BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pendidikan dan mengasihi serta menghargai anak-anaknya (Cowie

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif

BAB 1 PENDAHULUAN. daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak

BAB I RENCANA PENELITIAN. formal, pendidikan dilakukan oleh sebuah lembaga yang dinamakan sekolah,.

BAB I PENDAHULUAN. dengan gerakan, tidak sekedar sikap atau ucapan. berusaha mewujudkan dalam perbuatan dan tindakan sehari hari.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Iceu Rochayatiningsih, 2013

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma

BAB I PENDAHULUAN. Guna mencapai tujuan tersebut, diperlukan kondisi belajar yang kondusif

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan wadah bagi individu untuk mengembangkan aspek-aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

2015 EFEKTIVITAS BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK JOHARI WINDOW UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN DIRI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan adalah satu-satunya cara untuk menciptakan sumber daya manusia

2016 ANALISIS POLA MORAL SISWA SD,SMP,SMA,D AN UNIVERSITAS MENGENAI ISU SAINS GUNUNG MELETUS D ENGAN TES D ILEMA MORAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan individu untuk berinteraksi dengan individu lainnya membuat

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan muncul generasi-generasi yang berkualitas. Sebagaimana dituangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang

2013 PROGRAM BIMBINGAN KARIR BERDASARKAN PROFIL PEMBUATAN KEPUTUSAN KARIR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. mampu memecahkan masalah di sekitar lingkungannya. menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) tentang

I. PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan upaya mewujudkan cita-cita bangsa. Indonesia dalam mewujudkan kesejahteraan umum dan menceerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat pada setiap manuasia,

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang, sehingga setiap siswa memerlukan orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sesuai dengan Fungsi Pendidikan Nasional yang tertuang dalam UU No 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat keberhasilan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam

2015 PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI BERDASARKAN PROFIL

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan ideologi, dimana orangtua berperan banyak dalam

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Pendidikan dapat dimaknai sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi untuk maju, sejahtera,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Purwanti Febriani, 2013

I. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu topik yang menarik untuk dibahas, karena

BAB I PENDAHULUAN. Taqwa, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 1. Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 7.

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensinya. Hal ini didasarkan pada UU RI No 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa, apabila rakyat cerdas maka majulah bangsa tersebut. Hal ini senada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan dapat melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas yaitu yang

BAB I PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. bersaing di era globalisasi dan tuntutan zaman. Perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebelumnya. Pengetahuan ini dapat juga disebut sebagai pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. dijelaskan secara jelas pada uraian berikutnya.

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana S-1. Pendidikan Akuntansi. Diajukan Oleh: WIDARTI A

BAB I PENDAHULUAN. mencerdasan kehidupan bangsa, serta membentuk generasi yang berpengetahuan

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP PERAN GURU BIMBINGAN KONSELING DENGAN KEDISIPLINAN SISWA DALAM MENAATI TATA TERTIB SEKOLAH.

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS. orang lain dalam proses interaksi. Interaksi sosial menghasilkan banyak bentuk

BAB I PENDAHULUAN. generasi muda bangsa. Kondisi ini sangat memprihatinkan sekaligus menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Disadari atau tidak, setiap orang mempunyai dua sifat yang saling

BAB I PENDAHULUAN. dan teknologi berkembang semakin pesat. Manusia dituntut dengan segala

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

BULLYING. I. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah adalah suatu lembaga tempat menuntut ilmu. Selain itu sekolah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kiki Rizqi Nadratushalihah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Undang No.20 tahun 2003). Pendidikan memegang peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. patut di junjung tinggi serta harus mendapatkan hak-haknya tanpa harus

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT

JURNAL RELATIONSHIP BETWEEN SOCIAL INTERACTION WITH INDEPENDENCE PEERS TEENS ON STUDENTS CLASS X IN SMK MUHAMMADIYAH 2 KEDIRI LESSON YEAR 2016/2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab I ini, akan memaparkan beberapa sub judul yang akan digunakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

Disusun Oleh : LINA FIRIKAWATI A

BAB I PENDAHULUAN. institusi pendidikan melalui tujuan institusional. Tujuan institusional ini

BAB I PENDAHULUAN. Bimbingan dan Penyuluhan (Guideance and Conseling), merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari beragam etnis yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hal yang sangat terpenting bagi setiap individu, pendidikan

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. batas kewajaran. Kekerasan yang mereka lakukan cukup mengerikan, baik di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah adalah lembaga formal tempat dimana seorang siswa menimba ilmu dalam

Bullying: Tindak Kekerasan Antara Siswa Laki-Laki Dan Siswa Perempuan Dalam Perspektif Jender di SMA Negeri 2 Ambon

I. PENDAHULUAN. Kata kekerasan sebenarnya sudah sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi tersebut diperlukan sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap negara di dunia telah memasuki awal era globalisasi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dilahirkan manusia-manusia yang berkualitas yang akan membangun dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam hal ini pendidikan bukan lagi diterjemahkan sebagai bentuk pelajaran formal semata yang ditujukan untuk mengasah kemampuan berpikir saja. Pendidikan juga lebih diarahkan untuk membantu peserta didik menjadi mandiri dan terus belajar selama rentang kehidupan yang dijalaninya. Begitu pentingnya pendidikan sepanjang hayat bagi individu, dikarenakan pendidikan saat ini lebih diarahkan kepada pembentukan individu yang memiliki kepribadian utuh.hal itu diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia tentang sisdiknas No. 20 tahun 2003 pasal 3 yang menyatakan: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Bukan hanya itu dalam Pasal 50 khususnya poin b dan d Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dijelaskan bahwa pendidikan yang harus diberikan kepada anak Indonesia adalah pendidikan yang dapat menyiapkan mereka untuk menghormati hak asasi manusia dan bertanggung jawab. Berkaitan dengan yang telah di paparkan tersebut, sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, seyogianya dapat memfasilitasi dan mengarahkan para peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab sesuai dengan tujuan yang diamanatkan oleh Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Sesuatu yang patut dipertanyakan apabila aksi-aksi kekerasan remaja yang santer diberitakan justru dilakukan oleh mereka yang duduk di bangku sekolah. Kondisi ini

menjadikenyataan yang sangat bertolak belakang dengan keadaan yang diharapkan. Sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian anak (peserta didik), baik dalam cara berpikir, bersikap maupun cara berperilaku. Dengan demikian diharapkan remaja tidak melakukan hal yang tidak sesuai atau bahkan memperlihatkan perilaku yang dapat merugikan orang lain. Diantara lain bentuk perilaku yang tidak sesuai dan menjadi salah satu pusat perhatian saat ini adalah tindak kekerasan yang terjadi diantara peserta didik atau yang dikenal dengan istilah bullying menurut Hurlock (Yusuf, 2008:95). Bullying adalah bentuk-bentuk perilaku yang berupa pemaksaan atau usaha menyakiti secara fisik maupun psikologis terhadap seseorang atau kelompok yang lebih lemah oleh seseorang atau sekelompok orang yang mempersepsikan dirinya kuat.bullying adalah penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok, sehingga korban merasa tertekan, trauma dan tidak berdaya Menurut Rigby (2002). Menurut Olweus (1993)menjelaskan dalam konteks dunia pendidikan, khususnya disekolah-sekolah, istilah bullying merujuk pada perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang atau sekelompok peserta didik yang memiliki kekuasaan, terhadap peserta didik atau siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut. Menurut Olweus (1993) mengungkapkan bahwa: Bullying behavior is evident even ini preschool and the problem peaks in middle school. Pernyataan ini didukung oleh fakta bahwa akhir-akhir ini perilaku bullying telah menjadi populer dan mulai ditiru oleh anak-anak yang lebih muda, seperti SMP, SD maupun TK.Sekitar 20% peserta didik dilaporkan beberapa perbuatan perilaku intimidasi pada saat ini dan sekitar 34% dari murid dilaporkan mengalami viktimisasi. Dan sebaliknya, sebagian besar murid 63% melaporkan rekanrekannya setelah menyaksikan ditindas selama ini. Ketika memeriksa beberapa dari pelaku-pelaku tersebut, hanya 27,6% dari peserta didik diidentifikasi yang benar-benar tidak terlibat dalam bullying. Beberapa lama ini mereka tidak melaporkan masalahbullying, mereka sudah saksikan intimidasi selama sembilan

minggu yang lalu), 1,4% melaporkan menjadi pelaku intimidasi saja,6,7% dilaporkan menjadi korban saja, 30,4% adalah saksi saja, 1,3% adalah diidentifikasi sebagai "korban bully", 6,7% dilaporkan baik menjadi pelaku dan saksi, 15,2% seperti yang dilaporkan menjadi kedua korban dan saksi dan 10,7% dilaporkan menjadi pelaku dalam beberapa situasi, serta korban dan saksi pada orang lain. Secara keseluruhan, Hasil penelitian menunjukkan bahwa bullying adalah bagian dari kehidupan sehari-hari sebagian besar peserta didik. Hasil studi pendahuluan yang diperoleh berdasarkan wawancara dengan guru BK dan wakasek kepeserta didikan. Diperoleh 198 orang peserta didik SMA Negeri 1 Maja kelas XI menunjukan bullying menjadi masalah terbesar yang dihadapi peserta didik SMA Negeri 1 Maja terutama kelas XI dalam bidang sosial, yakni sebesar 42,59%. Sebanyak 148 orang peserta didik mengaku sering diejek, dimintai uang dan dikucilkan oleh teman atau kakak kelasnya di sekolah. Sementara itu, peserta didik yang membentuk kelompok atau gang di sekolah mencapai 50 orang atau 24,71%. Menurut (Kick Andy, eps. Kamis, 14 Juni 2007) Fenomena bullying pada saat ini semakin mengemuka setelah terdapat korban-korban meninggal dan diekspose oleh media secara luas. Sebagai contoh, pada tanggal 15 Juli 2005, FK, seorang siswi SMP di Jakarta melakukan gantung diri karena sering diejek sebagai anak tukang bubur ayam oleh teman-temannya. Menurut Khairunnisa (2008) pada bulan Juni, ada kabar yang lebih mencengangkan lagi adalah beredarnya video yang menayangkan sebuah aksi kekerasan yang terjadi di kota Pati, Jawa Tengah. Geng nero ini melakukan kekerasan terhadap adik kelasnya. Geng yang beranggotakan anak-anak perempuan ini sudah ada sejak tahun 2007 dan sering menggencet orang-orang yang tidak mereka sukai. Intinya dari permasalahan ini, geng ini akan ikut campur dengan orang-orang yang sebenarnya tidak berhubungan dengan mereka tetapi dengan anggota geng nero. Gerungan (2002; Saripah, 2010) mengemukakan faktor terjadinya bullying antara lain adalah latar belakang keluarga dan pola asuh orang tua. Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan seorang anak, tempat

ia belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial didalam hubungan interaksi dengan kelompoknya. Anak akan meniru berbagai nilai dan perilaku anggota keluarga yang ia lihat sehari-hari sehingga menjadi nilai dan perilaku yang ia anut (hasil dari imitasi). Sehubungan dengan perilaku imitasi anak, jika anak dibesarkan dalam keluarga yang menoleransi bullying, maka ia mempelajari bahwa bullying adalah suatu perilaku yang bisa diterima dalam membina suatu hubungan atau dalam mencapai apa yang diinginkannya (image), jadi ia meniru (mengimintasi) perilaku bullying tersebut. Dalam lingkungan pergaulan yang kurang sehat juga dapat menjadi faktor pemicu pola adaptasi yang salah pada remaja. Kadang-kadang sekolah dapat menjadi tempat yang menakutkan bagi para remaja, terutama bila mereka tidak aman dan selalu terancam.ancaman ini dapat berupa tindak kekerasan baik dari teman sebaya, kakak kelas, bahkan guru sekalipun. Faktor-faktor tersebut yang diperkirakan mendukung terjadi maraknya tindakkan bullying yang terjadi di SMA Negeri 1 Maja. Hal ini juga didukung oleh banyaknya jumlah peserta didik yakni 648 orang. Data ini diperoleh dari pihak sekolah dan latar belakang demografis peserta didik yang kebanyakkan berasal dari daerah dengan populasi padat penduduk yang cenderung menyebabkan rawannya aksi kriminal. Setiap semua institusi pendidikan perlu mengetahui keberadaan dan dampak bullying tersebut serta berusaha mencegah hal tersebut terjadi. Apabila kejadian bullyingdidiamkan atau masih terjadi, maka peserta didik di sekolah akan mengalami pelecehan-pelecehan atau tindakan kekerasan dan akibatnya secara psikologis mengalami stress dan korban dapat menderita seumur hidupnya. Menurut Rivers (2009) menyatakan dampak bullying pada kesehatan mental peserta didik yang menyaksikan itu. Sebuah sampel yang representatif dari 2.002 peserta didik berusia 12 sampai 16 tahun menghadiri 14 sekolah di Inggris yang disurvei menggunakan kuesioner yang mencakup ukuran bullying di sekolah, penyalahgunaan zat, dan risiko kesehatan mental. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mengamati bullying di sekolah diperkirakan risiko terhadap kesehatan mental dan di atas itu diprediksi bagi peserta didik yang terlibat langsung dalam

perilaku bullying baik sebagai seorang pelaku atau korban. Mengamati orang lain juga ditemukan untuk memprediksi risiko tinggi terlepas dari apakah peserta didik atau tidak korban sendiri. Hasilnya dibahas dengan mengacu pada penelitian terdahulu mengenai pengamat dan perilaku saksi. Santrock (2003: 272) menyatakan bermain peran (role playing) ialah suatu kegiatan yang menyenangkan. Dan bermain peran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh kesenangan.role playing merupakan suatu metode bimbingan dan konseling kelompok yang dilakukan secara sadar dan diskusi tentang peran dalam kelompok. Didalam kelas, suatu masalah diperagakan secara singkat sehingga peserta didik dapat mengenali karakter tokoh seperti apa peserta didik peragakan tersebut atau menjadi lawan mainnya memiliki atau kebagian peran seperti apa. Santrock juga menyatakan bermain peran memungkinkan anak mengatasi frustasi dan merupakan suatu medium bagi ahli terapi untuk menganalisis konflik-konflik anak dan cara-cara mereka mengatasinya. Semua fenomena-fenomena dan dampak-dampak mengenai bullying diatas, maka disusunlah suatu penelitian dengan desaineksperimen kuasi sebagai upaya untuk mengurangi pelaku bullying disekolah melalui teknik Role playing. Role playing dalam penelitian ini adalahmendramatisasi tingkah laku untuk mengurangi perilaku bullying dengan cara memainkan peran tokoh-tokoh khayalan yang dirajut dalam sebuah cerita, jadi peserta didik berkesempatan melakukan, menafsirkan dan memerankan suatu peranan, serta pemecahan masalahnya. Menurut Fleet (2001) menyatakan bermain peran merupakan intervensi yang dikembangkan yang berkaitan dengan penggunaan sistematis dari metode bermain oleh seorang konselor untuk membawa peningkatan dalam kemampuan peserta didik sampai penampilan yang optimal disekolah. Bermain peran juga meliputi penggunaan bermain secara sistematis untuk mengatasi kesulitankesulitan anak, mengembangkan pola prilaku adaptif, mengendalikan diri peserta didik yang agresifnya tinggi, meningkatkan kemampuan berempati, dapat mengelola emosi. Dapat menjadi individu yang bertanggung jawab, memiliki

interpersonal skill yang bagus dan dapat memecahkan masalah secara efektif dan bijaksana. Sehingga dengan hal ini, penelitian melalui bimbingan kelompok dengan teknik role playing dirancang dengan tujuan untuk membantu peserta didik agar dapat mengembangkan keterampilan mengurangi tindakan bullyingpeserta didik dengan memerankan peran atau dikenal dengan bermain peran yang dapat menumbuhkembangkan kemampuan atau keunggulan dirinya untuk dapat mengurangi perilaku bullyingpeserta didik. B. Rumusan Masalah Dengan adanya penggambaran tentang munculnya bullying di kalangan pelajar SMA merupakan suatu tantangan bagi sekolah, terutama bagi konselor. Fenomena bullying memerlukan respon serius karena penyelesaian selama ini hanya dapat meredam kejadian pada lembaga pendidikan yang mengalami kejadian tersebut saja, itupun hanya dengan cara bagaimana agar si pelaku tidak melakukan tindakan bullying lagi. Sementara itu hingga saat ini belum ditemukan cara yang terstruktur sebagai intervensi terhadap bullying bahkan di Indonesia layanan bimbingan dan konseling untuk mengatasi bullying masih belum secara khusus dipikirkan oleh sekolah. Ini adalah upaya yang dapat dilakukan dalam pemberian bantuan layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik untuk mengurangi perilaku bullying disekolah yaitu dengan teknik role playing. Teknik role playing dapat digunakan untuk memberi saran pada peserta didik untuk menghadapi masalah keseharian khususnya masalah yang berhubungan dengan tidak memiliki keterampilan untuk mengelola emosi mengembangkan sikap empati, bersikap tanggung jawab dan pengendalian diri akan mengakibatkan peserta didik melakukan bullying. Teknik role playing dapat dilakukan dengan cara memainkan peran sehingga diharapkan peserta didik dapat mengungkapkan perasaan, menunjukan tingkah laku yang baik, nilai yang positif dan strategi pemecahan masalahnya secara bersama-sama.

Berdasarkan rumusan masalah tersebut diatas, maka dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut: Apakah teknik role playing efektif untuk mengurangi perilaku bullyingpeserta didik? C. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah memperoleh gambaran empiris mengenai efektivitas teknik role playing untuk mengurangi pelakubullyingpeserta didik. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Secara teoretis penelitian dapat memperkaya khasanah teori tentang bullying melalui teknik role playing. 2. Manfaat Praktis Bagi konselor, intervensi dengan teknik role playing dapat digunakan sebagai salah acuan untuk konselor dalam mengatasi masalah peserta didik khususnya untuk mengurangi pelaku bullyingpeserta didik. Bagi peneliti selanjutnya, dapat menjadi landasan untuk mengembangkan teknik role playing dalam mengurangi pelaku bullyingpeserta didik. E. Struktur Organisasi Skripsi Struktur organisasi skripsi ini dipilih ke dalam BAB I Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang penelitian,identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi penelitian, dan struktur organisasi skripsi.bab II Kajian Pustaka yang terdiri dari pengantar, batang tubuh, serta simpulan.bab III Metode Penelitian, yang terdiri dari populasi dan sampel penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, langkah-langkah penelitian, dan teknik analisis data.bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan yang memaparkan hasil penelitian serta pembahasan.bab V Simpulan dan Rekomendasi.