BAB III LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. suatu kegiatan yang penting dilakukan oleh suatu perusahaan, karena untuk

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Artikel Pendidikan 23

BAB I PENDAHULUAN. bergerak di sektor pertambangan batubara dengan skala menengah - besar.

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB

PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. PT. PACIFIC GLOBAL UTAMA (PT. PGU) bermaksud untuk. membuka tambang batubara baru di Desa Pulau Panggung dan Desa

BAB IV PENGOLAHAN DATA

Prodi Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Islam Bandung Jl. Tamansari No. 1 Bandung

PERANCANGAN SEQUENCE PENAMBANGAN BATUBARA UNTUK MEMENUHI TARGET PRODUKSI BULANAN (Studi Kasus: Bara 14 Seam C PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur)

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

DAFTAR ISI. Halaman RINGKASAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN...

Aplikasi Teknologi Informasi Untuk Perencanaan Tambang Kuari Batugamping Di Gunung Sudo Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Statistik Univarian

Oleh : Sujiman 1 dan Nuryanto 2 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Desain Pit untuk Penambangan Batubara di CV Putra Parahyangan Mandri, Kecamatan Satui Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan

BAB V PEMBAHASAN. perencanaan yang lebih muda dikelola. Unit ini umumnya menghubungkan. dibuat mengenai rancangan tambang, diantaranya yaitu :

Oleh : Diyah Ayu Purwaningsih 1 dan Surya Dharma 2 ABSTRAK

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

METODA-METODA DALAM PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA

RANCANGAN BUKAAN TAMBANG BATUBARA PADA PIT JKG PT. BBE SITE KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, MENGGUNAKAN APLIKASI MINESCAPE 4.118

BAB 1 PENDAHULUAN. PT. Berau Coal merupakan salah satu tambang batubara dengan sistim penambangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dewasa ini Industri pertambangan membutuhkan suatu perencanaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Maksud dan Tujuan

RANCANGAN TEKNIS PENAMBANGAN BATUBARA DI BLOK SELATAN PT. DIZAMATRA POWERINDO LAHAT SUMATERA SELATAN

1. PERANCANGAN PIT DAN PUSHBACK

BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS STATISTIK UNIVARIAN

BAB IV PENAMBANGAN 4.1 Metode Penambangan 4.2 Perancangan Tambang

Tambang Terbuka (013)

PENGARUH KESTABILAN LERENG TERHADAP CADANGAN ENDAPAN BAUKSIT

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Metode Penambangan 5.2 Perancangan Tambang Perancangan Batas Awal Penambangan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

DAFTAR ISI. IV. HASIL PENELITIAN Batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) vii

BAB I PENDAHULUAN. yang rinci dan pasti untuk mencapai tujuan atau sasaran kegiatan serta urutan

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept Feb. 2016

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Kestabilan Geometri Lereng Bukaan Tambang Batubara di PT. Pasifik Global Utama Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii

3.1 KLASIFIKASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN BATUBARA

Metode Tambang Batubara

Metode Perhitungan Cadangan. Konsep Dasar

DESIGN OF DISPOSAL AREA FOR MINNING PLAN OF INUL EAST PIT DURING JULI 2013 TO DESEMBER 2014 IN HATARI DEPARTEMENT AT PT KALTIM PRIMA COAL

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada

DESAIN TAMBANG PERTEMUAN KE-3

BAB I PENDAHULUAN. lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain

BAB I PENDAHULUAN. di Kalimantan Timur yang melakukan penambangan dengan sistem penambangan

RANCANGAN GEOMETRI LERENG AREA IV PIT D_51_1 DI PT. SINGLURUS PRATAMA BLOK SUNGAI MERDEKA KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

STANDART OPERASIONAL PROCEDURE

ANALISIS KEMAJUAN PENAMBANGAN BATUBARA MENGGUNAKAN SOFTWARE DAN PRISMOIDAL DI KALIMANTAN TIMUR

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Rencana Rancangan Tahapan Penambangan untuk Menentukan Jadwal Produksi PT. Cipta Kridatama Kecamatan Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh

DAFTAR ISI... RINGKASAN... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I. PENDAHULUAN

PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN STUDI KELAYAKAN, EKSPLOITASI DAN PRODUKSI

BAB V PEMBAHASAN. lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih model lereng stabil dengan FK

Perencanaan Sequence Penambangan Batubara pada Seam 16 Phase 2 di PT. KTC Coal Mining & Energy, Kec. Palaran, Samarinda, Kalimantan Timur

TERHADAP RANCANGAN PUSH BACK

PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

Oleh. Narendra Saputra 2) Dr.Ir.Eddy Winarno, S.Si., MT, Ir. R. Hariyanto, MT 1) Mahasiswa Teknik Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta 2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan modal yang maksimal. Kebutuhan modal yang maksimal. menyebabkan perusahaan tambang berusaha agar kegiatan penambangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang berlimpah. Didalamnya terkandung kekayaan migas dan non-migas.

BAB II TINJAUAN UMUM

Bab V Pembahasan V.1 Data Eksplorasi Batubara V.2 Pemetaan Topografi

Oleh : Triono 1 dan Mitra Wardhana 2 SARI. Kata Kunci : Cadangan Batubara Metode Cross Section dan Blok Model

RANCANGAN TEKNIS DESAIN PUSH BACK PADA PENAMBANGAN BATUBARA PIT 10 DAN PIT 13 PT. KAYAN PUTRA UTAMA COAL KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TIMUR

BAB III METODE KAJIAN

BAB III LANDASAN TEORI

RENCANA TEKNIS PENIMBUNAN MINE OUT PIT C PADA TAMBANG BATUBARA DI PT. AMAN TOEBILLAH PUTRA SITE LAHAT SUMATERA SELATAN

APLIKASI SLIDE SOFTWARE UNTUK MENGANALISIS STABILITAS LERENG PADA TAMBANG BATUGAMPING DI DAERAH GUNUNG SUDO KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

USULAN JUDUL. tugas akhir yang akan saya laksanakan, maka dengan ini saya mengajukan. 1. Rancangan Jalan Tambang Pada PT INCO Tbk, Sorowako

OPTIMALISASI PRODUKSI PERALATAN MEKANIS SEBAGAI UPAYA PENCAPAIAN SASARAN PRODUKSI PENGUPASAN LAPISAN TANAH PENUTUP DI PT

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berhubungan dengan ilmu Geologi. terhadap infrastruktur, morfologi, kesampaian daerah, dan hal hal lainnya yang

DISAIN TAMBANG BATUBARA BAWAH TANAH DENGAN CAD

PERENCANAAN PRODUKSI PENGUPASAN OVERBURDEN PADA TAMBANG BATUBARA PERIODE DI PIT INUL EAST PT KALTIM PRIMA COAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PEMAKAIAN RAMBU-RAMBU TAMBANG. Untung Uzealani, SE Project Manager

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara menggunakan pendekatan Rock Mass Rating (RMR). RMR dapat

DESAIN PIT PENAMBANGAN BATUBARA BLOK C PADA PT. INTIBUANA INDAH SELARAS KABUPATEN NUNUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Oleh : Sundek Hariyadi 1 dan Rahman 2 ABSTRACT SARI. Dosen Program Studi Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Kutai Kartanegara 2.

UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB I PENDAHULUAN. PT Beringin Jaya Abadi merupakan salah satu tambang terbuka

Laporan Bulanan Kegiatan Eksplorasi PT Toba Bara Sejahtra Tbk

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan semakin banyak berdirinya perusahaan perusahaan. pertambangan Batubara di Indonesia termasuk di Propinsi Jambi, salah

BAB I PENDAHULUAN. Peranan industri pertambangan batu andesit penting sekali di sektor konstruksi,

DAFTAR ISI. BAB III TEORI DASAR Lereng repository.unisba.ac.id. Halaman

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TEMPAT PENIMBUNAN STOCK PILE AND WASTE DUMP

Transkripsi:

BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Penentuan dan Pemilihan Pit Potensial Penentuan dan pemilihan pit potensial merupakan langkah awal dalam melakukan evaluasi cadangan batubara. Penentuan pit potensial ini diperlukan untuk dapat memperkirakan/memprediksi suatu areal sumberdaya batubara yang potensial untuk nantinya akan dikembangkan menjadi suatu lokasi pit penambangan. Data awal yang diperlukan merupakan data yang diperoleh/dihasilkan pada saat melakukan model sumberdaya, yaitu : a. Peta topografi : untuk mengetahui (melihat) variasi topografi (terutama daerah tinggian lembah). b. Peta geologi lokal : untuk mengetahui variasi litologi, pola sebaran dan kemenerusan lapisan batubara, serta pola struktur geologi. c. Peta iso-ketebalan : untuk mengetahui variasi ketebalan dari batubara, sehingga jika disyaratkan ketebalan minimum yang akan dihitung, maka peta ini dapat digunakan sebagai faktor pembatas. d. Peta elevasi top (atap / roof) batubara ; untuk mengetahui pola kemenerusan lapisan batubara. Langkah awal yang dilakukan untuk penentuan pit potensial ini adalah membuat (mengkonstruksi) peta iso-overburden, yaitu dengan cara melakukan overlay antara peta struktur roof (elevasi top) batubara dengan peta topografi (Gambar 3.1). Nilai kontur pada peta iso-overburden merupakan refleksi dari ketebalan overburden. Peta iso-overburden secara umum (gamblang) dapat 19

20 menggambarkan (merefleksikan) kondisi sebaran batubara terhadap variasi topografi pada areal tertentu. Sumber : Diktat Evaluasi dan Optimasi Cadangan Batubara, 2011 Gambar 3. 1 Sketsa Konstruksi Peta Iso-Overburden. Pada beberapa kondisi khusus seperti terbatasnya tinggi (tebal) overburden yang disyaratkan, maka Peta Iso-overburden ini dapat dengan cepat digunakan sebagai faktor pembatas dalam penentuan pit limit. Adapun pola umum yang dapat diterapkan untuk penentuan pit potensial adalah sebagai berikut : a. Identifikasikan faktor-faktor pembatas, seperti : Struktur geologi : jika pada model sumberdaya batubara diidentifikasikan terdapat beberapa struktur geologi (seperti patahan), maka dapat dipisahkan menjadi beberapa pit potensial. Kondisi litologi : jika pada model sumberdaya batubara diidentifikasikan adanya blok intrusi, maka blok intrusi tersebut harus ditentukan batasnya untuk pembatas pit potensial. Kondisi geografis : jika. pada peta topografi diketahui mengalir suatu sungai yang besar dan secara teknis sungai tersebut tidak dapat dipindahkan, maka dapat dipisahkan menjadi beberapa pit potensial.

21 Kondisi geologi batubara : jika diidentifikasikan adanya ketebalan batubara yang tidak memenuhi syarat seperti t < 0,5 m, maka dengan memanfaatkan peta isopach ketebalan dapat digunakan sebagai batas pit potensial. Kondisi geoteknik : jika diketahui limit (batas) ketinggian lereng maksimum, maka ini juga dapat merefleksikan batasan ketebalan overburden maksimum. Kondisi pembatas lain : misalnya adanya jalan, perkampungan, atau areal lindung, maka dengan memplotkan lokasinya dapat digunakan sebagai batas pit potensial. b. Analisis peta iso-overburden : Dengan memperhatikan pola kontur peta iso-overburden, seperti : Kontur rapat dan berada di dekat cropline batubara, menunjukkan ketebalan overburden relatif mempunyai variasi yang besar dan intensif. Kondisi ini dapat disebabkan oleh adanya tinggian/punggungan (bukit) di atas lapisan batubara, Kontur relatif renggang dan mempunyai pola menjauhi cropline batubara. Kondisi ini menguntungkan, karena variasi ketebalan overburden relatif mempunyai interval yang lebar. Dengan mengkombinasikan kedua faktor di atas (faktor pembatas dan faktor ketebalan overburden), maka dengan cepat lokasi pit potensial dapat dilokalisir (ditentukan). Dengan mengetahui lokasi pit potensial ini, maka optimasi cadangan batubara dapat dilakukan pada areal yang terbatas, yaitu areal yang telah dapat diprioritaskan. Pada Gambar 3.2 dapat dilihat contoh penentuan lokasi pit potensial dengan pendekatan faktor pembatas yang berbeda.

22 Sumber : Diktat Evaluasi dan Optimasi Cadangan Batubara, 2011 Gambar 3. 2 Penentuan dan Pemilihan Pit Potensial 3.2 Batas Penambangan (Pit Limit) Batas penambangan (pit limit) sangat menentukan jumlah produksi dan umur serta ekonomi suatu perusahaan tambang. Parameter parameter yang mempengaruhi batas penambangan (pit limit) untuk menghitung cadangan tertambang (mineable) antara lain :

23 a. Nisbah Pengupasan (Stripping Ratio = SR), nisbah pengupasan (SR) yang diterapkan dalam perencanaan penambangan batubara dihitung dengan pendekatan Break Even Stripping Ratio (BESR). b. Geometri Lereng Penambangan, digunakan sebagai batasan perhitungan cadangan tertambang yang ditetapkan berdasarkan hasil penyelidikan geoteknik yang dilakukan di daerah penelitian. c. Kondisi Topografi dan Geologi, mempertimbangkan penyebaran cadangan batubara terhadap bentuk alam yang ada. 3.3 Konsep Nisbah Kupas (Stripping Ratio) Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa ketebalan lapisan batubara dan ketebalan tanah penutup (overburden) merupakan faktor utama yang mengontrol kelayakan suatu pembukaan tambang batubara. Pengetahuan jumlah (kuantitas) batubara dan jumlah batuan penutup yang harus dipindahkan untuk mendapatkan per unit batubara sesuai dengan metoda penambangan merupakan konsep dasar dari Nisbah Kupas (Stripping Ratio). Secara umum, Stripping Ratio (SR) didefinisikan sebagai Perbandingan jumlah volume tanah penutup yang harus dipindahkan untuk mendapatkan satu ton batubara. Faktor rank, kualitas, nilai kalori, dan harga jual menjadi sangat penting dalam perumusan nilai Stripping Ratio. Batubara dengan harga jual yang tinggi akan memberikan Nisbah Kupas yang lebih baik daripada batubara dengan harga jual yang rendah. Dalam pemodelan sumberdaya, faktor ini dapat direfleksikan sebagai dasar untuk perhitungan (penaksiran) jumlah cadangan batubara. Dalam Geological

24 Survei Circular 891, 1983., ada beberapa konsep mendasar yang dapat dipahami, antara lain : a. Ketebalan batubara minimum yang dapat diperhitungkan sebagai cadangan Untuk batubara antrasit dan bituminous : ketebalan minimum adalah 70 cm dengan kedalaman maksimum 300 m. Untuk batubara sub-bituminous : ketebalan minimum adalah 1,5 m dengan kedalaman maksimum 300 m. Untuk lignit : ketebalan minimum adalah 1,5 m dengan kedalaman maksimum 150 m. Kedalaman maksimum ini telah memasukkan pertimbangan jika penambangan diteruskan dengan metoda penambangan bawah tanah. b. Interval ketebalan overburden yang disarankan untuk pelaporan perhitungan cadangan, adalah : Tonase batubara dengan ketebalan overburden 0 30 m, Tonase batubara dengan ketebalan overburden 30 60 m, Tonase batubara dengan ketebalan overburden 60 150 m, c. Recovery factor : suatu angka yang menyatakan perolehan batubara yang dapat ditambang (dengan metoda strip mining, auger mining, atau underground mining) terhadap jumlah cadangan yang telah diperhitungkan sebelumnya. Konsep-konsep di atas perlu dipahami dengan tujuan konservasi sumberdaya batubara (alam), karena kalau dalam pertimbangan ekonomis hanya dengan memperhatikan stripping ratio saja, maka jumlah cadangan yang dapat diekstrak hanya terbatas, sedangkan sebagai follow-up perlu dipertimbangkan juga penggunaan metoda auger-mining.

25 Beberapa parameter ekonomi yang diperlukan untuk penentuan stripping ratio yang masih ekonomis (Break Even Stripping Ratio), adalah : Tabel 3. 1 Parameter Ekonomi Untuk Penentuan Stripping Ratio yang Ekonomis (Break Even Stripping Ratio) Biaya eksplorasi, bangunan, pembuatan jalan, peralatan tambang utama, Investasi peralatan penunjang, peralatan stockpile, kendaraan. Upah tenaga kerja Biaya produksi batubara Harga jual batubara Penambangan batubara, pengupasan tanah penutup, pengangkutan batubara, pengolahan, lingkungan, ganti rugi lahan, royalti. Analisis aliran kas : IRR, NPV, dan PBP Sumber : Economic Evaluation in Exploration, Wellmer, Friedrich-Wilhelm, 1986. Namun secara umum, faktor utama untuk penentuan nilai ekonomis stripping ratio ini adalah : jumlah cadangan batubara (marketable), volume tanah penutup (BCM), serta umur tambang. Secara sederhana (rule of thumb) penentuan harga Stripping Ratio yang masih ekonomis adalah sebagai berikut : Perkirakan unit cost penambangan untuk penggalian dan pengangkutan batubara ke stockpile. Perkirakan unit cost transportasi batubara dari stock pile sampai ke pelabuhan. Perkirakan unit cost penambangan untuk penggalian dan pengangkutan overburden ke waste dump. Perkirakan volume tanah penutup, untuk total cost. Perkirakan recoverable reserve, untuk total revenue. Perkirakan harga jual batubara per ton, untuk total revenue. Perkirakan biaya investasi dan eksplorasi.

26 Perkirakan biaya lain-lain. Perkirakan umur tambang. Maka perbandingan nilai jual batubara terhadap total cost harus lebih besar daripada 1 (revenue > total cost). 3.4 Kemantapan Lereng Kemantapan lereng, baik lereng alami maupun lereng buatan (oleh kerja manusia), dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang dapat dinyatakan secara sederhana sebagai gaya gaya penahan dan gaya gaya penggerak yang menentukan terhadap kemantapan lereng tersebut (Gambar 3.3) Gambar 3. 3 Diagram Gaya Pada Sistem Keseimbangan Benda Pada Bidang Miring Dalam keadaan gaya penahan (terhadap longsoran) lebih besar dari gaya penggeraknya, maka lereng tersebut akan berada dalam keadaan yang mantap (stabil). Tetapi apabila gaya penahan menjadi lebih kecil dari gaya penggeraknya, maka lereng tersebut menjadi tidak mantap dan longsoran akan terjadi.

27 Sebenarnya, longsoran tersebut merupakan suatu proses alam untuk mendapatkan kondisi kemantapan lereng yang baru (keseimbangan baru), dimana gaya penahan lebih besar dari gaya penggeraknya. Kemantapan suatu lereng dinyatakan dengan faktor keamanan (safety factor), yang merupakan perbandingan antara besarnya gaya penahan dengan gaya penggerak longsoran dan dinyatakan sebgai berikut : Gaya Penahan c + tg Ø FK = = Gaya Penggerak W sin α Apabila harga FK untuk suatu lereng > 1,0 yang artinya gaya penahan > gaya penggerak, maka lereng tersebut dikategorikan mantap. Tetapi apabila harga FK < 1,0 dimana gaya penahan < gaya penggerak, maka lereng tersebut berada dalam kondisi tidak mantap dan mungkin akan terjadi longsoran pada lereng yang bersangkutan. Bila FK = 1,0 atau besarnya gaya penahan sama dengan besarnya gaya penggerak, maka lereng tersebut berada dalam keadaan setimbang atau dengan kata lain tersebut berada dalam keadaan kritis. 3.5 Perancangan Tambang (Mine Design) Rancangan (design) adalah penentuan persyaratan, spesifikasi dan kriteria teknik yang rinci dan pasti untuk mencapai tujuan dan sasaran kegiatan serta urutan teknis pelaksanaannya. Di Industri pertambangan juga dikenal rancangan tambang (mine design) yang mencakup pula kegiatan-kegiatan seperti yang ada pada perencanaan tambang, tetapi semua data dan informasinya sudah rinci (pemodelan geologi, pit potensial, pit limit, geoteknik, stripping ratio, dan data pendukung lainnya). Pada umumnya ada dua tingkat rancangan, yaitu :

28 Rancangan konsep (conceptual design), yaitu suatu rancangan awal atau titik tolak rancangan yang dibuat atas dasar analisis dan perhitungan secara garis besar dan baru dipandang dari beberapa segi yang terpenting, kemudian akan dikembangkan agar sesuai dengan keadaan (condition) nyata di lapangan. Rancangan rekayasa atau rekacipta (engineering design), adalah suatu rancangan lanjutan dari rancangan konsep yang disusun dengan rinci dan lengkap berdasarkan data dan informasi hasil penelitian laboratoria serta literatur dilengkapi dengan hasil-hasil pemeriksaan keadaan lapangan. Rancangan konsep pada umumnya digunakan untuk perhitungan teknis dan penentuan urutan kegiatan sampai tahap studi kelayakan (feasibility study), sedangkan rancangan rekayasa (rekacipta) dipakai sebagai dasar acuan atau pegangan dari pelaksanaan kegiatan sebenarnya di lapangan yang meliputi rancangan batas akhir tambang, tahapan penambangan, penjadwalan produksi dan material buangan (waste). Rancangan rekayasa tersebut biasanya juga diperjelas menjadi rancangan bulanan, mingguan dan harian. 3.5.1 Parameter Perancangan Tambang Suatu perancangan tambang mengacu pada beberapa parameter desain sebagai berikut : a. SR (Stripping Ratio) Secara umum, Stripping Ratio (SR) didefinisikan sebagai Perbandingan jumlah volume tanah penutup yang harus dipindahkan untuk mendapatkan satu ton batubara. Untuk mendesain suatu tambang, harus dihitung terlebih dahulu nilai batas ekonomis dari SR (Break Even Stripping Ratio/BESR) tersebut, sehingga diketahui pada area SR berapa pit akan didesain.

29 b. Pit Limit Pit limit merupakan batas akhir dari penambangan yang dipengaruhi oleh parameter SR, geoteknik (kemantapan lereng) dan kondisi geologi batubara. c. Geoteknik Didalam kajian geoteknik untuk perancangan tambang, terdapat beberapa geometri rancangan yang harus sesuai dengan rekomendasi geoteknik, yaitu : Tinggi Jenjang, yaitu maksimum tinggi dari jenjang yang diperbolehkan untuk didesain sesuai dengan hasil kajian geoteknik sehingga jenjang menjadi stabil/aman. Kemiringan Jenjang, yaitu sudut kemiringan jenjang yang diperbolehkan untuk didesain sesuai dengan hasil kajian geoteknik. Untuk desain pit bahan galian batubara, jenjang dibagi kepada 3 jenis jenjang yaitu lowwall, sidewall, dan highwall dengan besar sudut yang berbeda setiap jenisnya. Lebar berm, yaitu jarak antara kaki jenjang atas (toe) dengan kepala jenjang bawah (crest) yang didesain pada elevasi yang sama. Tinggi Lereng Keseluruhan (Overall Bench Height)), adalah tinggi total dari jenjang dari permukaan topografi sampai kedalaman terbawah dari desain tambang (pit bottom). Kemiringan Lereng Keseluruhan (Overall Slope), adalah sudut total dari jenjang sampai kedalaman terbawah dari desain tambang (pit bottom). Ramp (Road Access Mining Road), adalah jalan yang digunakan di dalam daerah pit penambangan (bench) dan akan digunakan sesuai dengan kemajuan tambang. - Lebar Ramp, didesain berdasarkan perhitungan geometri jalan sebagai berikut :

30 Lmin = n.wt + (n+1)(½ Wt) Keterangan : Lmin n Wt = Lebar Minimum Jalan Tambang (Ramp) = Jumlah Dump Truck = Lebar Dump Truck - Kemiringan Ramp (Grade) Grade adalah tanjakan dari jalan angkut, kelandaian atau kecuramannya sangat mempengaruhi produksi (output) alat angkut, sebab adanya kemiringan jalan (grade) menimbulkan tahanan tanjakan (grade resistance) yang harus diatasi oleh mesin alat angkut. Kemiringan jalan pada tikungan (super elevasi) Super elevasi merupakan kemiringan jalan pada tikungan yang terbentuk oleh batas antara tepi jalan terluar dengan tepi jalan terdalam karena perbedaan ketinggian. Menurut T. Atkinson D.I.C pada kondisi jalan yang kering, nilai super elevasi merupakan harga maksimum 90 mm/m sedangkan kondisi jalan yang penuh lumpur atau licin nilai super elevasi terbesar 60 mm/m. Kemiringan jalan angkut Kemiringan atau grade jalan angkut berhubungan langsung dengan kemampuan alat angkut, baik dari pengereman maupun dalam mengatasi tanjakan. Kemiringan jalan angkut biasanya dinyatakan dalam persen (%). Dalam pengertiannya, kemiringan (α) 1 % berarti jalan tersebut naik atau turun 1 meter atau 1 ft untuk setiap jarak mendatar sebesar 100 meter atau 100 ft. Kemiringan jalan angkut menurut Yanto Indonesianto, Ir., Msc., (2001) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

31 h Grade (α) = (100%) x Dimana : h : beda tinggi antara dua titik yang diukur. x : jarak datar antara dua titik yang diukur. Secara umum kemiringan jalan maksimum yang dapat dilalui dengan baik oleh alat angkut besarnya berkisar antara 18 % - 10 %. Akan tetapi untuk jalan naik maupun turun pada bukit lebih aman kemiringan jalan maksimum sebesar 8 % atau 4,5 o. 3.5.2 Langkah Umum Perancangan PIT Menggunakan Perangkat Lunak ini : Autocad 2010 Adapun urutan secara umum dalam perancangan pit adalah sebagai berikut 1. Tampilkan peta topografi. Tampilkan peta topografi dengan Quicksurf dari file yang terdahulu. 2. Pit Bottom Merupakan jenjang dengan elevasi paling bawah, dibuat dengan perintah - perintah autocad berikut : Rectangle, dengan ukuran tertentu, yaitu luas dari boundary pit limit Polyline, dengan batasan kontur seam floor/bottom dan lebar lantai tambang. 3. Membuat jenjang berikutnya. (Crest dan Toe) Jenjang didesain (jarak dari crest ke crest) tiap kenaikan elevasi 10 meter, dan jarak dari Toe ke Crest 4 meter. Perintah dengan autocad sebagai berikut :

32 a. Jarak dari Crest ke Crest. Offset, sebanyak 4 kali dari pit bottom, di offset keluar, dengan jarak 5 meter. Pada jenjang ke-2, elevasi ditambah 10 meter, caranya sama dengan menentukan elevasi pit bottom, dan seterusnya sampai jenjang yang terakhir. b. Jarak dari Crest ke Toe. Offset, sebanyak 4 kali dari pit bottom, di offset keluar, dengan jarak 4 meter. Pada jenjang ke-2, elevasi ditambah 10 meter, caranya sama dengan menentukan elevasi pit bottom, dan seterusnya sampai jenjang yang terakhir. 4. Memotong kontur yang ada dalam pit. Kontur yang berada dalam pit atau melewati pit yang elevasinya lebih tinggi dari elevasi jenjang, akan dipotong. Langkah-langkah : Lihat elevasi kontur, dan jenjang yang dilewatinya, bila elevasi kontur lebih tinggi dari elevasi jenjang, maka kontur akan dipotong tepat pada jenjangnya. Break, klik tepat perpotongan antara kontur dan jenjang. Delete kontur yang telah dipotong tersebut, klik kontur > delete. Demikian dengan kontur lainnya. 5. Memotong Pit. Jenjang yang elevasinya lebih tinggi dari elevasi kontur akan dipotong. Langkah-langkah : Break, klik tepat perpotongan antara jenjang dan kontur. Delete jenjang yang telah dipotong tersebut, klik jenjang > delete. Demikian dengan jenjang lainnya.

33 Sumber : Tutorial Perancangan PIT, 2010 Gambar 3. 4 Pit Design (Rancangan Bukaan Tambang) 3.6 Penentuan Cadangan Tertambang Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa tidak mungkin akan diperoleh cadangan tertambang 100% dari cadangan insitu, dimana akan terjadi dilution sepanjang tahap penambangan. Sebelum mulai menghitung suatu nilai cadangan tertambang, maka ada 2 (dua) faktor utama yang harus dikuantifikasi, yaitu Faktor Pembatas Cadangan dan Faktor Losses. 3.6.1 Faktor Pembatas Cadangan Tertambang Faktor-faktor pembatas suatu cadangan : Minimum ketebalan lapisan batubara, hal ini berhubungan dengan teknik penambangan dan stripping ratio. Maksimum ketebalan tanah penutup, hal ini berhubungan dengan nilai stripping ratio.

34 Maksimum stripping ratio, hal ini berhubungan dengan nilai atau tingkat kelayakan penambangan. Maksimum kemiringan lapisan batubara, hal ini akan berhubungan dengan teknologi penambangan dan nilai stripping ratio. Maksimum kandungan abu, yaitu sesuai dengan standar pasar yang akan dimasuki. Maksimum kandungan sulfur, yaitu sesuai dengan standar pasar yang akan dimasuki. Batasan alamiah geografis, yaitu berhubungan dengan batasan-batasan alam yang harus diperhatikan, seperti adanya sungai besar, daerah konservasi alam, atau adanya jalan negara, atau adanya suatu areal tertentu yang tidak mungkin dipindahkan. Batasan alamiah geologi, yaitu berhubungan dengan batasan-batasan geologi, seperti adanya sesar, intrusi, dan lainnya. Faktor-faktor pembatas pada umumnya sudah cukup jelas. Dalam penerapannya, faktor-faktor pembatas tersebut akan menjadi Pit Limit dalam panambangan. 3.6.2 Faktor Losses Yaitu faktor-faktor kehilangan cadangan akibat tingkat keyakinan geologi maupun akibat teknis penambangan. Beberapa faktor losses adalah : Geological Losses, yaitu faktor kehilangan akibat adanya variasi ketebalan, parting, maupun pada saat pengkorelasian lapisan batubara. Mining Losses, yaitu faktor kehilangan akibat teknis penambangan, seperti faktor alat, faktor safety, dan lainnya.

35 Processing Losses, yaitu faktor kehilangan (recovery - yield) akibat diterapkannya metoda pencucian batubara atau kehilangan pada proses lanjut di Stockpile. Faktor-faktor losses diterapkan pada saat proses perhitungan cadangan, dan dapat dikuantifikasi besar nilai losses tersebut. Berikut akan diuraikan contoh cara pengkuantifikasian faktor losses tersebut. Geological Losses Biasanya untuk kemudahan, langsung diambil nilai umum yaitu 5 10%. Namun dapat juga dengan memperhatikan pola variasi ketebalan batubara, yaitu dengan bantuan analisis statistik. Parameter statistik yang dapat digunakan adalah : standar deviasi, koefisien variasi, atau standard error. Standar Deviasi = S x = S x 2 σ x = σ x 2 simpangan baku S Koefisien variasi = CV = = rata-rata hitung x Mining Losses Secara umum, untuk metoda Strip Mining digunakan mining losses sebesar 10%, sedangkan untuk tambang bawah tanah digunakan mining losses sebesar 40-50% yaitu (metoda Long Wall mempunyai Recovery 60-70%, metoda Room & Pillar mempunyai Recovery 50-60%), untuk auger mining digunakan mining losses sebesar 60-70% (atau Recovery 30-40% sesuai dengan spesifikasi perlatannya). Untuk metoda Strip Mining (open pit), kadang-kadang juga digunakan pendekatan ketebalan lapisan yang akan ditinggalkan, yaitu 10 cm pada roof dan 10 cm pada floor. Jika ketebalan lapisan hanya 1 m, maka Mining Losses = 20%.,

36 sedangkan jika ketebalan lapisan adalah 2 m maka Mining Losses = 10%., dan jika ketebalan lapisan adalah 5 m maka Mining Losses = 4%. 3.6.3 Optimasi Cadangan Tertambang 3.6.3.1 Optimasi Berdasarkan Stripping Ratio a. Optimasi berdasarkan series penampang, yaitu dengan mengoptimasi stripping ratio masing-masing penampang, maupun kumulatif stripping ratio keseluruhan areal. b. Optimasi berdasarkan elevasi batubara (blok), yaitu dengan menghitung stripping ratio dengan lebar blok tertentu searah jurus perlapisan batubara dan lebar tertentu ke arah dipping dengan menggunakan interval elevasi kontur struktur batubara. 3.6.3.2 Optimasi Berdasarkan Kualitas a. Faktor pembobotan tonase, yaitu dengan memasukkan pembobotan tonase pada range kualitas tertentu sehingga dapat dioptimalkan tonase cadangan sesuai dengan syarat minimal yang ditargetkan. b. Optimasi berdasarkan series penampang, yaitu mengelompokkan series perhitungan penampang dengan minimum kualitas, disini biasanya digunakan peta iso-kualitas sebagai faktor pembatasnya. Optimasi berdasarkan elevasi batubara (blok), yaitu dengan melakukan penaksiran harga kualitas pada masing-masing blok yang telah disusun, sehingga nantinya juga akan dilakukan optimasi berdasarkan pembobotan tonase.