BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat AINS merupakan suatu grup obat yang secara kimiawi tidak sama dalam hal aktivitas antipiretik, analgesik dan antiinflamasinya. Sediaan aspirin dalam bentuk konvensional dapat mengiritasi lambung bahkan dapat menyebabkan korosi lambung (Wilmana, 1995). Efek samping utama penggunaan obat AINS adalah iritasi mukosa lambung dengan resiko tukak lambung dan perdarahan samar (occult). Penyebabnya adalah sifat asam dari asetosal. Pada dosis besar, factor lain yang memegang peranan penting yakni hilangnya efek pelindung dari prostasklin (PGI 2 ) terhadap mukosa lambung yang sintesanya turut dihalangi akibat blokade siklo-oksigenase (Tjay, 2003). Aspirin bersifat asam. Pada ph lambung, aspirin tidak dibebaskan, akibatnya mudah menembus sel mukosa dan aspirin mengalami ionisasi (menjadi bermuatan negatif) dan terperangkap, jadi berpotensi menyebabkan kerusakan sel secara langsung (Mycek,et al.,1995). Suatu pengembangan obat AINS telah mengembangkan efikasi terapeutik dan mengurangi efek samping pada saluran cerna bagian atas melalui pelepasan yang dimodifikasi seperti sediaan salut enterik. Namun hal ini memungkinkan terjadinya kenaikan pemaparan obat pada bagian duodenum dan oleh karena itu meningkatkan toksisitas pada bagian duodeum. Obat AINS dalam bentuk salut enterik telah diasosiasikan dengan terjadinya perdarahan pada
usus halus dan usus besar, berupa ulkus dan perforasi. Suatu studi membandingkan perdarahan yang diakibatkan aspirin biasa dengan aspirin dalam bentuk salut enterik menunjukkan terjadinya peningkatan perdarahan pada saluran cerna oleh aspirin biasa daripada aspirin salut enterik. Namun bagaimanapun, aspirin salut enterik tetap menunjukkan terjadinya peningkatan perdarahan dibandingkan kontrol. Studi tersebut menyimpulkan bahwa dapat terjadi kegagalan mengabsorbsi aspirin dalam bentuk salut enterik pada pasien, terutama pasien dewasa, yang menyebabkan tingginya konsentrasi obat yang tinggi pada ileum dan kolon dan menyebabkan kerusakan pada saluran cerna (Davies, 2006). Natrium alginat adalah suatu polisakarida yang dapat diperoleh dari alga coklat dan salah satu sifat dari alginat ini adalah dapat membentuk gel dengan ion kalsium. Polimer ini tidak bersifat toksik, tidak memberikan reaksi alergi dan dapat terurai dalam tubuh. Secara klinis alginat telah digunakan sebagai anti ulkus (Belitz, 1987). Beberapa peneliti telah menggunakan alginat untuk mengatasi efek samping golongan AINS di antaranya Shiraisi, et al., (1991) telah membuat sediaan dispersi alginat yang mengandung Indometasin dan hasilnya menunjukkan terjadinya pengurangan luka lambung yang disebabkan indometasin, selanjutnya Bangun (2002) menginformasikan bahwa enkapsulasi indometasin dengan gel alginat yakni dalam bentuk butir-butir gel yang mengandung indometasin setelah dilakukan uji iritasi akut dan kronis terhadap
lambung tikus percobaan dapat mencegah efek samping penggunaan obat tersebut. Kapsul gelatin pertama sekali ditemukan oleh apoteker Prancis yang bernama Mothes pada tahun 1833 (Voight, 1995). Kapsul gelatin yang mengandung aspirin tidak dapat menghilangkan efek samping dari aspirin. Hal ini dikarenakan kapsul gelatin segera pecah setelah sampai di lambung sehingga serbuk aspirin yang tidak larut dapat berkontak langsung dengan permukaan mukosa lambung sehingga dapat menyebabkan iritasi pada lambung. Maka pada penelitian ini dibuat suatu sediaan kapsul yang tidak pecah di lambung, tetapi pecah di usus. Bahan yang digunakan untuk membuat kapsul adalah alginat. Uji iritasi akut aspirin telah dilakukan sebelumnya dan hasilnya adalah pemberian aspirin dengan dosis 80 mg/kg BB dalam kapsul gelatin sudah dapat menimbulkan efek iritasi pada lambung kelinci (Lubis,2004). Selanjutnya juga telah diteliti bahwa pemberian aspirin dalam kapsul alginat dapat mencegah efek iritasi pada lambung (Youngko, 2004). Selanjutnya Sinurat, (2005) telah menginformasikan bahwa asprin dalam kapsul alginat dan aspirin dalam bentuk sediaan tablet salut enterik (Ascardia ) yang beredar di pasaran tidak menimbulkan efek iritasi lambung di dalam pengujian iritasi akut yang dilakukannya. Penelitian selanjutnya juga telah menguji efek iritasi kronik lambung dengan pemberian kapsul alginat dan kapsul gelatin yang mengandung aspirin. Hasil yang diperoleh aspirin dalam kapsul natrium alginat aman untuk diberikan, sementara aspirin dalam kapsul gelatin menimbulkan iritasi pada lambung (Susanti, 2006). Penelitian sebelumnya telah menguji efek iritasi akut
antara aspirin dalam kapsul alginat dengan tablet Ascardia, namun belum diuji secara kronik. Maka pada penelitian ini penulis meneliti perbedaan efek iritasi pada saluran pencernaan hewan percobaan kelinci secara kronis antara aspirin dalam kapsul kalsium alginat serta membandingkannya dengan tablet Ascardia. 1.2 Kerangka Konsep Penelitian Variabel bebas X1 = aspirin dalam kapsul alginat Variabel terikat Iritasi saluran cerna kelinci (lambung, usus halus dan usus besar) X2 = tablet Ascardia 1.3 Perumusan Masalah Manakah sediaan yang lebih aman dalam mencegah efek iritasi aspirin pada saluran cerna kelinci antara aspirin dalam kapsul alginat dengan tablet Ascardia melalui pengujian secara kronik? 1.4 Hipotesis Sediaan aspirin dalam kapsul alginat lebih aman daripada tablet Ascardia dalam melindungi saluran cerna kelinci dari efek iritasi kronik aspirin.
1.5 Tujuan Penelitian Untuk melihat sediaan yang lebih aman dalam mencegah efek iritasi aspirin pada saluran cerna kelinci antara aspirin dalam kapsul alginat dengan tablet Ascardia melalui pengujian secara kronik. 1.6 Manfaat Penelitian Sebagai bahan informasi mengenai sediaan yang lebih aman dalam mencegah efek iritasi aspirin pada saluran cerna kelinci antara aspirin dalam kapsul alginat dengan tablet Ascardia melalui pengujian secara kronik.