BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendukung utama bagi tercapainya sasaran pembangunan manusia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sigit Sanyata

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 6). Profesi guru Bimbingan dan Konseling sangat

BAB IV ANALISIS DATA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. terus diupayakan melalui pendidikan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ihsan Mursalin, 2013

1. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Tujuan pendidikan adalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Layanan Bimbingan dan Konseling

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Long life education adalah motto yang digunakan oleh orang yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya mampu menciptakan individu yang berkualitas dan

BAB I PENDAHULUAN. profesionalitas dan sistem manajemen tenaga kependidikan serta pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Kepala sekolah selaku pemimpin secara langsung merupakan contoh nyata

2015 KINERJA PROFESIONAL GURU BIMBINGAN DAN KONSELING ATAU KONSELOR DILIHAT DARI KUALITAS PRIBADI DAN FAKTOR BIOGRAFISNYA

BAB I PENDAHULUAN. dalam buku Etika Profesi Pendidikan). Pendidikan di Sekolah Dasar merupakan jenjang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan tanggung jawab yang diemban seorang guru bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan lembaga utama yang memainkan peranan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Guru Bimbingan pada dasarnya bertugas untuk mendidik dan memberi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu bentuk satuan

BAB I PENDAHULUAN. mengajar melibatkan upaya-upaya yang sifatnya sangat didominasi kegiatan

PENGARUH LATIHAN KETERAMPILAN DASAR KOMUNIKASI KONSELING TERHADAP PENGUASAAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU PEMBIMBING DI SMA/SMK SE KOTA MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG GERAKAN LITERASI KABUPATEN SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Marliani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas dana pembangunan sektor ekonomi, yang satu dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sekolah sebagai pendidikan formal bertujuan membentuk manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Syabibah Nurul Amalina, 2013

MATERI PELATIHAN KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

PELATIHAN PENYUSUNAN RENCANA PELAYANAN BIMBINGAN KONSELING BERBASIS DATA ALAT UNGKAP MASALAH KEPADA PARA GURU BK DI KECAMATAN SUKAWATI GIANYAR

BAB I PENDAHULUAN. Kepala Madrasah memerlukan orang-orang yang mampu memimpin. pekerjaan profesi menuntut keterampilan tertentu yang diperoleh melalui

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pembelajaran di sekolah dibangun oleh beberapa aspek, mulai

PERAN PENGAWAS BK UNTUK MENINGKATKAN PROFESIONALITAS GURU BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan pendidikan nasional adalah bagaimana meningkatkan mutu

BIMBI B N I GA G N K ONSE S LI L N I G DI SD ( S 1 - PGSD ) APR P I R LI L A T INA L

KEMENAG. Sekolah Menengah Agama. Katolik. Perubahan.

KOMPETENSI SOSIAL GURU BK/KONSELOR SEKOLAH (STUDI DESKRIPTIF DI SMA NEGERI KOTA PADANG)

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu mempunyai kepribadian yang berbeda-beda. Menurut Hurlock

STANDAR AKADEMIK STIKES RS BAPTIS KEDIRI. Standar 4 Pendidik dan Tenaga Kependidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I PENDAHULUAN. Tugas guru sangat kompleks, selain bertugas mentransfer pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang matang akan menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik cerdas

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisis Peran Komite Sekolah dalam Partisipasi Standar Pengelolaan SMA. cenderung pasif dalam menjalankan tugas dan fungsi.

BAB I PENDAHULUAN. juga semakin pesat seperti tiada henti. Dapat dilihat dari alat-alat teknologi yang

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 21.1 TAHUN 2013 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Evaluasi merupakan langkah penting dalam manajemen program bimbingan.

LAYANAN BIMBINGAN KONSELING TERHADAP KENAKALAN SISWA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

BAB I PENDAHULUAN. perasaan, baik untuk memahami realitas, nilai-nilai dan kebenaran, maupun

I. PENDAHULUAN. Konseling (BK) di sekolah. Menurut Prayitno dan Amti (2004), bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia kian maju, kemajuan ini didukung perubahan dari

PERAN SUPERVISI BK UNTUK MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU BK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BANDUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lembaga pendidikan (sekolah) bantuan bagi peserta didik (klien) sering

BUPATI LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : TENTANG PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN AGAMA

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG KUALIFIKASI GURU

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 58 TAHUN 2014 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAERAH DAN KOMITE SEKOLAH/MADRASAH

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen adalah pengelolaan usaha, kepengurusan, ketatalaksanaan,

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pada pasal 1 ayat 6 yang menyatakan bahwa guru pembimbing sebagai

OLEH : NINING SRININGSIH, M.PD NIP

Universitas Pendidikan Indonesia merupakan salah satu jenjang. pendidikan formal yang salah satu tujuannya adalah untuk menghasilkan Calon

BAB II KAJIAN TEORI. industri. Istilah kinerja berasal dari kata Job performance (prestasi kerja). Kinerja

KOMPETENSI PROFESIONAL GURU BIMBINGAN DAN KONSELING

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012 NOMOR 9 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. zaman yang semakin berkembang. Berhasilnya pendidikan tergantung pada

PENDAHULUAN Latar Belakang

HAND OUT MATA KULIAH KONSEP DASAR PENDIDIKAN ANAK USIA DIN KODE MK/SKS : UD 100/3 SKS

MAKALAH TENTANG PERAN BIMBINGAN DAN KONSELING TERHADAP PELAJAR DI INDONESIA

Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application

BAB 1 PENDAHULUAN. membantu murid menguasai pengetahuan secara intelektual,

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN KEMAMPUAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

ANALISIS KINERJA GURU PEMBIMBING DALAM PENYUSUNAN PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

BAB I PENDAHULUAN. sekolah tidak akan dapat menjalankan fungsinya sebagai tempat belajar jika tidak ada

PEDOMAN WAWANCARA Boyd (1978) Aspek Indikator Pertanyaan. 1. Membantu guru. pembimbing dalam. mengembangkan profesinya.

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI PENGAWAS SEKOLAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dessy Asri Astrianty, 2013

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 41 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. baik lingkungan fisik maupun metafisik. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. masa depan. Hal tersebut diamanatkan dalam Pasal 27 Peraturan Pemerintah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 29 TAHUN 2011 T E N T A N G SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN GUNUNG MAS

BAB I PENDAHULUHUAN. A. Latar Belakang Masalah. UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

CIRI-CIRI SUATU PROFESI ADA STANDAR UNJUK KERJA YANG BAKU DAN JELAS. ADA LEMBAGA PENDIDIKAN KHUSUS YANG MENGHASILKAN PELAKUNYA DENGAN PROGRAM DAN JENJ

MENJADI KONSELOR PROFESIONAL : SUATU PENGHARAPAN Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan tujuan pembangunan nasional khususnya di bidang pendidikan,

Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN, PELATIHAN, DAN PENYULUHAN PERIKANAN

PERSEPSI GURU PAMONG TERHADAP KETERAMPILAN MENGAJAR DAN KETERAMPILAN KONSELING MAHASISWA BK DALAM MELAKSANAKAN PPL DI SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya, sebab pendidikan merupakan salah satu sarana untuk membuat. daya perasaan (emosional), menuju ke arah tabiat manusia.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendukung utama bagi tercapainya sasaran pembangunan manusia yang bermutu adalah pendidikan yang bermutu (Nurihsan, 2005). Pendidikan yang bermutu menurut penulis adalah pendidikan yang mampu mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi pribadi yang bisa memberikan sumbangan besar pada suatu perubahan yang lebih maju bagi diri sendiri maupun orang lain. Pendidikan yang bermutu tidak cukup hanya dicapai melalui transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, tapi juga harus didukung oleh peningkatan profesionalisasi dan sistem manajemen pendidik. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan (Bab I, pasal 1 ayat 6 UU Sisdiknas 2003). Dalam Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal (2008) dipaparkan bahwa unit bimbingan dan konseling merupakan bagian yang terintegrasi dari suatu sistem pendidikan. Bimbingan dan konseling merupakan suatu profesi yang bersifat membantu dan muncul dalam proses pendidikan. Bimbingan dan konseling harus memberikan sumbangan bagi dunia pendidikan nasional 1

serta kehidupan masyarakat dan bangsa pada umumnya. Kebutuhan sekolah akan bimbingan dan konseling semakin terasa karena adanya masalah di dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan formal. Masalah bisa dialami oleh siapa saja yang berada di dalam suatu lembaga pendidikan formal dan saat itulah unit bimbingan dan konseling bisa melakukan intervensi untuk menolong konseli yang bermasalah melalui layanan bimbingan dan konseling. Layanan bimbingan dan konseling di sekolah sebagian besar melayani peserta didik yang membutuhkan pertolongan. Kebutuhan dan masalah yang dihadapi peserta didik setiap saatnya berubah, hal tersebut menuntut layanan bimbingan dan konseling yang diberikan seharusnya tidak sama dari tahun ke tahun. Program bimbingan dan konseling yang berisi layanan bimbingan dan konseling harus terus diperbarui, supaya relevan diberikan kepada peserta didik atau warga sekolah lainnya yang membutuhkan pertolongan. Layanan bimbingan dan konseling yang tidak disesuaikan dengan kebutuhan, justru akan menghancurkan profesi bimbingan dan konseling itu sendiri. Saat ini tidak jarang layanan bimbingan dan konseling tidak sejalan dengan kebutuhan peserta didik dan tujuan dari program bimbingan konseling sendiri sering tidak tercapai. Faktor-faktor yang menyebabkan adanya permasalahan dalam layanan bimbingan dan konseling beraneka macam. Bisa dari pribadi guru pembimbing sendiri, program bimbingan yang tidak relevan, kurangnya 2

fasilitas pendukung dalam pelaksanaan program bimbingan dan konseling dari pihak sekolah. Berkaitan dengan pemikiran tersebut maka lembaga pendidikan membutuhkan pengarahan dan supervisi dalam mengelola suatu program layanan bimbingan dan konseling yang berisi layanan Bimbingan dan Konseling. Program bimbingan adalah suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana, terorganisasi, dan terkoordinasi selama periode tertentu, misalnya satu tahun ajaran (Winkel dan Hastuti, 2006). Rangkaian kegiatan dalam program bimbingan dan konseling terwujud dalam layanan bimbingan dan konseling. Nursalim (2002) mengatakan bahwa suatu kegiatan bimbingan dan konseling disebut layanan apabila kegiatan tersebut dilakukan melalui kontak langsung dengan sasaran (konseli). Buchori (dalam Badjuraman, 2011) mengemukakan bahwa tenaga guru pembimbing belum mendapatkan tempat (posisi) yang layak di kebanyakan sekolah. Guru pembimbing dijauhi siswanya karena dipandang sebagai polisi sekolah. Tidak hanya siswa, guru mata pelajaran juga seringkali memiliki persepsi yang kurang baik pada guru pembimbing dan bidang bimbingan itu sendiri. Bahkan tidak jarang bimbingan dan konseling hanya merupakan komponen pelengkap yang memang harus ada di sekolah sebagai persyaratan administrasi. Sekarang guru pembimbing belum mampu mengoptimalisasikan tugas dan fungsinya dalam memberikan pelayanan terhadap siswa yang menjadi 3

tanggungjawabnya. Hal yang terjadi malah guru pembimbing ditugasi mengajarkan salah satu mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia, Kesenian, dan mata pelajaran lainnya. Guru Pembimbing merangkap pustakawan, pengumpul dan pengolah nilai siswa pada kelas tertentu serta berfungsi sebagai guru piket dan guru pengganti bagi guru mata pelajaran yang berhalangan hadir. Saat ini program bimbingan dan konseling tidak hanya menjamin bahwa peran dan tanggung jawab para guru pembimbing menjadi jelas, namun juga bahwa sebuah sistem di suatu tempat menjamin bahwa para guru pembimbing mempunyai kompetensi-kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan peran-peran yang diharapkan (Gysbers & Henderson, 2006). Sehubungan dengan hal ini, pengawasan dan pengendalian terhadap layanan bimbingan dan konseling diperlukan untuk mengoptimalkan sistem layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Unit bimbingan dan konseling membutuhkan supervisi terhadap program yang dilaksanakan. Layanan bimbingan dan konseling yang profesional dan akuntabel dapat terwujud dengan tidak lepas dari suatu proses supervisi dalam layanan bimbingan dan konseling. Berdasarkan hasil wawancara dengan Zulfa, S.Psi guru pembimbing SMK N 3 Salatiga, mengungkapkan bahwa supervisi layanan bimbingan dan konseling di SMK N 3 Salatiga oleh Kepala Sekolah 4

belum pernah ada. Zulfa, S.Psi mengungkapkan Kepala Sekolah hanya melakukan supervisi pada proses pembelajaran oleh para guru yang dipandang lebih mudah untuk disupervisi. Penyebab utama supervisi oleh kepala sekolah terhadap unit bimbingan dan konseling tidak berjalan yaitu karena kepala sekolah kurang memahami program pelayanan serta belum mampu memfasilitasi kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah. Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara dengan Andang, S.Pd selaku guru pembimbing di SMA N 1 Salatiga dan Dra. M.A Asri Widiarsih selaku guru pembimbing SMK Kristen T dan I Salatiga diketahui bahwa unit bimbingan dan konseling belum pernah mendapatkan supervisi dari pengawas atau supervisor khusus bimbingan dan konseling. Andang, S.Pd dan Dra. M.A Asri Widiarsih mengungkapkan hal yang sama, bahwa pernah mendapatkan pengawasan secara umum bersamaan dengan unit sekolah lainnya namun secara khusus oleh kepala sekolah terhadap unit bimbingan dan konseling belum pernah ada. Berbeda dengan hasil wawancara dengan Ika Dwi Nurhayu, S.Pd, guru pembimbing SMA Kristen 1 Salatiga ini mengungkapkan bahwa di sekolahnya ada supervisi untuk unit bimbingan dan konseling oleh Kepala Sekolah dan Pengawas Disdikpora. Dalam Permendiknas No 13 tahun 2003 tertulis bahwa salah satu kompetensi Kepala Sekolah adalah Supervisor. Abimanyu dalam artikelnya yang berjudul Supervisi Bimbingan dan Konseling di Sekolah (dalam kumpulan makalah ABKIN, 2005) mengungkapkan bahwa 5

supervisor bimbingan dan konseling dapat menjalankan fungsinya apabila memiliki beberapa kompetensi seperti kemampuan dalam kepemimpinan, kemampuan dalam hubungan manusia, kompetensi dalam proses kelompok, kemampuan dalam administrasi personel, kemampuan dalam bimbingan dan konseling dan kemampuan dalam evaluasi. Terjadi persepsi dan pandangan yang keliru dari personil sekolah terhadap tugas dan fungsi guru pembimbing, sehingga tidak terjalin kerja sama sebagaimana yang diharapkan dalam organisasi bimbingan dan konseling. Kondisi-kondisi seperti di atas, nyaris terjadi pada setiap sekolah di Indonesia. Supervisi layanan bimbingan dan konseling diperlukan guna mengontrol kualitas yang direncanakan, mengontrol kegiatan-kegiatan dari para personel bimbingan. Supervisi berperan lebih dari sekedar mengontrol dan mengawasi namun diharapkan dapat melihat secara tajam guna peningkatan mutu suatu layanan bimbingan dan konseling. Layanan bimbingan dan konseling di sekolah bisa ditentukan kualitasnya dari supervisi yang dilakukan oleh Kepala Sekolah, seperti Boyd (1978) mengemukakan bahwa secara khusus supervisi memiliki tujuan dan fungsi untuk mengawasi (overseeing) atau meneliti kinerja guru pembimbing melalui seperangkat aktivitas di mana di dalamnya terdapat kegiatan konsultasi, konseling, pelatihan, pengajaran dan evaluasi. Supervisi merupakan salah satu tahap penting dalam menajemen program bimbingan. Supervisi dilakukan dengan tujuan secara umum 6

meningkatkan kualitas maupun kemajuan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah. Layanan bimbingan dan konseling membutuhkan supervisi dan selama ini kegiatan bimbingan dan konseling tidak mendapat supervisi secara khusus dari Kepala Sekolah maupun dari Supervisor ahli bimbingan dan konseling. Penulis tertarik untuk meneliti pelaksanaan supervisi layanan bimbingan dan konseling oleh Kepala Sekolah di Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan di Salatiga. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana pelaksanaan supervisi layanan bimbingan dan konseling oleh Kepala sekolah di SMA dan SMK di Salatiga? 1.3 Tujuan Penelitian Merujuk pada rumusan masalah di atas, maka yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah : Mengetahui pelaksanaan supervisi layanan bimbingan dan konseling oleh Kepala Sekolah di SMA dan SMK di Salatiga. 1.4 Manfaat Penelitian Secara teoretis/akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan mengenai pelaksanaan supervisi layanan bimbingan dan konseling oleh Kepala Sekolah yang menjadi bagian dari 7

supervisi pendidikan scara umum, di mana selama ini kepustakaan yang berisi tentang supervisi terhadap unit BK masih sangat minim. Selanjutnya, hasil penelitian ini bisa menjadi bahan masukan bagi pihak-pihak yang berminat untuk menindaklanjuti penelitian ini berdasarkan perkembangan teori supervisi bimbingan dan konseling yang dipaparkan oleh Boyd (1978). Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan khususnya bagi pelaksanaan supervisi di sekolah agar lebih memperhatikan kegiatan layanan bimbingan dan konseling. Selain itu, melalui hasil penelitian ini sekolah mampu menyediakan supervisor/pengawas professional. 8