MUTU BENIH JAGUNG PADA BERBAGAI CARA PENGERINGAN. Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia

dokumen-dokumen yang mirip
BOCORAN KALIUM SEBAGAI INDIKATOR VIGOR BENIH JAGUNG. Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia

MUTU FISIOLOGI BENIH JAGUNG (Zea mayzs L.) PADA BEBERAPA PERIODE SIMPAN

INTERAKSI TAKARAN PUPUK NITROGEN DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP MUTU BENIH JAGUNG. Oom Komalasari dan Fauziah Koes Balai Penelitian Tanaman Serealia

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BENIH DAN PRODUKTIVITAS JAGUNG. Fauziah Koes dan Rahmawati Balai Penelitian Tanaman Serealia

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS JAGUNG KUNING DAN JAGUNG PUTIH

Mutu fisiologis Benih pada Beberapa Varietas Jagung Selama Periode Simpan

MUTU FISIOLOGIS BENIH JAGUNG DARI BEBERAPA UJI PENGECAMBAHAN

PENGARUH PENUNDAAN PENGERINGAN TERHADAP MUTU BENIH SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench)

MUTU FISIOLOGIS BENIH DARI BERBAGAI TINGKAT BOBOT BIJI SELAMA PERIODE SIMPAN. Rahmawati Balai Penelitian Tanaman Serealia

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman,

MUTU BENIH JAGUNG DI TINGKAT PETANI DAN PENANGKAR DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

EVALUASI MUTU BENIH JAGUNG DALAM GUDANG PENYIMPANAN BENIH UPBS. Rahmawati dan Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman,

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengaruh Pemupukan NPK Majemuk pada Kualitas Benih. Benih bermutu yang dihasilkan dari suatu produksi benih ditunjukkan oleh

PENGARUH SORTASI BIJI DAN KADAR AIR SERTA VOLUME KEMASAN TERHADAP DAYA SIMPAN BENIH JAGUNG

MUTU BENIH JAGUNG HASIL TANGKARAN DI KABUPATEN BULUKUMBA DAN WAJO, SULAWESI SELATAN. Rahmawati dan I.U. Firmansyah Balai Penelitian Tanaman Serealia

Deteksi Dini Mutu dan Ketahanan Simpan Benih Jagung Hibrida F1 Bima 5 Melalui Uji Pengusangan Cepat (AAT)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih dan Pemuliaan

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA

Analisis Hubungan Mutu Benih Jagung dengan Produktivitas

TINJAUAN PUSTAKA. Vigor Benih

PENGARUH PERLAKUAN MATRICONDITIONING TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH JAGUNG. Fauziah Koes dan Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN

KUALITAS BENIH JAGUNG DARI BEBERAPA PENANGKAR DAN UPBS BALITSEREAL

BAHAN DAN METODE. = nilai peubah yang diamati µ = nilai rataan umum

TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Viabilitas dan Vigor benih

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

II. TINJAUAN PUSTAK A. 2.1 Karakteristik dan Komposisi Kimia Benih Kedelai

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Laboratorium Terpadu dan Laboratorium

I. PENDAHULUAN. Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Teknologi Benih

III. BAHAN DAN METODE. dengan Januari Pengujian viabilitas dilakukan di Laboratorium Pemuliaan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

Penelitian ini dilaksanakan pada Juni sampai Oktober 2014 di Rumah Kaca. Lapangan Terpadu dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau gejala

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

PEMBINAAN PRODUKSI DAN DISTRIBUSI BENIH SUMBER JAGUNG KOMPOSIT DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Balai Penelitian Tanaman Serealia 2)

III. BAHAN DAN METODE. dengan Januari Pengujian viabilitas dilakukan di Laboratorium Pemuliaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

PENGARUH WAKTU TANAM INDUK BETINA TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN MUTU BENIH JAGUNG HIBRIDA

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Rancangan Percobaan

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian

III.TATA CARA PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian produksi benih dilaksanakan di Kebun Percobaan Politeknik Negeri

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Bahan dan Alat Metode Pelaksanaan

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

PENGUJIAN MUTU BENIH JAGUNG DENGAN BEBERAPA METODE

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang sebelumnya dilakukan oleh

METODOLOGI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai Maret 2014 di

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

III. METODE PENELITIAN. Pembuatan biochar dilakukan di Kebun Percobaan Taman Bogo Lampung Timur.

TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN. F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan

TINJAUAN MUTU PADA PRODUKSI BENIH JAGUNG DI TINGKAT PETANI/PENANGKAR. Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK

PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN BENIH JAGUNG. Rahmawati, Yamin Sinuseng dan Sania Saenong Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros ABSTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Pengaruh Lot Benih dan Kondisi Tingkat Kadar Air Benih serta Lama Penderaan pada PCT terhadap Viabilitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai

METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya sangat tinggi. Kedelai mempunyai kandungan protein yang

BAB III METODE PENELITIAN. Kendalpayak, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang pada bulan Agustus

PETUNJUK TEKNIS PRODUKSI BENIH SUMBER JAGUNG KOMPOSIT (BERSARI BEBAS)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang berbeda menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan

PETUNJUK TEKNIS PRODUKSI BENIH SUMBER JAGUNG KOMPOSIT (BERSARI BEBAS) Penyusun Zubachtirodin Syuryawati Constance Rapar

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan tahap lanjutan dari penelitian yang dilakukan di lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut :

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

Penelitian ini dilaksanakan di Lahan BPTP Unit Percobaan Natar, Desa Negara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dua bulan yaitu dari bulan Maret sampai bulan Mei Tanah, Pasir dan pupuk kandang sebagai media tanam

TEKNOLOGI PRODUKSI DAN PASCAPANEN BENIH JAGUNG VARIETAS SUKMARAGA DI KALIMANTAN SELATAN. Suwardi Balai Penelitian Tanaman Serealia

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboraturium Benih dan Pemuliaan Tanaman

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Jawa Barat, dengan ketinggian 725 m di atas permukaan laut.

INFORMASI PRAKTIS PENANGANAN PASCAPANEN KEDELAI. OLeh Ir. I. Ketut Tastra, MS. Informasi Praktis Balitkabi No.:

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae,

BAHAN DAN METODA. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini hlaksanakan di Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Posisi Biji pada Tongkol terhadap Viabilitas Biji Jagung (Zea

Transkripsi:

MUTU BENIH JAGUNG PADA BERBAGAI CARA PENGERINGAN Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Cara pengeringan berpengaruh terhadap mutu benih dan daya simpannya. Penelitian untuk menentukan pengaruh cara pengeringan terhadap mutu benih jagung dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros. Pengeringan dengan sumber energi sinar matahari dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) pengeringan langsung di atas lantai jemur, (2) pengeringan dengan alas terpal di atas lantai jemur. Empat varietas jagung yang digunakan sebagai bahan penelitian diperbanyak di Instalasi Kebun Percobaan Bontobili, yaitu : Lamuru, MS-2, Srikandi Kuning-1, dan Srikandi Putih-1. Variabel yang diamati meliputi : kadar air, daya berkecambah, keserempakan tumbuh, kecepatan tumbuh, panjang akar primer kecambah, bobot kering kecambah, daya hantar listrik dan bocoran kalium air rendaman benih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengeringan tongkol dan biji jagung di atas lantai jemur dengan menggunakan alas terpal lebih baik dibandingkan tanpa alas terpal ditinjau dari daya berkecambah, keserempakan tumbuh, kecepatan tumbuh, bobot kering perkecambah, panjang akar primer, dan bocoran kalium air rendaman benih pada varietas Lamuru, MS-2, Srikandi Kuning-1, dan Srikandi Putih. Daya berkecambah berkorelasi positif dengan keserempakan tumbuh dan bobot kering kecambah dan berkorelasi negatif dengan bocoran kalium dan daya hantar listrik air rendaman benih. Kata kunci : pengeringan, mutu, alas, jagung, benih PENDAHULUAN Penanganan benih setelah panen seperti pengeringan merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam mempertahankan mutu fisik dan fisiologis benih. Berbagai hasil penelitian terhadap pengeringan benih jagung menunjukkan adanya penurunan mutu fisik akibat kerusakan mekanis dalam proses pengeringan baik menggunakan alat pengering maupun dengan sinar matahari. Pengeringan secara alami menggunakan energi panas yang bersumber dari sinar matahari biasa dilakukan dengan menjemur tongkol jagung di atas lantai jemur, demikian pula dengan biji jagung yang telah dipipil. Namun ada juga yang melakukan penjemuran tongkol maupun biji jagung beralaskan terpal untuk menghindari kotoran-kotoran dan memudahkan pengumpulan jagung di lapangan. Pengeringan secara alami dengan menggunakan sumber energi sinar matahari dapat berdampak pada penurunan mutu akibat terpapar pada fluktuasi suhu ekstrim dan curah hujan (Agrawal et al. 1998). Hasil penelitian Cordova et al. (1999) menunjukkan bahwa pengeringan tongkol jagung selama 5 hari diatas lantai jemur dengan alas terpal menurunkan kadar air biji menjadi 11%, sedangkan pengeringan tongkol tanpa alas terpal di atas lantai jemur hanya menurunkan kadar air biji menjadi 7,7%. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan pengaruh cara pengeringan terhadap mutu dan daya simpan benih jagung varietas Lamuru, MS-2, Srikandi Kuning-1, dan Srikandi Putih-1. 261

BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Instalasi Kebun Percobaan Bontobili, Laboratorium dan Rumah Kaca Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. Jagung varietas Lamuru, MS-2, Srikandi Kuning-1, dan Srikandi Putih ditanam pada awal musim kemarau, April 2005 di Instalasi Kebun Percobaan Bontobili, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan masing-masing pada lahan seluas 0,25 ha. Tanaman dipupuk dengan N, P, K, S yang bersumber dari urea, SP36, KCl, dan ZA. Jarak tanam yang digunakan 75 cm x 20 cm, 2 tanaman per rumpun. Panen dilakukan pada 5-10 hari sesudah masak fisiologis, untuk mencapai mutu yang baik. Sekitar dua minggu sebelum panen, batang dan daun di atas tongkol dipotong agar tongkol jagung dapat lebih cepat mengering. Setelah panen, tongkol dijemur atau diangin-anginkan lalu dikupas dan diadakan seleksi tongkol. Tongkol jagung yang sudah dikupas dijemur lagi di bawah sinar matahari sampai kadar airnya turun menjadi 16-17%, lalu dipipil dan disortasi dengan memisahkan benih-benih inferior. Pengeringan dilakukan lagi hingga kadar air benih dapat turun menjadi sekitar 10-11% dengan memisahkan antara cara pengeringan langsung di atas lantai jemur dan cara pengeringan dengan menggunakan alas terpal di atas lantai jemur. Selama pengeringan berlangsung dicatat laju penurunan kadar air pada setiap perlakuan yang diberikan. Setelah selesai pengeringan dan benih telah dingin, segera dikemas dengan polybag ukuran 2 kg dengan ketebalan kantong 0,02 mm, dimasukkan ke dalam silo plastik dan ditempatkan dalam ruangan dengan suhu kamar. Pengamatan mutu benih dilakukan sebelum dimasukkan ke dalam wadah penyimpanan dan setelah itu diamati lagi pada setiap periode dua bulan selama 12 bulan, dengan demikian terdapat 7 periode pengamatan yaitu : (1) Periode 1 = awal (0 bulan), (2) Periode 2 = 2 bulan, (3) Periode 3 = 4 bulan, (4) Periode 4 = 6 bulan, (5) Periode 5 = 8 bulan, (6) Periode 6 = 10 bulan, dan (7) Periode 7 = 12 bulan. Variabel yang diamati antara lain : 1. Kadar air benih : kadar air benih diamati dengan menggunakan digital moisture tester Kitt PM 480. 2. Daya berkecambah benih (AOSA, 1983); sebanyak 50 butir benih dari setiap ulangan ditanam pada media pasir halus. Pengamatan dilakukan pada hari ke tiga, keempat dan kelima setelah tanam. Selain untuk pengujian daya berkecambah benih, perlakuan ini juga digunakan sebagai tolok ukur kecepatan tumbuh benih. Pengamatan dilakukan atas dasar kriteria kecambah normal, abnormal, dan mati. Kecambah normal dikelompokkan menjadi dua yaitu kecambah normal kuat dan normal lemah. Jumlah kecambah normal pada hari ke 4 (kumulatif), merupakan data keserempakan tumbuh benih. 3. Bobot kering kecambah : kecambah yang diperoleh pada uji daya tumbuh benih dikeringkan dalam inkubator pada suhu 60 O C selama 3 x 24 jam, setelah itu dimasukkan ke dalam desikator dan setelah dingin ditimbang. 4. Daya hantar listrik (DHL) : DHL diamati dengan alat konduktometer tipe Methron E 38. Benih sebanyak 5 g diambil secara acak, masing-masing direndam pada air bebas ion selama 24 jam dengan volume air 50 ml di dalam botol gelas, kemudian diukur pada alat konduktometer. Sebagai blanko digunakan air bebas ion yang juga telah disimpan di dalam botol-botol gelas selama 24 jam. 5. Bocoran kalium : sejumlah 50 butir benih diambil secara acak dan ditimbang lalu direndam di dalam 75 ml air bebas ion pada suhu 25 C selama 30 menit lalu kadar kalium yang terdapat dalam air rendaman benih ini diukur konsentrasinya dengan menggunakan Flame photometer. 262

HASIL DAN PEMBAHASAN Dari keempat varietas uji, tidak terlihat adanya perbedaan daya berkecambah antara pengeringan langsung di atas lantai jemur dan yang diberi alas terpal, namun secara umum terlihat adanya penurunan nilai rata-rata daya berkecambah benih jagung dengan makin lamanya periode simpan benih. Kerusakan fisik yang terjadi selama prosesing benih dapat merusak embrio, endosperm, dan dinding sel, yang selanjutnya berpengaruh terhadap daya berkecambah, pertumbuhan kecambah, kerentanan terhadap penyakit, pertumbuhan dan perkembangan tanaman, dan hasil biji. Kecepatan tumbuh dan kualitas kecambah dipengaruhi oleh letak kerusakan dan pada embrio kerusakan yang paling sensitif ialah pada bagian tengah embrio (Black and Bewley, 2000). Kerusakan kecil tidak langsung berpengaruh terhadap viabilitas benih tetapi dapat menyebabkan penurunan vigor kecambah dan makin banyaknya kecambah abnormal. Penurunan daya simpan benih terlihat melalui daya berkecambah benih yang terus menurun hingga periode simpan 12 bulan (Gambar 1). Kerusakan mekanis pada benih akibat suhu pengeringan di atas lantai jemur yang tinggi, mencapai 60 o C (Tabel 1), berinteraksi dengan suhu ruang simpan tinggi menyebabkan terjadinya proses deteriorasi yang dipercepat (Black and Bewley 2000). Keterangan : Periode 1= 0 bulan; 2= 2 bulan; 3= 4 bulan; 4 = 6 bulan; 5 = 8 bulan; 6 = 10 bulan; 7 = 12 bulan; L = lantai; T = terpal Gambar 1. Daya berkecambah benih jagung varietas Lamuru, MS-2, Srikandi Kuning-1, dan Srikandi Putih yang dikeringkan di atas lantai jemur dan disimpan pada beberapa periode simpan. 263

Tabel 1. Suhu pengeringan di atas lantai jemur dengan alas plastik dan tanpa alas plastik dan penurunan kadar air benih. Varietas/ Suhu di atas lantai jemur ( o C) pada jam: perlakuan pengeringan 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 Lamuru, alas plastik Lamuru, tanpa alas plastik Srikandi Kuning- 1, alas plastik Srikandi Kuning-1, tanpa alas plastik *) setelah 3 hari pengeringan Penurunan kadar air (%)*) 45 50 54 56 54 14,5 50 55 57 60 58 11,3 44 49 54 55 54 17,1 48 54 58 60 59 13,5 Keserempakan tumbuh kecambah menunjukkan tren yang sama untuk setiap varietas uji, yaitu menunjukkan nilai rata-rata keserempakan tumbuh benih yang dijemur di atas terpal lebih tinggi dibandingkan dengan yang dijemur langsung di atas lantai jemur (Gambar 2). Keterangan : Periode 1= 0 bulan; 2= 2 bulan; 3= 4 bulan; 4 = 6 bulan; 5 = 8 bulan; 6 = 10 bulan; 7 = 12 bulan; L = lantai; T = terpal Gambar 2. Keserempakan tumbuh jagung varietas Lamuru, MS-2, Srikandi Kuning-1 dan Srikandi Putih yang dikeringkan di atas lantai jemur dan disimpan pada beberapa periode simpan. 264

Tabel 2. Rata-rata daya berkecambah dan keserempakan tumbuh benih jagung yang diberi perlakuan pengeringan dengan alas terpal (T) dan tanpa alas terpal (L) sebelum disimpan dan setelah disimpan selama 2, 4,6,8,10, dan 12 bulan. Maros, 2005-2006 Varietas Daya berkecambah (%) Keserempakan Tumbuh (%) T L T L 0 bulan MS-2 99,3 100,0 98,7 98,0 Lamuru 100,0 99,3 94,0 91,3 S. Kuning 100,0 99,3 94,0 91,3 S. Putih 100,0 99,3 95,3 98,7 2 bulan MS-2 99,3 98,7 96,0 90,7 Lamuru 100,0 99,3 91,3 90,7 S. Kuning 100,0 99,3 99,3 98,7 S. Putih 99,3 99,3 99,3 98,7 4 bulan MS-2 98,7 98,7 84,7 86,7 Lamuru 100,0 99,3 90,7 92,0 S. Kuning 98,7 97,3 92,7 91,3 S. Putih 98,7 98,7 87,3 87,3 6 bulan MS-2 97,3 97,3 84,7 80,0 Lamuru 98,7 98,0 84,7 86,7 S. Kuning 96,0 96,7 94,7 95,3 S. Putih 96,7 96,0 92,0 95,3 8 bulan MS-2 96,7 95,3 84,7 81,3 Lamuru 94,7 93,3 81,3 80,7 S. Kuning 97,3 97,3 84,0 84,0 S. Putih 94,7 94,0 77,3 79,3 10 bulan MS-2 95,3 95,3 82,7 80,0 Lamuru 94,7 92,7 79,3 81,3 S. Kuning 96,7 96,0 86,0 86,0 S. Putih 92,0 90,7 80,0 80,0 12 bulan MS-2 94,0 94,7 80,0 80,0 Lamuru 93,3 92,7 80,7 79,3 S. Kuning 92,7 92,0 85,3 85,3 S. Putih 91,3 90,7 84,0 80,0 265

Keterangan : Periode 1= 0 bulan; 2= 2 bulan; 3= 4 bulan; 4 = 6 bulan; 5 = 8 bulan; 6 = 10 bulan; 7 = 12 bulan; L = lantai; T = terpal Gambar 3. Bobot kering kecambah jagung varietas Lamuru, MS-2, Srikandi Kuning-1, dan Srikandi Putih yang dikeringkan di atas lantai jemur dan disimpan pada beberapa periode simpan. Rata-rata bobot kering kecambah telah menunjukkan adanya perbedaan antara benih yang dikeringkan dengan menggunakan alas terpal dan tanpa alas terpal pada awal pengujian mutu benih. Pada perlakuan dengan alas terpal, tampak bahwa rata-rata bobot kering per kecambah lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa alas terpal untuk keempat varietas uji mulai pada pengamatan periode 1 (0 bulan) hingga periode 7 (12 bulan) (Gambar 3). Sedangkan panjang akar primer kecambah yang teramati tidak menunjukkan perbedaan berarti (Tabel 3). 266

Tabel 3. Rata-rata bobot kering per kecambah dan panjang akar primer kecambah benih jagung yang dikeringkan dengan alas terpal (T) dan tanpa alas terpal (L) sebelum disimpan dan setelah disimpan selama 2, 4, 6, 8, 10 dan 12 bulan. Maros, 2005-2006 Varietas Bobot kering/kecambah (mg) Panjang akar primer (cm) T L T L Periode 1 ( 0 bulan) MS-2 227,9 209,0 17,4 18,1 Lamuru 236,1 227,1 17,9 17,4 S.Kuning 231,6 205,9 18,1 18,0 S.Putih 227,1 215,4 18,3 17,8 Periode 2 (2 bulan) MS-2 221,5 210,8 17,2 17,2 Lamuru 228,1 215,2 20,2 19,8 S.Kuning 226,5 205,4 18,7 19,7 S.Putih 223,9 211,8 20,3 19,3 Periode 3 (4 bulan) MS-2 211,8 202,6 20,4 18,0 Lamuru 220,1 212,2 18,6 18,8 S.Kuning 224,8 202,2 18,6 18,3 S.Putih 222,7 211,8 18.7 18,1 Periode 4 (6 bulan) MS-2 222,2 201,9 17,5 16,9 Lamuru 221,8 210,3 17,4 17,5 S.Kuning 218,0 197,9 17,2 17,2 S.Putih 221,8 194,8 17,9 17,1 Periode 5 (8 bulan) MS-2 222,2 201,9 16,2 16,2 Lamuru 218,4 208,8 16,9 16,6 S. Kuning 199,7 181,2 16,0 15,9 S. Putih 214,7 194,5 16,9 16,5 Periode 6 (10 bulan) MS-2 195,0 211,4 14,4 15,2 Lamuru 210,3 190,3 15,7 14,9 S.Kuning 195,5 176,1 14,9 14,7 S.Putih 195,0 193,5 15,6 14,6 Periode 7 (12 bulan) MS-2 193,2 189,5 15,1 14,9 Lamuru 194,6 190,0 16,7 15,6 S. Kuning 198,7 174,1 18,0 13,3 S. Putih 190,3 190,9 15,4 14,4 267

Keterangan : Periode 1= 0 bulan; 2= 2 bulan; 3= 4 bulan; 4 = 6 bulan; 5 = 8 bulan; 6 = 10 bulan; 7 = 12 bulan; L = lantai; T = terpal Gambar 4. Daya hantar listrik air rendaman benih jagung varietas Lamuru, MS-2, Srikandi Kuning-1, dan Srikandi Putih-1 yang dikeringkan di atas lantai jemur dan disimpan pada beberapa periode simpan. Hasil pengamatan di laboratorium terhadap bocoran K telah menunjukkan adanya perbedaan nilai bocoran K pada 2 bulan penyimpanan. Data pada Tabel 4, terlihat bahwa pada keempat varietas uji terjadi peningkatan nilai bocoran membran yang cukup berarti setelah disimpan dua bulan. Daya hantar listrik (DHL) belum menunjukkan perbedaan yang berarti, baik pada awal penyimpanan, 2, 4, dan 6 bulan (Tabel 4). Dari keempat varietas uji, Lamuru terlihat mempunyai bocoran K terendah dibandingkan dengan ketiga varietas lainnya. Hal ini menunjukkan adanya kekuatan memberan yang lebih tinggi dan mampu menahan proses kerusakan memberan yang berdampak pada daya simpan benih yang lebih tinggi. 268

Tabel 4. Rata-rata bocoran K dan daya hantar listrik air rendaman benih jagung yang dikeringkan dengan alas terpal (T) dan tanpa alas terpal (L) sebelum disimpan dan setelah disimpan selama 2, 4, 6, 8 10, dan 12 bulan. Maros, 2005-2006 Varietas Bocoran K (ppm) Daya hantar listrik (umhos/cm 2 /g) T L T L 0 bulan MS-2 76,1 79,7 11,9 11,0 Lamuru 58,8 66,4 10,8 11,8 S.Kuning 83,6 94,6 11,2 11,7 S. Putih 68,2 73,3 11,3 11,3 2 bulan MS-2 81,1 90,4 11,8 11,8 Lamuru 75,8 77,4 11,5 11,1 S.Kuning 88,9 96,6 12,7 12,9 S. Putih 68,9 75,3 12,7 12,1 4 bulan MS-2 89,7 95,7 15,8 16,6 Lamuru 76,4 86,5 12,9 12,7 S.Kuning 90,9 98,6 12,9 12,7 S. Putih 75,1 82,8 13,8 14,9 6 bulan MS-2 101,7 108,3 17,7 17,7 Lamuru 78,9 84,3 19,0 19,7 S.Kuning 105,0 113,9 17,3 17,5 S. Putih 75,7 82,9 16,0 16,2 8 bulan MS-2 101,0 108,2 22,4 22,8 Lamuru 81,8 92,6 22,7 23,2 S. Kuning 104,9 114,0 20,0 20,7 S. Putih 78,0 84,1 20,2 21,2 10 bulan MS-2 100,7 107,2 24,0 23,7 Lamuru 89,8 90,2 25,8 25,6 S. Kuning 111,1 118,3 21,2 22,4 S. Putih 78,5 89,6 20,3 20,5 12 bulan MS-2 108,9 111,7 26,7 28,8 Lamuru 95,2 113,4 23,7 31,5 S. Kuning 113,5 118,8 22,1 22,4 S. Putih 98,3 113,4 22,0 21,5 269

Menurut Miguel dan Marcos Filho (2002), Kalium merupakan ion-ion utama yang terdapat dalam bocoran memberan benih jagung selama proses imbibisi, lalu diikuti oleh Natrium dan Kalsium. Adanya elektrolit dalam cairan rendaman benih berkaitan dengan adanya sel-sel yang mati (Mc. Donald dan Nelson 1986). Selama proses pengeringan berlangsung, panas yang berlebihan dan bersentuhan langsung dengan permukaan benih dapat berakibat terjadinya kerusakan fisik. Dengan pengeringan tanpa alas terpal, lantai penjemuran yang terkena sinar matahari terutama antara jam 12.00 sampai 14.00 menimbulkan panas yang cukup tinggi. Kerusakan fisik akibat panas ini secara visual tidak terlihat, namun dengan pengukuran menggunakan beberapa indikator biokimia seperti bocoran K dan DHL kerusakan tersebut dapat terlacak. Hasil pengamatan terhadap bocoran K telah menunjukkan adanya perbedaan nilai bocoran K mulai pengamatan awal (periode 1). Dari data pada Tabel 5, terlihat bahwa pada keempat varietas uji terjadi peningkatan nilai bocoran memberan yang cukup berarti dengan makin lamanya periode simpan. Peningkatan nilai bocoran memberan lebih tinggi pada perlakuan yang dikeringkan tanpa alas terpal (L), meskipun demikian nilai daya hantar listrik (DHL) belum menunjukkan perbedaan yang berarti, baik pada awal penyimpanan, 2, 4, dan 6 bulan (Tabel 4). Dari keempat varietas uji, Lamuru terlihat mempunyai bocoran K terendah dibandingkan dengan ketiga varietas lainnya. Hal ini menunjukkan adanya kekuatan memberan yang lebih tinggi sehingga mampu mempertahankan vigor daya simpan benih terhadap cekaman yang terjadi pada saat proses pengeringan. Menurut Miguel dan Marcos Filho (2002), Kalium merupakan ionion utama yang terdapat dalam bocoran memberan benih jagung selama proses imbibisi, lalu diikuti oleh Natrium dan Kalsium. Adanya elektrolit dalam cairan rendaman benih, dalam penelitian ini terlacak sebagai unsur K, berkaitan dengan adanya sel-sel yang mati (Mc. Donald dan Nelson 1986). Keterangan : Periode 1= 0 bulan; 2= 2 bulan; 3= 4 bulan; 4 = 6 bulan; 5 = 8 bulan; 6 = 10 bulan; 7 = 12 bulan; L = lantai; T = terpal Gambar 5. Bocoran Kalium air rendaman benih jagung varietas Lamuru, MS-2, Srikandi Kuning-1, dan Srikandi Putih-1 yang dikeringkan di atas lantai jemur dan disimpan pada beberapa periode simpan. 270

Selama proses pengeringan berlangsung, panas yang berlebihan dan bersentuhan langsung dengan permukaan benih dapat berakibat terjadinya kerusakan fisik. Dengan pengeringan tanpa alas terpal, lantai penjemuran yang terkena sinar matahari terutama antara jam 12.00 sampai 14.00 menimbulkan panas yang cukup tinggi. Kerusakan fisik akibat panas ini secara visual tidak terlihat, namun dengan pengukuran menggunakan beberapa indikator biokimia seperti bocoran K dan DHL kerusakan tersebut dapat terlacak. Dalam penelitian ini nilai DHL tidak menunjukkan perbedaan yang berarti dari kedua cara pengeringan tersebut, namun bocoran kalium menunjukkan perbedaan yang cukup besar pada keempat varietas uji (Gambar 4). Untuk melihat keeratan hubungan antara variabel yang diuji, maka dilakukan uji korelasi Pearson (Tabel 5). Daya berkecambah menunjukkan korelasi positif dengan keserempakan tumbuh dan bobot kering kecambah. Semakin tinggi keserempakan tumbuh dan bobot kering kecambah, semakin tinggi daya berkecambah. Sedangkan daya hantar listrik dan bocoran kalium menunjukkan korelasi negatif, semakin tinggi bocoran kalium dan daya hantar listrik air rendaman benih, maka daya berkecambah, keserempakan tumbuh dan bobot kering kecambah semakin rendah. Tabel 5. Nilai korelasi Pearson variabel daya berkecambah, keserempakan tumbuh, bobot kering kecambah, daya hantar listrik, bocoran kalium pada keempat varietas yang diuji. Keserempakan Tumbuh Bobot Kering Kecambah Daya Hantar Listrik Bocoran Kalium Daya 0,760** 0,586** -0,731** -0,496** Berkecambah Keserempakan 0,562** -0,797** -0,541** Tumbuh Bobot Kering -0,554** -0,622** Kecambah Daya Hantar 0,590** Listrik Keterangan : **) Nilai korelasi nyata pada taraf 0,01 (2-tailed) KESIMPULAN Pengeringan tongkol dan biji jagung di atas lantai jemur dengan menggunakan alas terpal lebih baik dibandingkan tanpa alas terpal ditinjau dari daya berkecambah, keserempakan tumbuh, kecepatan tumbuh, bobot kering perkecambah, panjang akar primer, dan bocoran kalium air rendaman benih pada varietas Lamuru, MS-2, Srikandi Kuning-1, dan Srikandi Putih. Daya berkecambah berkorelasi positif dengan keserempakan tumbuh dan bobot kering perkecambah dan berkorelasi negatif dengan bocoran kalium dan daya hantar listrik air rendaman benih UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Sania Saenong atas saran-saran yang telah diberikan dalam pelaksanaan penelitian ini. 271

DAFTAR PUSTAKA AOSA. 1983. Seed vigor testing handbook. Assosiation of Official Seed Analysts, 93 pp. Agrawal, P. K., B. D. Agrawal, P. Venkat Rao, and J. Singh. 1998. Seed multiplication,conditioning, and storage, In M. L. Morris (ed.) Maize seed industries in developing countries. Lynne Rienner Publishers and Cimmyt, Colorado, USA, and Mexico, pp. 103-124. Black, M., and J.D. Bewley. (ed.) 2000. Seed technology and its biological basis. CRC Press, Boca Raton, FL. Cordova, H. S., J. L. Queme, and P. Rosado. 1999. Small-scale production of maize seed by farmers in Guatemala, 2 nd edition. Mexico, D. F.; CIMMYT McDonald, M. B. and C. J. Nelson. 1986. Physiology of Seed Deterioration. Crop Science Society of America, Inc. Madison, Wisconsin, USA. Miguel, M.V.C. and Marcos Filho, J. 2002. Potassium Leakage and Maize Seed Physiology Potential. Scientia Agricola, Vol. 59 No. 2 : 315-319. 272