BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Gunungapi

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan

ILMU UKUR WILAYAH DAN KARTOGRAFI. PWK 227, OLEH RAHMADI., M.Sc.M.Si

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang. tatanan tektonik yang kompleks. Pada bagian barat Indonesia terdapat subduksi

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI

B A B IV HASIL DAN ANALISIS

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

PEMANTAUAN POSISI ABSOLUT STASIUN IGS

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

sensing, GIS (Geographic Information System) dan olahraga rekreasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 3 PEMANTAUAN PENURUNAN MUKA TANAH DENGAN METODE SURVEY GPS

SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI. Oleh: Andri Oktriansyah

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS

B A B I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. bab 1 pendahuluan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Global Positioning System (GPS) adalah satu-satunya sistem navigasi satelit yang

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA Oleh : Winardi & Abdullah S.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Prinsip Kerja GPS (Sumber :

Location Based Service Mobile Computing Universitas Darma Persada 2012

BAB I PENDAHULUAN. menyertai kehidupan manusia. Dalam kaitannya dengan vulkanisme, Kashara

MONITORING AKTIVITAS DEFORMASI GUNUN API MENGGUNAKAN GPS (GLOBAL POSITIONING SYSTEM)

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang subduksi Gempabumi Bengkulu 12 September 2007 magnitud gempa utama 8.5

Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Penelitian

Bab 10 Global Positioning System (GPS)

BAB III PENGAMATAN GPS EPISODIK DAN PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. Patut dicatat bahwa beberapa faktor yang juga berlaku untuk aplikasi-aplikasi GPS yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

STUDI AWAL PEMANFAATAN METODE GPS GEODETIK UNTUK MEMANTAU GROUND DEFORMATION SEBAGAI DAMPAK PENGEMBANGAN LAPANGAN PANAS BUMI

GPS (Global Positioning Sistem)

Dalam pengembangannya, geodinamika dapat berguna untuk : a. Mengetahui model deformasi material geologi termasuk brittle atau ductile

BAB I PENDAHULUAN. Halaman Latar Belakang

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

BAB II CORS dan Pendaftaran Tanah di Indonesia

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB I Pengertian Sistem Informasi Geografis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

Penggunaan Egm 2008 Pada Pengukuran Gps Levelling Di Lokasi Deli Serdang- Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penentuan posisi/kedudukan di permukaan bumi dapat dilakukan dengan

BAB 4 ANALISIS. 4.1 Analisis Permasalahan Jaringan CORS IPGSN dan BPN

BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL. 3.1 Data yang Digunakan

BAB I PENDAHULUAN I-1

Analisa Pergeseran Titik Pengamatan GPS pada Gunung Merapi Periode Januari-Juli 2015

BADAN GEOLOGI - ESDM

GLOBAL POSITION SYSTEM (GPS)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Cakupan

BAB IV ANALISIS. Gambar 4.1 Suhu, tekanan, dan nilai ZWD saat pengamatan

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.4

1. Deskripsi Riset I

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu alat yang dapat kita sebut canggih adalah GPS, yaitu Global

URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI. Oleh: Nanin Trianawati Sugito*)

MENGENAL GPS (GLOBAL POSITIONING SYSTEM) SEJARAH, CARA KERJA DAN PERKEMBANGANNYA. Global Positioning System (GPS) adalah suatu sistem navigasi yang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG

Analisis Metode GPS Kinematik Menggunakan Perangkat Lunak RTKLIB

On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station)

2015, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4,

BAB V ANALISIS. V.1 Analisis Data

Oleh: Dr. Darsiharjo, M.S.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UNIT X: Bumi dan Dinamikanya

BAB I. PENDAHULUAN. Kota Semarang berada pada koordinat LS s.d LS dan

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi Matahari mengalami perubahan secara periodik dalam skala waktu

Analisa Perubahan Kecepatan Pergeseran Titik Akibat Gempa Menggunakan Data SuGar (Sumatran GPS Array)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

BAB 1 PENDAHULUAN. lempeng yaitu Lempeng Eurasia, Hindia-australia dan Lempeng Filipina dan. akibat pertumbukan lempeng-lempeng tersebut (Gambar 2).

AKUISISI DATA GPS UNTUK PEMANTAUAN JARINGAN GSM

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Gambaran ellipsoid, geoid dan permukaan topografi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gambar 1.1 Gambar 1.1 Peta sebaran gunungapi aktif di Indonesia (dokumen USGS).

Studi Penurunan Tanah Kota Surabaya Menggunakan Global Positioning System

BAB III DEFORMASI BERDASARKAN MODEL DISLOKASI DAN VEKTOR PERGESERAN GPS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Studi Penelitian Penurunan Tanah Kota Surabaya Menggunakan Global Positioning System

GPS vs Terestris (1)

LINTASAN TERPENDEK DALAM GLOBAL POSITIONING SYSTEM

PENERAPAN NAVSTAR GPS UNTUK PEMETAAN TOPOGRAFI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

Transkripsi:

BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS Satelit navigasi merupakan sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit. Satelit dapat memberikan posisi suatu objek di muka bumi dengan akurat dan cepat (tiga dimensi) dan memberikan informasi waktu serta kecepatan bergerak secara kontinyu di seluruh dunia. Pada dasarnya, penentuan posisi dengan sistem satelit navigasi menggunakan metode konvensional yang ditunjang dengan teknologi satelit. Global Positioning System atau yang lebih dikenal dengan sebutan GPS merupakan sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit [Abidin, 2001]. Sistem satelit navigasi ini memunyai nama formal NAVSTAR GPS (NAVigation Satellite Timing and Ranging Global Positioning System). Satelit GPS yang pertama telah diluncurkan pada tahun 1978. Pada awalnya, penggunaan sistem ini ditujukan bagi pihak militer Amerika Serikat saja. Namun setelah dilakukan pembahasan pada Kongres Amerika Serikat, penggunaan sistem penentuan posisi ini terbuka untuk umum. Biaya pembangunan sitem GPS yang pernah dilaporkan adalah sekitar 10 Milyar US$, sementara biaya operasi dan pemeliharaannya pertahun berkisar dari 250 sampai 500 juta US$. Konsep penentuan posisi adalah reseksi (pengikatan ke belakang) dengan jarak yaitu pengukuran jarak secara simultan ke beberapa satelit yang koordinatnya telah diketahui. Pengamatan posisi suatu titik pada suatu epok dilakukan untuk menentukan 4 parameter untuk itu diperlukan minimal pengamatan jarak ke 4 (empat) satelit seperti terlihat pada gambar 2.1 [Seeber, 1996]. Empat parameter tersebut adalah yaitu: 3 parameter koordinat (X,Y,Z atau L,B,h) 1 parameter kesalahan waktu yang disebabkan oleh ketidaksinkronan antara jam (osilator) di satelit dengan jam di receiver. 7

Seeber 1996 Gambar 2.1 Konsep Penentuan Posisi dengan satelit navigasi Satelit navigasi dapat memberikan posisi suatu objek di muka bumi dengan akurat dan cepat (tiga dimensi koordinat x, y, z) dan memberikan informasi waktu serta kecepatan bergerak secara kontinyu di seluruh dunia. Sinyal satelit dipancarkan secara kontinyu. Dengan mengamati sinyal satelit menggunakan receiver, seseorang dapat menentukan posisi di permukaan bumi. Informasi lain yang dapat diperoleh dari satelit navigasi adalah kecepatan, arah, jarak, dan waktu. Penggunaan satelit untuk penentuan posisi (dalam pengertian lokasi ataupun ruang) memudahkan para pengguna sistem informasi memperoleh informasi yang diinginkannya. Dibandingkan metode terestris, penggunaan sistem satelit navigasi mempunyai beberapa keuntungan yaitu [Abidin, 2004]: 1. Dapat memberikan informasi tentang posisi, kecepatan, dan percepatan tiga-dimensi, maupun informasi waktu, secara cepat, kapan saja dan di mana saja di dunia ini dalam segala cuaca, dengan ketelitian yang relatif tinggi. 2. Wilayah cakupan lebih luas. 3. Memberikan posisi dan kecepatan yang bereferensi ke satu datum global. 8

4. Relatif tidak dipengaruhi kondisi topografi. 5. Antar titik tidak perlu saling terlihat, namun antara titik dengan satelit harus saling terlihat. 6. Operasionalnya bersifat kontinyu. 2.1 Metode Penentuan Posisi dengan GPS Pada prinsipnya penentuan posisi dengan GPS merupakan metode pengikatan ke belakang (resection) dengan pengukuran jarak ke beberapa satelit yang telah diketahui koordinatnya. Dua prinsip utama penentuan posisi adalah metode absolut dan diferensial. [Abidin,2004] Pada pelaksanaannya, prinsip penentuan posisi dasar dengan satelit navigasi dapat diklasifikasikan atas beberapa metode penentuan posisi tergantung pada mekanisme pengaplikasian. Patut dicatat disini bahwa posisi yang diberikan oleh satelit adalah posisi 3 dimensi (X,Y,Z ataupun L,B,h). Metode penentuan posisi dengan satelit navigasi dapat dikelompokkan atas beberapa metode yaitu seperti terlihat pada gambar 2.2 Penentuan Posisi Gambar 2.2 Metode penentuan posisi dengan GPS 9

2.1.1 Metode Absolut Pada dasarnya penentuan posisi menggunakan satelit dilakukan dengan mengukur vektor jarak ( ρ ) dari satelit ke titik yang akan ditentukan posisinya. Dengan catatan bahwa posisi satelit ( r ) telah diketahui letak relatif terhadap pusat bumi, dan posisi titik ( P ) yang akan diperoleh juga relatif terhadap pusat bumi [Wells et al., 1986]. Penentuan posisi dengan menggunakan metode absolut tampak dari gambar 2.6 di bawah ini : Abidin, 2004 Gambar 2.3 Penentuan posisi metoda absolut Pada metode ini penentuan posisi suatu titik tidak bergantung terhadap titik lainnya (hanya digunakan satu receiver), sehingga kesalahan jam receiver masih besar pengaruhnya. Oleh karena itu metode ini tidak digunakan dalam pengukuran yang membutuhkan ketelitian posisi yang tinggi. Ada 4 (empat) parameter yang akan ditentukan nilainya dalam metode absolut, yaitu 3 (tiga) parameter koordinat (X,Y,Z atau L,B,h) dan parameter kesalahan jam satelit. Parameter bisa didapatkan dengan solusi dari minimal 4 (empat) persamaan, dimana tiap persamaan diturunkan dari model matematika pengukuran jarak ke satelit. Jadi dibutuhkan minimal 4 (empat) satelit untuk bisa mendapatkan posisi dengan metode absolut. 2.1.2 Metode Diferensial (Relatif) Metode diferensial sering pula disebut sebagai metode penentuan posisi relatif Pada metode diferensial, posisi suatu titik ditentukan relatif terhadap titik lain yang telah diketahui koordinatnya. Titik yang akan ditentukan posisinya dinamakan rover, 10

sedangkan titik yang telah diketahui koordinatnya dinamakan master. Metode ini dapat dilihat pada gambar 2.7 berikut ini. Master Rover Abidin, 2004 Gambar 2.4 Penentuan posisi metoda diferensial Pengurangan data pengamatan dapat dilakukan pada metode ini, akibatnya beberapa jenis kesalahan dan bias yang biasa muncul dalam pengukuran GPS dapat dieliminasi atau direduksi. Dengan demikian metode ini dapat memberikan data dengan akurasi dan presisi yang tinggi sehingga pada akhirnya presisi dan akurasi posisi yang yang diinginkan akan ikut meningkat. 2.2 Aplikasi-Aplikasi Penggunaan GPS Pada saat sekarang ini GPS telah banyak diaplikasikan oleh masyarakat dunia, terutana di Eropa, Jepang, Amerika Utara dan Australia, untuk kegiatan-kegiatan yang khususnya memerlukan informasi mengenai posisi, kecepatan maupun waktu. Selain berkembang di negara-negara maju tersebut GPS juga mulai banyak digunakan di Asia, Amerika Latin dan Afrika. Termasuk di Indonesia Meskipun pada awalnya GPS di rancang untuk melayani kebutuhan militer Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya, pada saat sekarang ini penggunaan GPS secara lebih luas dan lebih banyak digunakan di kalangan sipil dibandingkan penggunaannya 11

dikalangan militer. Berikut ini beberapa aplikasi GPS di berbagai bidang yang sudah mulai dilaksanakan sekarang ini : 2.2.1 Studi Geodinamika Berdasarkan pengamatan secara teliti posisi titik-titik dalam suatu jaring secara kontinyu maupun berkala, GPS telah banyak digunakan untuk mempelajari dinamika bumi ( geodinamika ) seperti yang berkaitan dengan pergerakan lempeng-lempeng benua, pergerakan sesar, yang selanjutnya dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya gempa bumi, maupun letusan gunung berapi [ Sato and Shimada,1993; Shimada and Imakiire,1993; segall and Davis, 1997]. Pada dasarnya studi geodinamika dengan GPS dapat dilakukan dalam metode episodik maupun kontinyu. Dengan metode episodik, pergerakan lempeng bumi dapat dideteksi dengan mengamati secara teliti perubahan koordinat beberapa titik yang terletak pada lempeng-lempeng tersebut dari waktu ke waktu dalam selang waktu tertentu ( misalnya satu tahun sekali ), seperti yang diilustrasikan pada gambar 2.5 berikut ini. Gambar 2.5 Penggunaan GPS Untuk Studi Geodinamika dalam moda episodik Sedangkan pada metode pengamatan secara kontinyu pengamatan GPS dititik-titik pengamatan dilakukan secara kontinyu. 12

Karena dalam studi geodinamika tingkat ketelitian pergeseran posisi yang dicari umumnya adalam dalam level mm/tahun, maka studi ini umumnya memerlukan penggunaan receiver geodetik dua frekuensi dengan lama pengamatan yang relatif panjang (beberapa hari di suatu titik pengamatan untuk moda episodik 0 atau bahkan sebaiknya kontinyu. Pada pengolahan datanya juga menuntut penggunaan perangkat lunak ilmiah serta penggunaan orbit yang teliti ( precise ephemeris ) Saat ini secara international pemanfaatan GPS untuk studi geodinamika sedah banyak dilakukan, baik dalam moda episodik maupun kontinyu [ segall an davis, 1997; Vigny, 2002,2005; Nocquet and Calais, 2004; SOPAC, 2006 ]. Dalam hal ini data GPS kontinyu dari stasiun-stasiun IGS banyak digunakan, disamping data-data dari stasiunstasiun yang khusus dibangun untuk studi geodinamika di suatu kawasan tertentu. Saat ini sudah cukup banyak jaring GPS kontinyu yang digunakan untuk studi geodinamika di berbagai kawasan di dunia. Informasi detil mengenai jaring GPS kontinyu dapat dilihat di [ SOPAC, 2006 ] atau di situs dari masing-masing jaring GPS kontinyu. Dalam konteks jaringan GPS kontinyu, yang paling ekstensif saat ini adalah jaring GPS kontinyu Jepang yang dibangun dan dioperasionalkan oleh Geographical Survey institute (GSI). Saat ini jaring GPS kontinyu Jepang terdiri dari 1224 stasiun, dengan interval spasial sekitar 20 km antar sesamanya [ GSI, 2006 ]. Jaring GPS yang padat tersebut terutama ditujukkan untuk memantau secara realtime pergerakan lempeng dikawasan Jepang yang memang relatif aktif. Disamping untuk studi geodinamika, saat ini jaring GPS kontinyu juga digunakan untuk kegiatan survey pemetaan, pemantauan deformasi gunung api, serta studi GPS meteorologi. 2.2.2 Pemantauan Deformasi Gunung Api Letusan-letusan gunung api pda umumnya didahului dengan beberapa gejala dan fenomena awal, seperti meningkatnya aktifitas seismik, terjadinya deformasi dari tubuh gunung api, adanya perubahan komposisi dan kecepatan semburan gas, adanya perubahan-perubahan temperatur, serta adanya perubahan percepatan gaya berat di kawasan gunung api. Oleh sebab itu untuk dapat memprediksi terjadinya letusan gunung 13

api dengan baik, maka gejala dan fenomena awal tersebut, yang pada dasarnya mengkarakterisir aktivitas gunung api, harus diamati dan dipantau secara baik pula, Di Indonesia, mengingat jumlah gunung apinya relatif cukup banyak, bahaya letusan gunung api harus mendapatkan perhatian yang serius baik dari pemerintah maupun masyarakat. Indonesia mempunyai 129 gunung api aktif, serta 271 titik erupsi yang merupakan konsekuensi dari interaksi dan tumbukan antara beberapa lempeng benua. Dengan jumlah penduduk 210 juta, dan juga kenyataan bahwa penduduk terkonsentrasi di pulau Jawa yang mempunyai gunung api paling banyak, maka tidak dapat dipungkiri bahwa bahaya letusan gunung api adalah sesuatu yang nyata bagi rakyat Indonesia. Oleh Sebab itu pemantauan aktivitas gunung api di Indonesia haruslah dilaksanakan secara maksimaldan terus menerus. Berkaitan dengan deformasi tubuh gunung api, selama ini sudah banyak diketahui bahwa letusan-letusan gunung api yang eksplosif sering diawali oleh deformasi berupa kenaikan permukaan tanah yang relatif cukup besar [ Scarpa and Gasparini, 1996 ]. Bahkan untuk gunung api yang sudah lama tidak menunjukkan aktivitasnya, adanya fenomena deformasi tubuh gunung api merupakan salah satu indikator yang dapat dipercaya dari kebangkitan kembali aktivitas gunung api tersebut. Disamping itu menurut Van der Laat (1997) serta Dvorak and Dzurisin (1997), deformasi permukaan gunung api, yang berupa vektor pergeseran titik dan vektor kecepatan perubahannya, dapat memberikan informasi tentang karakteristik dan dinamika dari kantong ( reservoar ) magma. Informasi gejala deformasi tersebut dapat dimodelkan untuk menentukan kedalaman, lokasi, bentuk, ukuran dan perubahanperubahan tekanan sumber penyebab deformasi. Pada prinsipnya, deformasi tubuh gunung api dapat berupa penaikan permukaan tanah ( inflasi ) ataupun penurunan tanah ( deflasi ). Dalam hal ini, deformasi yang maksimal biasanya biasanya teramati tidak lama sebelum letusan gunung api berlangsung. Sedangkan deformasi berupa deflasi umumnya terjadi selama atau sesudah masa letusa. Pada saat itu magma dalam tubuh gunung api telah melemah, sehingga permukaan tanah cenderung kembali ke posisi semula. 14

Prinsip dari metode pemantauan aktivitas gunung api dengan GPS pada daranya sangat mudah. Yaitu pemantauan terhadap perubahan koordinat dari beberapa titik yang mewakili gunung tersebut dari waktu ke waktu. Pada metode ini, beberapa receiver GPS ditempatkan di beberapa titik pantau yang ditempatkan pada punggung dan puncak gunungyang akan dipantau, serta pada suatu pusat pemantau ( stasiun referensi ) yang merupakan pusat pemrosesan data. Pusat pemantau adalah suatu lokasi yang telah diketahui koordinatnya, dan sebaiknya ditempatkan di kota yang terdekat dengan gunung api tersebut. Koordinat titik-titik pantau kemudian ditentukan secara teliti dengan GPS, relatif terhadap pusat pemantau, dengan menggunakan metode penentuan posisi differensial secara realtime dengan menggunakan data pengamatan fase. Data pengamatan GPS dari titik-titik pantau harus dikirimkan secara realtime ke pusat pemantau untuk di proses bersama-sama dengan data pengamatan GPS di pusat pemantau. Berikut ini adalah ilustrasi pemantauan deformai gunung api dengan menggunakan GPS Hasanuddin Z. Abidin, 1996 Gambar 2.6 Pemantauan gunun api dengan menggunakan GPS Dengan melakukan pemantauan deformasi gunung api yang berada dalam suatu wilayah secara sekaligus, maka karakteristik korelasi antar deformasi pada gunung- 15

gunung api tersebut dapat dipelajari dan selanjutnya dapat digunakan untk meningkatkan pemahaman kita tentang aktivitas vulkanik di wilayah-wilayah gunung api tersebut secara menyeluruh. 2.2.3 Pemantauan Penurunan Tanah ( Land Subsidence ) Penurunan tanah ( Land Subsidence ) adalah suatu fenomena alam yang banyak terjadi di kota-kota besar yang berdiri di atas lapisan sedimen, seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Bangkok, Shanghai dan Tokyo. Dari studi penurunan tanah yang telah dilakukan selama ini, diidentifikasi ada beberapa faktor penyebab terjadinya penurunan tanah tersebut, yaitu antara lain pengambilan air tanah yang berlebihan, penurunan karena beban bangunan ( settlement ) penurunan tanah karena adanya konsolidasi alamiah dari lapisan-lapisan tanah, serta penurunan karen gaya tektonik. Dari empat tipe penurunan tanah tersebut, penurunan akibat pengambilan air tanah yang berlebihan dipercaya sebagai tipe penurunan tanah yang dominan untuk kota-kota besar tersebut. Karena penurunan muka tanah berhubungan dengan fenomena-fenomena alam lainnya seperti terjadinya banjir, intrusi air laut, keamanan bangunan-bangunan gedung, kemanan sarana perhubungan darat, perubahan aliran sungai, dan lain sebagainya yang notabene bersifat destruktif, maka sudah sewajarnya bahwa informasi tentang karakteristik penurunan tanah di suatu wilayah tersebut dapat diketahui dengan sebaikbaiknya dan kalau bisa sedini mungkin. Dengan kata lain pemantauan penurunan tanah adalah suatu hal yang penting untuk di realisasikan. Prinsip studi penurunan tanah dengan menggunakan metode survey GPS adalah dengan menempatkan beberapa titik yang ditempatkan pada lokasi yang dipilih, secara periodik ditentukan koordinatnya secara teliti dengan menggunakan metode survey GPS [H.Z. Abidin, 2002]. Dengan mempelajari pola dan kecepatan perubaha tinggi ellipsoid dari titik-titik tersebut dari survey yang satu ke survey selanjutnya, maka karakteristik penurunan tanahnya tersebut dapat dihitung dan dipelajari lebih lanjut. 16

Berikut ini adalah prinsip studi penurunan tanah dengan menggunakan metode survey GPS. Satelit GPS Jaringan Titik GPS di wilayah Studi. Koordinat survey ke-1 Koordinat survey ke-2 Gambar 2.7 Prinsip Studi penurunan tanah dengan GPS Studi penurunan tanah dengan menggunakan metode survey GPS mempunyai beberapa keuungulan dan keuntungan, yaitu antara lain : 1. GPS memberikan nilai penurunan tanah dalam suatu sistem koordinat referensi tunggal, sehingga dapat digunakan untuk memantau fenomena penurunan tanah di suatu wilayah yang relatif luas secara efektif dan effisien. 2. GPS dapat memberikan komponen beda tinggi ellipsoid dengan tingkat presisi sampai beberapa mm, dengan konsistensi yang tinggi baik secara spasial maupun temporal. Dengan tingkat presisi yang tinggi dan konsisten maka fenomena penurunan tanah yang kecil sekalipun akanterdeteksi dengan baik. 3. GPS dapat dimanfaatkab secara kontinyu tanpa tergantung waktu ( siang maupun malam ), dalam segala kondisi cuaca. Dengan karakteristik semacam ini maka pelaksanaan survey GPS untuk studi penurunan tanah dapat dilaksanakan secara efektif dan fleksibel. 17