BAB II DASAR TEORI 2.1 TANAH

dokumen-dokumen yang mirip
Identifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1)

BAB III METODE PENELITIAN

Gambar 3.1 Lokasi lintasan pengukuran Sumber: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

PRISMA FISIKA, Vol. IV, No. 01 (2016), Hal ISSN :

GEOFISIKA EKSPLORASI. [Metode Geolistrik] Anggota kelompok : Maya Vergentina Budi Atmadhi Andi Sutriawan Wiranata

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENENTUAN TAHANAN JENIS BATUAN ANDESIT MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER (STUDI KASUS DESA POLOSIRI)

Metode Geolistrik (Tahanan Jenis)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 DASAR TEORI. Gambar 2.1 Interaksi antara air tanah dengan struktur geologi

APLIKASI METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS KONFIGURASI WENNER- SCHLUMBERGER UNTUK SURVEY PIPA BAWAH PERMUKAAN

Prosiding Seminar Nasional XII Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2017 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

POSITRON, Vol. VI, No. 2 (2016), Hal ISSN :

senyawa alkali, pembasmi hama, industri kaca, bata silica, bahan tahan api dan penjernihan air. Berdasarkan cara terbentuknya batuan dapat dibedakan

ANALISIS SIFAT KONDUKTIVITAS LISTRIK PADA BEBERAPA JENIS MATERIAL DENGAN METODE POTENSIAL JATUH. Said, M.

PROFIL RESISTIVITAS 2D PADA GUA BAWAH TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER-SCHLUMBERGER (STUDI KASUS GUA DAGO PAKAR, BANDUNG)

Optimalisasi Desain Parameter Lapangan Untuk Data Resistivitas Pseudo 3D

Riad Syech, Juandi,M, M.Edizar Jurusan Fisika FMIPA Universitas Riau Kampus Bina Widya Km 12,5 Pekanbaru ABSTRAK

Cara arus mengalir di bumi Elektronik (Ohmik) Arus mengalir lewat media padat (logam, batuan, dll.)

Aplikasi Metode Geolistrik Resistivitas Konfigurasi Wenner Untuk Menentukan Struktur Tanah di Halaman Belakang SCC ITS Surabaya

KATA PENGANTAR. Kupang, Oktober Penulis

PENGOLAHAN DATA MANUAL DAN SOFTWARE GEOLISTRIK INDUKSI POLARISASI DENGAN MENGGUNAKAN KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE

Bab II Metoda Geolistrik Tahanan Jenis 2D

APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE UNTUK IDENTIVIKASI POTENSI SEBARAN GALENA (PBS) DAERAH-X, KABUPATEN WONOGIRI

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 2 (2015), Hal ISSN :

Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Barat, Jalan Jhoni Anwar No. 85 Lapai, Padang 25142, Telp : (0751)

IDENTIFIKASI BATUAN GRANIT KECAMATAN SENDANA KOTA PALOPO MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS (RESISTIVITY)

ANALISIS DATA INVERSI 2-DIMENSI DAN 3-DIMENSI UNTUK KARAKTERISASI NILAI RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN DI SEKITAR SUMBER AIR PANAS KAMPALA

Pengaruh Kadar Air Tanah Lempung Terhadap Nilai Resistivitas/Tahanan Jenis pada Model Fisik dengan Metode ERT (Electrical Resistivity Tomography)

APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI POLE-POLE UNTUK MENENTUKAN SEBARAN DAN KEDALAMAN BATUAN SEDIMEN DI DESA WONOSARI KECAMATAN NGALIYAN SEMARANG

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 2 (2015), Hal ISSN :

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

POTENSI AIR TANAH DAERAH KAMPUS UNDIP TEMBALANG. Dian Agus Widiarso, Henarno Pudjihardjo *), Wahyu Prabowo**)

REVISI, PEMODELAN FISIKA APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER UNTUK INVESTIGASI KEBERADAAN AIR TANAH

Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 2, Nomor 2, Juni 2010, Halaman ISSN:

Modul Pelatihan Geolistrik 2013 Aryadi Nurfalaq, S.Si., MT

METODE EKSPERIMEN Tujuan

PENENTUAN ZONA PENGENDAPAN TIMAH PLASER DAERAH LAUT LUBUK BUNDAR DENGAN MARINE RESISTIVITY Muhammad Irpan Kusuma 1), Muhammad Hamzah 2), Makhrani 2)

PENERAPAN FORWARD MODELING 2D UNTUK IDENTIFIKASI MODEL ANOMALI BAWAH PERMUKAAN

Pemodelan Akuifer Air Tanah dengan Metode Geolistrik Tahanan Jenis Konfigurasi Dipole-dipole

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS AIR BAWAH TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMODELAN AKUIFER AIR TANAH UNTUK MASYARAKAT PESISIR LINGKUNGAN BAHER KABUPATEN BANGKA SELATAN. Mardiah 1, Franto 2

PEMODELAN FISIKA APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER UNTUK INVESTIGASI KEBERADAAN AIR TANAH

PENGUKURAN TAHANAN JENIS (RESISTIVITY) UNTUK PEMETAAN POTENSI AIR TANAH DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PRAYA. Oleh:

BATUAN PEMBENTUK PERMUKAAN TANAH

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi

e-issn : Jurnal Pemikiran Penelitian Pendidikan dan Sains Didaktika

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup di muka bumi. Makhluk hidup khususnya manusia melakukan

PENENTUAN SEBARAN DAN KANDUNGAN UNSUR KIMIA KONTAMINASI LIMBAH CAIR BAWAH PERMUKAAN DI TPA CAHAYA KENCANA, KABUPATEN BANJAR

Rustan Efendi 1, Hartito Panggoe 1, Sandra 1 1 Program Studi Fisika Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Tadulako, Palu, Indonesia

APLIKASI METODE GEOFISIKA UNTUK GEOTEKNIK. Oleh: Icksan Lingga Pradana Irfan Fernando Afdhal Joni Sulnardi

PENENTUAN RESISTIVITAS LISTRIK MORTAR MENGGUNAKAN METODE PROBE DUA ELEKTRODA

METODE TAHANAN JENIS KONFIGURASI WENNER

Jurnal Einstein 3 (2) (2015): Jurnal Einstein. Available online

IDENTIFIKASI INTRUSI AIR LAUT KE DALAM AKUIFER MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS DI PANTAI BAJULMATI MALANG

Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 7 (2009):

KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO

Proses Pembentukan dan Jenis Batuan

IDENTIFIKASI KEDALAMAN AQUIFER DI KECAMATAN BANGGAE TIMUR DENGAN METODA GEOLISTRIK TAHANAN JENIS

MENENTUKAN AKUIFER LAPISAN AIR TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER DI PERUMAHAN GRIYO PUSPITO DAN BUMI TAMPAN LESTARI

ANALISIS DATA GEOLISTRIK UNTUK IDENTIFIKASI PENYEBARAN AKUIFER DAERAH ABEPURA, JAYAPURA

APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITY UNTUK PENDUGAAN SEBARAN INTRUSI AIR LAUT DI KELURAHAN KLEGO KOTA PEKALONGAN

Identifikasi Pola Persebaran Sumber Lumpur Bawah Tanah Pada Mud Volcano Gunung Anyar Rungkut Surabaya Menggunakan Metode Geolistrik

ANALISA KONDUKTIVITAS HIDROLIKA PADA SISTIM AKUIFER

IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR DI TEMPAT WISATA BANTIR SUMOWONO SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA LONGSOR

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN

BAB 12 BATUAN DAN PROSES PEMBENTUKAN TANAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia terletak di daerah tropis merupakan negara yang mempunyai ketersediaan air yang cukup.

Batuan beku Batuan sediment Batuan metamorf

POLA SEBARAN AKUIFER DI DAERAH PESISIR TANJUNG PANDAN P.BELITUNG

BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS

PENENTUAN RESISTIVITY TANAH DI DALAM MENETAPKAN AREA PEMASANGAN GROUNDING GARDU DISTRIBUSI

Identifikasi Bidang Patahan Sesar Lembang dengan Metode Electrical Resistivity Tomography untuk Mitigasi Bencana Gempa Bumi dan Longsor

Interpretasi Kondisi Geologi Bawah Permukaan Dengan Metode Geolistrik

APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI SCHLUMBERGER UNTUK IDENTIFIKASI AKUIFER DI KECAMATAN PLUPUH, KABUPATEN SRAGEN

A. Pembentukan Batu Gamping

BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching

III. METODE PENELITIAN

PENENTUAN LAPISAN PEMBAWA AIR DENGAN METODE TAHANAN JENIS DI DAERAH ATAS TEBING LEBONG ATAS BENGKULU

Analisa Sebaran Fosfat dengan Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner- Schlumberger : Studi Kasus Saronggi, Madura

PENYELIDIKAN BIJIH BESI DENGAN METODE GEOMAGNET DAN GEOLISTRIK

BAB II DASAR TEORI. adanya pengukuran, maka dapat diketahui seberapa besar nilai tahanan pembumian di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pendugaan Akuifer serta Pola Alirannya dengan Metode Geolistrik Daerah Pondok Pesantren Gontor 11 Solok Sumatera Barat

Pengukuran RESISTIVITAS batuan.

APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS 2 DIMENSI UNTUK MENENTUKAN PERSEBARAN AIR TANAH DI DESA GUNUNGJATI KECAMATAN JABUNG KABUPATEN MALANG

Kata Kunci : Resistivitas, geolistrik, perbandingan, suseptibilitas magnetik, geomagnet. I. Pendahuluan. II. Kajian Pustaka

Jurnal Fisika Unand Vol. 2, No. 2, April 2013 ISSN

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6

batuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada.

BAB II LANDASAN TEORI

PEMODELAN INVERSI DATA GEOLISTRIK UNTUK MENENTUKAN STRUKTUR PERLAPISAN BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANASBUMI MATALOKO. Abstrak

APLIKASI METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS UNTUK MENENTUKAN ZONA INTRUSI AIR LAUT DI KECAMATAN GENUK SEMARANG

BAB II PEMBUMIAN PERALATAN LISTRIK DENGAN ELEKTRODA BATANG. Tindakan-tindakan pengamanan perlu dilakukan pada instalasi rumah tangga

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 5 Mei 2015, mulai dari pukul

Transkripsi:

BAB II DASAR TEORI 2.1 TANAH Tanah merupakan akumulasi dari partikel mineral yang tidak mempunyai atau lemah ikatan partikelnya, yang terbentuk dikarenakan oleh pelapukan dari batuan. Tanah didefenisikan sebagai material yang terdiri dari butiran (agregat) mineralmineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (berpartikel padat) disertai dengan adanya zat cair dan gas yang mengisi ruang kosong diantara partikel-partikel pada tanah. Diantara partikel-partikel tanah terdapat ruang kosong yang diberi nama pori-pori (void space) yang memiliki isi air dan udara didalamnya. Ikatan yang sifatnya lemah diantara partikel-partikel tanah yang disebabkan oleh adanya material organik. Secara umum tanah dapat dikelompokkan menjadi : a) Tanah sisa (residual soil), yang berarti tanah hasil dari pelapukan yang posisinya tetap berada di tempat semula. b) Tanah bawaan (transportasi soil), yang berarti tanah hasil dari pelapukan yang terangkut ke tempat lain dan mengendap di beberapa tempat yang berlainan. Media pengangkutan tanah berupa gaya gravitasi, angin, air dan gletsyer. Proses penghancuran dalam pembentukan tanah dari batuan terjadi secara fisis dan kimia. Proses fisis antara lain berupa erosi akibat tiupan dari angin, pengikisan oleh air dan juga gletsyer atau perpecahan yang diakibat pembentukan dan pencairan es dalam batuan. Tanah yang terjadi akibat penghancuran tersebut tetap mempunyai komposisi yang sama dengan batuan asalnya. Proses kimiawi dapat menghasilkan perubahan pada susunan mineral batuan asalnya. Salah satu dari penyebabnya adalah air yang mengandung asam atau alkali oksigen dan karbondioksida.

2.2 MINERAL DAN BATUAN 2.2.1 Mineral Mineral dapat didefenisikan sebagai bahan padat anorganik yang terdapat secara alamiah, yang terdiri dari unsur-unsur kimiawi dalam perbandingan tertentu dimana atom-atom di dalamnya tersusun mengikuti suatu pola yang sistimatis. Mineral banyak dijumpai di sekeliling kita, dapat berwujud sebagai batuan, tanah, atau pasir yang diendapkan pada dasar sungai. Beberapa dari mineral tersebut dapat memilki nilai ekonomis karena didapatkan dalam jumlah yang sangat besar, sehingga memungkinkan untuk ditambang seperti emas, perak dll. Pengetahuan tentang mineral merupakan salah satu syarat mutlak untuk dapat mempelajari bagian yang padat dari bumi ini, yang terdiri dari batuan. Bagian luar yang padat dari bumi ini disebut litosfer, yang berarti selaput yang terdiri dari batuan, yang berasal dari kata lithos dari bahasa latin yang berarti batu, dan sphere yang berarti selaput. Tidak kurang dari 2000 jenis mineral yang kita ketahui sekarang. Beberapa daripadanya merupakan benda padat dengan ikatan unsur yang sederhana. Contohnya adalah mineral intan yang hanya terdiri dari satu jenis unsur saja yaitu karbon. Garam dapur yang disebut mineral halit, terdiri dari senyawa dua unsur natrium dan chlorit dengan simbol NaCl. Setiap mineral mempunyai susunan unsur-unsur yang tetap dengan perbandingan tertentu. 2.2.2 Batuan Pengetahuan atau Ilmu Geologi didasarkan kepada studi terhadap batuan. Diawali dengan mengetahui bagaimana batuan itu terbentuk, berubah, kemudian bagaimana hingga batuan itu sekarang menempati bagian dari pegunungan, dataran-dataran di benua hingga didalam cekungan dibawah permukaan laut. Jika kita perhatikan sekeliling kita, banyak kita temui berbagai jenis batuan. Batuan

yang berada disekeliling kita tersebut, ada yang sama warna dan jenisnya, tetapi juga banyak yang berbeda. Berdasarkan persamaan dan perbedaan tadi, maka kita dapat membuat pembagian dari batuan tersebut. Dari hasil pengamatan terhadap jenis-jenis batuan tersebut, dapat kita bagi menjadi tiga bagian besar, yaitu : 1. Batuan beku 2. Batuan sedimen 3. Batuan malihan atau metamorfis. Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para ahli Geologi terhadap batuan, menyimpulkan bahwa antara ketiga kelompok tersebut terdapat hubungan yang erat satu dengan yang lainnya, dan batuan beku dianggap sebagai nenek moyang dari batuan lainnya. Dari sejarah pembentukan bumi, diperoleh gambaran bahwa pada awalnya seluruh bagian luar dari bumi ini terdiri dari batuan beku. Seiring dengan berjalannya waktu serta perubahan keadaan, maka terjadilah perubahanperubahan yang disertai dengan pembentukan kelompok-kelompok batuan yang lainnya. Proses perubahan batuan dari satu kelompok menjadi kelompok lainnya merupakan suatu siklus yang dinamakan daur batuan. Gambar 2.1 Daur Batuan (siklus batuan)

Apabila batuan metamorfis ini masih mengalami peningkatan tekanan dan suhu, maka ia akan kembali leleh dan berubah menjadi magma. Panah-panah dalam gambar, menunjukan bahwa jalannya siklus dapat terganggu dengan adanya jalan-jalan pintas yang dapat ditempuh, seperti dari batuan beku menjadi batuan metamorfis, atau batuan metamorfis menjadi sedimen tanpa melalui pembentukan magma dan batuan beku. Batuan sedimen di lain pihak dapat kembali menjadi sedimen akibat tersingkap ke permukaan dan mengalami proses pelapukan. 2.2.3 Batu Gamping Batu gamping/kapur merupakan salah satu mineral industri yang banyak digunakan oleh sektor industri ataupun konstruksi dan pertanian, antara lain untuk bahan bangunan, batu bangunan bahan penstabil jalan raya, pengapuran untuk pertanian dll. Stabilitas politik yang baik, indonesia telah memacu pengembangan sektor industri, konstruksi dan pertanian ketingkat yang lebih baik. Perkembangan ini secara tidak langsung memperlihatkan adanya peningkatan kebutuhan akan bahan baku dan penolong bagi perkembangan sektor industri yang merupakan industri hilir. Berdasarkan pertimbangan tersebut diperkirakan prospek pasar untuk komoditas pasar cukup cerah. Gambar 2.2 Batu Gamping yang telah diolah menjadi semen

2.2.3.1 Mula Jadi Batu Kapur dapat terjadi dengan beberapa cara yaitu secara organik secara mekanik atau secara kimia sebagian batu kapur dialam terjadi secara organik. Jenis ini berasal dari pengembangan cangkang atau rumah kerang dan siput. Untuk batu kapur yang terjadi secara mekanik sebetulnya bahannya tidak jauh beda dengan batu kapur secara organik yang membedakannya adalah terjadinya perombakan dari bahan batu kapur tersebut kemudian terbawa oleh arus dan biasanya diendapkan tidak jauh dari tempat semula. Sedangkan yang terjadi secara kimia jenis batu kapur yang terjadi dalam kondisi iklim dan suasana lingkungan tertentu dalam air laut ataupun air tawar. 2.2.3.2 Mineralogi Batu Kapur dan dolomit merupakan batuan karbonat utama yang banyak digunakan diindustri Aragonit yang berkomposisi kimia sama dengan Kalsit (CaCO 3 ) tetapi berbeda dengan struktur kristalnya, merupakan mineral metas table karena pada kurun waktu tertentu dapat berubah menjadi Kalsit. Karena sifat fisika mineral-mineral karbonat hampir sama satu sama lain, maka tidak mudah untuk mengidentifikasinya. 2.2.3.3 Identifikasi Batu gamping Batu gamping merupakan salah satu golongan batuan sedimen yang paling banyak jumlahnya. Batu gamping itu sendiri terdiri dari batu gamping non-klastik dan batugamping klastik. Batu gamping non-klastik, merupakan koloni dari binatang laut antara lain dari Coelentrata, Moluska, Protozoa dan Foraminifera atau batu gamping ini sering juga disebut batu gamping Koral karena penyusun utamanya adalah Koral.

Batu gamping Klastik, merupakan hasil rombakan jenis batu gamping nonklastik melalui proses erosi oleh air, transportasi, sortasi, dan terakhir sedimentasi. Selama proses tersebut banyak mineral-mineral lain yang terikut yang merupakan pengotor, sehingga sering kita jumpai adanya variasi warna dari batu gamping itu sendiri. Seperti warna putih susu, abu-abu muda, abu-abu tua, coklat, merah bahkan hitam. Secara kimia batu gamping terdiri atas Kalsium karbonat (CaCO 3 ). Di alam tidak jarang pula dijumpai batu gamping magnesium. Kadar magnesium yang tinggi mengubah batu gamping dolomitan dengan komposisi kimia CaCO 3 MgCO 3. Adapun sifat dari batu gamping adalah sebagai berikut : a. Warna : Putih,putih kecoklatan, dan putih keabuan b. Kilap : Kaca, dan tanah c. Goresan : Putih sampai putih keabuan d. Bidang belahan : Tidak teratur e. Pecahan : Uneven f. Kekerasan : 2,7 3,4 skala mohs g. Berat Jenis : 2,387 Ton/m 3 h. Tenacity : Keras, Kompak, sebagian berongga 2.2.3.4 Manfaat Batu Kapur Adapun pemanfaatan dari kapur diantaranya adalah : - bahan bangunan bahan bangunan yang dimaksud adalah kapur yang dipergunakan untuk plester,adukan pasangan bata, pembuatan semen tras ataupun semen merah. - Bahan penstabilan jalan raya Pemaklaian kapur dalam bidang pemantapan fondasi jalan raya termasuk rawa yang dilaluinya. Kapur ini berfungsi untuk mengurangi plastisitas, mengurangi ppenyusutan dan pemuaian fondasi jalan raya - Sebagai pembasmi hama

Sebagai warangan timbal (PbAsO 3 ) dan warangan kalsium (CaAsO 3 ) atau sebagai serbuk belerang untuk disemprotkan. - Bahan pupuk dan insektisida dalam pertanian Apabila ditaburkan untuk menetralkan tanah asam yang relatife tidak banyak air, sebagai pupuk untuk menambah unsur kalsium yang berkurang akibat panen, erosi serta untuk menggemburkan tanah. Kapur ini juga dipergunakan sebagai disinfektan pada kandang unggas, dalam pembuatan kompos dan sebagainya - Penjernihan air Dalam penjernihan pelunakan air untuk industri, kapur dipergunakan bersamasama dengan soda abu dalam proses yang dinamakan dengan proses kapur soda. 2.2.4 Sifat Kelistrikan Batuan Dalam ilmu geofisika pengetahuan dasar tentang sifat kelistrikan suatu batuan menjadi penting. Hal ini menjadi penting karena berkaitan dengan metode pengukuran bawah permukaan untuk mengetahui sifat kelistrikan suatu formasi atau anomali bawah permukaan. Metode ini dikenal dengan nama geolistrik atau kelistrikan bumi. Pada bagian batuan, atom-atom terikat secara ionik atau kovalen. karena adanya ikatan ini batuan mempunyai sifat menghantarkan listrik. Aliran listrik dalam batuan dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu konduksi secara elektronik, konduksi secara elektrolitik, dan konduksi secara dielektrik. 2.2.4.1 Konduksi secara elektronik. Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral mempunyai banyak elektron bebas sehingga arus listrik dialirkan dalam batuan atau mineral oleh elektron-elektron bebas tersebut. Aliran listrik ini juga di pengaruhi oleh sifat atau karakteristik masing-masing batuan yang dilewatinya. Salah satu sifat atau karakteristik batuan tersebut adalah resistivitas (tahanan jenis) yang menunjukkan kemampuan bahan tersebut untuk menghantarkan arus listrik. Semakin besar nilai resistivitas suatu

bahan maka semakin sulit bahan tersebut menghantarkan arus listrik, begitu pula sebaliknya. Resistivitas memiliki pengertian yang berbeda dengan resistansi (hambatan), dimana resistansi tidak hanya bergantung pada bahan tetapi juga bergantung pada faktor geometri atau bentuk bahan tersebut, sedangkan resistivitas tidak bergantung pada faktor geometri. Jika ditinjau suatu silinder dengan panjang L, luas penampang A, dan resistansi R, maka dapat di rumuskan: Gambar 2.3 Arus yang dialirkan pada material konduktif berbentuk silinder ρ = (2.1) Dengan : A = luas ( ) L = panjang (meter) R = hambatan/resistan (ohm) ρ = hambatan jenis/resistivitas (ohm-meter) Dimana secara fisis rumus tersebut dapat diartikan jika panjang silinder konduktor (L) dinaikkan, maka resistansi akan meningkat, dan apabila diameter silinder konduktor diturunkan yang berarti luas penampang (A) berkurang maka resistansi juga meningkat. Di mana ρ adalah resistivitas (tahanan jenis) dalam Ωm. Sedangkan menurut hukum Ohm, resistivitas R dirumuskan : R = (2.2) Dengan : R = tahanan jenis/resistan (Ohm)

V = tegangan (Volt) I = arus (Ampere) namun banyak orang lebih sering menggunakan sifat konduktivitas (σ) batuan yang merupakan kebalikan dari resistivitas (ρ) dengan satuan mhos/m. Dengan menggunakan persamaan : σ = (2.3) Di mana J adalah rapat arus (Ampere/ ) dan E adalah medan listrik (volt/m). 2.2.4.2 Konduksi secara elektrolitik. Sebagian besar batuan merupakan konduktor yang buruk dan memiliki resistivitas yang sangat tinggi. Namun pada kenyataannya, batuan biasanya bersifat porus dan memiliki pori-pori yang terisi oleh fluida, terutama air. Akibatnya batuan-batuan tersebut menjadi konduktor elektrolitik, di mana konduksi arus listrik dibawa oleh ion-ion elektrolitik dalam air. Konduktivitas dan resistivitas batuan porus bergantung pada volume dan susunan pori-porinya. Konduktivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan bertambah banyak, dan sebaliknya resistivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan berkurang. Menurut rumus Archie: a e m S n w (2.4) Dengan : = porositas (fraksi volume pori) S = fraksi dari pori yang terisi air w = resistivitas air n = 2

m,a = konstanta 0.5 a 2.5, 1.3 m 2.5 Dengan adalah resistivitas batuan, adalah porositas, S adalah fraksi pori-pori yang berisi air, dan adalah resistivitas air. Sedangkan a, m, dan n adalah konstanta. m disebut juga faktor sementasi. 2.2.4.3 Konduksi secara dielektrik. Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral bersifat dielektrik terhadap aliran arus listrik, artinya batuan atau mineral tersebut mempunyai elektron bebas sedikit, bahkan tidak sama sekali. Elektron dalam batuan berpindah dan berkumpul terpisah dalam inti karena adanya pengaruh medan listrik di luar, sehingga terjadi polarisasi. Peristiwa ini tergantung pada konduksi dielektrik batuan yang bersangkutan, contoh : mika. 2.3 GEOLISTRIK 2.3.1 Pengertian Geolistrik Geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang dimanfaatkan dalam eksplorasi sumber daya alam bawah permukaan. Prinsip kerja metode geolistrik adalah mempelajari aliran listrik di dalam bumi dan cara mendeteksinya di permukaan bumi. Penelitian dengan geolistrik bertujuan untuk menentukan hubungan panjang bentang elektroda dan kedalaman tanah terhadap resistivitas bawah perukaan tanah serta potensi air tanah berdasakan nilai resistivitas tanah tersebut.

Tahanan jenis merupakan salah satu sifat fisis dari suatu material dengan diketahuinya nilai tahanan jenis maka dapat diketahui jenis materialnya. Hubungan antara panjang bentang elektroda dengan nilai resistivitas adalah berbanding terbalik sesuai dengan rumus resistivitas. Metode tahanan jenis didasari oleh hukum Ohm, bertujuan untuk mengetahui jenis pelapisan batuan berdasarkan distribusi nilai resistivitas pada tiap lapisan. Dengan menginjeksikan arus melalui dua elektroda arus maka beda potensial yang muncul dapat terukur dari elektroda potensial. Variasi nilai tahanan jenis akan didapatkan jika jarak antara masing-masing elektroda diubah, sesuai dengan konfigurasi alat yang dipakai (konfigurasi Wenner-Schlumberger). Pada metode tahanan jenis diasumsikan bahwa bumi bersifat homogen isotropik, dimana nilai tahanan jenis yang terukur bukan merupakan nilai sebenarnya akan tetapi merupakan nilai tahanan jenis semu (apparent Resistivity). Geolistrik merupakan alat yang dapat diterapkan untuk beberapa metode geofisika, dimana prinsip kerja metode tersebut adalah mempelajari aliran listrik di dalam bumi dan cara mendeteksinya di permukaan bumi. Dalam hal ini meliputi pengukuran potensial, arus, dan medan elektromagnetik yang terjadi baik secara alamiah maupun akibat injeksi arus ke dalam bumi (buatan). Metode geofisika tersebut di antaranya adalah metode potensial diri, metode arus telurik, magnetotelurik, elektromagnetik, IP (Induced Polarization), dan resistivitas (tahanan jenis). Metoda geolistrik tahanan jenis adalah salah satu metoda geofisika yang memanfaatkan sifat tahanan jenis untuk menyelidiki keadaan di bawah permukaan bumi. Metoda ini dilakukan dengan menggunakan arus listrik searah yang diinjeksikan melalui dua buah elektroda arus ke dalam bumi, lalu mengamati potensial yang terbentuk melalui dua buah elektroda potensial yang berada ditempat lain. Perbedaan potensial yang terukur merefleksikan keadaan di bawah permukaan bumi. Pada dasarnya metoda ini didekati menggunakan konsep perambatan arus listrik di dalam medium homogeny isotropis, dimana arus listrik bergerak kesegala arah dengan nilai yang sama besar.

Berdasarkan asumsi tersebut, maka bila terdapat anomali yang membedakan jumlah rapat arus yang mengalir diasumsikan diakibatkan oleh adanya perbedaan akibat anomali tahanan jenis. Anomali ini nantinya digunakan untuk merekontruksi keadaan geologi bawah permukaan. Perbedaan konfigurasi elektroda, variasi tahanan jenis spesifik yang diselidiki, prosedur memperoleh data sangat menentukan dalam pemakaian metoda ini. A M N B Gambar 2.4 Skema Peralatan Resistivitas Model Schlumberger Maka harga resistivitas yang terukur bukan merupakan harga resistivitas untuk satu lapisan saja, tetapi beberapa lapisan. Hal ini terutama untuk spasi elektroda yang lebar. dengan adalah apparent resistivity (resistivitas semu) yang bergantung pada spasi elektroda. Resistivitas sebuah bahan selalu bertambah jika suhu juga bertambah, dengan kata lain resistivitas berbanding lurus dengan suhu. Jika suhu bertambah maka ion-ion pada bahan akan bergetar dengan amplitudo yang semakin besar. Hal ini menyebabkan terjadinya tumbukan elektron sehingga menghalangi penyimpanan elektron dan akhirnya menghalangi arus yang melintas. Pada jangkauan suhu yang kecil, resistivitas bahan dapat dinyatakan lewat persamaan berikut: ( ) ( ) (2.5)

Dengan : : resistivitas pada suhu ( ) : resistivitas pada suhu α : koefisien suhu resistivitas : Suhu awal T : Suhu akhir 2.3.2 Metode Geolistrik Penggunaan geolistrik pertama kali dilakukan oleh Conrad Schlumberger pada tahun 1912. Geolistrik merupakan salah satu metoda geofisika untuk mengetahui perubahan tahanan jenislapisan batuan di bawah permukaan tanah dengan cara mengalirkan arus listrik DC (Direct Current) yang mempunyai tegangan tinggi ke dalam tanah. Injeksi arus ini menggunakan 2 buah elektroda arus A dan B yang ditancapkan ke dalam tanah dengan jarak tertentu. Semakin panjang jarak elektroda akan menyebabkan aliran arus listrik bisa menembus lapisan batuan lebih dalam lagi, dan semakin banyak jumlah elektroda yang digunakan akan menghasilkan data yang lebih akurat. Dengan adanya aliran arus listrik tersebut maka akan menimbulkan tegangan listrik di dalam tanah. Tegangan listrik yang terjadi di permukaan diukur dengan multimeter yang terhubung melalui 2 buah elektroda tegangan M dan N yang jaraknya lebih pendek dari pada elektroda AB. Bila posisi jarak elektroda AB diubah menjadi lebih besar maka tegangan listrik yang terjadi pada elektron MN ikut berubah sesuai dengan informasi jenis batuan yang ikut terinjeksi arus listrik pada kedalaman yang lebih besar. Dengan asumsi bahwa kedalaman lapisan batuan yang bisa ditembus oleh arus listrik ini sama dengan separuh dari jarak AB yang biasa disebut AB/2 (bila digunakan arus Dc murni), maka diperkirakan pengaruh dari injeksi aliran arus listrik berbentuk setengah bola denga jari-jari AB/2. Umumnya metoda geolistrik

yang sering digunakan adalah dengan cara menggunakan 4 elektroda yang terletak dalam satu garis lurus serta simetris terhadap titik tengah, yaitu 2 elektroda arus (AB) di bagian luar dan 2 elektroda tegangan (MN) di bagian dalam. Kombinasi dari jarak AB/2, jarak MN/2, besarnya arus listrik yang dialirkan serta tegangan listrik yang terjadi akan didapat suatu harga tahanan jenis semu (Apparent Resistivity). Disebut tahanan jenis semu karena tahanan jenis yang terhitung tersebut merupakan gabungan dari banyak lapisan batuan di bawah permukaan yang dilalui arus listrik, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.4. 2.3.3 Kegunaan Geolistrik Mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah permukaan sampai kedalaman 300 m sangat berguna untuk mengetahui kemungkinan adanya lapisan aquifer yaitu lapisan batuan yang merupakan lapisan pembawa air. Geolistrik ini bisa untuk mendeteksi adanya lapisan tambang yang mempunyai kontras resistivitas dengan lapisan batuan pada bagian atas dan bawahnya, yang semua itu dilakukan demi memenuhi kebutuhan manusia terhadap sumber daya alam bawah permukaan. Kemudian ini juga untuk mengetahui perkiraan kedalaman Bedrock untuk pondasi bangunan. 2.3.4 Konfigurasi Metoda geolistrik terdiri dari beberapa konfigurasi, misalnya yang ke 4 buah elektrodanya terletak dalam satu garis lurus dengan posisi elektroda arus dan potensial yang simetris terhadap titik pusat pada kedua sisi yaitu konfigurasi Wenner dan Schlumberger. Setiap konfigurasi mempunyai metoda perhitungan tersendiri untuk mengetahui nilai ketebalan dan tahanan jenis batuan di bawah permukaan. Umumnya lapisan batuan tidak memilki sifat homogeny sempurna, seperti yang dipersyaratkan pada pengukuran geolistrik.

Untuk posisi lapisan batuan yang terletak dekat dengan permukaan tanah akan sangat berpengaruh terhadap hasil pengukuran tegangan dan ini akan membuat data geolistrik menyimpang dari nilai sebenarnya. Yang dapat mempengaruhi homogenitas lapisan batuan adalah fragmen batuan lain yang menyisip pada lapisan, faktor heterogenitas dari pelapukan batuan induk, material yang terkandung pada jalan, genangan air setempat, perpipaan dari bahan logam yang bisa menghantar arus listrik, pagar kawat yang terhubung ke tanah dan sebagainya. SpontaneousPotential yaitu tegangan listrik alami yang umumnya terdapat pada lapisan batuan disebabkan oleh adanya larutan penghantar yang secara kimiawi menimbulkan perbedaan tegangan pada mineral-mineral dari lapisan batuan yang berbeda juga akan menyebabkan ketidak-homogenan lapisan batuan. Perbedaan tegangan listrik ini umumnya relatif kecil, tetapi bila digunakan konfigurasi Schlumberger dengan jarak elektroda arus yang panjang dan jarak elektroda potensial yang relative pendek, maka ada kemungkinan tegangan listrik alami tersebut ikut menyumbang pada hasil pengukuran tegangan listrik pada elektroda potensial, sehingga data yang terukur menjadi kurang benar. Untuk mengatasi adanya tegangan listrik alami ini hendaknya sebelum dilakukan pengaliran arus listrik, multimeter diset pada tegangan listrik alami tersebut dan kedudukan awal dari multimeter dibuat menjadi nol. Dengan demikian alat ukur multimeter akan menunjukkan tegangan listrik yang benarbenar diakibatkan oleh pengiriman arus pada elektroda arus. Multimeter yang mempunyai fasilitas seperti ini hanya terdapat pada multimeter dengan akurasi tinggi. Proses tersebut dilakukan dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan karena harus dipastikan tegangan yang dihasilkan harus melalui elektroda yang digunakan yaitu elektroda arus. Kondisi seperti itu sangat diperlukan demi keefektifan alat yang digunakan dalam pengambilan data dilapangan.

2.3.5 Konfigurasi Geolistrik Wenner - Schlumberger Metode geolistrik konfigurasi Wenner-Schlumberger merupakan gabungan antara konfigurasi Wenner dan Schlumberger yang timbul dari survei pencitraan listrik. Konfigurasi ini digunakan dalam eksplorasi yang sifatnya relatif dangkal. Wenner-Schlumberger adalah salah satu konfigurasi paling umum digunakan untuk survei resistivitas sounding. Faktor n pada konfigurasi ini adalah perbandingan jarak antara C1-P1 (atau P2-C2) dengan spasi elektroda P1-P2. Kedalaman rata-rata pada konfigurasi ini 10% lebih besar dari konfigurasi Wenner. Konfigurasi Wenner-Schlumberger juga memiliki cakupan horisontal sedikit lebih baik dibandingkan dengan konfigurasi Wenner. Cakupan Data horisontal sedikit lebih lebar dari konfigurasi Wenner, tapi lebih sempit dari data yang diperoleh konfigurasi dipole-dipole. Dengan demikian konfigurasi Wenner- Schlumberger saling menutupi kelemahan masing-masing konfigurasi. Metode geolistrik resistivitas didasarkan pada pengukuran resistivitas listrik atau (kebalikannya, konduktivitas listrik, ) suatu bahan yaitu : (2.6) dengan R adalah tahanan listrik bahan (satuan, Ω ) ; (rho ) adalah resistivitas listrik bahan (Ω.m); adalah konduktivitas bahan (1/Ω.m ); A adalah luas penampang bahan (m 2 ); l adalah panjang bahan (m). Berdasarkan teori dasar geolistrik resistivitas, distribusi potensial di bawah permukaan yang disebabkan oleh sumber titik di permukaan akan berupa ruang setengah bola yang dapat dituliskan sebagai berikut: ( ) (2.7) dengan ( ) adalah distribusi potensial sebagai fungsi (r, jarak dari pusat sumber di permukaan ke jangkauan setengah bola di dalam bumi). Untuk kasus real di

mana digunakan dua elektroda arus C1(+) dan C2(-) di permukaan terbentang sebelah kiri dan kanan titik pusat O dengan jarak r C1 dan r C2 maka diperoleh persamaan seperti berikut ini, ( ), - (2.8) Untuk konfigurasi dengan 2 pasang elektroda, masing-masing pasangan elektroda arus (C1 dan C2) dan pasangan elektroda tegangan (P1 dan P2) seperti terlihat pada Gambar 2.5, maka beda potensial antara titik P1 dan P2 dinyatakan dalam persamaan berikut:, - (2.9) Sehingga persamaan (2.5) dapat ditulis kembali resistivitas semu (harga ρ yang merupakan representasi nilai resistivitas bawah tanah yang bervariasi ke dalam satu nilai homogen) dalam bentuk, (2.10) K adalah factor geometris yang tergantung pada posisi/konfigurasi keempat elektroda. Sehingga,, - (2.11) Konfigurasi Wenner-Schlumberger adalah konfigurasi dengan sistem aturan spasi yang konstan dengan catatan faktor n untuk konfigurasi ini adalah perbandingan jarak antara elektroda C1-P1 (atau C2-P2) dengan spasi antara P1-P2 seperti pada Gambar 2.5. Jika jarak antar elektroda potensial (P1 dan P2) adalah a maka jarak antar elektroda arus (C1 dan C2) adalah 2na + a. Proses penentuan resistivitas menggunakan 4 buah elektroda yang diletakkan dalam sebuah garis lurus.

Gambar 2.5 Pengaturan elektoda konfigurasi Wenner-Schlumberger Dengan menyubstitusikan nilai jarak spasi elektroda pada Gambar 2.5 ke persamaan 2.11, sehingga diperolah faktor geometrik K sebagai berikut : ( ) (2.12) Dalam aplikasi tampilan susunan elektroda Wenner-Schlumberger dapat di lihat pada Gambar 2.6 sebagai berikut : Gambar 2.6 Penampang 2D konfigurasi Wenner-Schulumberger dengan (a) n=1, (b) n=2, (c) n=4.

2.4 Resistivitas Batuan Dari semua sifat fisika batuan dan mineral, resistivitas memperlihatkan variasi nilai yang sangat banyak. Pada mineral-mineral logam, nilainya berkisar pada 10-8 hingga 10 Ωm. Begitu juga pada batuan-batuan lain, dengan komposisi yang bermacam-macam akan menghasilkan range resistivitas yang bervariasi pula. Nilai tahanan jenis batuan tergantung dari macam-macam materialnya, densitas, porositas, ukuran dan bentuk pori-pori batuan, kandungan air, kualitas dan suhu. Jenis setiap batuan pada akuifer yang terdiri atas material lepas mempunyai nilai tahanan jenis yang berkurang apabila makin besar kandungan air atau makin besar kandungan garamnya (misal air asin). Variasi resistivitas material bumi ditunjukkan sebagai berikut: Tabel 2.1 Nilai Resistivitas dari Berbagai Tipe Batuan (Telford,Geldart,1990) Material Resistivity (Ohm-Meter) Air (Udara) Pyrite (Pirit) 0.01-100 Quartz (Kwarsa) 500-800000 Calcite (Kalsit) 1 1012-1 1013 Rock Salt (Garam Batu) 30-1 1013 Granite (Granit) 200-10000 Andesite (Andesit) 1.7 102-45 104 Basalt (Basal) 200-100000 Limestoes (Gamping) 500-10000 Sandstone (Batu Pasir) 200-8000 Shales (Batu Tulis) 20-2000 Sand (Pasir) 1-1000 Clay (Lempung) 1-100 Ground Water (Air Tanah) 0.5-300 Claystones (Batu Lempung) 1-120 Magnetite (Magnetit) 0.01-1000 Dry Gravel (kerikil kering) 600-10000 Alluvium (Aluvium) 10-800 Gravel (Kerikil) 100-600

Tabel 2.2 Variasi Resistivitas Batuan dan Mineral (Santoso 2002) Material Resistivitas (Ωm) Batuan Beku dan Metamorf Granit Basalt Slate atau Batu Tulis Marmer atau Pualam Kwarsa Batuan Sedimen Batu Pasir Batu Kapur atau Gamping Tanah dan Air Tanah Liat 1-100 Alluvial 10-800 Air Tanah 10-100 Air Asin 0.2 Tabel 2.3 Variasi Resistivitas Material Lapisan Bumi (Mori, 1993) Pirit Galana Bahan Resistivitas (Ωm) Kwarsa Kalsit Batuan Garam Mika Garnit Gabro Basalt Batuan Gamping Batuan Pasir Batuan Serpih Dolomit Pasir Lempung

Tabel 2.4 Harga Tahanan Jenis Tanah (Astawa dkk, 2007) Jenis Tanah Range Resistivitas ( ) Tanah air laut 0.1 10 Tanah liat 8 10 Tanah sumur & sumber mata air 10 150 Tanah liat & campuran pasir 4 300 Serpih, batu-batu, pasir berbatu 10 100 Tanah gemuk/liat, lempung & lumpur 5 250 Danau dan tidak mempunyai kantong air 100 400 Berpasir 200 3000 Kerikil berbatu 40 10000 Kerikil punggung bukit 3000 30000 Granit padat 10000 50000 Es 10000 100000 2.5 PSEUDOSECTION Pseudosection atau penampang 2D merupakan penampang untuk menggambarkan hasil survei secara 2D dengan metode conturing pseudosection. Pseudosection memberikan gambaran tentang distribusi nilai-nilai hasil pengukuran di lapangan yang dapat berupa resistivitas, chargeabilitas, Percent Frequency Effect ataupun metal factor di bawah permukaan bumi. Dalam hal ini posisi plotting point adalah titik tengah horizontal ditempatkan di tengah-tengah dalam susunan elektroda pengukuran, sedangkan titik lateral ditempatkan pada jarak yang proporsional di tengah-tengah dalam susunan elektroda pengukuran (antara elektroda C1-P1) pada arah vertikal ke bawah.

Gambar 2.7 Susunan dari blok yang digunakan dalam model, bersama dengan datum points dalam pseudosection Pseudosection dapat dibuat secara manual pada saat pengambilan data di lapangan dengan cara memplotkan nilai resistivitas semu dan chargeabilitas yang terukur, kemudian dilakukan pengkonturan. Hal ini berfungsi sebagai gambaran awal hasil pengukuran dan pengontrol kualitas data hasil pengukuran di lapangan, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai panduan interpretasi kuantitatif lebih lanjut. Pseudosection dihasilkan dari proses pemodelan forward maupun inversion, sehingga diperoleh nilai resistivitas dan chargeabilitas yang sudah terkoreksi (topographic effect). Proses ini merupakan pendekatan terhadap nilai resistivitas dan chargeabilitas yang sebenarnya. Kesalahan yang biasa dilakukan adalah mencoba menggunakan pseudosection resistivitas semu maupun chargeabilitas sebagai gambaran akhir untuk tahap interpretasi. 2.6 Software Res2Dinv Res2Dinv adalah program komputer yang secara outomatis menentukan model resistivitas 2 dimensi (2-D) untuk bawah permukaan dari data hasil survey geolistrik. Program ini dapat digunakan untuk survey menggunakan konfigurasi Wenner, pole-pole, dipole-dipole, pole-dipole, Schlumberger, Wenner- Schlumberger dan array dipole-dipole ekuator. Selain survey normal yang dilakukan dengan elektroda-elektroda di permukan tanah, program ini juga

mendukung suvey underwater dan cross-borehole. Pengerjaan dalam inverse modeling pada software Res2Dinv ini pada umumnya hanya dua, yaitu inversi secara otomatis dan menghilangkan efek yang jauh dari datum (titik-titik hasil pengukuran yang tidak sesuai). Metode Geolistrik adalah suatu teknik investigasi dari permukaan tanah untuk mengetahui lapisan-lapisan batuan atau material berdasarkan pada prinsip bahwa lapisan batuan atau masing-masing material mempunyai nilai resistivitas atau hambatan jenis yang berbeda-beda. Tujuan dari survei Geolistrik adalah untuk menentukan distribusi nilai resistivitas dari pengukuran yang dilakukan di permukaan tanah. Nilai resistivitas atau sering disebut sebagai nilai resistivitas sebenarnya (ρ) diperoleh berdasarkan resistivitas semu (ρa). Hubungan antara nilai resistivitas sebenarnya (ρ) dan nilai resistivitas semu (ρa) merupakan hubungan yang kompleks. Nilai resistivitas sebenarnya (ρ) diperoleh melalui melalui proses inversi nilai resistivitas semu (ρa). Hasil inverse merupakan distribusi nilai resistivitas material bawah permukaan Bumi yang disebut Resistivity pseudosection atau inverse model resistivity section. Model yang diperoleh melalui proses inverse akan selalu memiliki nilai Residual Error atau Root Mean Squared Error (RMSE). Iterasi dapat dilakukan beberapa kali untuk menurunkan nilai error yang ada. Iterasi merupakan proses perhitungan ulang dari data yang dimasukkan dalam fungsi matematis yang sama secara berulang-ulang untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Nilai RMSE berperan untuk memperlihatkan tingkat perbedaan dari pengukuran nilai resistivitas material terhadap nilai resistivitas material yang sebenarnya. Semakin besar nilai RMSE maka model yang diperoleh dari proses inverse akan semakin halus. Besar kecilnya nilai RMSE dipengaruhi oleh bentuk dan struktur bumi tempat elektroda dibentang, misalnya adanya keberadaan gua di dalam tanah atau banyak akar pepohonan yang berada tepat di bawah bentangan (Loke,2001).