BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berpenduduk terbesar kelima di dunia dengan angka 270 juta, memiliki angkatan kerja yang sangat besar. Angkatan kerja Indonesia selama periode 2002-2012 tumbuh sebesar 15,97% dengan rata-rata pertumbuhan 1,6% pertahun. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) mengalami sedikit kenaikan dari 67,76% tahun 2002 menjadi 67,88% tahun 2012, sedangkan jumlah perusahaan di Indonesia menunjukkan penurunan tiap tahunnya dari tahun 2006 yaitu 29.468 perusahaan hingga pada tahun 2010 hanya tinggal 23.345 perusahaan. Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah permintaan tenaga kerja dalam lapangan kerja dari perusahaan yang ada di Indonesia masih belum berjalan seimbang dengan jumlah angkatan tenaga kerja yang ada sehingga menunjukkan gap yang cukup signifikan atas kedudukan pengusaha dan pekerja (Susetiawan dan Purwanto, 2013). Pelaksanaan pembangunan nasional tidak lepas dari peran tenaga kerja dengan artian bahwa tenaga kerja merupakan salah satu ujung tombak sebagai unsur penunjang pemerintah yang mempunyai peran yang sangat penting bagi keberhasilan pembangunan, sehingga kebijakan di bidang ketenagakerjaan dalam program pembangunan nasional selalu diupayakan pada terciptanya kesempatan kerja yang sebanyak mungkin di berbagai bidang usaha. Kesempatan ini diimbangi dengan adanya peningkatan mutu serta peningkatan perlindungan terhadap tenaga kerja (Riki dkk, 2014). Berdasarkan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar tahun 1945 disebutkan bahwa setiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan yang berarti bahwa setiap orang yang bekerja haruslah memperoleh hak-hak yang sudah diatur oleh pemerintah. Pelaksanaan yang terjadi di lapangan saat ini, masih banyak pekerja yang belum memperoleh hak tersebut sehingga seringkali timbul permasalahan antara pengusaha dan pekerja.
Hubungan dan kondisi yang tidak setara antara pekerja dengan pengusaha sering memicu timbulnya konflik atau dispute. Konflik ini sering terjadi akibat adanya perbedaan pendapat atau pemaknaan yang salah terkait dengan hak bekerja. Upaya yang dilakukan oleh pekerja untuk mendapatkan keadilan sering berakhir dengan mogok kerja. Hal ini dilakukan karena tidak terjadinya kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja (Nugroho dkk, 2014). Konflik ini dapat dihindari apabila perusahaan dan pekerja melakukan komunikasi maupun penyelesaian permasalahan yang dihadapi. Menurut Fatyandri dan Muchsinati (2014) komunikasi merupakan kunci utama dalam mengelola hubungan industrial. Komunikasi yang tidak berjalan dengan efektif dapat menyebabkan penyelesaian perselisihan yang berlarut-larut. Konflik yang timbul di dunia tenaga kerja banyak penyebabnya, salah satunya adalah dalam permasalahan keselamatan dan kesehatan kerja. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan rencana usaha yang penerapannya berguna untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja. Tujuan dari K3 ini adalah untuk meningkatkan produktivitas, meningkatkan efisisensi pekerjaan dan menurunkan biaya kesehatan. Hasil penelitian Setiawan (2013) menunjukkan bahwa K3 mempunyai pengaruh positif terhadap produktivitas karyawan. Hal ini berarti meningkatnya K3 akan meningkatkan produktivitas karyawan. Penelitian dari Paramita (2012) juga menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan pada K3 terhadap motivasi kerja yang nantinya akan berpengaruh terhadap prestasi kerja. Penyelesaian permasalahan kesehatan kerja juga diperlukan dalam peningkatan K3, seperti pada penelitian Sari (2014) yang menyatakan bahwa pemberian ganti rugi terhadap pekerja yang mengalami penyakit akibat kerja ditanggung dalam program jaminan pemeliharaan kesehatan mandiri. Keselamatan dan kesehatan kerja ini penting karena dengan adanya K3 maka pekerja akan terjamin keamanan dan keselamatannya saat melakukan pekerjaan serta dapat menurunkan angka kecelakaan kerja. Angka kecelakaan kerja di Indonesia menunjukkan bahwa perlunya perhatian serius untuk pekerja Indonesia. Menurut data dari Jamsostek pada tahun 2012,
kecelakaan kerja menembus angka 103.000 kasus dengan rata-rata pekerja meninggal setiap hari sebanyak 9 orang. Jamsostek pada tahun yang sama, telah membayar sekitar Rp 406 milyar untuk santunan kematian dan Rp 554 milyar untuk santunan kecelakaan kerja. Permasalahannya, hanya sekitar 30% dari seluruh pekerja di Indonesia yang dilindungi oleh Jamsostek sehingga angka kecelakaan kerja yang belum dicatat berkali lipat. Dunia internasional melalui International Labour Organization (ILO) juga memberikan perhatian khusus bagi kecelakaan kerja Indonesia dengan data pada tahun 2012, terdapat 29 kecelakaan kerja yang mengakibatkan kematian (kecelakaan fatal) dalam 100.000 pekerja Indonesia. International Labour Organization juga mencatat bahwa setiap tahunnya Indonesia mendapatkan 99.000 kecelakaan dengan 70% diantaranya menyebabkan kematian dan cacat seumur hidup. Kecelakaan kerja Indonesia telah mengakibatkan negara Indonesia mengalami kerugian hingga Rp 280 triliun (Supriyadi, 2014). Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan juga melaporkan, pada semester I-2015 jumlah kasus kecelakaan kerja peserta program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) mencapai 50.089 kasus. Angka ini turun bila dibandingkan dengan tahun 2014 yang mencapai 53.319 kasus. Penurunan kasus ini menurut Ahmad Riyadi selaku Direktur Pelayanan dan Pengaduan BPJS Ketenagakerjaan, dikarenakan BPJS Ketenagakerjaan aktif menggelar safety training khususnya untuk pekerjaan yang berisiko kecelakaan kerja tinggi. Namun, untuk program Jaminan Kematian (JK) mengalami peningkatan kasus dari 10.351 kasus pada 30 Juni 2014 menjadi 11.406 kasus pada tanggal 30 Juni 2015. Peningkatan ini dikarenakan makin banyaknya pekerja yang memasuki usia tua. Jumlah kasus secara total, per 30 Juni 2015 sebanyak 556.390 kasus, lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang mencapai 573.757 kasus (Suryowati, 2015). Batam yang merupakan kota industri juga tidak luput dari permasalahan K3 ini. Data dari Dinas Tenaga Kerja Kota Batam seperti yang dilansir oleh Jarefiadi selaku Kadisnaker Kota Batam (Riki, 2015), mengatakan bahwa :
1. Tahun 2012 angka kecelakaan kerja mencapai 5.948 kasus, sedangkan pada tahun 2013 mencapai 5.444 kasus. Tahun 2014 mencapai 4.854 kasus dan pada tahun 2015 sampai bulan Mei tercatat 2.275 kasus. Kasus kecelakaan ini bermacammacam seperti kejatuhan material, kejatuhan alat berat, terkena bahan kimia dan lain-lain. Meskipun mengalami penurunan kasus, namun bukan berarti bahwa pemerintah lengah dalam menuntaskan permasalahan K3 di Batam ini. 2. Kasus Jamsostek yang tidak dibayar juga merupakan salah satu permasalahan K3 yang terjadi di Batam. 3. Berdasarkan data dari Disnaker Batam, salah satu perusahaan diindikasikan melakukan permasalahan ini berujung pada penutupan perusahaan dan menyebabkan hak pekerja yang bekerja di perusahaan tersebut tidak dibayarkan. 4. Selain itu, terdapat beberapa perusahaan yang tidak menyediakan APD kepada pekerjanya. Perusahaan cenderung menyuruh pekerjanya memenuhi sendiri APD, padahal penyediaan APD merupakan kewajiban dari pihak perusahaan untuk menjamin agar pekerjanya dapat bekerja dengan aman dan selamat. Berdasarkan permasalahan yang ada maka perlu dilakukan penyelesaian terutama di bidang K3 agar permasalahan yang terjadi khususnya di Kota Batam tidak berkembang menjadi konflik berkepanjangan yang nantinya akan berdampak pada pekerja itu sendiri, perusahaan maupun pemerintah. Penyelesaian permasalahan ini juga berguna agar pekerja dapat terjamin dan pekerja dapat bekerja dengan aman, sehat dan selamat. Maka dari itu, penulis memfokuskan pada upaya penyelesaian permasalahan keselamatan dan kesehatan kerja pada perusahaan di Kota Batam.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah penyelesaian permasalahan keselamatan dan kesehatan kerja pada beberapa perusahaan di kota Batam? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui penyelesaian permasalahan K3 pada beberapa perusahaan di kota Batam. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui bagaimana perusahaan di Kota Batam menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan K3. b. Untuk mengetahui bagaimana serikat pekerja di Kota Batam menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan K3. c. Untuk mengetahui bagaimana Dinas Tenaga Kerja Kota Batam menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan K3. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Empiris Bahan masukan bagi pimpinan perusahaan, serikat pekerja dan Dinas Tenaga Kerja dalam memperhatikan hak dasar pekerja khususnya dalam upaya penyelesaian permasalahan K3 sehingga dapat mengurangi aksi pekerja melalui tindakan mogok kerja, mengadaan program yang berhubungan dengan K3 serta melakukan pengawasan berulang terhadap perlindungan tenaga kerja dalam K3. 2. Manfaat Akademis Menambah referensi dan informasi tentang tenaga kerja khususnya dalam masalah K3 dan dapat dijadikan acuan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran pustaka, terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian ini, diantaranya: Paramita (2012) Setiawan (2013) Sari (2014) Tabel 1. Keaslian Penelitian Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja terhadap Prestasi Kerja Karyawan pada PT PLN (Persero) APJ Semarang Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja terhadap Produktivitas Karyawan pada Departemen Jaringan PT PLN (Persero) Area Surabaya Utara Penyelesaian dan Pemberian Ganti Kerugian kepada Pekerja terhadap Penyakit Akibat yang Timbul Akibat Kerja di Pabrik Rokok PT. Mitra Adi Jaya Keselamatan dan kesehatan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan yang dimediasi oleh variabel motivasi kerja Keselamatan kerja dan kesehatan kerja memiliki pengaruh kuat terhadap produktivitas pekerja PT. Mitra Adi Jaya tidak memberikan jaminan keselamatan dan kesehatan kerja terhadap penyakit yang timbul akibat kerja sebagai jaminan kecelakaan kerja tetapi menjamin K3 pekerjanya melalui jaminan pemeliharaan kesehatan mandiri. Persamaan penelitian ini dengan penelitian dari Paramita dan Setiawan adalah kesamaan dalam membahas mengenai K3 dan persamaan dengan penelitian dari Sari terletak pada penyelesaian yang berhubungan dengan K3 sedangkan, perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada desain penelitian, lokasi penelitian dan variabel terikat. Tipe penelitian pada penelitian Paramita adalah explanatory research dan lokasi penelitiannya berlokasi di Semarang, variabel
terikatnya adalah prestasi kerja. Jenis penelitian pada penelitian Setiawan adalah penelitian kausal, lokasi penelitian berada di Surabaya dan variabel terikatnya adalah produktivitas kerja dan pada penelitian Sari, metode penelitian menggunakan hukum empiris dan variabel terikatnya adalah penyakit yang timbul akibat kerja.