BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia. Keluarga yang terdiri dari orang tua dan anak, masing-masing memiliki

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jawa mendiami tanah Jawa yang meliputi Banyumas, Kedu, Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama anak, tempat anak meniru

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERANCANGAN KOMIK UNGGAH-UNGGUH DI DIY BERJUDUL ORA ILOK!

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga merupakan sekumpulan orang yang

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu

BAB I PENDAHULUAN. Kode etik adalah norma-norma yang mengatur tingkah laku seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Budi Pekerti merupakan etika, sopan dan santun yang termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budi atau akal (Kuntowijaya, 2003). Kebudayaan dapat diartikan hal-hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Keragaman masyarakat di Indonesia merupakan fenomena unik yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gejolak dalam dirinya untuk dapat menentukan tindakanya.

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk individu dan

BAB I PENDAHULUAN. lain-lain. Guru adalah sosok yang digugu dan ditiru. Digugu artinya

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pelaksanaannya (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 6.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyederhanakan sumber-sumber moral dan disajikan dengan memperhatikan

Telaah Budi Pekerti dalam Pembelajaran di Sekolah (Implementasi Konsep dan Prinsip Tatakrama dalam Kehidupan Berbasis Akademis) Oleh: Yaya S.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk

I. PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan yang terjadi pada bangsa kita saat ini sangatlah

I. PENDAHULUAN. seperti halnya suku-suku lain. Di dalam pergaulan-pergaulan hidup maupun

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keluarga merupakan unit terkecil dalam suatu masyarakat yang terdiri atas

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

I. PENDAHULUAN. manusia dibina melalui suatu pergaulan (interpersonal relationship). Pergaulan

BAB I PENDAHULUAN. membentuk perilaku sosial anak menjadi lebih baik dan berakhlak.

BAB I PENDAHULUAN. mencerdasan kehidupan bangsa, serta membentuk generasi yang berpengetahuan

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap perilaku kita di kehidupan sehari-hari. Seharusnya, televisi bisa menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ini berpengaruh baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sendiri. Namun, sangat disayangkan dari produksi yang ada mayoritas disisipi

25. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SD

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu warisan budaya bangsa. Pemerintah mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Dalam Negara manapun remaja adalah penerus. pertanda akan merosotnya akhlak anak bangsa. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. telah berupaya meningkatkan mutu pendidikan. Peningkatan pendidikan diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. Problem kemerosotan moral akhir-akhir ini menjangkit pada sebagian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pribadi yang memuaskan. Menurut Dayakisni dan Hudaniah (2005) ketrampilan

BAB I PENDAHULUAN. anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. hlm Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfabeta, Bandung : 2005, hlm.

BAB IV ANALISIS DATA. dikumpulkan, diklasifikasikan dan dianalisis. mewawancarai secara mendalam kepada responden.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Jawa memiliki berbagai karya yang mencerminkan pemikiran, perilaku, aturan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena kurangnya minat dan motivasi belajar bahasa Jawa. lingkungan sekolah maupun luar sekolah.

a. Hakekat peradaban manusia Koentjaraningrat berpendapat bahwa kata peradaban diistilahkan dengan civilization, yang biasanya dipakai untuk menyebut

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan

HUBUNGAN ANTARA PEMAKAIAN BAHASA KRAMA DAN LOCUS OF CONTROL DENGAN PENALARAN MORAL PADA PENUTUR BAHASA KRAMA. S k r i p s i

Generasi Santun. Buku 1B. Timothy Athanasios

BAB I PENDAHULUAN. bersifat fisik maupun rohani (Ahid, 2010: 99). Beberapa orang juga

GAYA BAHASA PERSONIFIKASI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 9 GEMOLONG SRAGEN

BAB 1 PENDAHULUAN. wajib untuk Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Dasar. Sekolah Dasar

I. PENDAHULUAN. Perubahan zaman dan perkembangan teknologi telah membawa dampak yang begitu besar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Objek Penelitian Landasan Dasar, Asas, dan Prinsip K3BS Keanggotaan Masa Waktu Keanggotaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Masyarakat Agraris 2.2 Pekerjaan Tenaga Kerja Tani Padi

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan kehidupan manusia, begitu pula dengan proses perkembangannya.

PENDAHULUAN. sekitar serta individu lainnya, maupun berdirinya suatu komunitas bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta:

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar belakang permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) tentang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH

BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa menunjukkan cermin pribadi seseorang. Karakter, watak, atau pribadi

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter yang diimplementasikan dalam institusi pendidikan, diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berperan penting bagi pembangunan suatu bangsa, untuk itu diperlukan suatu

BAB VI PENUTUP. isinya. Beberapa pengkajian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Taqwa, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 1. Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 7.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Peserta didik merupakan aset suatu negara yang nantinya akan menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Atik Rahmaniyar, 2015

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Globalisasi saat ini telah merambah cepat ke seluruh pelosok dunia, tak

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia sebagaimana tertuang dalam. Undang Undang No 2/1989 Sistem Pendidikan Nasional dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. sangat membutuhkan pendidikan melalui proses penyadaran yang berusaha

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm. 1.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berhubungan dan saling

I. PENDAHULUAN. bernama rokok ini. Bahkan oleh sebagian orang, rokok sudah menjadi. tempat kerja, sekolah maupun ditempat-tempat umum.

I. PENDAHULUAN. Keluarga adalah satuan sosial yang paling mendasar, dan terkecil dalam

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi atau alat interaksi yang digunakan oleh manusia

BAB I PENDAHULUAN. kualitas kepribadian serta kesadaran sebagai warga negara yang baik.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan media strategis dalam meningkatkan kualitas sumber

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa pergaulan dalam kehidupan sehari-hari selain Bahasa Indonesia

IDHA WAHYUNINGSIH NIM F

HILANGNYA KEDUDUKAN NILAI-NILAI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik dan psikisnya. Karena dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan satuan yang terkecil dalam masyarakat. Keluarga mempunyai peran yang besar dalam membentuk sebuah bangsa yang besar seperti Indonesia. Keluarga yang terdiri dari orang tua dan anak, masing-masing memiliki peran yaitu peran orang tua untuk mencintai, mengajari dan memimpin, sedangkan peran anak bersikap baik pada orang tua dan hormat. Keluarga merupakan sarang keamanan dan sumber perlindungan. Orang tua sebagai sumber pertama kesejahteraan jasmani dan rohani bagi anak mereka, dari orangtua maka anak akan menerima segala macam kebaikan, dan berkat mereka ia memperoleh kedudukannya dalam masyarakat. Mereka memberikan cinta kasih mereka kepada anaknya dan segala apa yang dibutuhkannya, tanpa menghitung dan tanpa prasyarat. Mereka selalu bersedia untuk memafkan segala kekeliruan dan kenakalan-kenakalannya dan dalam segala keadaan kehidupan mereka merupakan batu karang keamanan baginya (Magnis-Suseno, 2003). Beragam karakteristik yang dimiliki keluarga yang berasal dari berbagai macam budaya dapat memunculkan corak pendidikan serta nilai yang berbeda pula antara keluarga satu dengan keluarga yang lain. Keluarga Jawa merupakan bagian dari ribuan bahkan jutaan keluarga yang ada di Indonesia yang turut berperan dalam membangun bangsa ini serta sebagai salah satu bagian modal sosial yang memiliki kekayaan tata nilai. Budaya Jawa yang khas akan sikap dan perilaku yang tidak menonjolkan diri, menempatkan 1

2 nilai keselarasan hidup lebih tinggi daripada harta benda, tidak suka konflik, dan cenderung suka mengalah (Jatman, 1997). Masyarakat Jawa dalam praktek kehidupan sehari-hari menjalankan tata krama Jawa yang terdiri dari empat keutamaan yaitu : (1) Bersikap sesuai dengan derajat masng-masing pihak, dan saling menghormati kedudukan masing-masing, (2) Menyatakan sesuatu secara tidak langsung melalui sanepo atau kiasan, (3) Bersikap menghormati hal-hal yang bersifat pribadi dengan seakan-akan tidak tahu masalah pribadi orang lain, dan (4) Menghindari ucapan atau sikap yang menunjukkan ketidakmampuan mengontrol diri dengan sikap kasar atau melawan secara langsung. Keharmonisan sosial menjadi nilai utama dalam bermasyarakat di kehidupan orang Jawa, hal tersebut melekat dalam pola pergaulan masyarakat Jawa yang dilandasi oleh prinsip hormat terhadap orang lain. Prinsip hormat didasarkan pada pendapat bahwa semua hubungan dalam masyarakat terjadi teratur secara hirarkhis, bahwa keteraturan hirarkhis itu bermula pada dirinya sendiri dan oleh karena itu orang wajib untuk mempertahankannya dan untuk membawa diri sesuai dengannya. Setiap orang mengenal tempat dan tugasnya dan dengan demikian ikut menjaga agar seluruh masyarakat merupakan suatu kesatuan yang selaras. Kesatuan itu hendaknya diakui oleh semua dengan membawa diri sesuai dengan tuntutan-tuntutan tatakrama sosial. Mereka yang berkedudukan lebih tinggi harus diberi hormat, sedangkan sikap yang tepat terhadap mereka yang berkedudukan lebih rendah adalah sikap kebapakan atau keibuan dan rasa tanggung-jawab (Magnis-Suseno, 2003). Geertz (1961), menyatakan bahwa nilai rukun dan nilai hormat bukan saja merupakan petunjuk moral yang mendasari tindak tanduk keluarga Jawa,

3 melainkan merupakan pusat perhatian bagi dirinya. Pernyataan tersebut memiliki arti yaitu sekelompok nilai yang berkenaan dengan pandangan kejawen tentang tata krama penghormatan dan nilai-nilai yang berkenaan dengan pengutamaan orang Jawa terhadap terpeliharanya penampilan sosial yang harmonis. Terbentuknya sikap saling menghormati antar sesama individu merupakan keadaan yang diharapkan oleh orang tua kepada anaknya agar anak dapat berperilaku sesuai dengan peran sosial yang diutamakan dalam masyarakat Jawa. Akan tetapi seiring berjalannya waktu dan perubahan jaman, maka dalam keluarga pun terjadi perubahan dalam segala hal tak terkecuali dalam keluarga Jawa. Perubahan-perubahan tersebut terjadi akibat interaksi antara sistem-sistem kebudayaan yang berbeda-beda. Interaksi antara kebudayaan Jawa dengan kebudayaan manca negara mampu membawa sebuah perubahan nilai-nilai. Interaksi antar budaya inilah akhirnya melahirkan norma baru yang lebih bersifat global dan universal. Hadirnya norma baru tersebut, generasi muda cenderung mempraktikkan norma baru ini dan lambat laun melupakan norma dasar (asli) kelompoknya (www.depdiknas.go.id). Suatu suasana yang didalamnya terjadi pemaksaan nilai-nilai karena masyarakat kehilangan pegangan, padahal nilai-nilai tidak dapat dilepaskan dari makna hidup dan tidak dapat dilepaskan dari aktualisasi diri (Hasan dalam Jatman, 1997). Menurut Musthofa A. (2003) problematika yang dialami dalam perkembangan anak Jawa masa ini adalah keadaan lingkungan mereka yang sudah berbeda dengan sebelumnya. Stimulus-stimulus bagi latihan pengembangan perilaku tidak hanya dalam bentuk pergaulan dan nilai-nilai norma yang menyertainya, melainkan telah banyak stimulus luar yang ikut berperan seperti

4 vcd, televisi, internet dan sebaginya. Anak perlu mendapat pendampingan orang tua atau orang yang lebih dewasa. Orang tua perlu lebih proaktif dan mengakrabi anak-anak sebagaimana mereka akrab dengan teman-temannya. Perkembangan media menjadikan teman sebaya tidak cukup untuk menjadi kontrol bagi pengembangan perilaku sabar. Sebagai contoh, pada masa lalu teman sebaya dapat menjadi fungsi pengendali dorongan negatif dalam pergaulan antar lawan jenis, namun pada saat ini hal tersebut sudah tidak efektif. Maka dari itu orang tua perlu lebih memerankan diri sebagai teman bagi anak-anak mereka. Kedua, masalah penanganan permasalahan akibat kenakalan anak oleh orang tua terhadap timbulnya efek dari perilaku anak di masa puber. Penanganan yang selama ini berkembang di masyarakat Jawa adalah pengambilalihan penyelesaian masalah oleh orang tua. Pengambilalihan oleh orang tua adalah dalam rangka menjaga kehormatan nama keluarga. Namun pola ini menjadi tidak mendidik bagi anak-anak yang menonjol kenakalannya. Mereka akan makin tidak terkontrol karena tidak terkondisikan mekanisme kontrol dalam diri mereka (perilaku sabar dan sikap nrima tidak berkembang) yang dikarenakan setiap permasalahan yang muncul tidak mereka rasakan langsung akibat negatifnya, sebab masalah mereka telah terselesaikan oleh upaya orang tua mereka. Keadaan tersebut menjadikan mekanisme kendali dengan sabar (delay of gratification) tidak tercipta pada mereka. Anak-anak mereka tidak terbiasakan mengalami akibat-akibat dari suatu perbuatan buruk atau melanggar norma yang mereka lakukan, sebab semuanya diselesaikan oleh orang tua (Musthofa A., 2003). Adapun kaidah yang paling menentukan pola pergaulan dalam masyarakat Jawa menurut Herusatoto, kaidah tersebut adalah menuntut agar manusia dalam

5 cara berbicara dan membawa diri selalu menunjukkan sikap hormat terhadap orang, sesuai dengan derajat dan kedudukannya. Hormat merupakan suatu unsur dalam setiap situasi sosial di Jawa. Hormat merupakan tata krama, aturan tindaktanduk yang layak dalam keadaan tertentu. Pernyataan hormat menempatkan seseorang dalam suatu kedudukan, kedudukan ini bergantung pada sejumlah sistem tataran yang berbeda-beda yang masing-masing merdeka. Sistem ini meliputi seks, umur, kekayaan, jabatan dan cara hidup. Hormat dalam keluarga Jawa dapat ditunjukkan dari sikap badan, tangan, nada suara, istilah penyapa dan tatanan bahasa. Ini terbukti dengan adanya tataran bahasa dalam keluarga Jawa, yakni hormat (krama) dan akrab (ngoko) serta adanya penambahan dalam kategori sangat hormat (krama inggil). Berperilaku yang baik dalam keluarga amat penting bagi pertumbuhan sikap anak selanjutnya. Sejak kecil anak sudah terbiasa menghormati orang tua atau orang yang lebih tua, misalnya jalan sedikit membungkuk saat berjalan didepan orang tua dan dengan sopan mengucap nuwun sewu (permisi), nderek langkung (perkenankan lewat sini) (Herusatoto dalam Sumadi, 2003). Bahasa yang digunakan dalam percakapan sehari-hari, orang tua kepada anak memakai ngoko, sedang anaknya menggunakan krama. Penggunaan bahasa campuran dalam pergaulan yang memakai kata-kata dari krama dan ngoko dan ini lebih mudah dipelajari dalam praktek dan sulit dipelajari secara teori. Sebagai contoh, masyarakat Jawa menganggap sangat tidak sopan apabila ada orang makan mengeluarkan bunyi ciplak (kecap). Orang Jawa juga menganggap tidak sopan jika memberikan sesuatu dengan tangan kiri, duduk sambil kaki diangkat di kursi (jegang), dan menguap sambil bersuara bebas (Endraswara, 2006).

6 Koentjaraningrat mengemukakan bahwa orang Jawa sekarang (modern) telah terpengaruh nilai-nilai budaya barat yang dapat (telah) merusak nilai-nilai budaya tradisi (ketimuran atau Jawa) yang ada. Hal ini ditandai oleh berbagai perubahan besar-besaran pada poros dan akar budaya Jawa. Sikap hidup Jawa yang merupakan esensial budaya Jawa kini sedang larut dalam zaman yang bercirikan keteraturan terganggu, keadilan menipis, ekonomi sulit, dan tata nilai yang saling berbenturan (Koentjaraningrat dalam Endraswara, 2006). Akibatnya sulit dipungkiri, kalau kini generasi muda kita mendapat cap (dianggap) sudah tidak njawani lagi. Penilaian itu muncul, sebagian didasarkan pada sikap dan perilaku negatif yang mereka perlihatkan sehari-hari yang sudah semakin jauh meninggalkan nilai-nilai budi pekerti khususnya nilai hormat. Anakanak bangsa yang semula polos, telah terjangkiti erosi akhlak dan kemunduran moral (Endraswara, 2006). Tidak sedikit anak-anak sekolah yang mestinya ngajeni kepada guru atau dosennya, sudah mulai berani membantah dalam batas-batas kewajaran. Sikapsikap yang berbau kekerasan dan kebrutalan juga mulai merambah didunia pendidikan. Tawuran antar pelajar yang berbuntut pada kekerasan fisik juga merupakan fenomena kemerosotan budi pekerti. Etika dan tatakrama dalam pergaulan masa kini, telah dipenuhi gelombang permasalahan berkat jaringan komunikasi dan jalinan secara mondial. Pesatnya perkembangan teknologi dan media informasi telah menyebabkan budi pekerti luhur bangsa ini terdesak dan terkikis (Endraswara, 2006). Subroto (2007) dalam Solopos, mengemukakan keprihatinannya bahwa setelah dilakukan riset tentang kemampuan generasi muda Jawa dalam memakai

7 bahasa Jawa krama inggil. Kesimpulan yang ditarik subroto, ternyata generasi muda Jawa sekarang mayoritas tak mampu memakai bahasa jawa krama dengan tepat. Kondisi demikian berimbas pada nilai-nilai budaya Jawa yaitu budi pekerti, sopan santun, serta etika yang mengalami kemerosotan. Berdasarkan observasi di lapangan yang dilakukan oleh peneliti, dapat diketahui bahwa remaja masa kini sudah banyak yang kurang mengenal dan memahami ajaran-ajaran budaya Jawa. Perilaku-perilaku yang muncul pada anakanak jaman sekarang lebih terkesan tidak beraturan atau kurang beretika. Perilakuperlaku tersebut diantaranya anak tidak menundukkan badan ketika berjalan di depan orang yang lebih tua, anak mendahului makan sebelum orang tuanya makan, berkata kasar atau tidak sopan ketika berbincang dengan orang tua, tidak menuruti perintah ataupun nasehat orang tua dan tidak menyapa orang tua ketika berjalan didepan orang tua. Hal ini diperparah dengan rendahnya minat orang tua dalam mengajarkan dan memberi pemahaman kepada anaknya tentang norma, perilaku dan sopan santun sesuai dengan ajaran leluhurnya yang mungkin hal tersebut dianggap kuno atau ketinggalan jaman. Prinsip hormat tetap dipegang erat sampai sekarang, namun juga terjadi pergeseran. Kadar hormat juga mulai berkurang karena bergulirnya paham demokrasi (Fachry, 1986). Berdasarkan uraian di atas permasalahan yang menarik untuk dibahas disini adalah Bagaimana dinamika psikologis aktualisasi nilai hormat anak pada orangtua dalam keluarga Jawa?. Untuk mengkaji permasalahan di atas secara empiris, penulis mengambil judul Aktualisasi nilai hormat anak pada orangtua dalam keluarga Jawa.

8 B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini memahami secara mendalam upaya penerapan nilai hormat anak pada orangtua dalam kehidupan sehari-hari. C. Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini diharapkan dapat diketahui bagaimana cara anak menerapkan nilai hormat pada orangtua dalam keluarga, dan dari hasil tersebut dapat diambil manfaat : 1. Untuk orang tua, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang penerapan nilai hormat anak pada masa kini. 2. Untuk anak, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pembelajaran dalam menerapkan nilai hormat pada orangtua di kehidupan sehari-hari. 3. Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan teoritis bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan untuk memperkaya khasanah ilmu psikologi khususnya psikologi indigenos.