PERTUMBUHAN, PERKEMBANGAN DAN KOMPOSISI KARKAS KAMBING BAMBANG SETIADI Balai Penelitian Ternak P.O. Box 221, Bogor 16002 PENDAHULUAN Dari tahun ke tahun dilaporkan bahwa populasi kambing di Indonesia hampir dua kali lipat dibanding populasi domba. Pada tahun 1993, po pulasi kambing sekitar 11,5 juta ekor dan domba sekitar 6,7 juta ekor (DITJENNAK., 1994). Walaupun populasi kambing cukup tinggi, namun perkembangan populasinya dari tahun 1989-1993 relatif rendah (1,15%/th), yakni sepertiga laju perkembangan populasi domba yang 3,3 persen/ tahun. Dihubungkan dengan negara-negara penghasil kambing di dunia, populasi kambing di Indonesia cukup potensial. Rendahnya perkembangan populasi kambing di Indonesia terutama disebabkan tingginya tingkat pemotongan dan efisiensi reproduksi yang relatif rendah. Antara tahun 1989-1993 peningkatan pemotongan tercatat kambing 5,4 persen/ tahun, yakni dari 1.257.445 ekor pada tahun 1989 menjadi 1.531.739 ekor pada tahun 1993. Produksi daging kambing pada tahun 1993 sebesar 76,59 ribu ton. Angka ini apabila dikonversikan pada jumlah kambing yang dipotong (rata-rata satu ekor kambing bobot karkasnya 10 kg), maka pada tahun 1993 telah dipotong sebanyak 7.659.000 ekor kambing atau sekitar 66 persen dari total populasi. Panjangnya selang beranak dan tingginya kematian anak periode prasapih akan sangat berpengaruh terhadap peningkatan populasi. Keadaan ini ditunjang oleh sifat usaha yang masih bersifat sambilan yang kurang memperhatikan tatalaksana dengan produksi optimum. Pada umumnya derajat silang dalam (inbreeding) kambing yang dipelihara peternak sudah cukup tinggi, sehingga apabila keadaan ini dibiarkan berlarut-larut dapat menurunkan produktivitas. Lebih jauh adalah relatif masih sedikitnya penelitian yang dilakukan di Indonesia terutama untuk memacu peningkatan produktivitasnya. Tulisan ini bertujuan untuk membahas pertumbuhan, perkembangan dan komposisi karkas ternak kambing, sehingga diharapkan dapat mem berikan informasi mengenai potensi kambing sebagai penghasil daging dan upaya peningkatan prod uktivitasnya. Diharapkan akan banyak penelitian-penelitian baru yang mendalam dan terinte- grasi, sehingga potensi kambing dalam memenuhi kebutuhan daging yang berkualitas dapat dipacu dan pendapatan peternaknya dapat ditingkatkan. LAJU PERTUMBUHAN KAMBING Salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi laju pertumbuhan kambing adalah ukuran tubuh dewasa (mature size). Ukuran dewasa pada kambing beragam dari 20 kg pada kambing sampai 100 kg pada kambing Improved Boer (DEVENDRA dan BURNS, 1970). Secara umum dapat dikatakan, bahwa anak kambing yang berasal dari bangsa kambing tipe besar akan tumbuh lebih cepat dari pada anak kambing yang berasal dari tipe kecil. Untuk meningkatkan laju pertumbuhan kambing lokal ( dan Peranakan Etawah) dapat dilaksanakan dengan menyilangkan (crossbreed ing) kambing lokal dengan bangsa kambing tipe besar. Persilangan ini dapat meningkatkan ukuran bobot badan dewasa (Tabel 1), karena adanya faktor heterosis (hybrid vigor). Sebaliknya dengan perkawinan kambing-kambing yang masih dekat hubungan darahnya (inbreeding) dapat menurunkan ukuran bobot badan dewasa yang ditunjukkan dengan rendahnya laju pertumbuhan (DEVENDRA dan BURNS, 1970). Disamping itu perkawinan dan program seleksi yang terarah dapat meningkatkan laju pertumbuhan kambing lokal. Hal ini didasarkan bahwa perkiraan estimasi heritabilitas ukuran tubuh dewasa dan bobot sapih adalah cukup tinggi. Didapatkan oleh SETIADI (1987) bahwa heritabilitas bobot sapih kambing Peranakan Etawah sebesar 0,50. Tabel 1. Perbandingan bobot badan kambing dan persilangannya Umur (bulan) PBBH (g)56,7101,990,7 Sumber : DEVENDRA (1967) Rataan bobot badan (kg) Etawah x Anglo Nubian x Lahir 1,5 2,8 2,5 3 7,5 13,8 13,2 6 10,8 24,1 20,2 12 22,2 40,0 35,6 12
WARTAZOA Vol. 5 No. 1 Th. 1996 Secara umum perbedaan antar musim (penghujan dan kemarau) akan berpengaruh terhadap ketersediaan pakan dan akan berakibat pula ter hadap laju pertumbuhan ternak kambing (SETIADI, 1987). Faktor-faktor seperti umur waktu beranak (induk beranak pertama relatif kurang menghasilkan susu dari pada yang lebih tua), musim beranak, tipe kelahiran (anak tunggal relatif mendapat susu lebih banyak daripada anak kembar), ketersediaan pakan akan dapat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan anak kambing. Walaupun pada sapi dan domba telah banyak yang meneliti adanya pengaruh compensatory growth (laju pertumbuhan yang cepat), namun penelitian terhadap kambing masih sangat kurang. Secara umum dapat dilaporkan, bahwa derajat compensatory growth tergantung pada umur dan bobot ternak saat penggenjotan. Faktor pembatas cepatnya laju pertumbuhan pada kambing adalah rendahnya intake energi. Menurut pengamatan FEHR et al. (1976), bahwa dari beberapa bangsa kambing yang diamati menunjukkan adanya keterbatasan intake energi (1,5-2,0 kali dari kebutuhan pokok hidup, dibanding empat kali dari kebutuhan pokok hidup pada domba). Hal ini menunjukkan mengapa laju pertumbuhan dan efisiensi konversi pakan (kg pakan/kg pertambahan bobot badan) pada kambing lebih rendah dibandingkan dengan domba. SITORLIS (1984), mendapatkan bahwa kebutuhan pokok hidup pada kambing Lokal (dengan bobot hidup sekitar 15 kg) adalah 143 kkal Digestible Energi (DE) dan 3,4 g Protein Kasar (PK) untuk setiap bobot hidup metabolik (W0.75) per hari dan untuk produksi maksimal sebesar 209 kkal DE dan 9,72 g PK untuk setiap bobot hidup metabolik per hari. dari bobot tubuh kosong, sementara perkembangan tulang lebih lambat. Otot dan karkas berkembang sedikit lebih cepat dari pada perkembangan tubuh (WILSON, 1958, OWEN et al., 1977 dan HERMAN, 1984). Hasil pengamatan Sudarmoyo (1984) terhadap kambing menunjukkan bahwa laju pertumbuhan nisbi otot dan lemak sarna cepat dengan pertumbuhan karkas. Jadi tulang bersifat dewasa dini, sehingga memungkinkan ototnya tumbuh dengan cepat. Pertumbuhan nisbi lemak amat beragam dan kandungan lemak bawah kulit kambing relatif sedikit. Apabila lemak pada tubuh kambing dirinci menurut lemak bawah kulit (LBK), lemak antar urat daging (LAUD), lemak ginjal (LG) dan lemak pelvis (LP), maka hasil pengamatan HERMAN (1984) terhadap kambing menunjukkan bahwa koefisien pertumbuhan nisbinya berturut-turut 1,77 ; 1,37 ; 1,97 dan 2,40 terhadap pertumbuhan nisbi bobot tubuh kosong (BTK). Berarti persentase LBK, LAUD, LG dan LP bertambah dengan meningkatnya BTK, dengan urutan pertumbuhan yakni LAUD, LBK, LG dan LP. Apabila dibandingkan terhadap perkembangan relatif lemak secara keseluruhan, maka koefisien pertumbuhan LBK, LAUD, LG dan LP, sebesar 0,86 ; 0,90, 1,22 dan 1,13. Disimpulkan bahwa pertumbuhan lemak mengarah ke rongga perut, sehingga karkasnya tidak terbungkus LBK dan kadar lemak karkas tetap rendah dengan meningkatnya bobot potong. PERKEMBANGAN KARKAS DAN KOMPOSISINYA PERKEMBANGAN TUBUH KAMBING Persamaan alometrik menunjukkan bahwa kambing pada periode bertumbuh (lahir - dewasa), deposisi lemak berkembang dua kali lebih cepat Dengan bertumbuhnya/bertambah besarnya kambing, deposisi lemak karkas makin meningkat, yang ditunjukkan dengan meningkatnya persen tase lemak dan menurunnya persentase daging (Tabel 2). Tabel 2. Komposisi karkas kambing pada berbagai bobot badan Bangsa Kambing Sex Jaringan 15-20 Kisaran Bobot Badan (kg) 20-30 30-40 40-50 Surnber Data Alpine Jantan Otot (%) 67,30 67,55 68,60 - FEHR et al. Lemak (%) 5,10 6,58 7,10 - (1976) Peranakan Jantan Otot(%) 66,5 1 HERMAN et al. Etawah Lemak (%) 5,71 (1985) Botswana Kastrasi Otot (%) 59,30 60,10 59,14 57,79 OWENetal. Lemak (%) 8,70 10,60 14,81 14,83 (1977) 13
BAMBANG SETIADI : Pertumbuhan, Perkembangan dan Komposisi Melalui pendekatan persamaan regresi didapatkan hubungan antara komponen-komponen karkas kambing pada berbagai bangsa (KIRTON, 1970 ; HERMAN, 1984 dan HERMAN et al., 1985). Dari analisis persamaan regresi pada umulnnya didapatkan bahwa bobot karkas meningkat 0,43-0,54,-*g untuk setiap kg peningkatan bobot hidup. Beragamnya nilai ini berhubungan dengan ukuran tubuh kambing dan apakah yang digunakan sebagai kriteria ini bobot hidup ataukah bobot tubuh kosong. Bangsa kambing Deposisi lemak karkas kambing tipe pedaging, relatif lebih tinggi dibanding pada kambing tipe perah (FEHR et al., 1976). Pada kambing, -perle makan banyak terdapat pada daerah jerohan dibanding pada daerah bawah kulit. Sebaliknya pada domba, perlemakan banyak terdapat pada daerah bawah kulit (Tabel 3). Konformasi karkas pada bobot karkas yang sama, karkas kambing cenderung lebih panjang dibanding karkas domba. Imbangan otot : tulang pada karkas kambing cenderung meningkat dengan meningkatnya bobot tubuh kosong, hal ini konsisten dengan koefisien pertumbuhan alometrik. Didapatkan bahwa imbangan otot : tulang pada kambing Jamnapari dan Barbari berturut-turut 3,8 dan 4,9 (SRIVASTAVA et al., 1968). Sedang pada kambing sebesar 2,16 (HERMAN, 1984) dan pada kambing Peranakan Etawah sebesar 2,97 (HERMAN et al., 1985). Hasil pengamatan OWEN et al. (1978) mendapatkan bahwa panjang karkas dan imbangan otot : tulang pada kambing lokal Botswana relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan domba lokal pada daerah yang sama. Imbangan otot tulang merupakan kriteria penting bila konsumen hanya menyenangi daging tanpa lemak (lean meat). Namun bila konsumen menyenangi lemak, maka imbangan otot : tulang akan memberikan arti yang berbeda. Tabel 3. Persentase lemak berdasarkan ukuran tubuh kambing dan domba menurut lokasi deposisinya Deposisi lemak Kecil Tipe Kambing, Sedang Besar Sumber : LAPIDO (1973) yang dikutip McGREGOR 11985) Domba Bawah kulit 1%) 14,0 14,0 14,1 29,7 Antar urat daging (%) 40,5 39,0 39,3 45,0 Ginjal, pinggang, hati (%) 15,7 15,2 15,4 10,6 Jerohan (%) 28,9 30,3 29,6 15,3 Jenis kelamin Secara umum dapat dikatakan bahwa pada bobot hidup tertentu, perlemakan kambing jantan lebih sedikit dibanding kambing yang dikastrasi atau kambing betina (OWEN et al., 1978). Namun demikian hubungan ini dapat berubah karena keragaman tatalaksana (pakan, laktasi dan perkawinan). Bobot karkas meningkat lebih cepat pada kambing jantan dibanding pada kambing betina (KiRTON, 1970). Tabel 4. Produksi karkas karnbing pada tingkat tatalaksana pemberian pakan yang berbeda serta peningkatan yang dapat diharapkan Karakteristik Pedesaan Perbaikan Tatalaksana 1 daging + jerohan + lemak dan kulit 2 yang dapat diharapkan Surnber : DEVENDRA 0980b) Nutrisi Persen Peningkatan2 Bobot potong (kg) 18,6 28,6 53,8 Bobot karkas panas (kg) 8,2 14,7 79,3 Dressing percentage (%) 44,2 51,3 7,1 Bobot daging (kg) 5,5 8,1 47,3 Daging : tulang 4,1 4,9 19,5 Forequarter (kg) 1,2 2,5 108,3 Kaki belakang (kg) 1,2 2,2 83,3 Bobot total yang dapat dikonsumsi (kg) 13,3 18,2 36,8 Bobot total karkas yang dapat dijual l (kg) 17,9 24,0 34,1 Dari studi perbaikan kualitas pakan terhadap produksi karkas (DEVENDRA, 1967) kambing di Malaysia, menunjukkan bahwa perbaikan kualitas pakan dapat meningkatkan produksi karkas (Tabel 4). Dilain pihak hasil pengamatan HERMAN et al. (1985) mengenai pengaruh penambahan konsentrat terhadap pertambahan bobot bahan/bobot karkas kambing Peranakan Etawah adalah tidak nyata (masing-masing terdiri dari kontrol yakni hanya mendapat hijuan, diberi konsentrat 50 g/hari dan 100 g/hari). Namun demikian pada bobot potong yang sama, dengan meningkatnya kualitas pakan, secara nyata meningkatkan bobot karkas. Persamaan-persamaan regresi untuk menduga bobot karkas, bobot jerohan dan komponen karkas lainnya dari bobot hidup telah banyak di lakukan sebagaimana diuraikan dimuka. Diantara persamaan regresi yang paling banyak dilaporkan adalah hubungan antara bobot tubuh kosong (puasa 24 jam) dengan bobot karkas. Tabel 5 menerangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dressing percentage (bobot karkas/bobot hidup x 100) karkas kambing (McGREGOR, 1985). 14
WARTAZOA Voi. 5 No. 1 Th. 1996 Tabel 5. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi "dressing percentage" karkas kambing Faktor-faktor yang dapat meningkatkan dressing percentage Bobot hidup Umur Pakan Faktor-faktor yang dapat mengurangi dressing percentage Pakan hijauan Laktasi Ketersediaan pakan Bulu yang tebal Sumber : McGREGOR (1985) Kambing yang lebih besar, karkas lebih banyak lemaknya. Kambing lebih tua, bobot karkas cenderung meningkat Konsentrat dapat mengurangi isi lambung, meningkatkan deposisi lemak meningkatkan isi lambung, memperpanjang waktu retensi menurunkan cadangan lemak Pada musim kering, bobot tubuh dapat menurun, terutama berkurangnya cadangan lemak dan mungkin isi lambung Menyebabkan kerancuan dalam penentuan bobot hidup yang sebenarnya PRODUKSI KARKAS DAN KOMPONENNYA Dari beberapa contoh ilustrasi dressing percentage pada berbagai bangsa kambing (Tabel 6) menunjukkan bawwa kambing tipe kecil mempu nyai dressing percentage berkisar 39-45 persen dan tipe besar berkisar 43-53 persen. Meningkatnya dressing percentage sehubungan dengan meningkatnya bobot hidup adalah disebabkan karena pertumbuhan lemak dan otot yang re~atif lebih cepat dibanding dengan bobot tubuh kosong. Tabel 6. Ringkasan dressing percentage kambing sarkan pada bobot potong Bangsa Kambing Lokasi Bobot Potong (kg) Sumber : DEVENDRA dan BURNS (1983) yang dida- Dressing Percentage Boer Botswana 32,4 45,8 Cutch India 36,4-40,9 45,0 Lokal Somalia 28,1-42,3 50,0-52,3 Lokal Kongo 20,9 50,0 Jamnapari India - 46,9 Malaysia 21,4 44,3 Indonesia 9,2 33,1 Peranakan Etawah Indonesia 16,9 39,7 Klasifikasi dan grading daging (karkas) kambing belum banyak terdapat dalam pustaka yang membahas produksi daging. Apakah hal ini karena daging kambing tidak umum dikonsumsi masyarakat dunia atau daging kambing hanya untuk kebutuhan lokal (khusus) saja. Dihubungkan dengan keempukan daging, memang daging kambing relatif kurang empuk, hal ini disebabkan rendahnya kandungan lemak antar urat daging. Di samping itu daging kambing relatif cukup keras dibanding dengan daging sapi, sehingga kemungkinan kurang disukai. Walaupun daging kambing kurang empuk bila dibanding dengan daging domba, sapi dan babi, namun sebanding tingkat juicenessnya. Faktor pembatas lain kurang disu-katnya daging kambing adalah bau khas daging kambing. Untuk meningkatkan nilai tambah dari usaha (penggemukan) kambing, kita perlu membuat suatu standar klasifikasi kualitas daging kambing secara komersial. Dengan pengklasifikasian karkas kambing diharapkan secara tidak langsung dapat meningkatkan produksi dan perusahaan peternakan kambing. Perlakuan ternak sebelum dan sesudah dipotong akan berpengaruh pada kualitas daging, seperti stres pada ternak menyebabkan daging berwarna kegelapan yang menunjukkan tanda-tanda daging yang pucat, lunak dan berair. KESIMPULAN DAN SARAN Peningkatan produksi biologik kambing lokal ( dan Peranakan Etawah) dapat diupayakan melalui perbaikan pola pemuliaan dan perbaikan lingkungan. Salah satu perbaikan pola pemuliaan adalah dengan seleksi dalam bangsa (within breed) ataupun dengan menyilangkan kambing tipe besar (seperti halnya kambing Boer) dengan kambing lokal. Daging kambing relatif lebih keras dibanding daging domba, sapi dan babi. Hal ini disebabkan pertumbuhan lemak lebih mengarah ke rongga perut dibanding ke antara urat daging ataupun bawah kulit. Untuk meningkatkan nilai daging kambing diperlukan suatu klasifikasi daging/ karkas kambing berdasarkan umur, konformasi, derajat perdagingan dan lapisan lemak. Perlu pengamatan yang lebih mendalam mengenai klasifikasi bobot karkas, panjang karkas, area otot mata rusuk, lapisan lemak bawah kulit dan deposisi lemak ginjal. Termasuk dalam pertimbangan adalah pengukuran nilai relative yang tergantung pada permintaan pasar Waging tak berlemak atau daging berlemak). Apabila permintaan pasar adalah daging berlemak (fat meat), perlu dipelajari lebih jauh tentang nutrisi dan tatalaksana usaha kambing pada beberapa bangsa kambing penghasil daging.
BAMBANG SETIADI : Pertumbuhan, Perkembangan dan Komposisi DAFTAR PUSTAKA DEVENDRA, C. 1967. Studies in the nutrition of Indigenous goat of Malaya. II. The maintenance requirement of pen-fed goats. Malaysian Agric. J. 46 :80-97. DEVENDRA, C. and M. BURNS. 1970. Goat Production in Tropics. Farnharm Royal, Bucks: Commonwealth Agricultural Bureaux XII ;184 pp. Technical communication, Commonwealth Bureau of Animal Breeding and Genetics no. 19. DEVENDRA, C. and M. BURNS. 1983. Goat Production in the Tropics. Commonwealth Agricultural Bureau, Farnham Royal, U.K. DIT. JEN. NAK. 1994. Buku Statistik Peternakan. Dit. Bina Program, DitJen. Peternakan, Jakarta. FEHR, P.M., D. SAUVANT, J. DELAGE, B.L. DUMONT and G. Roy. 1976. Effect of feeding methods and age at slaughter on growth performances and carcass characteristics of entire young male goats. Livest. Prod. Sci. 183. HERMAN, R. 1984. Produksi daging dan sifat karkas kambing. Proc. Pertemuan Ilmiah Penel. Ruminansia Kecil, Puslitbang Peternakan p :307-309. HERMAN, R., M. DULDJAMAN dan N. SUGANA. 1985. Perbaikan Produksi Daging Kambing Peranakan Etawah. Fak. Peternakan, I.P.B. KIRTON, A. H. 1970. Body and carcass composition and meat quality of the New Zealand feral goats (Capra hiscus). New Zealand J. of Agric. Res. 13 : 167-181 (ABA 38,3878). McGREGOR, B. A. 1985. Growth, development and carcass composition of goats. Proc. Goat Production and Research in the Tropics, No. 7: 82-90. OWEN, J. E., G. A. NORMAN, I. L. FISHER and R. A. FROST. 1977. Studie s on the meat production characteristic of Botswana goats and sheep. 1. Sampling, methods and materials, and measurements on the live animals. Meat Sci. 1(1) :63-85 (ABA 47:2364). OWEN, J. E., G. A. NORMAN, C. A. PHILBROOKS and N. S. D. JONES. 1978. Studie s on the meat production characteristic of Botswana goats and sheep. 111. Carcase tissue composition and distribution. Meat Science 2(1) : 59-74. SETIADI, B. 1987. Studi karakterisasi kambing Peranakan Etawah. (Thesis MS). Fak. Pascasarjana, IPB. SITORUS, M. 1984. Kebutuhan kambing lokal akan energi dan protein. Proc. Pertemuan Ilmiah Penel. Ruminansia Kecil, Puslitbang Peternakan pp:77-80. SRIVASTAVA, V. K., B. C. RAIZADA and V. A. KULKARNI. 1968. Carcas s quality of Barbari and Jamnapari type goats. Indian Vet. J. 45 : 219-225 (ABA 38, 3878). SUDARMOYO, B. 1984. Pertumbuhan jaringan dan kelompok otot baku kambing berdasarkan persamaan alometrik. Proc. Perte muan Ilmiah Penel. Ruminansia Kecil, Puslitbang Peternakan p :291-294. WILSON, P. N. 1958. The effect of plane on the growth and development of the East African Dwarf goat. 11. Age changes in the carcass composition of female kids. J. Agric. Sci. UK 51 : 4-21 (ABA 26, 2022).