BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1980 TENTANG PENGGOLONGAN BAHAN-BAHAN GALIAN. Presiden Republik Indonesia,

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1980 Tentang : Penggolongan Bahan-bahan Galian

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dan meningkatnya kebutuhan akan sumber daya alam. 1

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

Lokasi Aktifitas Pertambanagan di Kabupaten Magelang.

BAB I PENDAHULUAN. abadi dan keadilan sosial. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, bangsa

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO LEMBARAN DAERAH TAHUN 2002 NOMOR 30 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : I TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERTAMBANGAN UMUM, MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 108 TAHUN 2017 TENTANG HARGA PATOKAN PENJUALAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 1 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 13 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : TANGGAL : KOORDINAT WILAYAH IZIN USAHA PERTAMBANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1986

BAB II TINJAUAN TENTANG PENAMBANGAN PASIR. A. Pengertian Pertambangan dan Pengaturan Penambangan Pasir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA POTENSI SUMBER DAYA DAN KEBENCANAAN GEOLOGI DESA BESUKI, KABUPATEN TULUNGAGUNG, JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1964 TENTANG PENGGOLONGAN BAHAN-BAHAN GALIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HARGA STANDAR PENGAMBILAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN BUPATI REJANG LEBONG,

BAB I PENDAHULUAN. pertambangan antara lain, Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang

MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR : 1166.K/844/M.PE/1992 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I KALIMANTAN BARAT NOMOR 7 TAHUN 1987

BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 03 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN HARGA PASAR MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 06 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DOMPU,

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 56 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR. baik gejala alam lingkungan maupun manusia yang meliputi sifat-sifat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ke dalam tanah (bumi) untuk mendapatkan sesuatu yang berupa hasil

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hubungannya satu dengan yang lain, yang berfungsi bersama-sama untuk

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BUPATI POLEWALI MANDAR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

6. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 58 TAHUN 1998

BUPATI MERAUKE PERATURAN BUPATI MERAUKE NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR... TAHUN 2012 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH TINGKAT I LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 1981

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 44 TAHUN : 2003 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 8 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

ATTN: PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN BAHAN TAMBANG GALIAN GOLONGAN C DI KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM, DAN BATUAN

BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2012 BUPATI TANAH DATAR PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 8 TAHUN 2012

DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2008 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 2 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DELI SERDANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DELI SERDANG

AN PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG

PENGATURAN HUKUM YANG MENGATUR TENTANG PERTAMBANGAN TANAH TERHADAP PELAKU YANG MELAKUKAN KEGIATAN PERTAMBANGAN DI KABUPATEN DELI SERDANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2008 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 2 TAHUN 2008

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH

QANUN PROVINSI NANGGROE AC2H DARUSSALAM NOMOR 12 TAHUN 2002 TENTANG PERTAMBANGAN UMUM, MINYAK BUMI DAN GAS ALAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

BUPATI REMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN UMUM DAERAH

PROVINSI JAWA TENGAH

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU SELATAN NOMOR: 09 TAHUN 2000 KEPUTUSAN BUPATI KABUPATEN BENGKULU SELATAN NOMOR : 24 TAHUN 2000 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan. bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang mempunyai potensi pertambangan

BUPATI BELITUNG TIMUR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR:11TAHUN2008 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DINAS PENDAPATAN DAERAH

PERATURAN BUPATI BERAU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010

ANALISIS PERBANDINGAN NILAI PROFIT PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN DAN PERTAMBANGAN PASIR DI DESA PEGIRINGAN KECAMATAN BANTARBOLANG KABUPATEN PEMALANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN UMUM

BUPATI BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BAB I PENGANTAR. ekonomi tinggi. Penggalian terhadap sumber-sumber kekayaan alam berupa

ANALISIS KONTRIBUSI PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN ROKAN HULU TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Mengingat mineral dan batubara sebagai kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan, pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, serta berkeadilan agar memperoleh manfaat sebesarbesar bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan. Guna memenuhi ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Undang-undang tersebut selama lebih kurang empat dasawarsa sejak diberlakukannya telah dapat memberikan sumbangan yang penting bagi pembangunan nasional. Dalam perkembangan lebih lanjut, undang-undang tersebut yang materi muatannya bersifat sentralistik sudah tidak sesuai dengan perkembangan situasi sekarang dan tantangan di masa depan. Di samping itu, pembangunan pertambangan harus menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan strategis, baik bersifat nasional maupun internasional. Tantangan utama yang dihadapi oleh pertambangan mineral dan batubara adalah pengaruh globalisasi yang 1

mendorong demokratisasi, otonomi daerah, hak asasi manusia, lingkungan hidup, perkembangan teknologi dan informasi, hak atas kekayaan intelektual serta tuntutan peningkatan peran swasta dan masyarakat. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini ditegaskan dalam Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Berkaitan dengan bidang usaha pertambangan mineral dan batu bara, batasan pikiran mengenai hal tersebut terdapat dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara, dimana dalam penjelasan umum Angka 1-3 menyebutkan bahwa: a. Mineral dan batubara sebagai sumber daya yang tak terbarukan dikuasai oleh negara dan pengembangan serta pendayagunaannya dilaksanakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah bersama dengan pelaku usaha. 2

b. Pemerintah selanjutnya memberikan kesempatan kepada badan usaha yang berbadan hukum Indonesia, koperasi, perseorangan, maupun masyarakat setempat untuk melakukan pengusahaan mineral dan batubara berdasarkan izin, yang sejalan dengan otonomi daerah, diberikan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing. c. Dalam rangka penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah, pengelolaan pertambangan mineral dan batubara dilaksanakan berdasarkan prinsip eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi yang melibatkan Pemerintah dan pemerintah daerah. Pasal 1 UU Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara disebutkan bahwa pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. Pengertian tersebut di atas meliputi berbagai kegiatan penambangan yang ruang lingkupnya dapat dilakukan sebelum penambangan, proses penambangan, dan sesudah proses penambangan. Istilah pertambangan Golongan C dapat ditemui pada penggolongan Bahan galian sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1980 tentang Penggolongan Bahan Galian. Bahan galian dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu: A. Bahan galian strategis B. Bahan galian vital, dan C. Bahan galian yang tidak termasuk bahan galian strategis dan vital. Bahan galian strategis merupakan bahan galian untuk kepentingan pertahanan keamanan serta perekonomian negara. 3

Pasal 1 huruf a Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1980 tentang Penggolongan Bahan Galian ditentukan golongan bahan galian strategis (bahan galian A). Bahan galian strategis dibagi menjadi enam golongan, yaitu: 1. Minyak bumi, bitumen cair, lilin bumi, gas alam 2. Bitumen padat, aspal 3. Antrasit, batu bara, batu bara muda 4. Uranium, radium, thorium, dan bahan-bahan galian radioaktif lainnya 5. Nikel, kobal 6. Timah Bahan galian vital merupakan bahan galian yang dapat menjamin hajat hidup orang. Bahan galian vital ini disebut juga golongan bahan galian B. Bahan galian vital digolongkan menjadi delapan golongan, yaitu: 1. Besi, mangan, molibden, khrom, wolfram, vanadium, titan 2. Bauksit, tembaga, timbal, seng 3. Emas, platina, perak, air raksa, intan 4. Arsin, antimon, bismuth 5. Ytrium, rtutenium, cerium, dan logam-logam langka lainnya 6. Beryllium, korundum, zircon, Kristal kwarsa 7. Kriolit, fluorspar, barit 8. Yodium, brom, klor, belerang. Bahan galian yang tidak termasuk golongan strategis dan vital, yaitu bahan galian yang lazim disebut dengan galian C. Bahan galian ini dibagi menjadi Sembilan golongan, yaitu: 1. Nitrat-nitrat (garam dari asam sendawa, dipakai dalam campuran pupuk; HNO3), pospat-pospat, garam batu (halite) 2. Asbes, talk, mika, grafit magnesit 3. Yarosit, leusit, tawas (alum), oker 4. Batu permata, batu setengah permata 5. Pasir kwarsa, kaolin, feldspar, gips, bentonit 6. Batu apung, tras, absidian, perlit, tanah diatome, tanah serap (fullers earth) 7. Marmer, batu tulis 8. Batu kapur, dolomite, kalsit 9. Granit, 4

andesit, basal, trakhit, tanah liat, tanah pasir sepanjang tidak megandung unsur mineral golongan A maupun B dalam jumlah berarti. Berdasar pada penggolongan bahan galian sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1980 tentang Penggolongan Bahan Galian di atas, dapat diketahui bahwa penambangan batu bacan termasuk bahan galian golongan C yakni bahan galian yang tidak termasuk golongan A (strategis) atau B (vital). Batu Bacan merupakan batu hidup yang akan berubah warnanya seiring berjalannya waktu. Batu bacan dengan inclusi atau serat batu yang banyak lama kelamaan akan berubah menjadi lebih bersih dan mengkristal. Waktu yang dibutuhkan batu ini untuk mengkristal bisa bertahun-tahun. Harga batu Bacan tergolong mahal karena langka dan istimewa. Menurut beberapa pedagang batu di Rawabening, penambangan batu Bacan sangatlah sulit. Tambang batu hijau cantik ini hanya ada di sebuah pulau terpencil daerah kepulauan Maluku. Penambang batu harus menggali tanah dalamdalam demi mencari urat-urat galur batu bacan. Nama pulau penghasil batu bacan itu adalah pulau Kasiruta. Sebenarnya nama Bacan diambil dari nama sebuah pulau di sebelah timur pulau Kasiruta, bernama pulau Bacan. Di pulau inilah pertama kali batu itu diperdagangkan sehingga penamaan batu ini menjadi batu Bacan. 1 1 Batu Bacan dari Kepulauan Maluku, diunduh dari http://infopertambangan.blogspot.co.id/2015/02/batu-bacan-dari-kepulauan-maluku.html, 17 Februari 2016. 5

Ada dua jenis batu Bacan yang beredar di pasaran Indonesia, yaitu Bacan Doko dan Bacan Palamea. Dari warnanya sudah terlihat perbedaan antara kedua jenis bacan tersebut. Bacan Doko kebanyakan berwarna hijau tua. Sedangkan bacan Palamea berwarna hijau muda kebiruan. Nama Palamea dan Doko sendiri adalah nama desa yang terdapat di pulau Kasiruta. Kedua desa tersebut memiliki deposit batu bacan yang cukup banyak. Ada juga beberapa daerah di pulau itu juga menghasilkan batu bacan seperti desa Imbuimbu dan desa Besori. Batu Bacan menurut beberapa ahli batu merupakan jenis batu Krisokola. Batu jenis ini kebanyakan berwarna hijau kebiruan. Kekerasan batu Krisokola berkisar antara 3 4 pada skala Mohs. Batu Bacan krisokola yang bagus untuk dijadikan batu mulia adalah batuan krisokola yang telah mengalami proses silisifikasi sehingga kekerasannya mencapai 7 pada skala Mohs. Batu Bacan yang sudah memproses akan terlihat mengkilat dan keras ketika sudah diasah. 2 Mengacu pada Peraturan Pemerintah RI nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan usaha Pertambangan Rakyat dan KEPMEN ESDM nomor 1453.K/29/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan di Bidang Pertambangan Umum, bahwa dalam setiap penambangan, hal yang utama dalam pengelolaan yang perlu dilakukan adalah inventarisasi sumber daya mineral meliputi: pengumpulan data dan informasi primer dan sekunder. Dimana Inventarisasi 2 Ibid. 6

yang dilakukan setidak-tidaknya harus memberikan data dan informasi tentang keadaan geologi, jenis dan sumber daya mineral dan energi, lokasi keterdapatannya, kualitas dan kuantitasnya, serta data dan informasi lainnya yang terkait dan dapat digunakan sebagai evaluasi untuk mengetahui prospek sumber daya mineral dan energi di suatu wilayah atau tempat. Berdasar uraian latar belakang tersebut di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti masalah yang berkaitan dengan pengelolaan pertambangan bahan galian golongan C di Halmahera Selatan dalam tesis dengan judul: Pengelolaan Pertambangan Bahan Galian Golongan C Oleh Pemerintah Di Kabupaten Halmahera Selatan. B. Rumusan Masalah Bertolak dari uraian latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pengelolaan pertambangan batu bacan oleh pemerintah di Kabupaten Halmahera Selatan? 2. Apa kendala-kendala dalam pengelolaan pertambangan batu bacan oleh pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan? 3. Bagaimana upaya mengatasi kendala-kendala dalam pengelolaan pertambangan batu bacan oleh pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan? 7

C. Batasan Konsep 1. Pengelolaan adalah proses atau cara perbuatan mengelola atau proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga orang lain, proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi atau proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapai tujuan. 3 2. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. 4 3. Batu Bacan merupakan batu permata dengan karakteristik unik yaitu warna yang berubah, semakin lama Batu Bacan berproses menjadi lebih jernih (kristal). Oleh sebab itu Batu Bacan sering disebut juga living stone. 5 4. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 6 3 Daryanto, Kamus Indonesia Lengkap, Apollo, Surabaya, 1997, hlm. 348. 4 Pasal 1 UU Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. 5 Batu Bacan dari Kepulauan Maluku, diunduh dari http://infopertambangan.blogspot.co.id/2015/02/batu-bacan-dari-kepulauan-maluku.html, 17 Februari 2016. 6 Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. 8

D. Tujuan Penelitian Berpegang pada perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui dan mengkaji pengelolaan pertambangan batu bacan oleh pemerintah di Kabupaten Halmahera Selatan. 2. Mengetahui dan mengkaji kendala-kendala dalam pengelolaan pertambangan batu bacan oleh pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan. 3. Mengetahui dan mengkaji upaya mengatasi kendala-kendala dalam pengelolaan pertambangan batu bacan oleh pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan. E. Manfaat Penelitian Penelitian mengenai pengelolaan pertambangan bahan galian golongan C oleh pemerintah di Kabupaten Halmahera Selatan ini memiliki dua manfaat yaitu: 1. Manfaat Teoretis a. Melatih kemampuan untuk melakukan penelitian secara ilmiah dan merumuskan hasil-hasil penelitian tersebut ke dalam bentuk tulisan ilmiah yang diharapkan dapat diterima sebagai sumbangan pemikiran serta menambah bahan bacaan di perpustakaan. b. Menerapkan teori-teori yang diperoleh dibangku perkuliahan dan menghubungkannya dengan praktek di lapangan. 9

c. Untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan bagi penulis baik dibidang hukum pada umumnya maupun praktik penambangan bahan galian golongan C oleh pemerintah di Kabupaten Halmahera Selatan. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini dapat digunakan bagi pihak-pihak yang membutuhkan, seperti Badan Lingkungan Hidup, Pengusaha, Penambang swasta, dan Pemerintah pada saat melakukan tindakan yang berkaitan dengan Hukum Lingkungan pada umumnya dan menyangkut tentang praktik penambangan bahan galian golongan C oleh pemerintah di Kabupaten Halmahera Selatan. 10