3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai dengan Juli 2009 di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Dramaga, Bogor yang terletak pada ketinggian 250 m dpl dengan jenis tanah latosol. 3.2 Bahan dan Alat Penelitian ini menggunakan 17 genotipe jagung koleksi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen) terdiri atas 5 genotipe lokal (Campaloga, Genjah Kodok, Ketip Kuning, Lokal Oesao, Lokal Srimanganti), 7 genotipe hasil pemuliaan (Antasena, Arjuna P18, Bayu, BC 10 MS 15, Nakula, Sadewa, Wisanggeni) dan 5 genotipe introduksi (EW DMR Pool C6S2, EY Pool C4S2, Kiran, Phil DMR Comp. 2, Phil DMR 6) serta varietas hibrida BISI-2 sebagai pembanding. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman dilakukan pemupukan dengan Urea, SP-18, KCl dan pupuk kandang. Pengendalian hama dan penyakit tanaman menggunakan insektisida dan fungisida. Alat yang digunakan antara lain alat budidaya pertanian, jangka sorong, label, meteran, pisau, plastik, timbangan digital, dan alat tulis. 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan tiga ulangan. Perlakuannya adalah 17 genotipe dan varietas hibrida BISI-2 sebagai pembanding. Dengan demikian seluruhnya terdapat 54 satuan percobaan dan setiap satu satuan percobaan terdiri dari 50 tanaman tiap petak dengan 10 tanaman contoh.
Model matematika RKLT yang digunakan (Gomez and Gomez, 1995) adalah : Y ij = μ + α i + β j + ε ij Keterangan : i = 1, 2, 3,...n j = 1, 2, 3 Y ij μ α i β j ε ij = Respon pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j = Nilai tengah umum = Pengaruh perlakuan ke-i = Pengaruh ulangan ke-j = Pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i ulangan ke-j Terhadap karakter yang berbeda nyata pada taraf 5% dilakukan uji lanjut dengan uji t-dunnett. Selain itu dilakukan uji kontras ortogonal antar genotipe atau kelompok genotipe sesuai kebutuhan. 3.4 Pelaksanaan Penelitian 3.4.1 Pengolahan Lahan Pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan traktor kemudian cangkul dilanjutkan pemberian pupuk kandang dan dibiarkan selama satu minggu. Setelah satu minggu dilakukan pemetakan dengan ukuran 26.6 m x 5 m untuk tiap ulangan dan setiap genotipe ditanam dalam dua baris dengan ukuran petak 1.4 m x 5 m dengan jarak tanam 70 cm x 20 cm. Dengan demikian terdapat 25 tanaman per baris dan 50 tanaman per genotipe per ulangan. 3.4.2 Penanaman Benih yang ditanam sebanyak 2 benih per lubang tanam dan diikuti dengan pemberian Furadan 3G untuk pengendalian hama lalat bibit dan serangan semut yang dapat merusak benih dalam tanah.
3.4.3 Pemupukan Pemupukan dilakukan dengan cara ditugal dengan jarak ± 7 cm dari lubang tanam. Dosis pupuk yang digunakan yaitu 200 kg/ha Urea, 400 kg/ha SP-18 dan 100 kg/ha KCl. Pupuk Urea diberikan setengah dosis rekomendasi pada saat tanam dan sisanya diberikan 21 HST (Hari Setelah Tanam). Pupuk SP- 18 dan KCl diberikan satu dosis rekomendasi pada saat tanam saja. 3.4.4 Pemeliharaan Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi pengendalian gulma (penyiangan), pembumbunan, pengendalian hama dan penyakit, dan penjarangan. Penyiangan dan pembumbunan dilakukan saat tanaman berumur 3 MST (Minggu Setelah Tanam), kegiatan penyiangan dilakukan kembali sekitar 6 MST karena gulma yang tumbuh menghambat pertumbuhan tanaman jagung serta menyulitkan pemanenan. Pengendalian penyakit menggunakan fungisida berupa Saromyl yang diaplikasikan pada benih sebelum ditanam dengan tujuan mencegah penyakit bulai. Pengendalian hama menggunakan insektisida Furadan 3G untuk mengendalikan hama lalat bibit serta untuk pengendalian ulat serta belalang digunakan Decis 2.5 EC dengan konsentrasi 2 ml per 1 liter air. Pengendalian hama dengan Furadan diaplikasikan saat tanam yang diberikan bersamaan dengan benih dan diaplikasikan pada ujung daun tanaman jagung saat berumur 2-4 MST untuk pengendalian ulat grayak. Penjarangan yaitu membuang satu tanaman jagung sehingga hanya satu tanaman jagung saja yang tersisa setiap lubang tanamnya. Bertujuan mengurangi persaingan pertumbuhan tanaman dalam populasi. Kegiatan pemeliharaan dalam penelitian ini hanya meliputi pengendalian hama dan penyakit, pengendalian gulma, dan pembumbunan. Penyulaman tanaman yang mati tidak dilakukan karena dikhawatirkan tanaman jagung semi tidak seragam pertumbuhannya mengingat umurnya yang pendek.
3.4.5 Pemanenan Kegiatan pemanenan pada umumnya dilakukan setelah tanaman berumur 54 HST (di bagian tongkol sudah keluar rambut 2-3 cm dan warna kelobot hijautua), yang dilakukan setiap dua hari sekali. Penelitian ini menggunakan 17 genotipe yang berbeda dan varietas hibrida BISI-2 sebagai pembanding sehingga panen dilakukan sesuai umur panen tiap genotipe. Menurut Fadhil (2004) berdasarkan penelitian yang dilakukannya, genotipe jagung lokal memiliki umur panen yang pendek yaitu Ketip Kuning (57.5 HST), Genjah Kodok (58.5HST), Lokal Srimanganti (61.0 HST) dan Lokal Oesao (62.6 HST) dibandingkan dengan genotipe jagung hasil pemuliaan, Sadewa (62.7 HST). 3.4.6 Pengamatan Pengamatan dilaksanakan terhadap 10 tanaman contoh yang kompetitif yang diambil secara acak per genotipe. Peubah yang diamati antara lain : 1. Tinggi tanaman Diukur setelah tanaman keluar tassel (bunga jantan), mulai dari permukaan tanah pada ruas terakhir dimana terdapat akar hingga ujung daun tertinggi yang ditegakkan dan dilakukan satu minggu sekali. 2. Diameter batang Pengukuran ini bersamaan dengan tinggi tanaman, yang diukur pada ruas terbesar sekitar 5 cm dari ruas terakhir dimana terdapat akar dan dilakukan satu minggu sekali. 3. Jumlah buku per tanaman Perhitungan dari buku terbawah setiap tanaman contoh dan dilakukan satu minggu sekali. 4. Umur berbunga (bunga jantan) Umur saat pertama penanaman sampai 50% dari populasi tanaman keluar malai. 5. Umur panen Nilai rata-rata umur petik tiap tongkol yang dihasilkan tanaman contoh.
6. Jumlah tongkol per tanaman Dihitung berdasarkan semua tongkol yang dihasilkan setiap tanaman contoh. 7. Bobot tongkol kotor Ditimbang berdasarkan bobot semua tongkol beserta kelobot dan rambutnya dari setiap tanaman contoh. 8. Bobot tongkol bersih Ditimbang berdasarkan bobot tongkol tanpa kelobot dan rambut tongkol dari setiap tanaman contoh. 9. Ukuran tongkol Pengukuran dilakukan terhadap panjang tongkol dan diameter tongkol. Pengukuran panjang tongkol mulai dari bagian pangkal tongkol sampai ujung tongkol sedangkan diameter diukur pada bagian pangkal tongkol karena berdasarkan pengamatan bagian ini adalah bagian dengan diameter tongkol terbesar untuk tongkol yang layak pasar. 10. Jumlah tongkol layak pasar Dihitung dari jumlah tongkol semua tanaman contoh per genotipe. Tongkol layak pasar memiliki ciri-ciri berupa bentuk tongkol yang lurus, baris bakal biji lurus, tidak cacat atau terserang hama dan penyakit, serta ukuran yang sesuai dengan kriteria kelas yang digunakan oleh perusahaan jagung semi. Misalnya PT NSI (Nusantara Swadaya Industri) menetapkan jagung semi kelas A (panjang tongkol 4-6 cm), kelas B (panjang tongkol 6-8 cm), kelas C (panjang tongkol 8-10 cm), dan kelas D (panjang tongkol 10-12 cm). Pada penelitian ini digunakan standar CODEX (Tabel 1) untuk mengkelaskan jagung semi berdasarkan ukuran tongkol. Tabel 1. Standar CODEX untuk Baby corn (Brisco, 2000) Kode Ukuran Panjang Tongkol(cm) A 5.0-7.0 B 7.0-9.0 C 9.0-12.0 Semua ukuran, minimal harus memiliki diameter tongkol tidak kurang dari 1 cm dan maksimal tidak lebih dari 2 cm
11. Jumlah tongkol afkir Tongkol dengan penampilan kurang menarik misalnya bengkok, cacat, terserang hama dan penyakit, tidak mulus, baris bakal biji yang bengkok atau melingkar, dan ukuran tongkol yang tidak memenuhi kriteria pengkelasan. Dihitung dari jumlah tongkol semua tanaman contoh per genotipe. 3.5 Analisis Data 3.5.1 Analisis Ragam dan Uji Nilai Tengah Masing-masing peubah dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA) dari Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT). Tabel 2. Sidik Ragam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak Sumber Derajat Jumlah Kuadrat E (KT) F hitung Keragaman Bebas Kuadrat Tengah Faktor koreksi 1 Ulangan r-1 JK k KT σ 2 ε + σ 2 β Genotipe t-1 JK g KT g σ 2 ε+σ 2 g KT g /KT e Galat (r-1) (t-1) JK e KT e σ 2 ε Umum rt-1 JK u Apabila dalam sidik ragam terdapat peubah yang nilai F-hitungnya berbeda nyata atau sangat nyata maka dilakukan uji lanjut setelah analisis ragam dengan menggunakan uji perbedaan nilai tengah yaitu uji t-dunnett dan uji kontras ortogonal. Berikut rumus nilai kritikal dari uji t-dunnett : d = t (dunnett) Berikut rumus dari uji kontras ortogonal : H 0 = c 1 u 1 + c 2 u 2 +... + c i u i = c i u i = 0, dengan syarat : c i = 0 Keterangan : u i = total perlakuan atau nilai tengah c i = konstanta
3.5.2 Pendugaan Heritabilitas Nilai heritabilitas merupakan nilai yang digunakan oleh pemulia tanaman dalam melakukan seleksi terhadap beberapa karakter yang diinginkan (Allard, 1960). Nilai ini diperlukan untuk mengetahui sejauh mana suatu populasi tanaman secara fenotipik dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan sekitarnya. Perhitungan nilai ragam genotipe dan ragam fenotipe diduga dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: σ 2 ε = = σ 2 γ = = σ 2 р = = V g + V e Keterangan : KT g KT e V G V E V P r = kuadrat tengah genotipe = kuadrat tengah galat = ragam genotipe = ragam lingkungan = ragam fenotipe = banyaknya ulangan Rumus heritabilitas sebagai berikut : h 2 bs = Kriteria nilai heritabilitas (h 2 bs) menurut Stanfield (1991) terdiri dari tiga kelas yaitu: Heritabilitas rendah : h 2 bs < 0.2 Heritabilitas sedang : 0.2 h 2 bs 0.5 Heritabilitas tinggi : 0.5 < h 2 bs < 0.1
3.5.3 Koefisien Keragaman Genetik (KKG) Rumus untuk perhitungan koefisien keragaman genetik adalah: KKG = x 100% Keterangan : KKG = koefisien keragaman genetik V G = ragam genetik = nilai tengah Menurut Moedjiono dan Mejaya (1994) kriteria KKG relatif yaitu : rendah (0% <x 25%), agak rendah (25% <x 50%), cukup tinggi (50% <x 75%) dan tinggi (75% <x 100%). 3.5.4 Koefisien Korelasi Keeratan hubungan antar dua peubah yang diamati dapat diketahui melalui nilai koefisien korelasinya (r). Rumus untuk menduga koefisien korelasi adalah : Keterangan : r (xy) = koefisien korelasi peubah x dan y = nilai pengamatan ke-i pada peubah pertama = nilai pengamatan ke-i pada peubah kedua Nilai r berada diantara -1 dan +1. Nilai 1 atau -1 menunjukkan bahwa hubungan linear sempurna dan jika r sama dengan nol maka tidak ada hubungan antara kedua peubah atau hubungannya tidak linier. 3.5.5 Analisis Lintas Besarnya nilai koefisien lintasan (P) dicari dengan menggunakan metode aljabar matriks menurut Singh dan Chaudary (1979). Pengolahan data ini dilakukan dengan program SAS 6.12.