0 4 16,0 5 20,0 50-59 - - 2 8,0 2 8,0 Karakteristik pedagang bakso berdasarkan pendidikan menunjukkan bahwa mayoritas pedagang bakso pada jenis usaha warung/kios memiliki tingkat pendidikan tertinggi yaitu SMA/Sederajat sebanyak 7 (tujuh) pedagang (28,0%). Sedangkan pada jenis usaha pedagang kaki lima adalah SD/Sederajat dan SMA/Sederajat masing-masing 5 (lima) pedagang (20,0%) yang dapat dilihat pada Tabel 1.2 sebagai berikut : Tabel 1.2 Distribusi Bakso Berdasarkan Pendidikan dan Jenis Pendidikan Warung/ Total Kios Tidak Sekolah - - 1 4,0 1 4,0 SD/Sederajat - - 5 20,0 5 20,0 SMP/Sederajat - - 4 16,0 4 16,0 SMA/Sederajat 7 28,0 5 20,0 12 48,0 Karakterisik pedagang bakso berdasarkan lama usaha pada jenis usaha warung/kios mayoritas telah berdagang selama 3 (tiga) tahun yaitu sebanyak 3 (tiga) pedagang (12,0%). Sedangkan pedagang kaki lima mayoritas telah berdagang selama 5 (lima) tahun yaitu sebanyak 4 (empat) pedagang (16,0%) yang dapat dilihat pada Tabel 1.3 sebagai berikut : 3

Tabel 1.3 Distribusi Bakso Berdasarkan Lama dan Jenis Lama Warung/ Kios Total 2 tahun - - 3 12,0 3 12,0 3 tahun 3 12,0 - - 3 12,0 4 tahun - - 3 12,0 3 12,0 5 tahun 2 8,0 4 16,0 6 24,0 8 tahun 2 8,0 - - 2 8,0 10 tahun 2 8,0 3 12,0 5 20,0 15 tahun - - 2 8,0 2 8,0 20 tahun 1 4,0 - - 1 4,0 Karakteristik pedagang bakso berdasarkan modal usaha menunjukkan bahwa mayoritas pedagang bakso pada jenis usaha warung/kios memiliki modal usaha Rp 1.000.000 dan Rp 2.500.000 sebanyak 3 (tiga) pedagang (12,0%), sedangkan pedagang kaki lima mayoritas memiliki modal usaha Rp 500.000 yaitu sebanyak 8 (delapan) pedagang (28,0%) yang dapat dilihat pada Tabel 1.4 sebagai berikut : Tabel 1.4 Distribusi Bakso Berdasarkan Modal dan Jenis Modal Warung/ Kios Total Rp 200.000 - - 1 4,0 1 4,0 Rp 300.000 - - 5 20,0 5 20,0 Rp 500.000 1 4,0 8 32,0 8 36,0 Rp 600.000 - - 1 4,0 1 4,0 Rp 1.000.000 3 12,0 - - 3 12,0 Rp 2.500.000 3 12,0 - - 3 12,0 Rp 3.000.000 2 8,0 - - 2 8,0 Rp 4.000.000 1 4,0 - - 1 4,0 Tingkat pengetahuan pedagang bakso menunjukkan bahwa pedagang bakso pada jenis usaha warung/kios memiliki pengetahuan kategori baik dan sedang yaitu masing-masing sebanyak 5 pedagang (20,0%) dan mayoritas pedagang kaki lima memiliki pengetahuan kategori sedang yaitu sebanyak 9 pedagang (36,0%) yang dapat dilihat pada Tabel 1.5 sebagai berikut : Tabel 1.5 Distribusi Bakso Berdasarkan Pengetahuan dan Jenis Pengetahuan Warung/ Total Kios Baik 5 20,0 3 12,0 8 32,0 Sedang 5 20,0 9 36,0 14 56,0 Buruk - - 3 12,0 3 12,0 Informasi bakso yang diperoleh meliputi informasi mengenai pemilihan bahan baku bakso, penyimpanan bahan baku bakso dan penyimpanan bakso yang dapat dilihat secara rinci pada tabel sebagai berikut : a. Pemilihan Bahan Baku Seluruh pedagang baik pada jenis usaha warung/kios maupun pedagang kaki lima mengutamakan kualitas dalam memilih makanan yang akan dipergunakan. Dalam setiap pembelian bahan baku, mereka memperhatikan warna, bentuk dan bau daging. Seluruh pedagang memperoleh bahan baku dari tempat penjualan yang diawasi oleh pemerintah. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 1.6 sebagai berikut: Tabel 1.6 Distribusi Bakso Berdasarkan Pemilihan Bahan Baku dan Pemilihan Bahan Baku 1. Mengutamakan kualitas dalam memilih bahan makanan yang akan dipergunakan 2. Bahan baku diperoleh dari tempat penjualan yang diawasi pemerintah Warung/Kios Ya Tidak Ya Tidak n % n % n % n % 10 40,0 - - 15 60,0 - - 10 40,0 - - 15 60,0 - - 4

Penyimpanan Bahan Baku 1.Bahan baku yang dibeli semuanya langsung diolah 2.Memiliki tempat khusus untuk menyimpan bahan baku 3.Membersihk an bahan baku yang sudah dibeli terlebih dahulu sebelum disimpan 4.Tempat penyimpanan dibersihkan setiap hari b. Penyimpanan Bahan Baku Seluruh pedagang pada kedua jenis usaha langsung mengolah bahan baku yang telah dibeli sehingga mereka tidak memiliki tempat khusus yang digunakan sebagai penyimpanan bahan baku. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 1.7 sebagai berikut: Tabel 1.7 Distribusi Bakso Berdasarkan Penyimpanan Bahan Baku dan Warung/Kios Ya Tidak Ya Tidak n % n % n % n % 10 40, 0 - - 15 60,0 - - - - 10 40,0 - - 15 60,0 - - 10 40,0 - - 15 60,0 - - 10 40,0 - - 15 60,0 c. Penyimpanan Bakso Mayoritas pedagang warung/kios langsung menggunakan baksonya yaitu sebanyak 8 (delapan) pedagang (32,0%) dan pedagang kaki lima sebanyak 14 (empat belas) pedagang (56,0%). Untuk bakso yang tidak langsung digunakan (dijual), pedagang menyimpannya ditempat penyimpanan berupa lemari pendingin atau freezer. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 1.8 sebagai berikut : Tabel 1.8 Distribusi Bakso Berdasarkan Penyimpanan Bahan Baku dan Penyimpanan Bakso 1.Seluruh bakso langsung digunakan (dijual) 2.Ada tempat khusus untuk menyimpan bakso yang belum digunakan (dijual) 3.Bakso-bakso tersebut selalu habis setiap harinya Warung/Kios Ya Tidak Ya Tidak n % n % n % n % 8 32,0 2 8,0 14 56,0 1 4,0 2 8,0 8 32,0 1 4,0 14 56,0 3 12,0 7 28,0 2 4,0 13 52,0 Hasil Pemeriksaan Boraks Pada Bakso Hasil pemeriksaan bakso yang diperoleh dari 10 (sepuluh) pedagang warung/kios dengan menggunakan reaksi nyala api, yang menunjukkan terjadinya nyala api berwarna hijau ditemukan pada 5 (lima) pedagang warung/kios (50%). Hal ini menunjukkan bahwa kelima sampel tersebut mengandung boraks yang dapat dilihat pada Tabel 1.9 sebagai berikut : Tabel 1.9 No. Keberadaan Boraks Pada Bakso yang Dijual Warung/Kios di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Warung/Kios Hasil Pengamatan Terhadap Boraks 1 1 Tidak ada 2 2 Tidak ada 3 3 Tidak ada 4 4 Ada 5 5 Tidak ada 6 6 Tidak ada 7 7 Ada 8 8 Ada 9 9 Ada 10 10 Ada Hasil pemeriksaan bakso yang diperoleh dari 15 (lima belas) pedagang kaki lima, dengan menggunakan reaksi nyala api yang menunjukkan terjadinya nyala api berwarna hijau ditemukan pada 14 (empat 5

belas) pedagang kaki lima (93%). Hal ini menunjukkan bahwa keempat belas sampel tersebut mengandung boraks dan telah melanggar Permenkes RI Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan dimana asam borat yang dikenal dengan nama boraks merupakan bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan yang dapat dilihat pada Tabel 1.10 sebagai berikut: Tabel 1.10 Keberadaan Boraks Pada Bakso yang Dijual Warung/Kios di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru No. 1 1 Tidak ada 2 2 Ada 3 3 Ada 4 4 Ada 5 5 Ada 6 6 Ada 7 7 Ada 8 8 Ada 9 9 Ada 10 10 Ada 11 11 Ada 12 12 Ada 13 13 Ada 14 14 Ada 15 15 Ada Hasil Pengamatan Terhadap Boraks Berdasarkan Tabel 1.9 dan Tabel 1.10 dapat diketahui bahwa hasil pemeriksaan bakso yang diperoleh dari 25 (dua puluh lima) pedagang bakso, dengan menggunakan reaksi nyala api yang menunjukkan terjadinya nyala api berwarna hijau ditemukan pada 19 (sembilan belas) pedagang bakso (76%). Hal ini menunjukkan bahwa keempat belas sampel tersebut mengandung boraks dan telah melanggar Permenkes RI Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan dimana asam borat yang dikenal dengan nama boraks merupakan bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan 1. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa 76% bakso yang diperiksa mengandung boraks dan 24% bakso tidak mengandung boraks. 2. Berdasarkan informasi bakso diketahui bahwa seluruh pedagang bakso menggunakan bakso hasil produksi sendiri dimana daging, tepung, garam dan bahan tambahan pangan diproses ditempat penggilingan namun pembentukan bakso dilakukan sendiri oleh pedagang. 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 72% pedagang bakso berusia 20 39 tahun, 68% memiliki tingkat pendidikan SD dan SMA/sederajat, 36% telah berdagang selama 3 dan 5 tahun, 60% memiliki modal usaha sebesar Rp. 500.000 Rp. 2.500.000. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa sebanyak 76% bakso yang diperiksa mengandung boraks. 4. Tingkat pengetahuan pedagang bakso kaki lima dan pedagang warung/kios berada pada kategori sedang. Saran 1. Bagi pedagang bakso diharapkan dapat menggunakan bahan tambahan pangan yang diizinkan oleh Pemerintah sesuai dengan Permenkes Nomor 033 Tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan Pangan seperti karagen (carrageenan), kapur sirih (calcium hydroxide). 2. Rendahnya pengetahuan pedagang bakso tentang boraks, diharapkan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan melalui staf-stafnya agar melakukan pembinaan, pengawasan dan evaluasi secara berkala terhadap pedagang bakso. 6

DAFTAR PUSTAKA Cahyadi, W. 2009. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta Nasution, A. 2009. Analisa Kandungan Boraks pada Lontong di Kelurahan Padang Bulan Kota Medan. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta Panjaitan, L. 2010. Pemeriksaan dan Penetapan Kadar Boraks dalam bakso di Kota Madya Medan. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Medan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. Jakarta Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Yuliarti, N. 2007. Awas! Bahaya Dibalik Lezatnya Makanan. Penerbit Andi. Yogyakarta 7