BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun dengan lawan jenis merupakan salah satu tugas perkembangan tersebut.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. mereka kelak. Salah satu bentuk hubungan yang paling kuat tingkat. cinta, kasih sayang, dan saling menghormati (Kertamuda, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan impian setiap manusia, sebab perkawinan dapat membuat hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. Menikah adalah penggabungan atau pencampuran antara pria dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, sebagai kehendak Sang pencipta yang telah

BAB I PENDAHULUAN. untuk itu. Perkawinan merupakan faktor untuk membina kerja sama antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

SUSI RACHMAWATI F

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. Qur an, Jakarta:1992, hlm Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Terjemahannya, Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Lieben und arbeiten, untuk mencinta dan untuk bekerja.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. Aunur Rohim Faqih, Bimbingan Konseling dalam Islam, UII Pres, Yogyakarta, 2001, hlm. 70 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap kehidupan manusia pasti berhubungan dengan rasa bahagia dan rasa

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak terlepas dari interaksi dengan orang

PENGANTAR. kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahasan dalam psikologi positif adalah terkait dengan subjective well being individu.

BAB I PENDAHULUAN. Kristen. Setiap gereja Kristen memiliki persyaratan tersendiri untuk

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini, generasi muda khususnya remaja, telah diberikan berbagai disiplin ilmu sebagai persiapan

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal ini adalah rumah tangga, yang dibentuk melalui suatu perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan dalam agama Islam disebut Nikah yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebahagiaan merupakan keadaan psikologis yang ditandai dengan tingginya

8. Sebutkan permasalahan apa saja yang biasa muncul dalam kehidupan perkawinan Anda?...

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1. yang sakinah, mawaddah dan rahmah.

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan satuan sosial yang paling sederhana di kalangan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

KEPUTUSAN HIDUP MELAJANG PADA KARYAWAN DITINJAU DARI KEPUASAN HIDUP DAN KOMPETENSI INTERPERSONAL

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kebahagiaan merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan, karena pada

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari siklus kehidupan manusia adalah terbentuknya pasangan baru (new couple), di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra

PUTUSAN Nomor : 37/Pdt.G/2011/PA.NTN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jenis kelamin, status ekonomi sosial ataupun usia, semua orang menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. dimana seseorang menilai keseluruhan kehidupannya secara positif

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang menginginkan kebahagiaan dan kepuasan dalam hidupnya. Selain itu juga Allah memerintahkan manusia untuk mencari kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36 yang berbunyi : Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan". Sebagaimana firman Allah SWT di atas, manusia diturunkan ke bumi salah satunya untuk mencari kesenangan atau kebahagiaan yang Allah sediakan hingga waktu yang Allah tentukan. Kebahagiaan atau kesenangan itu bisa kita dapatkan melalui hal apapun, salah satunya bisa kita dapatkan melalui pernikahan. 1

2 Pernikahan adalah salah satu jalan agar seseorang mendapatkan kebahagiaan, sebagaimana definisi pernikahan menurut Islam yang mengatakan bahwa, pernikahan ialah suatu akad atau perjanjian mengikat antara seorang laki-laki dan perempuan untuk menghalalkan hubungan antara kedua belah pihak dengan suka rela dan kerelaan kedua belah pihak merupakan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman (sakinah) dengan cara-cara yang di ridhloi Allah SWT. Definisi tersebut merujuk kepada Al-Qur`an dalam surat Ar-rum ayat 21 yang berbunyi : Dan diantara tanda-tanda (kebesaran)-nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir (Ar-Rum [30] : 21). Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan, dalam hal ini suami-istri dalam kehidupan pernikahannya agar mereka merasa tentram, merasakan kasih sayang yang akhirnya dapat membuat mereka merasakan kebahagiaan. Sejalan pula dengan definisi pernikahan menurut para fuqaha, bahwa pernikahan itu adalah:

3.عقد يفيد حل استمتاع كل من العاقدين باآلرخ عي الجه المر عع Sebuah akad yang menghalalkan bagi kedua belah pihak untuk bersenang-senang sesuai dengan syariat. Sama halnya dengan pengertian pernikahan menurut Islam, Bamister dan Leary (dalam Saesa, 2012) menjelaskan bahwa manusia memiliki kebutuhan dasar untuk memiliki dan kebutuhan itu dapat diwujudkan melalui kehidupan pernikahan. Pemenuhan kebutuhan dasar dalam sebuah kehidupan pernikahan tersebut kemudian memicu terbentuknya kebahagiaan dalam diri seseorang. Hal itu terjadi karena dalam kehidupan pernikahan terdapat potensi memberikan kehadiran eksistensi pertemanan (friendship), keintiman, cinta, afeksi, dan dukungan social pada saat seseorang mengalami situasi krisis. Selain itu pernikahan juga memberi kesempatan kepada seseorang untuk mengalami perkembangan personal (personal growh) dan perkembangan potensi baru. Definisi-definisi dan pengertian pernikahan di atas mengatakan bahwa pernikahan itu bertujuan, dapat membuat seseorang menjadi bahagia atau salah satu cara seseorang agar mendapatkan kebahagiaan, di tunjang dengan banyaknya penelitian tentang pernikahan ternyata membuat orang merasa lebih bahagia. Setidaknya menurut penelitian dari para peneliti di Michigan State University (MSU) yang dirilis di Journal of Research in Personality (dalam portalkabar.com, 2009). Para ahli berkesimpulan bahwa meskipun kehidupan pernikahan tidak otomatis membuat orang lebih bahagia daripada hidup melajang, tapi pasangan

4 yang menikah merasakan kebahagian secara lebih lama. Penelitian yang menguji data survei nasional Inggris dari ribuan pasang suami-istri dalam jangka waktu yang panjang menunjukkan bahwa orang yang menikah cenderung bertahan di tren bahagia. Studi yang diselenggarakan Kantor Statistik Nasional (ONS) ini menemukan bahwa menikah adalah 20 kali lebih penting untuk kesejahteraan seseorang dibanding penghasilan yang tinggi dan 13 kali lebih penting daripada memiliki rumah. Analisis ONS ini didasarkan pada survei terhadap 165.000 orang, di mana mereka diminta untuk menilai hidup mereka dalam empat bidang: kepuasan dengan kehidupan, seberapa berharga hidup mereka, seberapa besar kebahagiaan yang mereka rasakan dan seberapa cemas kehidupan mereka. Hampir semua pasangan menginginkan kehidupan pernikahannya berjalan dengan mulus. Sebagaimana tujuan dari pernikahan itu sendiri adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang RI Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 1 dalam Fauzi, 2006). Sebagaimana hasil penelitian di atas yang menyatakan bahwa orang yang telah menikah dapat lebih bahagia di banding orang yang tidak menikah, namun pada kenyataannya bagi sebagian orang, pernikahan malah tidak dapat membuatnya lebih bahagia ketika apa yang ia inginkan tidak didapatnya. Buktinya berdasarkan temuan Marx Cammack (dalam depan.org, 2011), pada tahun 1950-an angka perceraian di Asia Tenggara, termasuk

5 Indonesia, tergolong yang paling tinggi di dunia. Pada dekade itu, dari 100 perkawinan, 50 di antaranya berakhir dengan perceraian. Pada tahun 2009 perceraian mencapai 250 ribu.tampak terjadi kenaikan dibanding tahun 2008 yang berada dalam kisaran 200 ribu kasus. Meskipun perkawinan yang pada awalnya dilandasi oleh dasar cinta, tidak jarang perkawinan tersebut berakhir dengan cerai tanpa memikirkan dampak dari perceraian itu sendiri. Faktor penyebab perceraian terkadang bersumber dari persoalan kecil yang sepele yang masih mungkin bisa diselesaikan, namun bagi sebagian orang hal yang sepele itu adalah yang membuatnya tidak merasakan kepuasan dan kebahagiaan dalam pernikahannya sehingga mereka harus mengambil jalan perceraian. Bagi orang-orang tertentu, ketika orang tersebut tidak mendapatkan kebahagian dan kepuasan pada pernikahannya, maka ia akan terus mencari dan mungkin sekali jika mereka mencarinya melalui pernikahan lagi. Seperti kasus yang peneliti temukan pada seorang ibu yang saat ini berumur 73 tahun, S melakukan perceraian atau nikah- cerai hingga lebih dari sepuluh kali. Menurut pengakuannya dari wawancara yang peneliti lakukan, S melakukan pernikahan hingga lebih dari sepuluh kali dengan alasan yang bermacam-macam, yang menurut pengakuan S sebagian besar alasannya itu adalah karena kesepian dan tidak mendapatkan kebahagiaan dari mantan-mantan suaminya.

6 Kebanyakan orang akan membutuhkan penyesuaian setelah adanya perceraian, karena biasanya dampak traumatik dari perceraian lebih besar daripada dampak kematian, karena sebelum dan sesudah perceraian sudah timbul rasa sakit dan tekanan emosional. Landis (dalam Hurlock, 1999 dalam wiaswiyanti, 2008) mengatakan bahwa perceraian memerlukan penyesuaian tertentu terhadap setiap anggota keluarga. Menurut landis, penyesuaian yang terpenting adalah : 1. Penyesuaian terhadap pengetahuan bahwa perceraian akan terjadi 2. Penyesuaian terhadap perceraian itu sendiri 3. Pernyesuaian yang digunakan oleh salah satu orang tua anak untuk menentang salah satu dari kedua orang tua anak 4. Penyesuaian terhadap perilaku kelompok usia sebaya 5. Penyesuaian terhadap perubahan perasaan 6. Penyesuaian untuk menikah kembali 7. Penyesuaian untuk memehami kegagalan keluarga Hozman dan Froiland (dalam Hurlock, 199, h.309 dalam wiaswiyanti, 2008) menjelaskan tentang kesulitan dan kerumitan diri setelah terjadi perceraian. Mereka mengatakan ada lima tahap penyesuaian setelah perceraian, yaitu : 1. Tahap penyangkalan bahwa ada perceraian

7 2. Tahap timbulnya kemarahan dimana masing-masing individu tidak ingin saling terlibat 3. Tahap usaha untuk tidak bercerai dengan banyak pertimbangan 4. Tahap mengalami depressi mental saat tahu akibat menyeluruh dari perceraian terhadap keluarga 5. Tahap persetujuan untuk bercerai Wirawan dan Sudarto, 2001 (dalam wiaswiyanti, 2008) menambahkan bahwa walaupun telah melalui lima tahap di atas, ada kemungkinan seseorang tidak pernah dapat mengatasi perasaan kesepian dan keterasingan. Kesepian mungkin akan menjadi kesulitan yang mereka rasakan. Seperti yang terjadi pada S dalam kasus yang peneliti temukan, S terlihat sulit untuk mengatasi perasaan kesepian dan kebutuhan akan kebahagiannya sehingga ia melakukan nikah- cerai tanpa berpikir panjang dan pertimbangan yang matang, bahkan tanpa meminta pendapat keluarga. Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan, subjek mengaku bahwa hampir di setiap perceraiannya beralasan karena tidak adanya kesepahaman dan tidak di dapatkannya kebahagiaan dari mantan-mantan suaminya. Misalnya, subjek meminta suaminya agar tidak membagi kasih sayangnya dengan anak tirinya, jika itu terjadi maka subjek akan meminta cerai, ketika mertuanya ikut campur dalam urusan rumah tangganya, atau ketika Suaminya melakukan KDRT dan perselingkuhan.

8 Kebahagiaan dapat diartikan sebagai sebuah penilaian menyeluruh tentang kehidupan secara lengkap, yang meliputi aspek kognitif dan afektif (Galati, Manzano & Sotgiu, 2006). Sedangkan yang dimaksud dengan kepuasan hidup adalah penilaian subjektif atas kualitas hidup seseorang (Sousa & Lyubomirsky, 2001). Lebih jauh lagi dapat diartikan sebagai kepuasan atau penerimaan seseorang atas peristiwa di dalam hidupnya atau pemenuhan keinginan dan kebutuhan seseorang di dalam kehidupannya secara menyeluruh. Kebahagiaan dan kepuasan hidup tersebut merupakan komponen dari subjective well-being (SWB). Menurut Diener, subjective well-being merupakan keadaan dimana individu merasa puas akan kehidupan yang dijalani dan merasa bahwa kebahagiaan lebih mendominasi dalam hidupnya, walaupun ia juga pasti pernah mengalami peristiwa yang menyedihkan. Lebih lanjut, Diener (2000) mengkonsepkan subjective well being sebagai pengalaman subjective yang terfokus pada kualitas hidup dan emotional state yang menggambarkan kehidupan sehari-hari dievaluasi dan dilaporkan oleh mereka sendiri. Dalam penelitannya, Diener (2000) mengungkapkan bahwa seseorang akan bahagia ketika mengalami rasa nyaman yang lebih banyak dibandingkan rasa tidak nyaman, melakukan kegiatan yang menarik, mengalami rasa senang lebih banyak dibandingkan rasa sakit, dan merasa puas akan hidupnya. Subjective well being merupakan analisis ilmiah tentang bagaimana orang menilai kehidupan mereka baik saat ini dan waktu yang telah lalu

9 seperti selama setahun terakhir. Evaluasi ini termasuk reaksi emosional untuk suatu peristiwa, suasana hati dan penilaian mereka membentuk kepuasaan hidup mereka (Diener, Oishi, dan Lucas, 2002). Evaluasi tersebut meliputi reaksi emosional, suasana hati dan penilaian mereka terhadap kehidupannya seperti pernikahan dan pekerjaan. Sehingga subjective well being dapat diartikan sebagai kebahagian atau kesejahteraaan atau kepuasan (Diener, Oishi, dan Lucas: 2002). Dengan demikian, subjektif well being adalah pengalaman seseorang tentang kebahagiaan dan kepuasan hidupnya sehingga orang tersebut dapat mengevaluasi kesejahteraan hidupnya dengan banyak faktor yang dapat mempengaruhinya. Jika dikaitkan dengan masalah yang peneliti temukan pada kasus S yang mencari kebahagiaan dengan melakukan pernikahan hingga berulang kali tanpa pertimbangan yang matang dan berujung pada kegagalan dalam pernikahannya, maka kasus S ini menarik untuk peneliti, dan peneliti ingin mengetahui Faktor apa saja yang mempengaruhi subjective well-being seorang wanita yang mengalami kegagalan pernikahan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah Faktor apa saja yang dapa mempengaruhi Subjective Well-Being Seorang Wanita yang Mengalami Kegagalan Pernikahan?

10 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor-faktor yang Mempengaruhi Subjective Well-Being Seorang Wanita yang Mengalami Kegagalan Pernikahan. D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis Secara teoritis, kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan di bidang psikologi terutama dalam bidang : a. Psikologi klinis, b. Psikologi keluarga, dan c. Psikologi positif. Selain itu, diharapkan dapat menambah khazanah pengetahuan terutama mengenai gambaran Subjective well-being seorang ibu yang menikah lebih dari sepuluh kali, mengembangkan ilmu pengetahuan, dan juga menambah kepustakaan. 2. Kegunaan Praktis a. Secara praktis, kegunaannya diharapkan dapat memberi masukan yang bermanfaat bagi orang-orang, terkhusus bagi para wanita yang telah menikah.

11 b. Memberikan inspirasi bagi para wanita untuk lebih memahami aspek kognitif dan afektif positif yang dimiliki, kemudian mengembangkannya untuk mencapai kebahagiaan atau kepuasan hidup. c. Sebagai referensi dan informasi bagi peneliti lain yang hendak melakukan penelitian dengan tema kajian yang serupa.