PEMBELAJARAN REMEDIAL TERHADAP PENGUASAAN KONSEP MATERI LAJU REAKSI SISWA SMK KELAS XI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. oleh siswa. Hal itu disebabkan keterampilan proses sains akan menjadi roda

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. dilakukan dalam pembelajaran kimia, baik di Indonesia maupun di negara lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan dan teknologi. Tetapi ironisnya sampai sekarang pelajaran

DAFTAR PUSTAKA. Ahmadi, A., & Supriyono, W.(1991). Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yogi Musthapa Kamil, 2014

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. terpadu. Fisika, kimia, dan biologi dikemas dalam satu buku dan dibelajarkan

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian ini adalah research and development atau penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan kajian kuikulum pada pelajaran IPA, materi kelistrikan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran fisika masih menjadi pelajaran yang tidak disukai oleh

I. PENDAHULUAN. fisika. Aspek kognitif merupakan aspek utama dalam pembelajaran, aspek ini

I. PENDAHULUAN. Fisika adalah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan penemuan dan. pemahaman mendasar hukum-hukum yang menggerakkan materi, energi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Fisika merupakan salah satu pelajaran IPA yang menarik untuk dipelajari karena

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas adalah

BAB I PENDAHULUAN. dan menuntut masyarakat memperlengkapi diri untuk mampu bersaing, dalam hal

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan kejuruan memiliki peran strategis dalam mendukung secara

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembelajaran fisika di SMA secara umum adalah memberikan bekal. ilmu kepada siswa, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan dan

yang sesuai standar, serta target pembelajaran dan deadline terpenuhi.

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No.20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Sains berkaitan dengan cara mencari

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Sejalan perkembangan dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

I. PENDAHULUAN. watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan data hasil belajar di SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung kelas

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

BAB I PENDAHULUAN. bahan ajar dihasilkan dari upaya pendidikan yang sangat dipengaruhi oleh

Pengaruh Model Direct Instruction Berbantuan Simulasi Virtual Terhadap Penguasaan Konsep Siswa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KIMIA DENGAN INKUIRI BEBAS TERMODIFIKASI BERMEDIA LABORATORIUM RIIL DAN VIRTUAL KELAS XI POKOK BAHASAN SISTEM KOLOID

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ujian Nasional (UN) merupakan suatu tolak ukur untuk. mengukur pencapaian pembelajaran peserta didik selama belajar

1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), yang berkembang

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru bidang studi kimia di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. seamkin baik pula kualitas sumber daya manusianya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Makalah. Teknologi Informasi dan Komunikasi. Pendidikan Fisika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Moch Ikhsan Pahlawan,2013

I PENDAHULUAN. Kimia yang merupakan mata pelajaran dalam rumpun sains, sangat erat kaitannya

BAB I PENDAHULUAN. kejuruan yang berada di Salatiga. Sekolah ini memiliki 33 orang guru dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pendidikan. Kegiatan pendidikan berfungsi membantu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan memberikan dampak besar terhadap kemajuan sistem pendidikan terutama pada

ELEMEN PERUBAHAN KURIKULUM 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan berkualitas menjadi hal penting yang harus dimiliki oleh setiap

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan yang modern ditandai dengan semakin majunya teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki dampak positif dan negatif bagi kehidupan manusia. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembelajaran kimia di beberapa SMA selama ini terlihat kurang menarik.

I. PENDAHULUAN. permasalahannya dekat dengan kehidupan sehari-hari. Konsep dan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang terus-menerus, bahkan dewasa

I. PENDAHULUAN. biasanya berlangsung pada tempat dan waktu tertentu. Proses pembelajaran

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan yaitu research and development atau

BAB I PENDAHULUAN PES JLH LLS. Rata. Total Rata. % Nilai KIM. Kota Medan ,98 8,32 50,90 8,48

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembelajaran kimia menekankan pada pembelajaran pengalaman

I. PENDAHULUAN. dibandingkan secara rutin sebagai mana dilakukan melalui TIMSS (the Trends in

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

I. PENDAHULUAN. melalui proses kerja praktikum di laboratorium untuk menghasilkan sikap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. beralasan apabila pendidikan harus mendapatkan perhatian yang cukup serius, lebihlebih. bagi kalangan pendidik maupun calon pendidik.

I. PENDAHULUAN. hidupnya. Proses belajar terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini mempercepat modernisasi segala bidang, sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. harapan sangat bergantung pada kualitas pendidikan yang ditempuh. imbas teknologi berbasis sains (Abdullah, 2012 : 3).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan mata pelajaran dalam rumpun sains yang sangat erat kaitannya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam (Holil, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan (sains) dan teknologi semakin pesat dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian dan pengembangan

I. PENDAHULUAN. Salah satu Standar Kompetensi (SK) pada bidang studi kimia kelas XI IPA

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan di era globalisasi sekarang ini menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. beraneka sumber belajar dengan mudah diakses di seluruh pelosok tanah air kapan

BAB I PENDAHULUAN. Proses belajar terjadi karena adanya interaksi siswa dengan lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terdiri atas murid, guru, pegawai serta sarana dan prasarana sekolah.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga pendidikan teknik yang bertujuan mempersiapkan lulusan menjadi tenaga kerja yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan sebagai teknisi tingkat menengah. Berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) nomor 20 tahun 2003 pasal 15 menyatakan bahwa pendidikan kejuruan adalah pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Untuk mempersiapkannya, maka dilakukan berbagai macam kegiatan pembelajaran, yaitu pembelajaran produktif sebagai dasar atau pondasi, pembelajaran normatif-adaptif sebagai penunjang, serta kegiatan ekstrakurikuler sebagai sarana penyaluran minat dan bakat siswa. Dalam Permendikbud nomor 70 tahun 2013 diketahui bahwa struktur umum SMK/MAK sama dengan struktur umum SMA/MA, yakni ada tiga kelompok mata pelajaran yang harus diajarkan kepada siswa: Kelompok A (wajib), B (wajib) dan C (peminatan). Ilmu kimia merupakan salah satu mata pelajaran yang harus diajarkan untuk SMK/MAK bidang keahlian Teknologi dan Rekayasa karena termasuk kedalam kelompok Mata Pelajaran Dasar Bidang Keahlian (C1). Tujuan diajarkannya ilmu kimia yaitu untuk mempersiapkan kemampuan siswa sehingga dapat mengembangkan program keahliannya pada kehidupan sehari-hari dan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Dengan kata lain, mata pelajaran kimia termasuk pembelajaran normatif-adaptif yang bertujuan untuk menunjang pembelajaran produktif serta membentuk karakter siswa melalui kegiatan pembelajarannya. Oleh karena itu, agar tujuan instruksional dapat dicapai secara optimal maka siswa harus menguasai materi kimia secara tuntas.

2 Mengacu pada konsep pembelajaran tuntas (mastery learning) yang menggunakan penilaian acuan patokan, secara umum seorang siswa dinyatakan lulus atau berhasil dalam belajar apabila sudah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar 75% (BNSP, 2006). Artinya, seorang siswa idealnya pada setiap mata pelajaran harus mampu mencapai KKM tersebut. Apabila siswa tidak mampu mencapai batas ketuntasan belajar yang telah ditetapkan maka dinyatakan sebagai siswa yang mengalami kesulitan. Oleh karena itu, mata pelajaran kimia berkontribusi juga terhadap pencapaian ketuntasan belajar siswa. Dengan kata lain, KKM yang harus dicapai oleh siswa pada mata pelajaran kimia adalah sebesar 75%. Namun demikian, ternyata berdasarkan hasil studi pendahuluan di salah satu SMK Negeri di kota Bandung diperoleh temuan bahwa nilai mata pelajaran kimia masih di bawah KKM, padahal nilai KKM yang ditetapkan di sekolah tersebut bukan 75%, melainkan 65%. Salah satu penyebab belum tercapainya nilai KKM pada mata pelajaran kimia adalah materi laju reaksi. Berdasarkan wawancara dengan guru kimia di SMK tersebut, materi laju reaksi diperlukan siswa untuk mengetahui cara mempercepat dan memperlambat suatu reaksi yang berkaitan dengan pembuatan produk sehingga produksi dapat dikendalikan. Hal ini dikarenakan lulusan SMK diharapkan memiliki kemampuan kinerja yang baik dan memiliki potensi yang tinggi untuk bekerja dalam bidang industri. Namun, diketahui dari 60 siswa sebanyak 36 (60%) siswa nilai ulangan harian materi laju reaksinya belum mencapai KKM, yaitu hanya sebesar 48,25%. Artinya, masih banyak siswa yang mengalami kesulitan belajar kimia khususnya pada materi laju reaksi. Penyebab dari kesulitan tersebut adalah karena karakteristik materi laju reaksi yang bersifat abstrak dan matematis. Selajan dengan hal tersebut, menurut Özgecan (dalam Pajaindo, Prayitno, dan Fajaroh, 2013) menyatakan bahwa dalam mempelajari materi laju reaksi masih banyak siswa yang mengalami miskonsepsi. Ditambah dalam pembelajarannya siswa cenderung

3 hanya menerima informasi atau menghafal saja bukan memahami konsep, sehingga informasi yang diperoleh akan lebih cepat luntur (Wulandari, Mulyani, dan Utomo, 2013). Selain itu, pembelajaran kimia khususnya di SMK memiliki standar kompetensi dasar yang sering dikategorikan sulit dan biasanya hanya diampu dengan pembelajaran dengan metode ceramah (teaching by telling). Realitanya materi-materi seperti stoikiometri, asam basa maupun laju reaksi belum banyak dikembangkan dengan orientasi konten dan proses atau bahkan dengan pendekatan seperti inkuiri terbimbing. (Kamil, Firman, dan Mulyani, 2014). Banyaknya jumlah siswa yang mengalami kesulitan belajar merupakan permasalahan yang sangat besar dan perlu dicarikan jalan keluarnya. Karena jika tidak diupayakan jalan keluarnya, akan menjadi beban baik untuk siswa maupun guru. Salah satu cara yang harus dilakukan guru adalah dengan melaksanakan proses pembelajaran remedial. Pembelajaran remedial merupakan layanan pendidikan yang diberikan kepada siswa yang belum mencapai KKM agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran secara maksimal. Pembelajaran remedial bersifat mengobati, menyembuhkan, dan membuatnya lebih baik bagi siswa yang hasil belajarnya masih di bawah standar yang telah ditetapkan oleh guru atau sekolah (Kunandar, 2013). Pembelajaran remedial dilakukan dengan melaksanakan pembelajaran ulang terhadap tujuan yang gagal dicapai siswa. Namun demikian, hasil studi pendahuluan menemukan bahwa selama ini pembelajaran remedial kurang efektif karena tidak disiapkan secara khusus. Kebanyakan guru masih melaksanakan pembelajaran remedial hanya dalam bentuk penugasan, misalnya dengan menugaskan siswa untuk membaca ulang atau bahkan ada yang hanya langsung melakukan tes ulang. Pembelajaran remedial semacam inilah yang menyebabkan beberapa siswa tidak mengalami peningkatan hasil belajar atau tidak memiliki pemahaman konsep yang kuat.

4 Ditambah dengan kendala ketersediaan waktu pembelajaran yang berbanding terbalik dengan banyaknya konsep yang perlu diajarkan tiap semester, maka pembelajaran remedial tidak dapat berlangsung secara optimal. Oleh karena itu, perlu adanya alternatif pembelajaran remedial yang lebih efektif, salah satunya dengan menggunakan program pembelajaran berbasis komputer yang sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan. Dewasa ini banyak sekali masyarakat yang memiliki komputer pribadi bahkan sebagian besar lembaga pendidikan di Indonesia pun sudah menyediakan komputer sebagai alat bantu pembelajaran. Namun penggunaannya belumlah maksimal karena hanya digunakan sebagai sistem pengolahan kata dan data saja, padahal komputer memiliki potensi yang besar untuk digunakan sebagai media pembelajaran, baik untuk pembelajaran inti maupun pembelajaran remedial. Teknologi komputer yang berkembang pesat dapat memberikan kesempatan bagi guru untuk menggunakan animasi komputer dalam membantu siswa memahami konsep dasar atau prinsip yang dinamis (Burke, Greenbowe, dan Windschitl, 1998). Model pembelajaran berbasis teknologi informasi dapat meningkatkan penguasaan konsep, keterampilan generik sains, dan keterampilan berpikir kritis (Widhiyanti, 2007). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Nova, 2010) menunjukkan bahwa pembelajaran remedial dengan memanfaatkan media pembelajaran berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan menggunakan pendekatan scientific berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, karena pada pembelajarannya siswa menjadi lebih aktif dan mandiri dalam memahami materi. Salah satu TIK yang dapat digunakan dalam pembelajaran misalnya dengan virtual laboratory atau virtual lab. Menurut Sutrisno (2001) Virtual lab dapat digambarkan sebagai situasi interaktif untuk melaksanakan simulasi percobaan. Hal ini didukung dengan pernyataan Herga dan Dinevski (2012) menyatakan bahwa kita dapat melakukan praktikum menggukan laboratorium

5 virtual dengan keuntungan dapat menampilkan struktur mikro dalam pembelajaran. Saat ini banyak produk virtual lab yang dapat digunakan, namun salah satunya yang dapat diakses dengan mudah adalah virtual lab PhET Simulations. PhET merupakan singkatan dari Physics Education Technology, yang dikeluarkan oleh University of Colorado at Boulder. Simulasi PhET dapat diakses secara bebas, diunduh tanpa berbayar (free download), dan dapat digunakan tanpa terkoneksi dengan internet (offline). Selain itu juga, simulasi PhET dapat mengalami pembaharuan (update) versi terbarunya dengan waktu yang tidak dapat ditentukan. Kumpulan simulasi PhET untuk bidang kimia hingga tahun 2015 sudah mencapai 39 jenis. Dari 39 jenis simulasi yang ada, terdapat simulasi PhET Reactions and Rates atau PhET-RR, menurut Rahmah (2012) menyebutkan bahwa PhET- RR layak digunakan untuk materi laju reaksi, karena konsep-konsep yang dapat dibangun dalam PhET sesuai dengan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) dalam KTSP Kimia SMA pada kelas XI IPA semester 2. Dengan menggunakan PhET-RR kemungkinan kendala-kendala yang dihadapi siswa dapat teratasi, sehingga siswa mampu menguasai konsep laju reaksi dengan kuat dan PhET-RR dapat digunakan sebagai alternatif untuk pembelajaran remedial. Berdasarkan paparan yang sudah disampaikan, maka perlu dikaji bagaimana peranan PhET-RR sebagai alternatif pembelajaran remedial pada penguasaan konsep materi laju reaksi. Dengan demikian, penelitian ini diberi judul Peranan PhET-RR dalam Pembelajaran Remedial terhadap Penguasaan Konsep Materi Laju Reaksi Siswa SMK Kelas XI. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah Bagaimana peranan PhET-RR dalam

6 pembelajaran remedial terhadap penguasaan konsep materi laju reaksi siswa SMK kelas XI Supaya penelitian ini lebih terarah, maka rumusan masalah di atas dijabarkan kembali kedalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah PhET-RR efektif digunakan dalam pembelajaran remedial terhadap penguasaan konsep materi Laju Reaksi? 2. Bagaimana peranan PhET-RR terhadap peningkatan penguasaan konsep pada materi Laju Reaksi? 3. Bagaimana tanggapan siswa mengenai peranan PhET-RR dalam pembelajaran remedial terhadap penguasaan konsep materi Laju Reaksi? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Peranan PhET-RR dalam Pembelajaran Remedial terhadap Penguasaan Konsep Materi Laju Reaksi Siswa SMK Kelas XI. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi Siswa: a. Membangun pemahaman konsep siswa pada materi laju reaksi. b. Membantu mengatasi kesulitan belajar siswa dalam kegiatan belajar mandiri. 2. Bagi Guru: a. Menjadi bahan pertimbangan para guru untuk menggunakan bahan ajar berupa simulasi virtual lab PhET-RR sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi kendala yang dihadapi dalam pembelajaran remedial. b. Memberikan bekal kepada guru mengenai pemanfaatan teknologi informasi berbasis komputer, yang dapat membantu

7 kegiatan pembelajaran kimia, khususnya pada materi-materi kimia yang bersifat abstrak. 3. Bagi Sekolah: Memberikan sumbangan pemikiran serta masukan dalam menentukan alternatif pembelajaran remedial di sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan. 4. Bagi pengembang media pembelajaran berbasis TIK: Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian, dapat digunakan sebagai alternatif untuk mengembangkan media pembelajaran atau pembuatan produk media pembelajaran serupa dengan PhET. 5. Bagi peneliti Memberikan informasi tentang keefektifan penggunaan PhET- RR dalam pembelajaran remedial sehingga menjadi inspirasi penelitian berikutnya dalam hal penggunan media virtual pada materi yang lain. E. Penjelasan Istilah Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilahistilah yang digunakan pada penelitian ini, maka perlu diberikan penjelasan singkat mengenai istilah-istilah tersebut sebagai berikut: 1. Pembelajaran Remedial Pembelajaran remedial merupakan pembelajaran yang ditujukan pada siswa dengan tujuan untuk memperbaiki sehingga siswa dapat menguasai konsep secara tuntas. Virtual lab PhET dijadikan sebagai pengganti peran guru dalam pembelajaran remedial. 2. PhET (Physics Education Technology) Merupakan simulasi interaktif sains yang berisi kegiatan praktikum pada pembelajaran kimia, fisika, dan biologi. PhET yang digunakan

8 dalam penelitian ini adalah PhET Reaction and Rates (PhET-RR), yaitu salah satu simulasi yang disediakan PhET pada pembelajaran kimia materi laju reaksi untuk tingkat sekolah menengah atas dan kimia umum (general chemistry). PhET dapat diunduh di situs http://phet.colorado.edu. 3. Penguasaan Konsep Penguasaan konsep merupakan kemampuan siswa dalam memahami makna secara ilmiah baik teori maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Dahar, 2003).