BAB III STUDI PUSTAKA. Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat

dokumen-dokumen yang mirip
Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si.

Rahn - Lanjutan. Landasan Hukum Al Qur an. Al Hadits

BAB II GAMBARAN UMUM GADAI EMAS (AR-RAHN) DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJLIS UALAMA INDONESI (DSN-MUI) TENTANG RAHN DAN RAHN EMAS

Rahn /Gadai Akad penyerahan barang / harta (marhun) dari nasabah (rahin) kepada bank (murtahin) sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang

BAB IV ANALISA DATA A. Praktek Gadai Sawah di Kelurahan Ujung Gunung Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Nadhifatul Kholifah, Topowijono & Devi Farah Azizah (2013) Bank BNI Syariah. Hasil Penelitian dari penelitian ini, yaitu:

BAB IV ANALISIS TERHADAP MEKANISME PEMBIAYAAN EMAS DENGAN AKAD RAHN DI BNI SYARIAH BUKIT DARMO BOULEVARD CABANG SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam segala aspek

BAB II LANDASAN TEORITIS. " artinya menggadaikan atau merungguhkan. 1 Gadai juga diartikan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI IJĀRAH JASA SIMPAN DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG BLAURAN SURABAYA

1. Analisis Praktek Gadai Emas di Bank Syariah Mandiri Cabang Karangayu. akad rahn sebagai produk pelengkap yang berarti sebagi akad tambahan

BAB IV PEMANFAATAN GADAI SAWAH PADA MASYARAKAT DESA SANDINGROWO DILIHAT DARI PENDAPAT FATWA MUI DAN KITAB FATH}UL MU I<N

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

RAHN, DAN KETENTUAN FATWA DEWAN SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Allah S.W.T. sebagai khalifah untuk memakmurkan

murtahin dan melibatkan beberapa orang selaku saksi. Alasan

BAB IV ANALISIS. A. Pelaksanaan Lelang Barang Jaminan pada Perum Pegadaian Cabang Bandar Lampung

BAB IV ANALISIS DATA. Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan Bandar Lampung. mendeskripsikan dan mengilustrasikan rangkaian pelaksaan gadai dari awal

BAB IV IMPLEMENTASI FATWA DSN NO.25/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN PADA PRODUK AR-RAHN. A. Aplikasi Pelaksanaan Pembiayaan Rahn Di Pegadaian Syariah

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat juga dinamai alhabsu.

TANGGUNG JAWAB MURTAHIN (PENERIMA GADAI SYARIAH) TERHADAP MARHUN (BARANG JAMINAN) DI PT. PEGADAIAN (PERSERO) CABANG SYARIAH UJUNG GURUN PADANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam istilah bahasa Arab, gadai di istilahkan dengan rahn dan juga dapat

BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Gadai Emas Syariah Pada PT Bank Syariah Mandiri

BAB I PENDAHULUAN. Para ahli hukum Islam memberikan pengertian harta ( al-maal ) adalah. disimpan lama dan dapat dipergunakan waktu diperlukan.

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 TERHADAP PENETAPAN UJRAH DALAM AKAD RAHN DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat diambil kembali sebagai tebusan. Gadai

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembiayaan jangka pendek dengan margin yang rendah. Salah. satunya pegadaian syariah yang saat ini semakin berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. melalui Rasulullah saw yang bersifat Rahmatan lil alamin dan berlaku

Analisis Pelaksanaan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomer : 26/DSN- MUI/III/2002 Tentang Rahn Emas pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Cimahi

BAB II LANDASAN TEORI. dengan perkembangan bank dan lembaga keuangan syariah. Tujuan utama

BAB III PERBANDINGAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 DENGAN HUKUM RAHN TASJÎLÎ

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan perekonomian, seperti perkembangan dalam sistim perbankan. Bank

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan ekonomi yang berbasis pada ekonomi kerakyatan. Hal ini

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN HUTANG BERUPA AKTA KELAHIRAN ANAK DI DESA WARUREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN

BAB II LANDASAN TEORI

MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Praktik Denda bagi Pihak Penggadai Sawah oleh Penerima Gadai di Desa

BAB II MEKANISME GADAI SYARIAH (RAHN) harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, dan dapat diambil kembali

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN GADAI EMAS DI KOSPIN JASA SYARIAH DIPANDANG FATWA DSN NOMOR: 26/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN EMAS.

BAB I PENDAHULUAN. barang yang digadaikan tersebut masih sayang untuk dijual. Pengertian gadai

BAB I PENDAHULUAN. di dalamnya juga mencakup berbagai aspek kehidupan, bahkan cakupannya

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari sejarah pertumbuhan bank syariah. 1 Bank secara. kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah.

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi terjaminnya barang dan jasa dan memanfaatkan nikmat-nikmat yang Allah

PENERAPAN TEORI DAN APLIKASI PENGGADAIAN SYARIAH PADA PERUM PENGGADAIAN DI INDONESIA

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Praktek Pinjam Pakai Sepeda Motor

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENAHANAN SAWAH SEBAGAI JAMINAN PADA HUTANG PIUTANG DI DESA KEBALAN PELANG KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN

BAB V PEMBAHASAN. dipaparkan pada bab sebelumnya. Sebagaimana yang ditegaskan dalam teknik analisa data

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP GADAI GANDA KENDARAAN BERMOTOR DI KELURAHAN PAGESANGAN KECAMATAN JAMBANGAN KOTA SURABAYA

BAB IV TINJAUAN FATWA NO /DSN-MUI/III/2002 TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD IJA>RAH PADA SEWA TEMPAT PRODUK GADAI EMAS BANK BRI SYARIAH KC SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir, perekonomian yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS APLIKASI RAHN PADA PRODUK GADAI EMAS DALAM MENINGKATKAN PROFITABILITAS BNI SYARIAH KANTOR CABANG SURABAYA

dasarnya berlandaskan konsep yang sesuai dengan Syariat agama Islam. perubahan nama di tahun 2014 Jamsostek menjadi BPJS (Badan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK GADAI TANAH SAWAH DI DESA ULULOR KECAMATAN PRACIMANTORO KABUPATEN WONOGIRI

BAB II LANDASAN TEORI

RAHN (HUTANG PIUTANG DENGAN JAMINAN) DALAM HUKUM

BAB II DASAR TEORI. mengandalkan pada bunga. Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang

BAB V PENUTUP. kepada Kospin Jasa Syariah sebagai agunan atas pembiayaan yang di terima

BAB I PENDAHULUAN. kepada Muhammad S.A.W. sebagai petunjuk dan pedoman yang mengandung

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGGUNAAN AKAD BMT AMANAH MADINA WARU SIDOARJO. Pembiayaan di BMT Amanah Madina Waru Sidoarajo.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi Islam belakangan ini mulai menunjukkan. peningkatan yang berarti di Indonesia maupun dunia. Ekonomi Islam juga

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, muncul lembaga keuangan syariah yang menjadi kompetitor dari

BAB I PENDAHULUAN. melalui kegiatan pinjam-meminjam. Kegiatan pinjam-meminjam terdapat produk yang dapat

BAB IV. A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah}ah di BMT Mandiri Sejahtera Jl. Raya Sekapuk Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik.

4. Firman Allah SWT tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam perbuatan positif, antara lain QS. al- Ma idah [5]: 2:./0*+(,-./ #%/.12,- 34 D

BAB IV ANALISA A. PELAKSANAAN IB RAHN EMAS DI BANK JATENG SYARIAH KANTOR CABANG SEMARANG

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB III PEMBAHASAN. Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat juga

AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. bentuk penyaluran dana kemasyarakat baik bersifat produktif maupun konsumtif atas dasar

AKAD RAHN DAN AKAD-AKAD JASA KEUANGAN

PENENTUAN BIAYA PEMELIHARAAN BARANG GADAI MENURUT FATWA DSN MUI NO 26 TAHUN 2002 ( STUDI KASUS PEGADAIAN SYARIAH CABANG KOTA LANGSA) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Islam merupakan agama yang sempurna dengan Al-Qur an sebagai sumber

BAB IV ANALISIS BESARAN UJRAH DI PEGADAIAN SYARIAH KARANGPILANG SURABAYA DALAM PERSPEKTIF FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002

ABSTRAKSI. Kata Kunci : Akuntansi Pendapatan, Pegadaian Konvensional, Pegadaian Syariah

Prosiding Keuangan dan Perbankan Syariah ISSN:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. Pelaksanaan Gadai dengan Sistem Syariah di Perum Pegadaian. penjagaan dan penaksiran serta dilakukan hanya sekali pembayaran.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PEMBIAYAAN TALANGAN HAJI DI BANK SYARIAH MANDIRI SEMARANG

BAB II PEMBIAYAAN GADAI EMAS SYARIAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Pegadaian Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat juga dinamai alhabsu.

FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tidak sesuai dengan kondisi keuangan yang dimiliki.

secara tunai (murabahah naqdan), melainkan jenis yang

A. Kesimpulan Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Gadai. emas BSM adalah penyerahan hak penguasaan secara fisik atas

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB VI ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI GADAI SAWAH DI DESA MORBATOH KECAMATAN BANYUATES KABUPATEN SAMPANG

Mura>bahah adalah istilah dalam fikih Islam yang

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai syariah dalam operasional kegiatan usahanya. Hal ini terutama didorong

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME PEMBAYARAN IMBALAN. A. Analisis Terhadap Mekanisme Pembayaran Imbalan

BAB IV ANALISIS DATA. Yogyakarta, 2008, hlm Dimyauddin Djuwaini, Pengantar fiqh Muamalah, Gema Insani,

BAB IV ANALISIS PENERAPAN BIAYA IJARAH DI PEGADAIAN SYARIAH SIDOKARE SIDOARJO MENURUT PRINSIP NILAI EKONOMI ISLAM

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi dalam bahasa Arab, kata Ar-Rahn berarti tetap dan

karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. 3. Firman Allah SWT

MURA>BAH}AH DALAM PEMBIAYAAN USAHA PERIKANAN DI

Transkripsi:

BAB III STUDI PUSTAKA A. Pengertian Gadai Syariah (Ar-Rahn) Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat juga disebut al-habs. Secara etimologis arti rahn adalah tetap dan lama, sedangkan al-habsu berarti penahanan terhadap suatu barang dengan hak sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut. Sedangkan menurut Sabiq, rahn adalah menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan syara sebagai jaminan hutang, sehingga orang yang bersangkutan dapat mengambil sebagian (manfaat) barang itu. Pengertian ini di dasarkan pada praktek bahwa apabila seseorang ingin berhutang kepada orang lain, ia menjadikan barang miliknya baik berupa barang bergerak atau berupa barang ternak berada di bawah penguasaan pemberi jaminan sampai penerima pinjaman melunasi hutangnya. 24 Adapun pengertian rahn menurut Imam Ibnu Qudhanah dalam Kitab Al-Mughni adalah suatu benda yang dijadikan kepercayaan dari suatu hutang untuk di penuhi dari harganya, apabila berhutang tidak sanggup membayarnya dari orang yang berpiutang. Sedangkan Imam Abu Zakaria Al-Anshary dalam Kitabnya Fathul Wahab mendefinisikan rahn adalah 24 Abdul Ghofur Anshori,Op.Cit, h. 112

menjadikan benda yang bersifat harta benda sebagai kepercayaan dari suatu yang dapat di bayarkan dari harta benda itu bila utang tidak dibayar. Rahn berarti menjadikan sesuatu benda bernilai menurut pandangan syara sebagai tanggungan hutang, dengan adanya benda yang menjadi tanggungan itu seluruh atau sebagian utang yang dapat diterima. 25 Gadai (Rahn) dalam bentuk transaksi yang dilakukan oleh seseorang yang membutuhkan dana, sehingga menggadaikan barang yang dimilikinya sebagai jaminan kepada Bank Syariah dan atas izin Bank Syariah orang tersebut dapat menggunakan barang yang digadaikan dengan syarat harus dipelihara dengan baik. Bank Syariah akan membebankan biaya jasa gadai sesuai kesepakatan. 26 Pengertian gadai yang ada dalam syariah sedikit berbeda dengan pengertian gadai yang ada dalam hukum positif, sebab pengertian gadai dalam hukum positif seperti tercantum dalam Burgerlijk Wetbook (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) adalah hak yang di peroleh seseorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seseorang yang berhutang atau oleh orang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara di dahulukan daripada orang-orang yang berpiutang lainnya, dengan pengecualiaan biaya untuk melelang 25 Syafi i Jafri, Muamalah, (Pekanbaru : Suska Press, 2008), h. 73. 26 Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), h. 37.

barang tersebut dan biaya-biaya mana harus didahulukan (Pasal 1150 KUHP Perdata). 27 Selain berbeda dengan KUHP Perdata, pengertian gadai menurut syariat Islam juga berbeda dengan pengertian gadai menurut ketentuan hukum adat, yang mana dalam ketentuan hukum adat pengertian gadai yaitu menyerahkan tanah untuk menerima pembayaran sejumlah uang secara tunai dengan ketentuan si penjual (penggadai) tetap berhak atas pengembalian tanahnya dengan jalan menebusnya kembali. Gadai syariah adalah penahanan suatu barang (bergerak dan tidak bergerak) milik pihak lain (debitur) oleh suatu pihak (bank) dengan pemberian hak kepada bank untuk mengambil pelunasan atas piutang bank kepada debitur tersebut. 28 Dari beberapa pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa pengertian rahn adalah menahan harta salah satu milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan hutang gadai. 29 Adapun perbedaan Rahn dalam hukum Islam dilakukan secara sukarela atas dasar tolong menolong tanpa mencari keuntungan, sedangkan gadai meunurt Hukum Perdata disamping berprinsip tolong menolong juga mencari keuntungan dengan cara menarik bunga atau sewa modal. Dalam hukum Perdata hak gadai hanya berlaku pada bergerak, sedangkan dalam 155. 27 Ibid, h.113 28 Muhammad, Akuntansi Perbankan Syariah, (Yogyakarta : Trust Media, 2009), h. 29 Ibid

hukum Islam, rahn berlaku pada seluruh benda baik yang bergerak maupun yang tidak. 30 B. Landasan Syariah Ar-Rahn Boleh tidaknya transaksi gadai menurut Islam, diatur dalam Al- Qur an, Hadist dan Ijtihad sebagai berikut : 31 1. Al-Qur an Ayat Al-Qur an yang dapat di jadikan dasar hukum perjanjian gadai adalah Surat Al-Baqarah Ayat 282 dan 283 : Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.... 32 30 Mawardi,Lembaga Perekonomian Umat,(Pekanbaru : Suska Press,2008),h. 88. 31 Ibid, h. 114 32 Q.S. Al-Baqarah : 282

Artinya: jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang[180] (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. 33 Ayat ini menerangkan dalam hal muamalah yang tidak tunai, yang dilakukan dalam perjalanan dan tidak ada seorang juru tulis yang akan menuliskannya, maka hendaklah ada barang tanggungan (jaminan) yang dipegang oleh pihak yang berpiutang. Kecuali jika kedua belah pihak saling mempercayai dan berserah diri kepada Allah, maka muamalah itu boleh dilakukan tanpa adanya barang tanggungan. Ayat ini tidaklah menetapkan bahwa jaminan itu hanya boleh dilakukan dengan syarat dalam perjalanan, muamalah tidak dengan tunai dan tidak ada juru tulis, tetapi ayat ini hanya menyatakan bahwa dalam keadaan tersebut boleh dilakukan muamalah dengan memakai jaminan. Dalam keadaan yang lain boleh juga memakai jaminan sesuai dengan hadis yang diriwayatkan Bukhari bahwa Nabi Muhammad saw pernah menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi di Madinah. 2. Al-Hadist 34 Empat, 2011), h. 267 33 Q.S. A l-baqarah : 283 34 Sri Nurhayati- Wasilah, Akuntansi Syariah Di Indonesia, (Jakarta : Salemba

Dari Aisyah RA berkata bahwa Rasulullah Saw membeli makan dari sorang Yahudi dan menjamin kepadanya baju besi. 35 Dari Abu Hurairah r.a Nabi SAW bersabda : "Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung resikonya. 36 Nabi bersabda: "Tunggangan ( kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan. 37 3. Ijtihad Berkaitan dengan Pembolehan perjanjian gadai ini, jumhur ulama juga berpendapat boleh dan mereka tidak pernah berselisih pendapat mengenai hal ini. Jumhur Ulama berpendapat bahwa disyariatkan pada waktu tidak bepergian maupun pada waktu bepergian, berargumentasi kepada perbuatan Rasulullah SAW terhadap riwayat hadist tentang orang yahudi tersebut di Madinah. Adapun keadaan dalam perjalanan seperti ditentukan dalam Surat Al-Baqarah : 283, karena melihat kebiasaan dimana pada umumnya rahn dilakukan pada waktu bepergian. Adh-Dhahak dan penganut madzhab Az-Zahiri berpendapat bahwa rahn tidak disyariatkan kecuali pada waktu berpergian, berdalil 35 HR.Bukhari dan Muslim 36 HR.Asy-Syafi i, Al-Daraquthi dan Ibnu Majah 37 HR.Jamaah, kecuali Muslim dan An-Nasai

pada ayat tadi. Namun pernyataan mereka telah terbantahkan dengan adanya hadist tersebut. 38 C. Rukun dan Syarat Sahnya Perjanjian Ar-Rahn Mohammad Anwar dalam buku Fiqh Islam menyebutkan rukun dan syarat sahnya perjanjian gadai adalah sebagai berikut : 39 1. Ijab Qabul (Shigat) Hal ini dapat dilakukan dalam bentuk tertulis maupun lisan, asalkan di dalamnya terkandung maksud adanya perjanjian gadai diantara para pihak. 2. Orang yang bertransaksi (Aqid) Syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi orang yang bertransaksi gadai yaitu rahin (pemberi gadai) dan murtahin (penerima gadai) adalah a. Telah dewasa (Baligh) b. Berakal c. Atas keinginan sendiri 3. Adanya barang yang digadaikan (Marhun) Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk barang yang akan digadaikan oleh rahin (pemberi gadai) adalah a. Dapat diserah terimakan 38 Ibid, h. 115 39 Ibid, h.91

b. Bermanfaat c. Milik rahin (orang yang menggadaikan) d. Jelas e. Tidak bersatu dengan harta lain f. Dikuasai oleh rahin g. Harta yang tetap atau dapat dipindahkan 4. Marhun Bih (Utang) Menurut Ulama Hanafiyah dan Syafi iyah syarat utang yang dapat dijadikan alas gadai adalah a. Berupa utang yang tetap dapat dimanfaatkan b. Utang harus lazim pada waktu akad c. Utang harus jelas dan diketahui oleh rahin dan murtahin D. Hak dan Kewajiban Pihak yang berakad Hak dan Kewajiban Murtahin (Penerima Gadai) 1. Hak Murtahin adalah : 40 a. Pemegang gadai berhak menjual marhun apabila rahin tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Hasil penjualan barang gadai (marhun) dapat digunakan untuk melunasi pinjaman (marhun bih) dan sisanya dikembalikan kepada rahin b. Pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang telah dikeluarkan untuk menjaga keselamatan marhun 40 Zainuddin Ali, Op.Cit, h. 40

c. Selama pinjaman belum dilunasi, pemegang gadai berhak menahan barang gadai yang diserahkan oleh pemberi gadai (nasabah/rahin) 2. Kewajiban Murtahin (Penerima Gadai) 41 a. Penerima gadai bertanggung jawab atas hilang atau merosotnya barang gadai, apabila hal itu disebabkan oleh kelalaiannya. b. Penerima gadai tidak boleh menggunakan barang gadai untuk kepentingan sendiri. c. Penerima gadai wajib memberitahukan kepada pemberi gadai sebelum diadakan pelelangan barang gadai Hak dan Kewajiban Rahin (Pemberi Gadai) 1. Hak Pemberi Gadai adalah : 42 a. Pemberi gadai berhak mendapatkan kembali barang gadai, setelah ia melunasi pinjaman b. Pemberi gadai berhak meuntut ganti kerugian dari kerusakan dan hilangnya barang gadai, apabila hal itu disebabkan kelalaian penerima gadai. c. Pemberi gadai berhak menerima sisa hasil penjualan barang gadai setelah dikurangi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya. d. Pemberi gadai berhak meminta kembali barang gadai apabila penerima gadai diketahui menyalahgunakan barang gadai 2. Kewajiban Rahin (Pemberi Gadai) 43 41 Ibid 42 Ibid, h. 41 43 Ibid

a. Pemberi gadai wajib melunasi pinjaman yang telah diterimanya dalam tenggang waktu yang ditentukan, termasuk biaya-biaya yang ditentukan oleh penerima gadai. b. Pemberi gadai wajib merelakan penjualan atas barang gadai miliknya, apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan pemberi gadai tidak dapat melunasi pinjamannya. E. Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Gadai Syariah (Ar-Rahn) 1. Resiko Ar-Rahn Adapun resiko yang mungkin terjadi pada Ar-Rahn apabila diterapkan dalam dunia usaha adalah : 44 a. Resiko tidak terbayarnya utang pemberi gadai (wanprestasi) Dalam hal ini, si pemberi gadai telah melakukan wanprestasi, baik karena tidak dapat mengembalikan utangnya maupun karena terlambat dari jadwal jatuh tempo. b. Resiko penurunan nilai barang yang ditahan atau rusak Dalam hal ini lebih karena daya tahan dari barang yang ditahan lemah atau mudah sekali rusak. 2. Penyitaan dan Kegiatan Pelelangan (Auction Ar-Rahn) Menurut ketentuan syariat bahwa apabila masa yang telah diperjanjikan untuk pembayaran utang telah terlewat maka si berhutang berkewajiban untuk membayar hutangnya. Namun seandainya si berhutang tidak mempunyai kemauan untuk mengembalikan 44 M.Syafi i Antonio, Op.Cit, h. 131

pinjamannya hendaklah ia memberikan izin kepada pemegang gadai untuk menjual barang gadainya. Dan seandainya izin ini tidak diberikan oleh si pemberi gadai maka si penerima gadai dapat meminta pertolongan hakim untuk memaksa si pemberi gadai untuk melunasi hutangnya atau memberikan izin kepada penerima gadai untuk menjual barang gadai tersebut. 45 Apabila pemegang gadai telah menjual barang gadaian tersebut ternyata ada kelebihan dari yang seharusnya dibayar oleh si penggadai, maka kelebihan tersebut harus diberikan kepada si penggadai. Sebaliknya sekalipun barang gadaian telah dijual dan ternyata belum dapat melunasi hutang si penggadai, maka si penggadai masih punya kewajiban untuk membayar kekurangannya. 46 Praktek lelang (muzayadah) dalam bentuk yang sederhana pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, ketika didatangai oleh seorang sahabat dari kalangan Anshar meminta sedekah kapadanya. Lalu Nabi bertanya: Apakah dirumahmu ada suatu barang?. Sahabat tadi menjawab bahwa ia memiliki sebuah hiis (kain usang) yang dipakai sebagai selimut sekaligus alas dan sebuah qi b (cangkir besar dari kayu) yang dipakai minum air. Lalu beliau menyuruhnya mengambil kedua barang tersebut. Ketika ia menyerahkannya kepada Nabi, Beliau mengambilnya lalu menawarkannya: Siapakah yang berminat 45 Abdul Ghofur Anshori, Op.Cit, h. 120 46 Ibid,

membeli kedua barang ini? Lalu seseorang menawar keduanya dengan harga satu dirham. Maka Beliau mulai meningkatkan penawarannya: Siapakah yang mau menambahkannya lagi dengan satu satu dirham? lalu berkatalah penawar lain : Saya membelinya dengan harga dua dirham Kemudian nabi menyerahkan barang tersebut kepadanya dan memberikan dua dirham hasil lelang kepada sahabat Anshar tadi (HR.Abu Dawud, An-Nasai dan Ibnu Majah). 47 Ibnu Qudamah, Ibnu Abdil Bar dan lainnya meriwayatkan adanya ijma (kesepakatan) ulama tentang bolehnya jual-beli secara lelang bahkan telah menjadi kebiasaan yang berlaku di pasar umat Islam pada masa lalu. Sebagaimana Umar Bin Khattab juga pernah melakukanya. 48 Namun untuk mencegah adanya penyimpangan syariah dan pelanggaran hak, norma, dan etika dalam praktik lelang. Syariat Islam memberikan panduan dan kiteria umum sebagai pedoman pokok, yaitu diantaranya : 49 a. Transaksi dilakukan oleh pihak yang cakap hukum atas dasar saling sukarela ( an taradhin). b. Objek lelang harus halal dan bermanfaat c. Kepemilikan /kuasa penuh pada barang yang dijual d. Kejelasan dan transparansi barang yang dilelang tanpa adanya manipulasi e. Kesanggupan penyerahan barang pada si penjual 47 Ibid, h. 124 48 Ibid, h. 125 49 Ibid

f. Kejelasan dan kepastian harga yang disepakati tanpa berpotensi menimbulkan perselisihan g. Tidak menggunakan cara yang menjurus kepada kolusi dan suap untuk memenangkan tawaran Segala bentuk rekayasa curang untuk mengeruk keuntungan tidak sah dalam praktik lelang dikategorikan para ulama dalam praktik najasy (komplotan/trik kotor lelang), yang diharamkan Nabi Muhammad SAW (HR.Bukhari dan Muslim), atau juga dapat dimasukkan ke dalam kategori Risywah (sogok) apabila penjual atau pembeli menggunakan uang, Fasilitasnya ataupun servis untuk memenangkan lelang yang sebenarnya tidak memenuhi kiteria yang dikehendaki. 50 3. Berakhirnya Akad Ar-Rahn Ulama fiqh menyatakan bahwa suatu akad dapat berakhir, apabila terjadi hal-hal sebagai berikut : 51 a. Berakhir masa berlaku akad itu, apabila akad itu memiliki tenggang waktu. b. Dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad, apabila akad itu mengikat c. Dalam suatu akad yang bersifat mengikat, akad dapat berakhir apabila: 1) Akad itu fasid 2) Berlaku khiyar syarat, khiyar aib 50 Ibid, 51 Andrian Sutedi,Op.Cit, h. 173

3) Akad itu tidak dilaksanakan oleh satu pihak yang berakad 4) Telah tercapai tujuan akad itu secara sempurna. 5) Wafat salah satu pihak yang berakad, namun dapat diteruskan oleh ahli warisnya, dengan demikian tidak ada pihak yang dirugikan. F. Ketentuan Gadai Syariah (Ar-Rahn) berdasarkan Fatwa DSN No.25 dan 26/DSN-MUI/III/2002 Ketentuan mengenai rahn seperti yang tercantum dalam Fatwa DSN No.25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn sebagai berikut : 52 a. Murtahin (penerima gadai) mempunyai hak untuk menahan marhun (barang) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi. b. Marhun dan manfaatnya tetap milik rahin. Pada prinsipnya marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin rahin dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya. c. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan dan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin. d. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpan marhun tidak boleh di tentukan berdasarkan jumlah pinjaman. 52 Dewan Syariah Nasional MUI dan Bank Indonesia, 2009,Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional-MUI, (Yogyakarta : Pustaka Zeedny), h.201

e. Penjualan marhun 1) Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi hutangnya. 2) Apabila rahin tetap tidak dapat melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa/eksekusi melalui lelang sesuai syariah. 3) Hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi utangnya, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar, serta biaya penjualan. 4) Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin. f. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya akan dilakukan melalui Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI) setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah (sekarang bernama Badan Arbitrase Syariah Nasional / BASYARNAS). 53 Sedangkan ketentuan mengenai gadai emas adalah mengacu kepada Fatwa DSN No.26/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn Emas dengan tambahan sebagai berikut : 54 a. Ongkos dan biaya penyimpanan barang (marhun) ditanggung oleh penggadai (rahin). b. ongkos sebagaimana dimaksud besarnya berdasarkan pada pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan. 53 Abdul Ghofur Anshori, Op.Cit, h. 138 54 Ibid, h. 139

c. Biaya penyimpanan barang gadai (marhun) dilakukan berdasarkan akad Ijarah Sedangkan harta yang dijadikan objek gadai emas syariah, yakni emas yang digadaikan haruslah mempunyai nilai jual yang baik dan dapat mencukupi untuk pelunasan hutang nasabah kepada Bank. Dan barang itu merupakan barang yang sempurna milik nasabah selaku pemberi gadai, utuh, tidak tersebar di berbagai tempat, tidak terkait dengan orang lain, sesuai dengan kiteria syariah, bukan barang haram atau barang yang didapatkan secara haram. Kemudian mengenai utang yang diberikan oleh Bank haruslah merupakan hak yang wajib dijabarkan secara jelas dan tertentu baik jumlah maupun rencana pengembaliannya. 55 Pada umumnya obyek gadai emas syariah pada Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah adalah emas. Bentuknya dapat berupa perhiasaan juga batangan dengan ukuran karat antara 16 sampai dengan 24 karat. Emas dipilih sebagai obyek gadai karena emas dianggap sebagai media yang adil dan wajar, hal ini dikarenakan emas memiliki nilai yang stabil untuk jangka waktu tertentu. 56 Sedangkan biaya yang dibebankan kepada nasabah diantaranya : 1. Biaya Administrasi Biaya administrasi adalah ongkos atau pengorbanan materi yang dikeluarkan oleh bank dalam hal pelaksanaan akad gadai dengan 55 Atiqoh Prakasi, Pelaksanaan Gadai Emas Di Bank Mega Syariah. (Skripsi S1 Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, 2012), h. 52 56 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, ( Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada,2012), h.236

penggadai (rahin). Pada umumnya ulama sepakat bahwa segala biaya yang bersumber dari barang yang digadaikan adalah menjadi tanggungan penggadai. Oleh karena itu, biaya administrasi gadai dibebankan kepada penggadai. Karena biaya administrasi merupakan ongkos yang dikeluarkan bank, maka pihak bank yang lebih mengetahui dalam menghitung rincian biaya administrasi. Setelah bank menghitung total biaya administrasi, kemudian nasabah atau penggadai mengganti biaya administrasi tersebut. Namun tidak banyak atau bahkan sangat jarang nasabah yang mengetahui rincian biaya administrasi tersebut. Bank hanya menginformasikan total biaya administrasi yang harus ditanggung oleh nasabah atau penggadai tanpa menyebutkan rinciannya. Keterbukaan dalam menginformasikan rincian biaya administrasi tersebut sangat penting dalam rangka keterbukaan yang kaitannya dengan ridha bi ridha, karena biaya administrasi tersebut dibebankan kepada nasabah atau penggadai. Dewan Syariah Nasional dalam Fatwa No. 26/ DSN-MUI/ III/2002 menyebutkan bahwa biaya atau ongkos yang ditanggung oleh penggadai besarnya didasarkan pada pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan. Artinya, penggadai harus mengetahui besar rincian dan pengeluaran apa saja yang dikeluarkan oleh bank untuk melaksanakan akad gadai, seperti biaya materai, jasa penaksiran, formulir akad, foto

copy, print out, dll. Sehingga hal tersebut yang juga menyebabkan biaya administrasi harus dibayar di depan. Pihak bank tidak di perbolehkan untuk mengambil keuntungan dari akad gadai syariah karena pada dasarnya akad syariah adalah transaksi pinjam-meminjam (qardh) yang bersifat tabarru yang berarti kebaikan atau tolong menolong. Sehingga tidak diperkenankan untuk mengambil keuntungan atau manfaat dari kegiatan pinjam-meminjam (qardh). 2. Biaya pemeliharaan Biaya Pemeliharaan atau penyimpanan merupakan biaya yang dibutuhkan untuk merawat barang gadaian selama jangka waktu pada akad gadai. Sesuai dengan pendapat beberapa jumhur ulama biaya pemeliharaan atau penyimpanan menjadi tanggungan penggadai (rahin). Karena pada dasarnya penggadai (rahin) masih menjadi pemilik dari barang gadaian tersebut, sehingga dia bertanggungjawab atas seluruh biaya yang dikeluarkan dari barang gadai miliknya. Akad yang digunakan untuk penerapan biaya pemeliharaan atau penyimpanan adalah akad ijarah (sewa). Artinya penggadai (rahin) menyewa tempat di bank untuk menyimpan atau menitipkan barang gadainya, kemudian bank menetapkan biaya sewa tempat. Dalam pengertian lainnya, penggadai (rahin) menggunakan jasa bank untuk menyimpan atau memelihara barang gadainya hingga jangka waktu gadai berakhir. Biaya pemeliharaan/penyimpanan ataupun biaya sewa tersebut diperbolehkan oleh para ulama dengan merujuk kepada

diperbolehkannya akad ijarah. Biaya pemeliharaan/penyimpanan/sewa dapat berupa biaya sewa tempat SDB (Save Deposit Box), biaya pemeliharaan, biaya keamanan, dan biaya lainnya yang diperlukan untuk memelihara atau menyimpan barang gadai tersebut. Dengan akad ijarah dalam pemeliharaan atau penyimpanan barang gadaian bank dapat memperoleh pendapatan yang sah dan halal. Bank akan mendapatkan fee atau upah atas jasa yang diberikan kepada penggadai atau bayaran atas jasa sewa yang diberikan kepada penggadai.