Andi Fatmawati (*), Netty Vonny Yanty (**) *Poltekkes Kemenkes Palu **RSUD Undata Palu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. buang air besar (Dewi, 2011). Penatalaksaan diare sebenarnya dapat. dilakukan di rumah tangga bertujuan untuk mencegah dehidrasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

BAB I PENDAHULUAN. cair, dengan atau tanpa darah dan atau lendir, biasanya terjadi secara

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Diare merupakan penyakit dengan tanda - tanda perubahan frekuensi buang air

BAB I PENDAHULUAN. sakit dan 3-5 juta kematian setiap tahunnya. Di Amerika Serikat, ada juta

BAB I PENDAHULUAN. hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 sebesar 34 per kelahiran hidup.

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan titipan illahi dan merupakan suatu investasi bangsa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diare masih merupakan masalah kesehatan utama pada anak terutama balita

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50%

BAB 1 PENDAHULUAN. atau dapat pula bercampur lendir dan darah/lendir saja (Ngastiyah, 2005). Pada

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak merupakan individu yang berada dalam suatu rentang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. sehari (Navaneethan et al., 2011). Secara global, terdapat 1,7 miliar kasus diare

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang. Di Indonesia penyakit diare menjadi beban ekonomi yang

BAB I PENDAHULUAN. disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja (Manalu, Marsaulina,

Grafik 1.1 Frekuensi Incidence Rate (IR) berdasarkan survei morbiditas per1000 penduduk

BAB VI PEMBAHASAN. subyek penelitian di atas 1 tahun dilakukan berdasarkan rekomendasi untuk. pemberian madu sampai usia 12 bulan.

HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 4 6 BULAN SKRIPSI. Diajukan Oleh : Afitia Pamedar J

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data World Health Organization (WHO), diare adalah penyebab. Sementara menurut United Nations Childrens Foundation (UNICEF)

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DINI DENGAN INSIDEN DIARE PADA BAYI USIA 1-4 BULAN SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) tahun 2013 diare. merupakan penyebab mortalitas kedua pada anak usia

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

Volume 08 No. 02. November 2015 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat. Gangguan kesehatan yang dapat terjadi pada masa anak-anak dapat

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia adalah penyakit diare. Diare adalah peningkatan frekuensi buang air

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. (menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau lendir,sedangkan diare akut adalah

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS PAHANDUT PALANGKA RAYA

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007). dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia anak-anak menderita

Hubungan antara perilaku ibu tentang kebersihan dan frekuensi kejadian Gastroentritis pada balita usia 1 3 tahun di RS Adi Husada Kapasari Surabaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis. lingkungan. Dua faktor yang sangat dominan adalah sarana air bersih dan

BAB III METODE PENELITIAN. cross sectional. Dalam penelitian cross sectional peneliti melakukan

BAB I PENDAHULUAN. dehidrasi. Di Indonesia sendiri diare masih merupakan urutan ke-6 dari 10 besar pola

BAB VI PEMBAHASAN. Pengaruh jenis kelamin terhadap frekuensi defekasi masih kontroversial.

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN MEDIA VIDEO TERHADAP PENGETAHUAN ANAK PRA SEKOLAH TENTANG PENCEGAHAN PENYAKIT DIARE DI TK MINASAUPA

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. atau lendir(suraatmaja, 2007). Penyakit diare menjadi penyebab kematian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di negara berkembang dari pada negara maju. Di antara banyak bentuk

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP ASI) DINI DENGAN KEJADIAN KONSTIPASI PADA BAYI DIBAWAH UMUR 6 BULAN

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE

BAB I PENDAHULUAN. tahun yang dinyatakan dalam kelahiran hidup pada tahun yang sama. kematian (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan dapat menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa). Penyebab utama kematian diare

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB 1 PENDAHULUAN. utama kematian balita di Indonesia dan merupakan penyebab. diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. mortalitas dari penyakit diare masih tergolong tinggi. Secara global, tahunnya, dan diare setiap tahunnya diare membunuh sekitar

I. PENDAHULUAN. Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan. Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare Depkes RI 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB I LATAR BELAKANG. bayi dan balita. Seorang bayi baru lahir umumnya akan buang air besar sampai

BAB I PENDAHULUAN. intoleran. Dampak negatif penyakit diare pada bayi dan anak-anak adalah

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi,

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Diare didefinisikan sebagai buang air besar dengan konsistensi tinja cair

DUKUNGAN SUAMI TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI DESA KORIPAN KECAMATAN SUSUKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Laporan WHO tahun 2015 menyebutkan bahwa diare masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Neonatus (AKN) di Indonesia mencapai 19 per 1.000

BAB VI PEMBAHASAN. Banyak faktor dapat mempengaruhi terjadinya diare berulang pasca

BAB I PENDAHULUAN. perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Masa usia sekolah disebut

PENGARUH SUSU BEBAS LAKTOSA TERHADAP MASA PERAWATAN PASIEN ANAK DENGAN DIARE AKUT DEHIDRASI TIDAK BERAT JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA USIA 1-5 TAHUN DI PUSKESMAS CANDI LAMA KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG

HUBUNGAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI) EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI UMUR 0-6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADANG HANYAR

BAB I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang. Salah satu dari tujuan Millenium Development. Goal(MDGs) adalah menurunkan angka kematian balita

BAB I PENDAHULUAN. protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah

BAB 1 PENDAHULUAN. Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas

BAB I PENDAHULUAN. Proportional Mortality Ratio (PMR) masing-masing sebesar 17-18%. 1

BAB I PENDAHULUAN. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare Departemen Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara

Pengaruh Promosi Kesehatan Tentang HIV/AIDS Terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal adalah tingkat kondisi

Jurnal Kesehatan Masyarakat (Adhar, Lusia, Andi 26-33) 26

HUBUNGAN PEMBERIAN SUSU FORMULA DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI 0-6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TEGALREJO KABUPATEN MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN. mortalitasnya yang masih tinggi. Diare adalah penyakit yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh kali sehari, ada yang sehari 2-3 kali sehari atau ada yang hanya 2

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Sepuluh Besar Penyakit Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Tahun 2010 di Idonesia (Kemenes RI, 2012)

I. PENDAHULUAN. bersifat endemis juga sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) dan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa)

BAB I PENDAHULUAN. WHO (World Health Organization) mendefinisikan Diare merupakan

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization

KARAKTERISTIK DIARE PADA ANAK DI RSUD TG. BALAI KARIMUN HERNIYANTI ** OSWATI HASANAH ** SITI RAHMALIA HD. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan tolak ukur yang digunakan. dalam pencapaian keberhasilan program dengan berbagai upaya

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. kematian bayi (AKB) masih cukup tinggi, yaitu 25 kematian per 1000

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 1997). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella

BAB I PENDAHULUAN. bawah 5 tahun tapi ada beberapa daerah dengan episode 6-8 kali/tahun/anak. 1 Hasil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. preventif, kuratif dan rehabilitatif bagi pasien merupakan salah satu tugas rumah

Jurnal Harapan Bangsa, Vol.1 No.1 Desember 2013 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. penyebab mikrobiologi (Cristin Hancock, 2003). Gastroentritis adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit diare sampai saat ini masih menjadi salah satu endemis dan

Asuhan Keperawatan pada An. K dengan Prioritas Masalah. Kekurangan Volume Cairan dan Elektrolit

Transkripsi:

PENGARUH PEMBERIAN SUSU BEBAS LAKTOSA TERHADAP KARAKTERISTIK BUANG AIR BESAR PASIEN ANAK 1 24 BULAN DENGAN DIARE AKUT DI RUANG PERAWATAN ANAK RSU ANUTAPURA PALU 2013 Andi Fatmawati (*), Netty Vonny Yanty (**) *Poltekkes Kemenkes Palu **RSUD Undata Palu email: fatmaandif@gmail.com Abstrak Air susu ibu (ASI) diketahui mengandung laktosa dalam jumlah cukup banyak. Laktosa yang terkandung dalam susu dan juga makanan akan dicerna oleh enzim laktase yaitu suatu enzim yang dihasilkan mukosa usus halus. Bila ada kerusakan mukosa usus pada serangan gastroenteritis, yang paling banyak ditemukan adalah gangguan pada enzim laktase berupa defisiensi laktase. Hal ini menyebabkan intoleransi laktosa dan dapat memicu diare. Penderita diare yang diberi susu bebas laktosa, lebih pendek masa perawatannya dikarenakan frekuensi buang airnya lebih cepat menurun dan konsistensi fesesnya lebih cepat berubah menjadi lembek bahkan padat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian susu bebas laktosa terhadap karakteristik buang air besar pasien anak usia 1-24 bulan dengan diare akut di ruang perawatan anak RSU Anutapura Palu. Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian pra eksperimen dengan metode one group pre testpost test. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh anggota populasi yang tersedia (total populasi) yaitu berjumlah 32 orang sesuai kriteria inklusi. Hasil penelitian didapatkan melalui uji T-test, untuk variabel konsistensi feses didapatkan hasil nilai p < 0.05, untuk variabel frekuensi buang air besar juga didapatkan hasil nilai p < 0.05 atau Ho ditolak artinya konsistensifeses dan frekuensi buang air besar sebelum dan sesudah diberikan susu bebas laktosa ada perbedaan (tidak sama). Kesimpulan dari hasil penelitian ini, ada pengaruh konsistensi feses dan frekuensi buang air besar. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi RSU Anutapura Palu pada umumnya dan bagi perawat yang bertugas di ruang perawatan anak pada khususnya tentang pengelolaan diare akut pada anak khususnya dalam pemberian susu bebas laktosa melalui penyuluhan. Kata kunci : susu bebas laktosa, karakteristik buang air besar Referensi : 25 (2002-2012) Pengaruh Pemberian Susu Bebas Laktosa Terhadap Karakteristik Buang Air Besar Pasien Anak 1 24 Bulan Dengan Diare Akut Di Ruang Perawatan Anak RSU Anutapura Palu 2013 Andi Fatmawati, Netty Vonny Yanty 85

PENDAHULUAN Penurunan angka kematian anak merupakan salah satu tujuan MDGs (Millenium Development Goals), termasuk di dalamnya angka kematian bayi yang ditargetkan pada tahun 2015 dapat turun menjadi 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Kesehatan bayi masih sangat rentan pada usianya di tahun pertama, jika mereka mampu hidup dengan baik pada tahun pertama. Diare merupakan risiko terbesar yang harus mereka hadapi selain infeksi saluran nafas. Kementerian Kesehatan telah menyusun tatalaksana diare dalam lintas diare (lima langkah tuntaskan diare) yang salah satunya adalah teruskan pemberian air susu ibu (ASI) dan makanan (Depkes RI, 2011). Air susu ibu (ASI) diketahui mengandung laktosa dalam jumlah cukup banyak. Laktosa yang terkandung dalam susu dan juga makanan akan dicerna oleh enzim laktase yaitu suatu enzim yang dihasilkan mukosa usus halus. Bila ada kerusakan mukosa usus pada serangan gastroenteritis, yang paling banyak ditemukan adalah gangguan pada enzim laktase berupa defisiensi laktase. Hal ini menyebabkan intoleransi laktosa dan dapat memicu diare (Khasanah, 2011). Penyakit diare atau gastroenteritis hingga saat ini masih menjadi masalah utama di Indonesia. Berbagai upaya penanganan baik secara medis maupun upaya perubahan tingkah laku dengan melakukan pendidikan kesehatan terus dilakukan. Namun upayaupaya tersebut belum memberikan hasil yang menggembirakan, setiap tahun penyakit ini menduduki peringkat atas, khususnya di daerah-daerah miskin (Depkes RI, 2010). Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja (Ngastiyah, 2002). Pengertian lain menurut Maryunani (2010) bahwa diare akut adalah buang air besar yang terjadi pada bayi atau anak yang sebelumnya nampak sehat, dengan frekuensi 3 kali atau lebih per hari, disertai perubahan tinja menjadi cair, dengan atau tanpa lendir dan darah. Diare didefinisikan sebagai bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair) dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Wati, et al, 2011). Diare akut adalah buang air besar yang terjadi pada bayi atau anak yang sebelumnya nampak sehat, dengan frekuensi 3 kali atau lebih per hari, disertai perubahan tinja menjadi cair, dengan atau tanpa lendir dan darah (Maryunani, 2010). Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja (Ngastiyah, 2002). World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa tujuh dari sepuluh kematian anak di negara berkembang dapat disebabkan oleh lima penyebab utama yakni salah satunya adalah gastroenteritis yang masih merupakan salah satu penyebab utama mortalitas anak-anak di berbagai negara yang sedang berkembang, setiap tahunnya jumlah kasus gastroenteritis sebanyak 3,3 juta pada balita dan 2-3% diantaranya berada dalam kondisi dehidrasi (Depkes RI, 2010). Episode diare banyak terjadi pada dua tahun pertama kehidupan. Insiden tertinggi pada golongan umur 6-11 bulan pada masa diberikan makanan pendamping, disebabkan sistem pertahanan saluran cerna pada bayi belum matang dan pemberian makanan yang kemungkinan terpapar bakteri. Penelitian yang dilakukan oleh Simakachom (2004) di Thailand menyebutkan bahwa susu formula bebas laktosa memberikan hasil yang lebih baik dalam pengelolaan diet diare akut dibandingkan dengan susu formula yang mengandung laktosa, dalam penelitian ini pula dijelaskan bahwa formula bebas laktosa dapat memperpendek durasi sakit dan meningkatkan hasil terapi pada bayi dengan diare akut. Penelitian yang dilakukan oleh Aminah (2012) di Semarang, mendapatkan hasil frekuensi buang air besar (BAB) kelompok yang diberi susu formula bebas laktosa lebih cepat menurun dan konsistensi fesesnya lebih cepat berubah dari cair menjadi lembek pada hari kedua. Penelitian lain oleh Karyana (2012) di Denpasar mendapatkan hasil bahwa angka kesembuhan diare secara bermakna lebih pendek pada penderita yang diberi 86 Jurnal Keperawatan Anak. Volume 1, No. 2, November 2013; 85-90

formula bebas laktosa dibandingkan dengan penderita yang diberi formula standar. Rata-rata lama masa perawatan anak dengan diare akut di Rumah Sakit adalah 3-4 hari. Hal ini mengakibatkan beban ekonomi yang harus ditanggung keluarga pasien diare secara langsung maupun tidak langsung cukup tinggi. Masa perawatan tergantung pada proses penyembuhan pasien termasuk konsitensi feses maupun frekuensi buang air besar pasien (Pusponegoro, et al, 2004). Penyakit diare juga merupakan penyakit endemis di Sulawesi Tengah dan sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Jumlah penderita diare di Sulawesi Tengah pada bulan Januari-Desember 2011 sebanyak 67.971 orang. Di Kota Palu pada periode yang sama sebanyak 6.245 orang (Dinkes Prov.Sulteng, 2011). Jumlah penderita diare di RSU Anutapura Palu khususnya di ruang perawatan anak yang ditemukan pada bulan Januari-Desember 2011 sebanyak 347 orang (35%) dan menempati urutan pertama dalam urutan 10 penyakit terbesar. Jumlah penderita diare pada bulan Januari-Desember 2012 masih dalam jumlah yang cukup banyak yaitu 334 orang (32%) dan masih menempati urutan pertama dalam urutan 10 penyakit terbesar (RSU Anutapura Palu, 2012). Bulan Januari- April 2013 jumlah penderita diare usia 1-24 bulan sebanyak 32 orang (RSU Anutapura Palu, 2013). Tujuan penelitian adalah Diketahuinya pengaruh pemberian susu bebas laktosa terhadap karakteristik buang air besar pasien anak usia 1-24 bulan dengan diare akut di ruang perawatan anak RSU Anutapura Palu METODE Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian pra eksperimen dengan metode one group pre test-post test, pada desain penelitian ini sudah dilakukan observasi pertama (pre test) sehingga peneliti dapat menguji perubahan-perubahan yang terjadi setelah adanya perlakuan, tetapi dalam desain ini tidak ada kelompok kontrol (pembanding) (Riyanto, 2011), Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang memiliki sifat atau ciri yang bisa diteliti (Machfoedz, 2009). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien usia 1-24 bulan yang dirawat dengan diare akut di ruang perawatan anak RSU Anutapura Palu. Jumlah penderita diare usia 1-24 bulan yang dirawat pada bulan Januari-April 2013 sebanyak 32 orang. Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili sebagian populasi (Notoatmodjo, 2010). Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh anggota populasi yang tersedia (total populasi) yaitu berjumlah 32 orang sesuai kriteria inklusi. Kriteria inklusi: Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciriciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2010). Sampel yang termasuk dalam kriteria inklusi adalah: 1. Pasien diare akut dehidrasi ringan dan sedang 2. Pasien berusia 1 24 bulan 3. Pasien tidak malnutrisi 4. Pasien tidak menderita penyakit kronis/pnyakit penyerta 5. Pasien tidak mendapat ASI eksklusif 6. Keluarga pasien bersedia menandatangani informed consent (bersedia menjadi objek penelitian) Kriteria eksklusi: Kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2010). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah: 1. Pasien meninggal 2. Keluarga pasien memutuskan untuk tidak mau melanjutkan penelitian 3. Pasien mengalami komplikasi penyakit 4. Pasien pulang paksa 5. Pasien dengan riwayat gangguan pencernaan sebelumnya Pengaruh Pemberian Susu Bebas Laktosa Terhadap Karakteristik Buang Air Besar Pasien Anak 1 24 Bulan Dengan Diare Akut Di Ruang Perawatan Anak RSU Anutapura Palu 2013 Andi Fatmawati, Netty Vonny Yanty 87

HASIL Analisis bivarit Uji statistik yang dilakukan adalah uji T-dependen atau uji beda dua mean dependen dengan hasil analisis sebagai berikut : Tabel 1 terhadap konsistensi feses pasien anak 1-24 bulan dengan diare akut di ruang perawatan anak RSU Anutapura Palu Variabel Mean SD P Value Prekuensi BAB Pengukuran I 1,0313 0,17678 0,000 Pengukuran II 2,0626 1,10534 Tabel 1 menggambarkan ada perbedaan nilai mean pada pengukuran I (sebelum pemberian susu bebas laktosa) dengan pengukuran II (sesudah pemberian susu bebas laktosa) dengan nilai p = 0,000. Karena p < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak, artinya konsistensi feses sebelum dan sesudah diberikan susu bebas laktosa ada perbedaan (tidak sama) dengan demikian dapat dinyatakan bahwa ada konsistensi feses. Tabel 2 terhadap frekuensi buang air besar pasien anak 1-24 bulan dengan diare akut di ruang perawatan anak RSU Anutapura Palu Variabel Mean SD P Value Prekuensi BAB Pengukuran I 1,0000 0,0000 0,000 Pengukuran II 1,7812 0,42001 Tabel 2 menggambarkan ada perbedaan nilai mean pada pengukuran I (sebelum pemberian susu bebas laktosa) dengan pengukuran II (sesudah pemberian susu bebas laktosa) dengan nilai p = 0,000. Karena p < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak, artinya frekuensi buang air besar sebelum dan sesudah diberikan susu bebas laktosa ada perbedaan (tidak sama) dengan demikian dapat dinyatakan bahwa ada frekuensi buang air besar PEMBAHASAN terhadap konsistensi feses pasien anak usia 1-24 bulan dengan diare akut di ruang perawatan anak RSU Anutapura Palu. Hasil penelitian pada 32 responden didapatkan hasil nilai p < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak, artinya konsistensi feses sebelum dan sesudah diberikan susu bebas laktosa ada perbedaan (tidak sama) dengan demikian dapat dinyatakan bahwa ada konsistensi feses. Menurut asumsi peneliti, perubahan konsistensi feses berdasarkan skla feses Bristol pada responden yang diberikan susu formula bebas laktosa karena susu bebas laktosa menyebabkan tekanan intraluminal rendah sehingga kehilangan air dan elektrolit berkurang. Diare pada anak yang diberikan susu bebas laktosa dapat lebih cepat sembuh atau masa perawatannya lebih pendek karena lama masa perawatan juga dipengaruhi oleh perbaikan konsistensi feses dan frekuensi buang air besar yang merupakan salah satu kriteria yang menentukan anak diare dinyatakan sembuh. Hal yang sama didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh Simakachom (2004) di Thailand menyebutkan bahwa susu formula bebas laktosa memberikan hasil yang lebih baik dalam pengelolaan diet diare akut dibandingkan dengan susu formula yang mengandung laktosa, dalam penelitian ini pula dijelaskan bahwa formula bebas laktosa dapat memperbaiki konsistensi feses dan memperpendek durasi sakit. Penelitian lain yang mendukung yaitu yang dilakukan oleh Aminah (2012) di Semarang, mendapatkan hasil konsistensi feses pada kelompok perlakuan yang diberi susu bebas laktosa lebih cepat berubah dari cair menjadi lembek pada hari kedua serta penelitian oleh Karyana (2012) di Denpasar mendapatkan hasil bahwa angka kesembuhan diare secara bermakna lebih pendek pada penderita yang diberi formula bebas laktosa dibandingkan dengan penderita yang diberi formula standar. 88 Jurnal Keperawatan Anak. Volume 1, No. 2, November 2013; 85-90

Hal ini didukung oleh pendapat Khasanah (2011) bahwa intoleransi laktosa merupakan suatu ketidakmampuan mencerna laktosa yang ada dalam makanan dengan baik akibat defisiensi enzim laktase. Defisiensi enzim laktase merupakan jenis defisiensi disakarida yang paling sering terjadi. Penyebab intoleransi laktosa antara lain operasi usus, infeksi usus halus yang disebabkan virus atau bakteri yang merusak sel-sel yang melapisi usus. Pemberian susu bebas laktosa mampu membantu meringankan kerja usus sehingga membantu proses penyembuhan diare. terhadap frekuensi buang air besar pasien anak usia 1-24 bulan dengan diare akut di ruang perawatan anak RSU Anutapura Palu. Hasil penelitian pada 32 responden didapatkan hasil nilai p < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak, artinya frekuensi buang air besar sebelum dan sesudah diberikan susu bebas laktosa ada perbedaan (tidak sama) dengan demikian dapat dinyatakan bahwa ada frekuensi buang air besar. Menurut asumsi peneliti penurunan frekuensi buang air besar lebih cepat pada responden yang diberi susu bebas laktosa karena susu bebas laktosa lebih mudah pada usus anak yang mengalami diare. Pada saat anak diare, enzim laktase yang berfungsi memecah laktosa menjadi glukosa dn galaktosa. Pada kondisi diare, usus mengalami gangguan (defisiensi laktosa sekunder) sehingga susu bebas dapat meringankan kerja usus dan mempercepat perbaikan frekuensi buang air besar. Hal yang sama didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh Aminah (2012) di Semarang, mendapatkan hasil frekuensi buang air besar (BAB) kelompok yang diberi susu formula bebas laktosa lebih cepat menurun. Hal ini didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh Lindseth (2005) menerangkan bahwa laktosa yang tidak dapat dihidrolisis masuk ke usus besar, dapat menimbulkan efek osmotik sehingga air masuk ke dalam lumen kolon. Laktosa di dalam usus besar difermentasikan oleh bakteri di dalamnya sehingga menghasilkan asam laktat dan asam lemak yang mengiritasi usus besar. Akibatnya terjadi peningkatan motilitas usus akibat iritasi usus besar dan diare hebat. SIMPULAN 1. Dari 32 responden, proporsi terbesar pada umur 7-12 bulan, pada jenis kelamin lakilaki dan dengan masa perawatan selama 3 hari. 2. Karakteristik feses sebelum pemberian susu bebas laktosa semuanya berada pada skala 4 (cair), dan sesudah pemberian susu bebas laktosa sebagian besar berada pada skala 2 (normal). 3. Karakteristik frekuensi buang air besar sebelum pemberian susu bebas laktosa semuanya 3 kali dalam 24 jam, dan sesudah pemberian susu bebas laktosa sebagian besar frekuensi buang air besarnya berkurang menjadi < 3 kali dalam 24 jam. 4. Ada pengaruh pemberian susu bebas laktosa terhadap konsistensi feses. 5. Ada pengaruh pemberian susu bebas laktosa terhadap frekuensi buang air besar. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan sebagai berikut: 1. Bagi Institusi pendidikan Diharapkan hasil penelitian dapat dijadikan bahan untuk pengembangan penelitian selanjutnya. 2. Bagi RSU Anutapura Palu Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi RSU Anutapura Palu pada umumnya dan bagi perawat yang bertugas di ruang perawatan anak pada khususnya tentang pengelolaan diare akut pada anak khususnya dalam pemberian susu bebas laktosa melalui penyuluhan. 3. Bagi Peneliti dan Peneliti Lain Diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penilitian ini dengan variabel yang lebih banyak lagi, dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan dengan menggunakan kelompok kontrol. Pengaruh Pemberian Susu Bebas Laktosa Terhadap Karakteristik Buang Air Besar Pasien Anak 1 24 Bulan Dengan Diare Akut Di Ruang Perawatan Anak RSU Anutapura Palu 2013 Andi Fatmawati, Netty Vonny Yanty 89

DAFTAR PUSTAKA Aminah, S, 2012. Pengaruh susu bebas laktosa terhadap masa perawatan anak dengan diare akut dehidrasi tidak berat. Jurnal Media Medika Muda. Hal 1-15. Depkes RI, 2010. Epidemiologi Diare. Diakses pada 11 April 2013 dari http://www.depkes.go.id. --------------, 2011. Millenium development goals. Diakses pada 11 April 2013 dari http://www.depkes.go.id Karyana, 2012. Pengaruh formula bebas laktosa terhadap lama diare dan eletrolit serum pada anak dengan diare rotavirus. Jurnal Sari Pediatrik, Vol. 14 No. 2. hal 137 142. Khasanah, N, 2011. Panduan lengkap seputar ASI dan susu formula. Yogyakarta: Flash Books. Maryunani, A., & Nurhayati. (2009). Asuhan kegawatdaruratan dan penyulit pada neonatus. Jakarta: Trans Info Media. Machfoedz, I, 2009. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Fitramaya. Ngastiya, 2002. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC Notoatmodjo, S, 2010. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Citra. Pusponegoro, et al, 2004. Standar pelayanan medis anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. Riyanto, 2011. Pengolahan dan analisa data kesehatan. Yogyakarta: Nuhu Medika. RSU Anutapura Palu, 2013.Profil RSU Anutapura Palu. Palu: RSU Anutapura. Simakachom, 2004. Weight, gain inhibition by lactosa in australian aboriginal children, a controlled trial of normal and lactosa hydrolised milk. Jurnal Internasional. Diakses pada 11 April 2013 dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pulmed/6560 6. Wati, et al, 2011. Pedoman pelayanan medis kesehatan anak. Denpasar: Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah. 90 Jurnal Keperawatan Anak. Volume 1, No. 2, November 2013; 85-90