BAB I PENDAHULUAN. Tatang, Ilmu Pendidikan, Pustaka Setia, Bandung, 2012, hlm.13. Ibid., hlm.15.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. hlm Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003,

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sudarwan Danim, Pengantar Kependidikan Landasan, Teori, dan 234 Metafora

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempunyai karakter yang baik sesuai dengan harapan pemerintah. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan(Dengan Pendekatan Baru), PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, hlm

BAB I PENDAHULUAN. hlm U. Saefullah, Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Zuhairini, dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Usana Offset Printing: Surabaya, 1981, hlm

BAB I PENDAHULUAN. Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm.

BAB. I. Pendahuluan. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan. menciptakan pembelajaran yang kreatif, dan menyenangkan, diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. Bimbingan dan Penyuluhan (Guideance and Conseling), merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

1988), 2 W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan (Jakarta: PT. Gramedia, 2007), hlm.364.

BAB I PENDAHULUAN. didik dapat mempertahankan hidupnya kearah yang lebih baik. Nasional pada Pasal 1 disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 2008, hlm Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Remaja Roesdakarya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam kegiatan belajar siswa. Di sekolah

BAB I PENDAHULUAN. 2001, hlm Abdurrahmabn Mas ud.et.al, Paradigma Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN. Dina Indriana, Mengenal Ragam Gaya Pembelajaran Efektif, Diva Press, Yogyakarta, 2011, hlm.5 2. Ibid, hlm.5 3

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Media Wacana Press, Yogayakarta, 2003, hlm.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga

BAB I PENDAHULUAN. 2015, hlm Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2001, hlm

2010), hlm. 57. Khayyal, Membangun keluarga Qur ani, (Jakarta : Amzah, 2005), hlm 3. 1 Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta,

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah konsep Pembelajaran Berbasis Kecedasan, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hlm. 108.

BAB I PENDAHULUAN. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, PT Remaja Rosdakarya : Bandung, 2008, hlm.1. 2

Psikologi Konseling Konseling Berbasis Problem

BAB I PENDAHULUAN. Overseas Publication Ltd, 1959), hlm 4. 1 Frederick Y. Mc. Donald, Educational psychology, (Tokyo:

BAB I PENDAHULUAN. Ridwan, Penanganan Efektif Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm.9.

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta,2004, hlm Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. 2 Hasan Basri, Landasan Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2013, hlm Ibid., hlm. 15.

BAB I PENDAHULUAN. Karya, Bandung, 2008, hlm Kamus Besar Bahasa Indonesia lengkap, CV Mini Jaya Abadi, Jakarta, 2000, hlm. 58.

BAB I PENDAHULUAN. dan pendidikan tinggi. Pengajaran sebagai aktivitas operasional pendidikan. dilaksanakan oleh tenaga pendidik dalam hal ini guru.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB V PEMBAHASAN. A. Motivasi Belajar Membaca Al-Qur an pada Siswa di Madrasah. karena itu peran seorang guru bukan hanya semata-mata mentransfer ilmu

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia. Hal ini akan terus berubah seiring dengan perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2003), hlm Jalaluddin, Teologi Pendidikan,(Jakarta: PT. Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. Agoes Dariyo, Dasar-Dasar Pedagogi Modern, Indeks, Jakarta, hlm. 1

BAB I PENDAHULUAN. komponen, yaitu : pengajar (Dosen, Guru, Instruktur, dan Tutor) siswa yang

BAB I PENDAHULUAN. Cet VIII, 2001, hlm M. Arifin, M. Ed, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1993, hlm. 17.

BAB I PENDAHULUAN. Umbara, Bandung, 2003, hlm Ahmad Juntika Nurihsan dan Akur Sudiarto, Manajemen Bimbingan dan Konseling di

BAB I PENDAHULUAN. Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 17 2

BAB I PENDAHULUAN. Dwi Prasetia Danarjati, dkk, Psikologi Pendidikan, Graha Ilmu, Yogjakarta, 2014, Hlm.3 2

BAB I PENDAHULUAN. Remaja Rosdakarya, 2009, Hlm. 1 2 Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2015, hlm.339

BAB I PENDAHULUAN. bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Matematika dapat

BAB I PENDAHULUAN. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, hlm. 34 2

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun dan mengembangkan karakter manusia yang seutuhnya.

BAB I PENDAHULUAN. UMM Press, Malang, 2005, hlm. 200.

PEMBINAAN PESERTA DIDIK DALAM PENINGKATAN KEDISIPLINAN DI SEKOLAH. Oleh : Pitriani

BAB I PENDAHULUAN. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006, hlm Endang Poerwanti, dkk, Perkembangan Peserta didik, Malang: UMM Press, 2002, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin mengglobal dan kompetitif memunculkan tantangan-tantangan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan adalah perkembangan kepribadian manusia. Telah dirumuskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. 1995, hlm Aris Shoimin, 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013, Ar-Ruz Media, Yogyakarta, 2014, hlm. 15.

BAB I PENDAHULUAN. Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2009, hal.

BAB I PENDAHULUAN. dan juga dipersiapkan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah mempunyai tugas penting dalam menyiapkan siswa-siswi untuk

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan

I. PENDAHULUAN. Kenakalan remaja merupakan salah satu masalah dalam bidang pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan manusia dapat berbeda dengan makhluk lain yang. dengan sendirinya, pendidikan harus diusahakan oleh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. karena dari pendidikan menggambarkan betapa tingginya peradaban suatu bangsa.

Rajawali Pers, 2009), hlm Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta:

BAB I PENDAHULUAN. Ibid, hal Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hal. 4

BAB I PENDAHULUAN. setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Kemudian dalam

BAB I PENDAHULUAN. prasyarat bagi kelangsungan hidup (survive) masyarakat dan peradaban.2

BAB I PENDAHULUAN. dalam menghadapi kondisi yang ada di lingkungan sekitarnya. 1. Sedangkan menurut Muhammad Al-Mighwar self control (kontrol diri)

Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 14 2

BAB 1 PENDAHULUAN. tetapi pendidikan bukan sesuatu yang ada dengan sendirinya, pendidikan harus di

BAB I PENDAHULUAN. CV.Pustaka Setia. Bandung, hlm

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Agus Mahfud, Ilmu Pendidikan Islam Pemikiran Gus Dur, Nadi Pustaka, Yogyakarta, 2012, hlm. 73.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dewasaan ini diharapkan anak akan dapat diketahui bahwa pekerjaan

kurikulum. Bahkan, ada yang mengatakan No teacher no education. Maksudnya, tanpa guru, tidak terjadi proses pendidikan. 3

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disebut dengan tata tertib. Siswa dituntut untuk menaati tata tertib sekolah di

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pendidikan di Sekolah atau lembaga pendidikan formal. Pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemakaian seragam sekolah terhadap siswa di dalam suatu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Muhammad Zuhaili, Pentingnya Pendidikan Islam Sejak Dini, A.H Ba adillah Press, Jakarta, 2002, hlm

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 2013, hlm Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, Rasail Media Group, Semarang, 2008, hlm.

mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik, melalui

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dari ketiga hal tersebut terlihat jelas bahwa untuk mewujudkan negara yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Mata Padi Presindo, Yogyakarta, 2015, Hlm Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru Edisi Revisi, PT.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN. Teras, 2009, hlm Juwariyah, Dasar-dasar Pendidikan Anak dalam AlQur an, Yogyakarta: Teras, 2010, hlm.

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan suatu negara pendidikan memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. 2007, hlm.1. Republik Indonesia, Jakarta, 2003, hlm.1.

BAB I PENDAHULUAN. kompleks sehingga sulit dipelajari dengan tuntas. Oleh sebab itu masalah

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sementara seseorang seperti kelelhahan atau disebabkan obatobatan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian. Pendidikan dapat diartikan usaha sadar yang dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. mereka mengubah dirinya sendiri (QS. Ar Ra du/13: 11).

BAB I PENDAHULUAN. 1 Tatang, Ilmu Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hlm Ibid., hlm

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bagian penting dalam pembangunan. Proses

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan profesionalisasi dan sistem menajemen tenaga kependidikan serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Long life education adalah motto yang digunakan oleh orang yang

BAB I PENDAHULUAN. Sebaik-baik pakaian adalah pakaian takwa. (Q.S. Al- A raf/7: 26). 2

BAB I PENDAHULUAN. Islam dimana norma-norma agama senantiasa dijadikan sumber pegangan. 1

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sosial budaya dimana individu tersebut hidup.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam diri manusia dalam rangka menyiapkan diri untuk menghadapi tantangan zaman yang semakin modern dan untuk meningkatkan ketakwaan kita terhadap dzat yang merajai alam semesta ini. Pendidikan bukan hanya tanggung jawab sekolah saja atau hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan tanggung jawab bersama antara keluarga, sekolah, masyarakat, dan pemerintah. Pendidikan dalam proses mencapai tujuannya perlu adanya pengelolaan dalam suatu sistem terpadu dan serasi baik antara sektor pendidikan dan sektor pembangunan lainnya. Menurut W.J.S Poerwadarminta yang dikutip oleh Tatang dalam bukunya: Ilmu Pendidikan mendefinisikan pendidikan secara lingusistik, sebagai kata benda, pendidikan berarti proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan.1 Perubahan sikap dan tingkah laku yang dimaksud disini adalah perubahan yang berlangsung selama seseorang tersebut melakukan sebuah pembiasaan ataupun latihan yang berlangsung lama. Dalam hal ini pendidikan menurutnya adalah suatu pembiasaan atau latihan yang terus menerus untuk menata tingkah laku yang baik untuk memperoleh hasil latihan yang baik. Sedangkan. Sedangkan menurut Tedi Priatna yang dikutip oleh Tatang, mendefinisikan pendidikan sebagai usaha pengembangan kualitas diri manusia dalam segala aspeknya. Pendidikan sebagai aktivitas yang disengaja untuk mencapai tujuan tertentu dan melibatkan berbagai faktor yang saling berkaitan antara satu dan lainnya, sehingga membentuk satu sistem yang saling mempengaruhi.2 Faktor yang saling mempengaruhi dalam hal ini adalah faktor yang didalamnya terdiri atas perubahan terhadap tingkah laku, sikap, kebiasaan 1 2 Tatang, Ilmu Pendidikan, Pustaka Setia, Bandung, 2012, hlm.13. Ibid., hlm.15. 1

2 seseorang atau sekelompok orang yang disini adalah siswa, faktor yang selanjutnya adalah pengajaran yang dilakukan oleh guru. Dengan adanya faktor tersebut suatu pendidikan akan berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Pendidikan pada hakikatnya adalah pengembangan potensi atau kemampuan manusia secara menyeluruh yang pelaksanaannya dilakukan dengan cara mengajarkan berbagai pengetahuan dan kecakapan yang dibutuhkan oleh manusia itu sendiri.3 Pendidikan tidak akan berjalan tanpa adanya proses pembelajaran. Pembelajaran adalah suatu aktivitas yang dengan sengaja untuk memodifikasi berbagai kondisi yang diarahkan untuk tercapainya suatu tujuan yaitu tercapainya tujuan kurikulum. Sementara itu, dalam keseharian di sekolahsekolah istilah pembelajaran atau proses pembelajaran sering dipahami sama dengan proses belajar mengajar dimana didalamnya ada interaksi guru dan siswa dan antara sesama siswa untuk mencapai suatu tujuan yaitu terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku siswa. 4 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan suatu usaha yang mempunyai tujuan perubahan dan peningkatan kualitas diri manusia yang mana dari yang tidak tahu menjadi tahu dan dari yang tahu menjadi mengerti hingga dapat mengaplikasikan apa yang telah dipelajari. Guru merupakan salah satu unsur dalam bidang kependidikan harus berperan aktif dan bisa menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional sesuai dengan ketentuan masyarakat yang semakin berkembang. Dengan demikian seorang guru itu tidak hanya memberikan pengajaran tentang materi pelajaran dikelas, setelah itu selesai begitu saja tanpa melihat perkembangan ataupun kebutuhan yang sesuai masyarakat. Guru harus bisa memberikan pendidikan dengan melihat kebutuhan masa depan siswanya. Di atas pundak guru terdapat tanggung jawab yang besar untuk dapat membawa peserta didiknya menuju kedewasaan, oleh karena itu guru tidak hanya sebagai 3 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, hlm.35. 4 Isriani Hardini, Dewi Puspita Sari, Strategi pembelajaran terpadu, Familia, Yogyakarta, 2012, hlm.10.

3 pengajar dan pendidik, juga sekaligus sebagai pembimbing yang mengarahkan dan mengantarkan siswanya ke taraf yang dicita-citakan.5 Tugas dan tanggung jawab utama adalah melaksanakan kegiatan pembelajaran siswa. Kendati demikian, ini bukan berarti dia lepas sama sekali dengan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling. Peran dan kontribusi guru mata pelajaran tetap sangat diharapkan guna kepentingan efektifitas dan efisien pelayanan bimbingan konseling di sekolah. Bahkan dalam batas-batas tertentu, guru pun dapat bertindak sebagai konselor bagi siswanya. Peran yang dijalankan oleh guru yaitu sebagai pembimbing. Bukan saja mengajar guru harus bisa membimbing siswanya agar generasi masa depan semakin mampu berperilaku sebagaimana mestinya. Untuk menjadi pembimbing baik, guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedang dibimbingnya. Sementara itu, berkenaan dengan peran guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling, guru-guru mata pelajaran dalam melakukan pendekatan kepada siswa harus konkret, jujur bersifat dan manusiawi-religius, adil, memahami bersahabat, dan ramah, menghargai mendorong, tanpa syarat. 6 Membutuhkan banyak hal yang harus dipikirkan dulu sebelum bertindak karena dalam menjadi guru tidak hanya harus bisa mengajar saja, tetapi juga harus menjaga wibawanya, sikap dan tindakannya agar bisa memberi pengaruh baik bagi siswanya. Seorang guru disamping harus menguasai berbagai pembelajaran, dia juga harus menguasai strategi dan teknik agar metode yang telah dikuasainya itu bisa diterapkan dengan tepat dalam suatu pembelajaran. Karena begitu pentingnya suatu pembelajaran bagi anak didik dalam kehidupannya maka menjadi penting pulalah agar proses pembelajaran itu bisa berjalan dengan lancar, efektif dan efisien. Kegiatan belajar mengajar atau pembelajaran tidak lain adalah untuk menanamkan sejumlah norma komponen kedalam jiwa nak didik. Semua norma diyakini mengandung kebaikan yang perlu ditanamkan 5 Sadirman A, M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Raja Grafindo Persada, Jakarta,1994, hlm. 133 6 Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling, Pustaka Setia, Bandung, Bandung, 2010, hlm.191-192.

4 kedalam jiwa anak didik melalui peranan guru dalam pembelajaran. Interaksi antara guru dan anak didik terjadi karena saling membutuhkan. Guru harus dapat menggunakan strategi tertentu dalam pemakaian metodenya sehingga dia dapat mengajar dengan tepat, efektif dan efisien untuk membantu meningkatkan kegiatan belajar serta memotivasi siswa untuk belajar dengan baik.7 Didalam penggunaan strategi guru harus bisa memberikan pemahaman suatu pelajaran tersebut dan juga harus memberikan nilai-nilai moral untuk kehidupan siswanya agar bisa diterapkan nantinya. Setiap guru tentunya mempunyai strategi yang jitu demi membuat anak didiknya mampu menanamkan kedisiplinan dalam dirinya. Dalam rangka menyukseskan pendidikan karakter, guru harus mampu menumbuhkan disiplin peserta didik atau siswa, terutama disiplin diri. Guru harus mampu membantu peserta didik perilakunya dan mengembangkan melaksanakan pola aturan perilakunya, meningkatkan sebagai alat untuk standar menegakkan kedisiplinan. Kedisiplinan siswa dalam lingkungan sekolah memiliki peranan yang sangat penting. Sikap disiplin dalam sekolah adalah sangat perlu, karena kedisiplinan akan menghasilkan karya yang diharapkan. Bentuk kedisiplinan siswa disini antara lain adalah pertama, kedisiplinan menaati tata tertib sekolah. Tata tertib sekolah bagi siswa adalah bagaimana siswa melaksanakan aturan yang telah ditetapkan sekolah, misalnya berseragam, bersepatu dan lain sebagainya. Peraturan ini diterapkan sebagai upaya untuk menciptakan kedisiplinan bagi siswa dan mendidik sikap dan perilaku yang baik. Kedua, kedisiplinan belajar di sekolah. Belajar siswa tidak akan berjalan dengan baik, apabila siswa tidak meluangkan waktunya untuk belajar dengan sebaikbaiknya. Melihat hal ini, pemanfaatan waktu yang baik oleh anak untuk belajar akan menimbulkan kesadaran terhadap pentingnya waktu, sehingga anak menghargai dan memanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Tapi permasalahan yang dialami peserta didik saat ini sering kali tidak dapat dihindari dengan pengajaran yang baik sekalipun. Hal tersebut juga 7 Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, Rasail, Semarang, 2008, hlm. 24-25

5 disebabkan oleh karena sumber-sumber permasalahan siswa banyak yang disebabkan oleh hal-hal di luar saja, termasuk perilaku siswa yang tidak dapat mengatur waktu untuk melakukan aktivitas belajar sesuai apa yang dibutuhkan, diatur atau diharapkan. Apabila para siswa tersebut belajar sesuai dengan kehendak sendiri dalam arti tanpa aturan yang jelas, maka upaya belajar siswa tersebut tidak dapat berjalan dengan efektif. Apalagi tantangan kehidupan sosial dewasa ini semakin kompleks, termasuk tantangan dalam mengalokasikan waktu. Dalam hal ini pengaturan waktu berdasarka kesadaran sendiri maupun arahan pihak lain tidak dilakukan dengan disiplin maka semua menjadi kacau. Demikian pula dengan kedisiplinan siswa dalam melakukan aktivitas belajar dipadukan aktivitas lain dalam kehidupan sehari-hari.8 Berdasarkan observasi peneliti, bahwa di MTs Abadiyah Gabus Pati ini sangatlah mengedepankan disiplin dalam segala hal tapi sebagian siswa tidak mengindahkan peraturan untuk disiplin itu sendiri. Kedisiplinan siswa disini sangat diutamakan oleh semua gurunya. Tapi dengan adanya keterbatasan siswa, siswa juga melakukan pelanggaran tata tertib terkait dengan disiplin waktu dan cara berpakaian.9 Hal itu diperkuat oleh wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada guru mata pelajaran akidah akhlak di Madrasah Tsanawiyah Gabus Pati bahwa semua guru di Madrasah Tsanawiyah Abadiyah Pati ini sangatlah mengedepankan kedisiplinan. Oleh karena itu guru membuat cara agar siswa yang awalnya susah dibimbing, melakukan pelanggaran tata tertib yang sangat merugikan citra sekolah maka siswa yang melanggar akan dikeluarkan dari Madrasah. Ketidak disiplinan dalam berperilaku, maupun menaati tata tertib siswa di pengaruhi oleh ketidak logisan cara berpikir siswa. Untuk itu untuk mencegah ketidak logisan berpikir itu guru di Madrasah Tsanawiyah Abadiyah Gabus Pati mengatasi masalah tersebut dengan strategi guru melalui REBT 8 Wardati dan Mohammad Jauhar, Implementasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Prestasi Pustakaraya, Jakarta, 2011, hlm. 149-150. 9 Observasi, Senin, 1 Agustus 2016, Pukul 07.00-08.20 WIB.

6 (Rational Emotive Behavioral Therapy).10 REBT adalah terapi yang berusaha menghilangkan cara berpikir dan perilaku klien yang tidak logis, tidak rasional dan menggantikannya dengan sesuatu yang logis dan rasional dengan cara mengonfrontasi dan mengajak klien dengan keyakinan-keyakinan irasionalnya serta menyerang, menantang, mempertanyakan dan membahas keyakinankeyakinan irasional. REBT ini pada dasarnya digunakan dalam ilmu bimbingan konseling, yang bertujuan untuk memberikan terapi untuk gangguan kejiwaan seseorang. Tapi dalam penerapannya Guru melalui mata pelajaran yang diajarkan kepada siswanya secara langsung bisa mengaitkan pola bimbingan yang terpadu untuk mempengaruhi para siswanya untuk segera meninggalkan tindakan, pikiran, dan perasaan yang tidak rasional. Teknik yang digunakan adalah teknik kognitif yaitu teknik yang digunakan untuk mengubah cara berfikir siswa. Dalam hal ini guru pelajaran mengajak siswa untuk berpikir yang logis dan benar melalui Mata Pelajaran Akidah Akhlak. Ajakan untuk berpikir dan bertingkahlaku yang logis dan sesuai dengan syariat agama. Sebagaimana dijelaskan dalam Q.S An-Nahl: 125 Artinya: serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.11 Dari ayat di atas kita dapat mengetahui bahwa setiap orang diwajibkan menyampaikan pesan kebaikan kepada orang itu harus menyampaikannya dengan bijaksana, yaitu menyesuaikan situasi, kondisi dan emosionalnya. Selain itu menyampaikan dengan pengajaran yang baik, yaitu menasihati atau mengajak sampai menghasilkan respon yang diinginkan. Sesuai dengan strategi 10 Wawancara dengan guru akidah akhlak, Bapak Drs. Saiful Islam, ahad, 31 Juli 2016, Pukul 09.00-10.00 WIB. 11 Departemen Agama RI Al-Qur an dan Terjemahannya Mahkota, Surabaya,hlm. 134.

7 guru ini, guru juga bisa memberikan REBT untuk menstimulus pemikiran, mengubah cara pandang yang tidak logis dan mengajak siswa untuk selalu hidup disiplin. Guru harus bijaksana menggunakan strategi tersebut yaitu harus sesuai dengan nalar dan kondisi emosional siswa. Tanpa pemaksaan dikelas didalamnya. seharusnya Selanjutnya memberikan melakukan guru dalam memberikan pengajaran nasihat bukan kekerasan yang dapat menggangu psikologi siswa agar nasihat tersebut membuahkan hasil yang diinginkan. Dengan adanya nasihat, siswa di harapkan untuk menghilangkan pola pikir dan tingkah laku yang tidak logis di lakukan. Penerapan strategi guru melalui REBT di MTs Abadiyah Gabus Pati ini di terapkan pada mata pelajaran Akidah Akhlak karena strategi ini adalah bertujuan menstimulus dan mengajak untuk berpikir dan berperilaku yang logis, mengubah perilaku dan cara pandang yang buruk menjadi baik, sesuai pembelajaran akidah akhlak, perilaku yang buruk harus ditinggalkan dan dijauhi. Strategi guru melalui REBT ini berbeda dengan strategi lain yang hanya memberikan metode saja. Dalam strategi guru ini guru mempunyai peran tidak hanya mengajar tapi membimbing siswa dalam memperoleh pemahaman, tidak hanya teori yang didapat tapi juga penerapannya dalam emosional dan perilaku siswa, karena dalam strategi ini guru akan menjadikan pola pikir dan perilaku siswa yang tidak logis menjadi logis dengan menggunakan teknik-teknik yang ada dalam REBT. Dari permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti tentang Strategi Guru dalam Meningkatkan Kedisiplinan Siswa melalui Rational Emotive Behavioral Therapy pada Mata Pelajaran Akidah Akhlak di MTs Abadiyah Gabus Pati Tahun Pelajaran 2016/2017. B. Fokus Penelitian Menurut Lexy J Moloeng dikutip oleh Mukhamad Saekan menjelaskan bahwa fokus merupakan suatu proses untuk mendeskripsikan konsep, teori atau pengalaman yang akan dijadiakan bahan untuk mengarahkan penelitian.

8 Dengan fokus penelitian akan mudah diketahui arah dan karakteristiknya. Penentuan fokus memiliki dua tujuan: 1. Sebagai upaya untuk membatasi permasalahan yang akan diteliti. 2. Sebagai upaya untuk menentukan kriteria-kriteria yang akan muncul dalam proses penelitian.12 Guna mengantisipasi adanya bias dan terlalu lebarnya pembahasan dalam penelitian ini maka, peneliti menetapkan fokus penelitian yaitu mengenai: 1. Penerapan Strategi Guru dalam Meningkatkan Kedisiplinan Siswa melalui Rational Emotive Behavioral Therapy pada Mata Pelajaran Akidah Akhlak di MTs. Abadiyah Gabus Pati Tahun Pelajaran 2016/2017. 2. Faktor pendukung dan penghambat Strategi Guru dalam Meningkatkan Kedisiplinan Siswa melalui Rational Emotive Behavioral Therapy pada Mata Pelajaran Akidah Akhlak di MTs. Abadiyah Gabus Pati Tahun Pelajaran 2016/2017. 3. Solusi dari faktor penghambat Strategi Guru dalam Meningkatkan Kedisiplinan Siswa melalui Rational Emotive Behavioral Therapy pada Mata Pelajaran Akidah Akhlak di MTs. Abadiyah Gabus Pati Tahun Pelajaran 2016/2017. C. Rumusan Masalah Dalam penelitian ini perlu adanya permasalahan karena dengan permasalahan akan dapat memberikan pedoman dan arahan bagi peneliti untuk menentukan teori-teori penelitiannya dalam rangka menyelesaikan penelitian. Dari latar belakang di atas, maka peneliti dapat merumuskan suatu permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana penerapan Strategi Guru dalam Meningkatkan Kedisiplinan Siswa melalui Rational Emotive Behavioral Therapy pada Mata Pelajaran Akidah Akhlak di MTs. Abadiyah Gabus Pati Tahun Pelajaran 2016/2017? 12 Mukhamad Saekan, Metodologi Penelitian Kualitatif, Nora Media Enterprise, Kudus, 2010, hlm. 105.

9 2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat Strategi Guru dalam Meningkatkan Kedisiplinan Siswa melalui Rational Emotive Behavioral Therapy pada Mata Pelajaran Akidah Akhlak di MTs. Abadiyah Gabus Pati Tahun Ajaran 2016/2017? 3. Bagaimana solusi dari faktor penghambat Strategi Guru dalam Meningkatkan Kedisiplinan Siswa melalui Rational Emotive Behavioral Therapy pada Mata Pelajaran Akidah Akhlak di MTs. Abadiyah Gabus Pati Tahun Pelajaran 2016/2017? D. Tujuan Penelitian Jika melihat rumusan masalah yang telah ada maka dapat diketahui tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui penerapan Strategi Guru dalam Meningkatkan Kedisiplinan Siswa melalui Rational Emotive Behavioral Therapy pada Mata Pelajaran Akidah Akhlak di MTs. Abadiyah Gabus Pati Tahun Pelajaran 2016/2017. 2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat Strategi Guru dalam Meningkatkan Kedisiplinan Siswa melalui Rational Emotive Behavioral Therapy pada Mata Pelajaran Akidah Akhlak di MTs. Abadiyah Gabus Pati Tahun Pelajaran 2016/2017. 3. Untuk mengetahui solusi dari faktor penghambat Strategi Guru dalam Meningkatkan Kedisiplinan Siswa melalui Rational Emotive Behavioral Therapy pada Mata Pelajaran Akidah Akhlak di MTs. Abadiyah Gabus Pati Tahun Pelajaran 2016/2017. E. Manfaat Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian, mengandung berbagai manfaat, baik secara teoritis dan praktis yang akan memberikan kontribusi dari hasil penelitian atau penulisan skripsi ini: 1. Secara Teoritis

10 a. Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan yang penulis peroleh di bangku pendidikan terutama di perguruan tinggi. b. Untuk mengetahui penerapan Strategi Guru dalam Meningkatkan Kedisiplinan Siswa melalui Rational Emotive Behavioral Therapy pada Mata Pelajaran Akidah Akhlak di MTs. Abadiyah Gabus Pati Tahun Pelajaran 2016/2017. c. Sebagai khazanah baru dalam ilmu pengetahuan khususnya dalam ilmu pendidikan. 2. Secara Praktis Adapun manfaat praktis setelah diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Sebagai bahan kajian bagi para pendidik untuk dapat diterapkan dalam pembelajarannya demi kemajuan kegiatan belajar mengajar. b. Sebagai bahan pertimbangan bagi para guru agar dapat ditindak lanjuti demi meningkatkan kualitas peserta didik. c. Sebagai masukan ilmiah khususnya dalam hal Strategi Guru dalam Meningkatkan Kedisiplinan Siswa melalui Rational Emotive Behavioral Therapy pada Mata Pelajaran Akidah Akhlak di MTs. Abadiyah Gabus Pati. d. Sebagai bahan acuan bagi para peneliti selanjutnya yang berminat untuk melakukan penelitian terhadap permasalahan yang terkait dengan Strategi Guru dalam Meningkatkan Kedisiplinan Siswa melalui Rational Emotive Behavioral Therapy pada Mata Pelajaran Akidah Akhlak di MTs. Abadiyah Gabus Pati.