BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi. Ini berarti sampai batas tertentu matematika perlu dikuasai baik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Angie (Uno : 2009) menyatakan tanpa disadari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

BAB I PENDAHULUAN. Balitbang Depdiknas (2003) menyatakan bahwa Mata pelajaran

Pardomuan N.J.M. Sinambela Afrodita Munthe. Kata Kunci: Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika, Pembelajaran Matematika Realistik.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tujuan pembelajaran matematika di jenjang Pendidikan Dasar dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP BANGUN RUANG SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang ingin maju. Dengan keyakinan bahwa pendidikan yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kegiatan yang kompleks, berdimensi luas, dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. adalah bagaimana mengupayakan agar siswa memperoleh hasil belajar yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran matematika. Melalui pemecahan masalah siswa dapat. memahami masalah dari soal yang ada dengan benar.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide,

BAB I PENDAHULUAN (1982:1-2):

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun Oleh : DWI NUR JANAH

BAB I PENDAHULUAN. sehingga keterkaitan antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan memerlukan kecakapan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan. pendidikan dalam berbagai bidang, diantaranya matematika.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. besar siswa sehingga, sebagian siswa menghindari pelajaran ini. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu aspek penting bagi kehidupan. Auliya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakangMasalah

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan matematika. Matematika mempunyai peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan kenyataannya sampai saat ini mutu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Hal ini juga tak dapat dipungkiri terjadi karena peran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syarifah Ambami, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan mata pelajaran yang dipelajari di setiap jenjang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Aktivitas belajar merupakan hal penting yang wajib dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia khususnya para siswa di tingkat pendidikan Sekolah Dasar hingga

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan dan disukai siswa. Namun, pada kenyataannya bahwa belajar

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dapat menciptakan perubahan perilaku anak baik cara berfikir maupun

BAB I PENDAHULUAN. meringankan kerja manusia. Matematika diberikan kepada siswa sebagai bekal

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Realistic Mathematics Education (RME) Secara harfiah realistic mathematics education diterjemahkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya adalah suatu upaya untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting untuk menjamin

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berat. Salah satu tantangannya adalah menghadapi persaingan ekonomi global.

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

OPTIMALISASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI STRATEGI PETA KONSEP UNTUK MENINGKATKAN PENALARAN SISWA DI KELAS VIIA SMP MUHAMMADIYAH 1 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi yang ada pada manusia tersebut. Pendidikan adalah usaha sadar

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di sekolah, yang tidak hanya bertujuan agar siswa memiliki kemampuan dalam matematika saja melainkan untuk keperluan bagi kehidupan dimasa yang akan datang juga. Walaupun demikian dalam proses pengajaran matematika selalu saja terdapat masalah dalam mempelajarinya. Hasil belajar matematika yang diperoleh siswa juga sangat rendah karena siswa menganggap matematika sebagai mata pelajaran yang sukar dan ditakuti. Matematika hakekatnya memiliki objek kajian yang abstrak dan sepenuhnya menggunakan pola pikir deduktif. Mata pelajaran matematika berfungsi mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan menggunakan ketajaman penalaran untuk menyelesaikan persoalan sehari-hari. Peranan matematika yang sangat penting menjadi latar belakang perlunya untuk dipelajari. Melalui pelajaran matematika diharapkan siswa semakin mampu berhitung, menganalisa, berfikir kritis, serta menerapkan matematika dalam kehidupan sehari hari. Ada banyak alasan perlunya siswa belajar matematika Abdurrahman (2012:253) mengungkapkan : Matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian dan kesadaran keruangan; (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang. Namun banyak orang memandang matematika sebagai bidang studi yang paling menakutkan bagi siswa. Mujis (2008:332) mengemukakan bahwa, Matematika biasanya dianggap sebagai pelajaran yang sulit oleh anak anak maupun orang dewasa. Meskipun demikian, semua orang harus mempelajarinya karena merupakan sarana untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari

2 hari dan menunjang kemampuan berfikir seseorang. Wardhani dkk ( 2010 : 20) juga menyatakan bahwa: orang yang terampil memecahkan masalah akan mampu berpacu dengan kebutuhan hidupnya, menjadi pekerja yang lebih produktif, dan memahami isu isu kompleks yang berkaitan dengan masyarakat global. Namun tingginya tuntutan untuk menguasai matematika tidak berbanding lurus dengan hasil belajar matematika siswa. Hal ini tidak terlepas dari pembelajaran yang diterapkan lebih mengutamakan hasil daripada proses pembelajaran, saat ini pembelajaran hanya terbatas pada penyelesaian soal matematika yang cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir prosedural, menggunakan rumus tanpa memahami makana suatu rumus. Trianto (2011: 90) juga menyatakan bahwa: sebagian besar siswa kurang mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dimanfaatkan/ diaplikasikan pada situasi baru. Selain itu, metode pembelajaran yang dilakukan guru juga menjadi salah satu penyebab rendahnya minat belajar matematika siswa. Metode yang sering digunakan di sekolah adalah ceramah. Proses pembelajaran metode ini kurang efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa karena kurang menciptakan komunikasi dan interaksi yang baik antara guru dengan siswa dan juga antara siswa dengan siswa yang menyebabkan proses belajar mengajar yang monoton. Siswa juga kurang berinteaksi dengan lingkungannya. Umumnya, siswa di Indonesia lebih banyak mengerjakan soal yang diekspresikan dalam bahasa dan simbol matematika yang dicontohkan dalam konteks yang jauh dari realitas kehidupan sehari-hari. Akibatnya, siswa sering kali merasa bosan dan menganggap matematika sebagai pelajaran yang tidak menyenangkan. Mereka tidak mampu menerapkan teori di sekolah untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, diperlukan pembelajaran matematika yang bisa menghadirkan situasi belajar bermakna bagi siswa. Untuk menghadirkan situasi belajar bermakna maka guru harus merancang suatu pembelajaran bermakna. Dengan pembelajaran bermakna maka siswa memperoleh informasi yang bermakna. Jika pengetahuan yang diperoleh siswa bermakna maka siswa akan

3 mudah menerapakan pengetahuan tersebut untuk memperoleh pengetahuan selanjutnya. Hal ini sesuai dengan peryataan Wijaya (2012:3) suatu ilmu pengetahuan akan sulit untuk kita terapkan jika ilmu pengetahuan tersebut tidak bermakna bagi kita. Kebermakanaa ilmu pengetahuan juga menjadi aspek utama dalam proses belajar. Proses belajar akan terjadi jika pengetahuan yang dipelajari bermakna bagi pelajar. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di SMP AKP Galang ditemukan bahwa kurikulum yang digunakan disekolah adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), akan tetapi pembelajaranya masih menggunakan pola lama (pembelajarannya langsung secara klasikal, konsep dan aturan matematika diberikan dalam bentuk jadi dari guru ke siswa menjawab, pemberian tugas dirumah). Peneliti tidak menemukan siswa belajar secara berkelompok. Kegiatan siswa selama pembelajaran adalah mendengarkan penjelasan guru, mencatat hal - hal yang dianggap penting. Siswa sungkan bertanya pada guru dan temannya (khususnya siswa yang lemah) walaupun diberi dorongan. Guru melatih siswa mengerjakan soal-soal rutin (menggunakan rumus dan aturan-aturan yang ada dalam materi yang diajarkan). Pembelajaran cenderung tidak bermakna bagi siswa yang diindikasikan kurangnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Berdasarkan test diagnostik yang berjumlah 4 soal yang dilakukan peneliti di kelas VII-A SMP AKP Galang yang berjumlah 39 siswa yang diberi tes tentang materi bilangan bulat, yaitu : 18 siswa (46,15 %) dapat memahami masalah dengan menuliskan yang diketahui dan ditanya pada soal dengan benar, 11 siswa (28,2 %) dapat merencanakan pemecahan masalah dengan menulis rumus yang relevan dengan soal secara lengkap, 8 siswa (20,51 %) dapat melaksanakan pemecahan masalah dengan menggunakan langkah langkah penyelesaian dan memiliki solusi yang benar, 2 siswa (5,12 %) memeriksa kembali hasil yang di peroleh dengan menuliskan kembali hasil yang di tanyakan di dalam soal dengan benar. Dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa masih rendah. Selain memberi soal test, peneliti juga mewawancarai seorang guru matematika kelas VII SMP AKP Galang, beliau mengatakan :

4 Proses pembelajaran yang sering saya lakukan adalah menyampaikan materi pelajaran kepada siswa, kemudian memberikan soal soal dalam bentuk uraian singkat agar siswa lebih memahami materi tersebut. Memberikan soal kepada siswa belum tentu membuat siswa lebih paham tentang materi itu, karena siswa belum tentu dapat memaknai apa yang disampaikan oleh guru. Jika proses seperti itu terus dilakukan maka siswa akan cenderung menempatkan matematika sebagai obyek bukan alat. Wijaya (2012: 11) menyatakan bahwa menempatkan matematika sebagai obyek berarti menempatkan matematika sebagai tujuan akhir pendidikan dengan kemampuan melakukan matematika sebagai fokus utama pembelajaran. Padahal selain siswa mampu melakukan matematika seharusnya siswa juga harus mampu menggunakan pola dalam matematika sebagai alat atau media untuk menyelesaikan masalah. Guru matematika kelas VII SMP AKP Galang juga menyatakan bahwa Selama ini siswa terbiasa diajarkan dengan metode langsung dan soal soal yang diberikan kepada siswa cenderung soal yang dapat diselesaikan dengan prosedur yang sudah ada, jika diberikan soal yang berupa soal cerita terkait pemecahan masalah kehidupan sehari hari. Nilai yang diperoleh cenderung lebih rendah dibanding soal obyektif. Hal ini menunjukkan bahwa ada suatu kendala yang terjadi dalam pembelajaran materi segiempat, yaitu karena dalam pembelajaran siswa hanya mampu sebatas mengingat atau menghafal tanpa adanya pemahaman terhadap suatu materi dan juga guru belum menerapkan metode yang sesuai sehingga aktivitas siswa dalam belajar matematika masih rendah. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode yang dapat mengajak siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran dan menumbuhkan daya nalar siswa. Berangkat dari suatu keyakinan, kemampuan daya nalar yang baik akan sangat berguna memecahkan masalah di kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, mengembangkan daya nalar siswa menjadi suatu kebutuhan dan tujuan dari pendidikan yang harus dicapai khususnya pada bidang studi matematika hal senada dikatakan Abdurrahman (2012:204) mengemukakan bahwa kurikulum

5 bidang studi matematika hendaknya mencakup tiga elemen, (1) konsep, (2) keterampilan, dan (3) pemecahan masalah. Ini berarti bahwa pemecahan masalah memang menjadi salah satu hal penting yang harus dikembangkan dan diajarakan kepada siswa, jika siswa mampu memecahkan masalahnya sendiri masalahnya maka pembelajaran akan lebih bermakna. Belajar pemecahan masalah pada dasarnya adalah belajar menggunakan model-model ilmiah atau berfikir secara sistematis, logis, teratur dan teliti. Tujuannya adalah untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan untuk memecahkan masalah secara rasional, lugas dan tuntas. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam mengembangkan pemecahan masalah siswa yaitu, 1) Memahami dan merepresentasikan masalah, 2) Memilih dan merencanakan solusi, 3) Melaksanakan Rencana, 4) Mengevaluasi hasil. Sugiman (2010:42) mengemukakan bahwa untuk memperkuat kemampuan siswa dalam pemecahan masalah, guru matematika perlu memanfaatkan masalah masalah real yang bersifat open-ended yaitu masalah real yang mempunyai banyak cara menjawabanya atau banyak jawaban. Melalui masalah yang bersifat open-ended siswa berlatih menyelesaikan dengan caranya sendiri dan sekaligus berlatih memahami cara yang digunakan siswa lain. Peneliti menyimpulan diperlukan sebuah pembelajaran yang lebih memberdayakan siswa, yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi pembelajaran yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri agar siswa memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah matematika. Oleh karena itu diperlukan suatu metode pembelajaran yang dapat membantu siswa mengkonstruksikan apa yang ada dibenak mereka. Salah satu pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah adalah pembelajaran matematika realistik. Pembelajaran matematika realistik menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran, dan merekonstruksi konsep konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Pendidikan matematika realistik merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan aktivitas insani dalam pembelajarannya dengan menggunakan konteks yang sesuai dengan situasi. Hal senada juga dikatakan oleh Tandililing

6 (2006:1) dalam proses pembelajaran RME bahwa penemuan kembali ide dan konsep matematika harus dimulai dari penjelajahan berbagai situasi dan persoalan dunia real. Dasar filosofi yang digunakan dalam PMRI adalah kontruksivisme yaitu dalam memahami suatu konsep matematika siswa membangun sendiri pemahaman dan pengertiannya. Karakteristik dari pendekatan ini adalah kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mengkonstruksi atau membangun pemahaman dan pengertianya tentang konsep yang baru dipelajarinya. Dhoruri (2010:8) mengatakan bahwa: PMRI adalah pendekatan pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang real bagi siswa, menekankan keterampilan process of doing mathematics, berdiskusi berkolaborasi beragumentasi dengan teman sekelas sehingga dapat menemukan sendiri dan pada akhirnya menggunakan matematika untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Proses matematisasi dan pengembangan model matematika dalam pendidikan matematika realistik (PMR) terkait erat dengan prosedur menyelesaikan soal pemecahan masalah. Keterkaitan tersebut disajikan pada tabel 1.1 : Tabel 1.1. Keterkaitan pendidikan matematika realistik dengan prosedur pemecahan masalah Urutan Langkah Pemecahan Masalah 1. Masalah berdasar situsasi real 2. Model real dari situasi semula 3. Bermatematika 4. Model matematika dari situasi real Proses dalam PMR Matematisasi adalah proses dari 2 menuju 3 pengembangan model dimulai dari 1 sampai dengan 4

7 Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pendekatan pembelajaran realistik dalam pelajaran matematika dengan judul : Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Melalui Pendekatan Matematika Realistik Pada Materi Pecahan di Kelas VII SMP AKP Galang 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang dikemukakan di atas diperoleh beberapa identifikasi masalah maka dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VII SMP AKP Galang masih rendah 2. Guru belum menerapkan pendekatan pembelajaran yang sesuai 3. Pola pengajaran di dominasi oleh guru 4. Kurangnya interaksi antar siswa 5. Pembelajaran matematika jarang dikaitkan dengan masalah kontekstual yang di alami siswa dalam kehidupan sehari-hari 1.3 Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan dan identifikasi masalah, agar penelitian ini lebih terarah maka perlu dibuat batasan terhadap masalah yang ingin dicari penyelesaiannya. Adapun batasan masalah yang dikaji dalam rencana penelitian ini di batasi pada rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VII SMP AKP Galang dapat ditingkatkan melalui pendekatan Matematika Realistik. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang dikemukakan maka rumusan masalahnya adalah : Apakah pendekatan Matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa kelas VII SMP AKP Galang pada materi pecahan?

8 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan penelitian adalah : Untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VII SMP AKP Galang melalui pendekatan Matematika Realistik pada materi pecahan. 1.6 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai berikut: 1. Bagi siswa diharapkan dapat menumbuh kembangkan kemampuan pemecahan masalah dan memberikan kesempatan untuk belajar secara mandiri dan mengurangi ketergantungan terhadap kehadiran guru. 2. Bagi guru dapat menjadi gambaran tentang bagaimana menerapkan pendekatan Matematika Realistik dalam kaitannya dengan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika, dan guru dapat mengelola bagaimana cara mengajar matematika serta sebagai bahan pertimbangan untuk lebih meningkatkan keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. 3. Bagi sekolah sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan menyetujui pembelajaran melalui pendekatan Matematika Realistik. 4. Bagi peneliti sebagai bahan masukan untuk menambah wawasan pembelajaran melalui pendekatan Matematika Realistik dalam menjalankan tugas sebagai pengajar kelak dan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya yang lebih baik. 5. Sebagai bahan informasi bagi pembaca atau peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis.