BAB1 PENDAHULUAN. Krakatau diperkirakan memiliki kekuatan setara 200 megaton TNT, kira-kira

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3

menyiratkan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencapai 50 derajat celcius yang menewaskan orang akibat dehidrasi. (3) Badai

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-undang nomor 24 tahun 2007). Australia yang bergerak relative ke Utara dengan lempeng Euro-Asia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Lempeng Euro-Asia dibagian Utara, Lempeng Indo-Australia. dibagian Selatan dan Lempeng Samudera Pasifik dibagian Timur.

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I PEDAHULUAN. yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 ).

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam selama ini selalu dipandang sebagai forcemajore yaitu

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional (UU RI No 24 Tahun 2007). penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BAB I PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia secara geografis terletak di 6 LU - 11 LS dan

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik),

BAB I PENDAHULUAN. Gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api merupakan refleksi fenomena

BAB 1 : PENDAHULUAN. bumi dan dapat menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang menjelaskan adanya

BAB 1 : PENDAHULUAN. alam seperti gempa bumi adalah bencana yang terjadi secara tiba-tiba, sedangkan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia, sehingga

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Posisi Indonesia dalam Kawasan Bencana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

11. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana;

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baik oleh faktor alam, atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Undang- bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana adalah sebuah fenomena akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PENDAHULUAN. benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana prasarana umum, serta menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.2

BAB 1 : PENDAHULUAN. Samudera Pasifik yang bergerak kearah barat-barat laut dengan kecepatan sekitar 10

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. faktor alam dan non alam yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga

Powered by TCPDF (

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia menjadi negara yang rawan bencana. maupun buatan manusia bahkan terorisme pernah dialami Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I.1 Latar Belakang. 1 Walhi, Menari di Republik Bencana: Indonesia Belum Juga Waspada. 30 Januari

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERINGATAN DINI DAN PENANGANAN DARURAT BENCANA TSUNAMI ACEH

PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENANGANAN BENCANA

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya adalah proses dan fenomena alam yang menimpa manusia. Rentetan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menempati wilayah zona tektonik tempat pertemuan tiga

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Peristiwa Alam yang Merugikan Manusia. a. Banjir dan Kekeringan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Masyarakat perlu diberikan pelatihan mengenai caracara menyelamatkan diri saat bencana terjadi. Sebenarnya di Indonesia banyak perusahaan tambang dan

BAB I PENDAHULUAN pulau besar dan kecil dan diantaranya tidak berpenghuni.

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

PENDAHULUAN Latar Belakang

2015 KONDISI MASYARAKAT KORBAN BENCANA GERAKAN TANAH SEBELUM DAN SETELAH RELOKASI PEMUKIMAN DI KECAMATAN MALAUSMA KABUPATEN MAJALENGKA

Transkripsi:

BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negeri yang rawan bencana. Sejarah mencatat bahwa Indonesia pernah menjadi tempat terjadinya dua letusan gunung api terbesar di dunia. Tahun 1815 Gunung Tambora yang berada di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, meletus dan mengeluarkan sekitar 1,7 juta ton abu dan material vulkanik. Sebagian dari material vulkanik ini membentuk lapisan di atmosfir yang memantulkan balik sinar matahari ke atmosfir. Karena sinar matahari yang memasuki atmosfir berkurang banyak, bumi tidak menerima cukup panas dan terjadi gelombang hawa dingin. Gelombang hawa dingin membuat tahun 1816 menjadi tahun yang tidak memiliki musim panas dan menyebabkan gagal panen di banyak tempat serta kelaparan yang meluas. Dalam abad yang sama, gunung Krakatau meletus pada tahun 1883. Erupsi Krakatau diperkirakan memiliki kekuatan setara 200 megaton TNT, kira-kira 13.000 kali kekuatan ledakan bom atom yang menghancurkan Hiroshima dalam Perang Dunia II (BNPB, 2010). Bencana yang paling memilukan terjadi pada awal abad XXI juga bermula dari Indonesia. Bencana gempa bumi dan tsunami yang terjadi tanggal 26 Desember 2004 di Aceh telah menyebabkan kerusakan berbagai fasilitas, harta benda maupun korban jiwa. Gempabumi ini memicu tsunami yang menewaskan lebih dari 225.000 jiwa di sebelas negara dan menimbulkan kehancuran hebat di banyak kawasan pesisir

di negara-negara yang terkena. Berdasarkan data RUPUSDALOPS BPBA Banda Aceh, jumlah korban bencana gempa bumi dan tsunami 26 Desember 2004 menelan korban jiwa sebanyak 165.708 jiwa meninggal, 37.063 jiwa hilang, sekitar 100.000 jiwa menderita luka berat dan ringan serta nilai kerusakan yang ditimbulkannya mencapai lebih dari Rp. 48 triliun (Iskandar, 2010). Susunan tanah di kepulauan Indonesia tidak terikat kuat pada poros bumi, dan oleh sebab itu bencana alam seperti gempa tektonik yang mungkin terjadi di sekitarnya tidak berpengaruh banyak karena goncangan bencana tersebut tersalur ke berbagai selat di antara pulau. Dengan demikian, susunan lapisan tanah yang tidak terlalu padat ini sangat berpotensi terhadap bencana, katakanlah seperti tanah longsor. Di samping itu, berbagai aktivitas yang dilakukan manusia dengan tidak mengindahkan aspek kelestarian lingkungan dapat mengakibatkan terjadinya banyak daerah rawan bencana seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, dan hujan. Ditinjau dari segi geologi, sebagian wilayah Indonesia merupakan daerah rawan bencana karena wilayah ini adalah tempat pertemuan antara dua rangkaian jalur pegunungan muda dunia yaitu sirkum Pasifik dan sirkum Mediteran. Sedangkan dilihat dari segi geografis, Indonesia berada pada posisi silang antara benua Asia dan Australia serta antara samudera Hindia dan samudera Pasifik yang membujur pada daerah tropis. Kondisi alam seperti inilah yang menyebabkan wilayah Indonesia rawan terhadap berbagai jenis bencana alam (BNPB, 2010). Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Data bencana dari BAKORNAS PB menyebutkan bahwa antara tahun 2003-2005 telah

terjadi 1.429 kejadian bencana, di mana bencana hidrometeorologi merupakan bencana yang paling sering terjadi yaitu 53,3 persen dari total kejadian bencana di Indonesia. Dari total bencana hidrometeorologi, yang paling sering terjadi adalah banjir (34,1 persen dari total kejadian bencana di Indonesia) diikuti oleh tanah longsor (16 persen). Meskipun frekuensi kejadian bencana geologi (gempa bumi, tsunami dan letusan gunung berapi) hanya 6,4 persen, bencana ini telah menimbulkan kerusakan dan korban jiwa yang besar, terutama akibat gempa bumi yang diikuti tsunami di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara tanggal 26 Desember 2004 dan gempa bumi besar yang melanda pulau Nias Sumatera Utara pada tanggal 28 Maret 2005 (BNPB, 2010). Sejak terjadinya tsunami di Aceh, bencana demi bencana terus melanda Indonesia. Gempa, banjir, longsor, badai dan bencana alam lainnya terus terjadi. Beberapa waktu lalu bencana alam juga terjadi di Balikpapan. Gempa bumi tektonik kuat yang mengguncang Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah pada tanggal 27 Mei 2006. Gempa bumi tersebut berkekuatan 5,9 skala Richter. United States Geological Survey melaporkan 6,2 pada skala Richter; lebih dari 6.000 orang tewas, dan lebih dari 300.000 keluarga kehilangan tempat tinggal (BNPB, 2010). Selain bencana-bencana berskala besar yang pernah tercatat dalam sejarah, Indonesia juga tidak lepas dari bencana besar yang terjadi hampir setiap tahun yang menimbulkan kerugian tidak sedikit. Banjir yang hampir setiap tahun menimpa Jakarta dan wilayah sekitarnya kota-kota di sepanjang daerah aliran sungai Bengawan

Solo dan beberapa daerah lain di Indonesia menimbulkan kerugian material dan nonmaterial senilai triliunan rupiah (Bakornas, 2010). Demikian pula kekeringan yang semakin sering terjadi di beberapa daerah di Indonesia, dan selain mengancam produksi tanaman pangan juga kian mempermiskin penduduk yang mata pencahariannya tergantung pada pertanian, perkebunan dan peternakan (Bakornas, 2010). Bencana alam merupakan peristiwa luar biasa yang menimbulkan penderitaan luar biasa bagi yang mengalaminya. Bahkan, bencana alam tertentu menimbulkan banyak korban cedera maupun meninggal dunia. Bencana alam juga tidak hanya menimbulkan luka dan cedera fisik tetapi juga menimbulkan dampak psikologis atau kejiwaan. Hilangnya harta benda dan nyawa dari orang-orang yang dicintai membuat sebagian korban bencana mengalami stres atau gangguan jiwa. Hal tersebut sangat berbahaya terutama bagi anak-anak yang dapat terganggu perkembangan jiwanya (Kamadhis UGM, 2007). Tampaknya bencana akan terus menghampiri negeri ini, karena Indonesia memiliki geografis dan geologis yang potensial terkena bencana alam sehingga dijuluki negeri cincin api. Dari perkiraan para ahli, saat ini terdapat 20 gunung yang tersebar di beberapa wilayah tengah menunjukkan tanda-tanda keaktifannya. Sebut saja salah satunya Anak Gunung Krakatau yang sekarang berstatus waspada. Bencana berdampak terhadap keberlangsungan hidup masyarakat. Tak hanya kerusakan dan kehilangan harta benda, korban jiwapun berjatuhan. Bencana gempa terhitung telah

merenggut ratusan ribu jiwa dan juga kerusakan infrastruktur yang mahadahsyat (Kamadhis UGM, 2007). Untuk menghadapi peningkatan potensi dan kompleksitas bencana di masa depan dengan lebih baik, Indonesia memerlukan suatu rencana yang sifatnya terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh. Rencana ini menjadi salah satu bagian kesiapsiagaan penanggulangan bencana (BNPB, 2010). Menghadapi bencana tersebut, Indonesia masih terus mengembangkan diri. Dipandang dari segi kelembagaan kapasitas ini meningkat jauh dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang mengamanatkan dibentuknya badan independen yang menangani bencana. Dengan berdirinya BNPB di tingkat pusat dan BPBD di tingkat provinsi dan kabupaten atau kota, upaya penanggulangan bencana dapat dilaksanakan dengan lebih terarah, terpadu dan menyeluruh. Masih dibutuhkan kerja keras untuk mewujudkan instansi penanggulangan bencana yang independen, mampu berkoordinasi dengan baik dengan instansi-instansi lain, dijalankan oleh staf yang cukup dan kompeten, memiliki sumber daya dan alokasi anggaran yang memadai, dan didukung dengan kebijakan penanggulangan bencana yang bermutu tinggi (BNPB, 2010). Melihat seringnya bencana alam yang sering terjadi di Indonesia maka melalui Peraturan Presiden RI Nomor 83 Tahun 2005 dibentuklah Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana yang disingkat BAKORNAS PB yang kemudian

diperbaharui dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 (PP No.83, 2007). Peraturan Presiden RI Nomor 8 Tahun 2008 menegaskan terbentuknya Badan Nasional Penanggulangan Bencana dengan tugas-tugas yang telah ditetapkan dalam peraturan. Untuk melaksanakan tugas penanggulangan bencana di daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota dibentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang selanjutnya disebut BPBD yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah (PP No.8, 2008). Sebagai lembaga koordinasi dan pelaksana BNPB (Dulu Bakornas PB) telah banyak terjun langsung menangani bencana di seluruh pelosok Indonesia. Bencana gempa dan tsunami Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 merupakan momentum penting yang menandai peran aktif masyarakat, baik lokal maupun yang datang dari propinsi lain serta masyarakat dan lembaga internasional dalam penanganan bencana (BNPB, 2010). Secara kualitas hal ini masih bisa ditingkatkan, mengingat penanganan bencana didaerah masih lebih banyak bersifat responsif (bertindak ketika bencana telah terjadi) belum sepenuhnya preventif dengan melakukan antisipasi pengurangan risiko sebelum bencana terjadi (Bakornas, 2007). BNPB dalam melaksanakan tugasnya menyelenggarakan fungsi antara lain : a. Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat serta efektif dan efisien; dan

b. Pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh Berdasarkan sebaran zona risiko tinggi yang dispasialkan dalam indeks risiko bencana di Indonesia, Kabupaten Aceh Tengah termasuk zona beresiko tinggi bencana gempabumi, bencana letusan gunung berapi, resiko gerakan tanah, resiko hutan dan lahan serta resiko gedung (BNPB, 2010). Menghadapi bencana yang sering terjadi, selayaknya harus bahu-membahu membantu korban bencana, agar dapat melanjutkan hidup dan kehidupannya yang telah ditimpa musibah ini. Caranya adalah dengan memberikan bantuan moril dan materil. Bencana telah terjadi, hal yang terpenting adalah penanganan pasca bencana, yaitu penanganan korban tewas dan luka, penanganan pengungsi serta pengumpulan dan koordinasi penyaluran bantuan. Guna memulihkan kondisi korban dan daerah yang terkena bencana adalah dengan menangani para pengungsi dengan baik, serta rekonstruksi daerah yang terkena bencana (BNPB, 2010). Pemerintah seharusnya menjamin korban selamat terbebas dari kelaparan dan serangan penyakit. Pemulihan psikologis korban bencana, terutama anak usia dini, sangat penting diberikan. Selanjutnya, pemerintah segera melakukan relokasi dan pembangunan infrastruktur kembali, serta perumahan yang mampu mendukung kehidupan yang layak (BNPB, 2010). Di sinilah peran program pemberdayaan bisa memposisikan diri, baik sebelum maupun pasca terjadinya bencana. Program pemberdayaan dapat memberikan bimbingan dan arahan kepada masyarakat dalam melestarikan alam dan lingkungan

sekitarnya. Misalnya saja, melindungi hutan dari penebangan liar, pelestarian sungai, menciptakan lingkungan yang sehat, nyaman dan aman. Selain itu, program pemberdayaan juga dapat melakukan upaya antisipasi dan penyelamatan diri ketika bencana tiba. Potensi ancaman bencana di Aceh tidak akan berkurang secara signifikan dalam tahun-tahun ke depan. Mengingat kondisi geografis, geologis, hidrologis dan demografis Aceh maka diperlukan suatu upaya menyeluruh dalam upaya penanggulangan bencana, baik ketika bencana itu terjadi, sudah terjadi, maupun potensi bencana di masa yang akan datang. Konsekuensi dari kondisi geomorfologis dan klimatologis serta demografis, maka ancaman bahaya (hazard) di Aceh mencakup ancaman geologis, hidro-meteorologis, serta sosial dan kesehatan (BPBD Aceh, 2011). Secara geologis, Aceh berada di jalur penunjaman dari pertemuan lempeng Asia dan Australia, serta berada di bagian ujung patahan besar Sumatera (Sumatera Fault/Transform) yang membelah pulau Sumatera dari Aceh sampai selat Sunda yang dikenal dengan patahan Semangko. Zona patahan aktif yang terdapat di wilayah Aceh adalah wilayah bagian tengah, yaitu di Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Aceh Tengah, Gayo Lues, Aceh Tenggara, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, dan Aceh Selatan. Hal ini dapat menyebabkan Aceh mengalami bencana geologis yang cukup panjang (Profil Aceh Tengah, 2011). Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Aceh Tengah dibentuk berdasarkan Qanun Kabupaten Aceh Tengah Nomor 5 Tahun 2010 untuk melakukan

tugas penanggulangan bencana di kabupaten Aceh Tengah. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Aceh Tengah akan membangun koordinasi internal BPBD, pemerintah pusat dan masyarakat dalam menjalankan tugasnya (BPBD Aceh Tengah, 2010). Koordinasi yang baik dan sinergi akan menghasilkan penanggulangan yang maksimal dan baik di masa yang akan datang. Koordinasi yang dimaksud adalah koordinasi BPBD dengan dinas terkait lainnya yang terlibat langsung dalam penanggulangan bencana yakni Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Palang Merah Indonesia (PMI) dan POLRI. 1.2. Permasalahan Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka yang menjadi rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh fungsi koordinasi petugas dinas terkait meliputi pendelegasian wewenang, pembagian kerja, koordinasi secara terencana, pengaturan penggunaan teknologi dan koordinasi dalam rincian tugas pokok terhadap kesiapsiagaan penanggulangan bencana di Kabupaten Aceh Tengah Propinsi Aceh. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh fungsi koordinasi petugas dinas terkait meliputi pendelegasian wewenang, pembagian kerja, koordinasi secara terencana, pengaturan penggunaan teknologi dan koordinasi dalam rincian

tugas pokok terhadap kesiapsiagaan penanggulangan bencana di Kabupaten Aceh Tengah Propinsi Aceh. 1.4. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh fungsi koordinasi petugas dinas terkait meliputi pendelegasian wewenang, pembagian kerja, koordinasi secara terencana, pengaturan penggunaan teknologi dan koordinasi dalam rincian tugas pokok terhadap kesiapsiagaan penanggulangan bencana di Kabupaten Aceh Tengah Propinsi Aceh. 1.5. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah : 1. Sebagai masukan dan bahan pertimbangan dalam mengambil alternatif keputusan dan perumusan kebijaksanaan sebagai usaha untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Aceh Tengah khususnya yang terkait dengan penanggulangan bencana di Kabupaten Aceh Tengah Propinsi Aceh. 2. Sebagai bahan pemikiran yang didasari pada teori dan analisis terhadap kajian praktis dalam meningkatkan koordinasi petugas terkait dalam melakukan kesiapsiagaan penanggulangan bencana di Kabupaten Aceh Tengah Provinsi Aceh. 3. Sebagai bahan referensi penelitian dan rujukan tentang penanggulangan bencana bagi mahasiswa maupun pembaca umumnya. Hasil penelitian ini dapat dijadikan

sebagai bahan bacaan dan referensi perpustakaan hingga menjadi dasar pemikiran untuk pelaksanaan penelitian yang selanjutnya.