Bab III Gas Metana Batubara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Gambar 1.1 Proses Pembentukan Batubara

Analisa Injection Falloff Pada Sumur X dan Y di Lapangan CBM Sumatera Selatan dengan Menggunakan Software Ecrin

), bikarbonat (HCO 3- ), dan boron (B). Hal ini dapat mempengaruhi penurunan pertumbuhan dan perkembangan pada sektor pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencari lebih jauh akan manfaat terhadap satu bahan galian yang

SKRIPSI. Oleh: BAYU ERLANGGA NIM:

BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING

Bendungan Urugan II. Dr. Eng Indradi W. Sunday, May 19, 13

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV MODEL GEOLOGI DAN DISTRIBUSI REKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di

Proses Pemboran Sumur CBM. Rd Mohammad Yogie W

BAB I PENDAHULUAN. fosil, dimana reservoir-reservoir gas konvensional mulai mengalami penurunan

BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S

ANALISIS PERAMALAN PRODUKSI RESERVOIR GAS METANA BATUBARA MENGGUNAKAN SOFTWARE F.A.S.T. CBM PADA SUMUR RRP LAPANGAN LEVI

Tabel hasil pengukuran geometri bidang sesar, ketebalan cekungan dan strain pada Sub-cekungan Kiri.

Bab I Pendahuluan. I.1 Maksud dan Tujuan

Lampiran : Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 13 Tahun 2007 Tanggal : 06 November 2007

BAB I PENDAHULUAN. Hal 1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. material organik dan sebagian lain adalah material non-organik. Material-material

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

SIFAT FISIK TANAH DAN BATUAN. mekanika batuan dan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Salah satu reservoir utama di beberapa lapangan minyak dan gas di. Cekungan Sumatra Selatan berasal dari batuan metamorf, metasedimen, atau beku

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB V BATUBARA 5.1. Pembahasan Umum Proses Pembentukan Batubara Penggambutan ( Peatification

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertamina EP yang berada di Jawa Barat (Gambar 1.1). Lapangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tempat terbentuk dan terakumulasinya hidrokarbon, dimulai dari proses

HIDROGEOLOGI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TAMBANG

Oleh : Ahmad Helman Hamdani NIP

BAB IV SIMULASI RESERVOIR REKAH ALAM DENGAN APLIKASI MULTILATERAL WELL

Ciri Litologi

BAB I PENDAHULUAN. Masalah-masalah pemboran (drilling hazards) seperti lost circulation

Iklim Perubahan iklim

GAS METANA BATUBARA ENERGI BARU, PERANAN PUSDIKLAT MIGAS

METODE PELAKSANAAN DRILLING & GROUTING WATERSTOP (TUBE A MANCHETTE METHOD)

Bab III Akuisisi dan Pengolahan Data

PENELITIAN SUMUR GEOLOGI UNTUK TAMBANG DALAM DAN CBM DAERAH SRIJAYA MAKMUR DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MUSI RAWAS, PROVINSI SUMATERA SELATAN SARI

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN

BAB VI KARAKTERISASI REKAHAN PADA FASIES BATUGAMPING

BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA Analisis Pengawetan Struktur Jaringan dan Derajat Gelifikasi

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

BAB V INTERPRETASI DATA. batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada

BAB IV ANALISIS SAMPEL

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 4. SISTEM TATA SURYALatihan Soal 4.10

ANALISIS FALLOFF TEST INJECTION PADA SUMUR R LAPANGAN SP DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK ECRIN

BAB I PENDAHULUAN. Pliosen Awal (Minarwan dkk, 1998). Pada sumur P1 dilakukan pengukuran FMT

Untuk mengetahui klasifikasi sesar, maka kita harus mengenal unsur-unsur struktur (Gambar 2.1) sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN. rendah. Studi mengenai aliran air melalui pori-pori tanah diperlukan dan

KLASIFIKASI LIMBAH. Oleh: Tim pengampu mata kuliah Sanitasi dan Pengolahan Limbah

BAB V KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING

LOGO. Studi Penggunaan Ferrolite sebagai Campuran Media Filter untuk Penurunan Fe dan Mn Pada Air Sumur. I Made Indra Maha Putra

PENELITIAN SUMUR GEOLOGI UNTUK TAMBANG DALAM DAN CBM DI DAERAH PASER, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB II I S I Kecepatan pemboran suatu alat bor juga dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain :

I.2 Latar Belakang, Tujuan dan Daerah Penelitian

PENIPISAN LAPISAN OZON

BAB 4 PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR TANAH KASUS WILAYAH JABODETABEK

K13 Revisi Antiremed Kelas 10 Kimia

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Eksplorasi hidrokarbon memerlukan analisis geomekanika untuk. menghindari berbagai masalah yang dapat mempengaruhi kestabilan sumur

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya memiliki status plug and abandon, satu sumur menunggu

SESAR MENDATAR (STRIKE SLIP) DAN SESAR MENURUN (NORMAL FAULT)

BAB V KARAKTERISASI REKAHAN PADA FASIES BATUGAMPING

STRIKE-SLIP FAULTS. Pemodelan Moody dan Hill (1956)

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

HUBUNGAN SISTEM CLEAT DENGAN PERMEABILITAS BATUBARA PERINGKAT RENDAH, PADA TAMBANG BANKO BARAT, MUARA ENIM, SUMATERA SELATAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KEKAR (JOINT) STRUKTUR REKAHAN PADA BATUAN PALING UMUM, PALING BANYAK DIPELAJARI TIDAK ATAU SEDIKIT MENGALAMI PERGESERAN PALING SULIT UNTUK DIANALISA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

Nitratit (NaNO3) mempunyai struktur kristal yang mirip dengan kalsit dan mudah larut dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

BAB III LANDASAN TEORI

F L U I D A S U P E R K R I T I K. Nosy Awanda Amrina Malahati Wilujeng Sulistyorini A

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER

Menentukan Jurus dan Kemiringan Batuan serta Struktur Patahan di Sepanjang Sungai Cinambo, Jawa Barat. Abstrak

BAB IV GEOKIMIA PETROLEUM

GEOLOGI STRUKTUR. PENDAHULUAN Gaya/ tegasan Hasil tegasan Peta geologi. By : Asri Oktaviani

Cara uji kuat tarik tidak langsung batu di laboratorium

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Nomor : 1451 K/10/MEM/2000 Tanggal : 3 November 2000

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Metode EOR

DISAIN TAMBANG BATUBARA BAWAH TANAH DENGAN CAD

PENELITIAN HYDROGEOLOGI TAMBANG UNTUK RENCANA DRAINASE TAMBANG BATUBARA BAWAH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB IV STUDI KHUSUS GEOKIMIA TANAH DAERAH KAWAH TIMBANG DAN SEKITARNYA

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

Transkripsi:

BAB III GAS METANA BATUBARA 3.1. Gas Metana Batubara Gas metana batubara adalah gas metana (CH 4 ) yang terbentuk secara alami pada lapisan batubara sebagai hasil dari proses kimia dan fisika yang terjadi selama pembatubaraan. Gas metana batubara biasanya diproduksi pada kedalaman yang dangkal (300-1500 meter). Produksi gas metana batubara akan menghasilkan air yang banyak sebagai produk sampingan. Gas metana batubara terdapat pada lapisan batubara dalam tiga bentuk, yaitu sebagai gas dalam rekahan, terlarut dalam air pada rekahan, dan terserap pada matriks batubara (gambar 3.1). Molekul-molekul gas metana terserap ke dalam matriks batubara dengan dua cara, yaitu secara physical adsorption dan chemisorption. Sebagian besar gas metana pada batubara tersimpan dalam matriks, sebagian kecil tersimpan pada rekahan atau terlarut dalam air pada rekahan (U.S. Department of Energy, 2004). 3.1.1. Genesa Gas Metana Batubara Gas metana batubara dihasilkan melalui proses reaksi kimia maupun aktivitas bakteri. Proses kimia berlangsung terus-menerus selama panas dan tekanan mempengaruhi lapisan batubara, gas yang dihasilkan melalui proses ini dinamakan gas termogenik (gambar 3.2). Bakteri yang menguraikan sisa-sisa tumbuhan pada batubara menghasilkan gas metana sebagai produk sampingan, gas yang dihasilkan melalui proses ini dinamakan gas biogenik (gambar 3.3). 18

Gambar 3.1. Gas metana tertahan di dalam batubara oleh tekanan air. Gambar 3.2. Perubahan material organik oleh panas menghasilkan gas termogenik. (Hunt dalam Dallege dan Barker, 2000) 19

Gambar 3.3. Proses pembatubaraan. 3.1.2. Faktor Pengontrol Potensi Gas Metana Batubara Potensi gas metana batubara dikontrol oleh beberapa faktor yang dapat berbeda dari satu cekungan ke cekungan lainnya. Beberapa faktor pengontrol tersebut adalah permeabilitas dan perkembangan rekahan, migrasi gas pada rekahan, kematangan batubara, struktur geologi, tekanan hidrostatik, manajemen air produksi, dan akumulasi gas metana batubara. Hampir setiap lapisan batubara mengandung gas metana, akan tetapi agar dapat diproduksi secara ekonomis dibutuhkan rekahan yang terbuka supaya gas metana dapat bermigrasi dari matriks menuju sumur produksi. Pada umumnya sumur-sumur produksi gas metana batubara tidak lebih dalam dari 1500 meter, meskipun terdapat beberapa sumur produksi yang lebih dalam dari 1500 meter. 20

3.1.3. Rekahan dan Cleats Batubara memiliki porositas, akan tetapi memiliki permeabilitas matriks yang kecil. Agar gas metana dapat mengalir dari lapisan batubara menuju sumur produksi, lapisan batubara harus memiliki sistem permeabilitas sekunder seperti rekahan. Cleat merupakan istilah yang digunakan untuk sistem rekahan alami yang terbentuk pada lapisan batubara sebagai bagian dari proses pematangan batubara. Cleat terbentuk sebagai hasil dari proses pengurasan air pada batubara, tekanan lokal dan regional, serta tekanan overburden. Pada batubara terdapat dua sistem cleat ortogonal yang berpotongan 90 O terhadap bidang perlapisan (gambar 3.4). Face cleat merupakan sistem yang paling dominan, mempunyai sifat lebih kontinu dan menerus secara lateral. Face cleat berorientasi sejajar dengan tegangan kompresi maksimum dan berorientasi 90 O terhadap sumbu lipatan batubara. Butt cleat merupakan sistem cleat sekunder, memiliki orientasi memotong face cleat. Butt cleat merupakan strain-release fracture dan mempunyai orientasi sejajar dengan sumbu lipatan. Butt Cleat Face Cleat Gambar 3.4. Orientasi sistem cleat pada batubara. Gas metana dapat pula bermigrasi melalui rekahan yang lebih lebar yang berhubungan dengan tektonik seperti sesar dan kekar. Sesar dapat menerus beberapa meter dan berhubungan dengan pergerakan serta 21

struktur geologi. Sesar dapat meningkatkan permeabilitas dan jalur migrasi gas metana di dalam permukaan bumi. 3.2. Ekstraksi Gas Metana Batubara Gas metana batubara dapat diekstraksi dalam beberapa cara tergantung dari tipe batubara dan kandungan gasnya. Tiap tipe batubara yang ekonomis untuk diekstraksi (sub-bituminus sampai bituminus) mempunyai berbagai pilihan teknik produksi yang berbeda-beda tergantung pada kehadiran rekahan alami dan kualitas batubara. Batubara sub-bituminus lebih lunak dan lebih rendah kualitasnya dibandingkan dengan batubara bituminus. Batubara sub-bituminus pada umumnya diproduksi menggunakan sumur vertikal konvensional. Batubara dengan kualitas dan tingkatan yang lebih tinggi (bituminus) biasanya diproduksi menggunakan sumur horizontal dan vertikal. Batubara sub-bituminus cukup ekonomis untuk diekstraksi. Batubara subbituminus memiliki sifat lunak dan dapat diproduksi menggunakan sumur vertikal (gambar 3.5). Pemboran dilakukan sampai puncak lapisan batubara yang akan diproduksi kemudian pipalindung produksi dipasang dan disemen sampai permukaan tanah. Lapisan batubara kemudian dibor dan dilubangi lebih lebar. Lalu dilakukan pemompaan air formasi keluar dari lubang bor dan lapisan batubara secara cepat. Pada daerah dengan cleat dan rekahan yang tidak berkembang baik dapat ditambahkan rekahan buatan mengunakan air bertekanan rendah. Batubara sub-bituminus yang dangkal biasanya dibor menggunakan rig kecil di atas truk. Setelah sumur produksi dibangun kemudian dipasang pompa air bawahtanah pada tabung produksi untuk memompa air dari lapisan batubara. Dengan mengeluarkan air dari lapisan batubara maka tekanan air formasi akan berkurang dan gas metana akan mengalami desorpsi dan mulai diproduksi. Gas metana mengalir melalui pipalindung dan tabung sumur produksi. Kemudian gas metana dialirkan menuju pemisah gas-air pada pusat kompresi melalui pipa gas. Gas metana lalu disiapkan untuk dipasarkan. Di daerah bagian barat Amerika satu sumur hanya memproduksi satu lapisan batubara dan gas metana berasal dari batubara sub-bituminus. 22

Batubara dengan tingkatan yang lebih tinggi memiliki kualitas lebih baik dibandingkan dengan sub-bituminus. Batubara bituminus pada umumnya dibor dan dipasang pipalindung sampai kedalaman maksimum. Kemudian dilakukan perforasi dan stimulasi untuk menghilangkan kerusakan akibat pemboran serta memperbaiki retakan di sekitar lubang bor. Kebanyakan batubara tipe bituminus tidak perlu dilakukan pemompaan air dari lapisan untuk memulai produksi gas metana. Oleh karena itu perforasi beberapa lapisan batubara dalam satu lubang bor sering kali dilakukan (gambar 3.6). Gambar 3.5. Contoh teknik produksi gas metana sumur vertikal di Cekungan Powder River. 23

Gambar 3.6. Contoh teknik produksi gas metana sumur vertikal di Cekungan Cherokee. Batubara bituminus terkadang dieksploitasi dengan menggunakan sumur horizontal pada satu sumur produksi (gambar 3.7). Tiap sumur produksi dapat memiliki perpanjangan lateral sampai 1200 meter pada satu lapisan batubara. Beberapa sumur horizontal dapat dibor pada satu sumur produksi untuk mengeksploitasi lebih dari satu lapisan batubara atau memotong pola struktur rekahan dan cleat. Tiap perpanjangan lateral tidak perlu dibor sedemikian horizontal, akan tetapi mengkuti arah kemiringan lapisan batubara. Kebanyakan lapisan batubara memiliki ketebalan kurang dari 2 meter, hal ini tentu saja memerlukan perhatian khusus dalam melakukan pemboran. 24

Gambar 3.7. Contoh teknik produksi gas metana sumur horizontal di Cekungan Arkoma. 3.3. Peningkatan Produksi Gas Metana Batubara Industri gas metana batubara sedang mengembangkan metode baru untuk meningkatkan produksi sumur tua yang sudah beroperasi lebih dari 10 tahun. Beberapa perusahaan bereksperimen dengan menginjeksikan nitrogen (N) dan karbon dioksida (CO 2 ) ke dalam lapisan batubara untuk menggantikan metana pada permukaan cleat (gambar 3.8). Pada umumnya molekul N atau CO 2 menggantikan molekul metana di dalam cleat dengan rasio kurang lebih 4 banding 1 (Schoeling dan McGovern, 2002). Secara teori injeksi molekul nitrogen akan meningkatkan produksi metana dari lapisan batubara dengan cara penggantian molekul melalui pelepasan dan penyerapan gas. Batubara dapat mengganti kapasitas kandungan metana dengan nitrogen sebesar 25 50%. 25

Gambar 3.8. Proses peningkatan produksi dengan menginjeksikan CO 2. (Wong dan Gunter, 2005) Metode peningkatan produksi ini mempunyai efek samping yang menguntungkan, yaitu mengurangi kadar CO 2 di udara dengan cara diinjeksikan ke dalam lapisan batubara (gambar 3.9). Karbon dioksida merupakan gas buangan dari berbagai proses industri dan termasuk dalam gas penyebab efek rumah kaca. Penginjeksian CO 2 akan mengurangi jumlah karbon dioksida dalam atmosfer dan membantu mengurangi polusi udara. Gambar 3.9. Peningkatan produksi dan pengurangan CO 2 di atmosfer. (Wong dan Gunter, 2005) 26