Circle either yes or no for each design to indicate whether the garden bed can be made with 32 centimeters timber?

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dari diajarkannya matematika di setiap jenjang pendidikan. Selain itu, untuk

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diana Utami, 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. individu. Karena dalam pendidikan mengandung transformasi pengetahuan, nilainilai,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika sebagai ilmu yang timbul dari pikiran-pikiran manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pendapat (Sabandar, 2010: 168) bahwa matematika adalah sebagai human

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dijelaskan tentang fungsi dan tujuan pendidikan. Fungsi pendidikan beradasarkan

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Komala Dewi Ainun, 2014

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Komunikasi Matematis Komunikasi dapat diartikan sebagai pengalihan pesan dari satu orang ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizky Fauziah Nurrochman, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang universal, berada di semua penjuru

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pembelajaran Model Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. telah melakukan berbagai macam upaya dalam meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pendekatan Brain Based Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. lebih baik dalam hal pengetahuan maupun sikap. Salah satu pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

2014 PENERAPAN PENDEKATAN COLLABORATIVE PROBLEM SOLVING DALAMPEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUANKONEKSI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan demi meningkatnya kualitas pendidikan. Objek yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Setiap individu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Matematika juga berfungsi dalam ilmu pengetahuan, artinya selain

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sosial, teknologi, maupun ekonomi (United Nations:1997). Marzano, et al (1988)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. matematikawan mulai dari zaman Mesir kuno, Babylonia, hingga Yunani kuno.

I. PENDAHULUAN. Karakteristik abad 21 berbeda dengan abad-abad sebelumnya. Pada abad 21 ini

BAB I PENDAHULUAN. pelajaran ini. Meskipun dianggap penting, banyak siswa yang mengeluh kesulitan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap proses pembelajaran harus sesuai dengan tujuan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu dasar yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik sebagai alat bantu dalam penerapan bidang ilmu lain maupun dalam pengembangan matematikanya (bidang matematika dan bidang ilmu lainnya). Tim MKPBM (2001:18) mengemukakan bahwa matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara empiris, karena matematika sebagai aktivitas manusia kemudian pengalaman itu diproses dalam dunia rasio, diolah secara analisis dan sintesis dengan penalaran di dalam struktur kognitif sehingga sampailah pada suatu kesimpulan berupa konsep konsep matematika. Konsep-konsep matematika merupakan bagian dari aktivitas manusia yang kemudian disadari dan dikembangkan menjadi suatu pengetahuan yang selanjutnya digunakan untuk membantu manusia dalam memecahkan masalah. Ini menunjukkan begitu dekatnya matematika dengan kehidupan sehari-hari. Pentingnya matematika dalam kehidupan dapat dirasakan dan dilihat dari diajarkannya matematika di setiap jenjang pendidikan. Bahkan untuk mempelajari mata pelajaran lain diperlukan keterampilan matematika yang sesuai. Artinya kemampuan matematika menjadi wajib dimiliki oleh setiap masyarakat terutama siswa di sekolah formal. Guru menyadari bahwa sebagian besar siswa menganggap matematika itu sulit. Berdasarkan pengalaman mengajar, peneliti menemukan masih banyak siswa yang kurang mampu dalam mempelajari matematika karena

2 dianggap sulit, menakutkan bahkan ada sebagian dari mereka yang membenci matematika. Hal ini menyebabkan siswa malas belajar matematika, sehingga proses pembelajaran juga tidak berjalan dengan baik. Permana dan Sumarmo (2007:17) mengemukakan bahwa pada hakekatnya, matematika sebagai ilmu yang terstruktur dan sistematik mengandung arti bahwa konsep dan prinsip dalam matematika adalah saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa matematika erat kaitannya dengan kemampuan koneksi. Kemampuan koneksi matematis merupakan salah satu tujuan pembelajaran matematika seperti yang tercantum dalam PERMENDIKNAS No. 22 tahun 2006 (Iis, 2013) sebagai berikut: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematik. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Berdasarkan PERMENDIKNAS No. 22 tahun 2006 di atas tampak jelas bahwa salah satu tujuan dari pembelajaran matematika di sekolah adalah siswa dapat menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. Brunner (Sulistyaningsih, D., dkk, 2012 : 122) mengungkapkan bahwa tak ada konsep atau operasi yang tak terkoneksi dengan konsep atau operasi lain dalam suatu sistem. Koneksi matematis terilhami oleh karena ilmu matematika tidaklah terbatas dalam berbagai topik juga

3 yang saling terpisah, namun matematika sebagai ilmu merupakan satu kesatuan, hierarkis dalam penyampaian dan pemahamannya (Fauzi, 2011:3). Selain itu matematika juga tidak bisa terpisah dari masalah yang terjadi dalam kehidupan, ada manfaatnya pada bidang lain selain matematika. Mengaitkan satu konsep dengan konsep lain merupakan salah satu komponen dari kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh siswa dalam proses belajar matematika. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh the National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (Fauzi, 2011:3) bahwa koneksi merupakan salah satu bentuk kemampuan dari lima standar proses yaitu pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan bukti (reasoning and proof), komunikasi (communication), representasi (representation) dan koneksi (connections). Oleh karena itu, kemampuan koneksi dalam pembelajaran matematika merupakan suatu hal yang penting. Namun dari hasil survey yang dilakukan oleh Programme for International Student Assesment (PISA) pada tahun 2009 (Rokhaeni, 2011:4) bahwa Indonesia menduduki peringkat 58 dari 65 negara partisipan. Penelitian tersebut mengemukakan bahwa kemampuan siswa dalam menerapkan konsep-konsep matematika ke dalam masalah-masalah yang berkaitan sangat rendah. Hasil dari penelitian itu menunjukkan bahwa 66% siswa Indonesia hanya mampu mengenali tema masalah, tetapi tidak mampu menemukan keterkaitan antara tema masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki. Berikut ini salah satu contoh soal PISA: A carpenter has 32 metres of timber and wants to make a border around a garden bed. He is considering the following designs for the garden bed.

4 Circle either yes or no for each design to indicate whether the garden bed can be made with 32 centimeters timber? Garden bed design Using this garden, can the garden be made with 32 meters of timber? Design A Yes/No Design B Yes/No Design C Yes/No Design D Yes/No Kemampuan yang diperlukan untuk menyelesaikan soal ini seharusnya telah dipelajari siswa sejak di SD, yaitu tentang menghitung keliling persegi, persegi panjang dan jajargenjang dan kemampuan memecahkan masalah yang berkaitan dengan menghitung keliling persegi, persegi panjang dan jajargenjang. Contoh soal tersebut tidak hanya menuntut siswa untuk menghitung keliling dan luas bangun, namun juga menuntut kemampuan untuk menerapkan pengetahuannya. Soal ini sederhana, namun cukup menyulitkan siswa yang tidak terbiasa menerapkan pengetahuan matematis dalam suatu situasi (Wardhani dan Rumiati, 2011:38). Kebanyakan siswa Indonesia mengetahui tema masalah tersebut mengenai keliling segiempat namun untuk menerapkan konsep tersebut ke dalam masalah-masalah yang berkaitan sangat rendah. Kemudian hasil penelitian yang dilakukan oleh Ruspiani (Permana dan Sumarmo, 2007 :116) menunjukkan pada umumnya kemampuan peserta didik dalam koneksi matematis masih rendah. Penelitian Ruspiani (Setiawan, 2009:3) yang mengelompokan siswa berdasarkan kategori tinggi, sedang, rendah, untuk setiap jenis koneksi yaitu koneksi antar topik matematika, koneksi matematik dengan ilmu lain, dan koneksi matematik dengan dunia nyata dalam rangka mengungkap kemampuan koneksi matematik siswa. Dari 69 siswa yang dijadikan subjek penelitian, kemampuan siswa dalam

5 melakukan koneksi antar topik matematika ada 4 siswa (5,8%) yang tergolong memiliki kemampuan tinggi, 3 siswa (4,3%) memiliki kemampuan sedang dan 62 siswa (89,9) memiliki kemampuan rendah, kemampuan siswa dalam melakukan koneksi matematik dengan disiplin ilmu lain ada 3 siswa (4,3%) tergolong memiliki kemampuan tinggi, 7 siswa (10,1%) memiliki kemampuan sedang dan 59 siswa (85,5%) memiliki kemampuan rendah, kemampuan siswa dalam melakukan koneksi matematik dengan dunia nyata ada 24 siswa (34,8%) yang tergolong memiliki kemampuan tinggi, 12 siswa (17,4%) memiliki kemampuan sedang dan 33 siswa (47,8%) memiliki kemampuan rendah (Setiawan, 2009:3). Selain itu, berdasarkan hasil diskusi dengan salah satu guru bidang studi matematika di SMPN 15 Bandung, yamg menyatakan bahwa siswa yang mendapatkan nilai 75 keatas tidak lebih dari 35%. Hal ini disebabkan siswa mengalami kesulitan dalam menerapkan pengetahuan yang telah dimilikinya dalam soal-soal pemecahan masalah. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan koneksi matematis siswa masih rendah. Rendahnya kemampuan koneksi matematis peserta didik akan mempengaruhi kualitas belajar peserta didik yang berdampak pada rendahnya prestasi peserta didik di sekolah. Selanjutnya melatih siswa dalam menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah bukanlah hal yang mudah bagi guru. Suatu upaya guru untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa dapat digunakan berbagai macam strategi, metode, model ataupun teknik pembelajaran. Ruseffendi (Trihandayani, 2012:9) mengemukakan bahwa dengan menggunakan teknik atau metode mengajar, kemungkinan siswa akan lebih aktif belajar karena bisa lebih sesuai dengan gaya belajar siswa, dapat meningkatkan semangat belajar, dan lain-lain. Menyadari akan pentingnya kemampuan koneksi, dirasakan perlu mengupayakan pembelajaran menggunakan model, metode atau teknik yang dapat memberi kesempatan atau peluang kepada siswa untuk melatih

6 kemampuan dalam menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep secara tepat dalam pemecahan masalah matematika. Salah satu teknik yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan pendapat dan pengetahuan yang mereka miliki adalah teknik probing-prompting, selain itu guru juga dapat memberikan pertanyaanpertanyaan yang membuat siswa dapat mengkonstruksi sebuah konsep. Dalam belajar matematika siswa harus berpikir, karena itu peserta didik harus difasilitasi agar mau berpikir. Menurut Sabandar (2008:8) ada beberapa hal yang dipandang perlu dikuasai dan dilakukan oleh guru agar proses berpikir siswa dapat berlangsung, yaitu guru harus menggunakan teknik prompting, teknik probing, teknik scalfoding dan teknik cognitive conflict. Teknik probing-prompting memungkinkan pembelajaran yang tidak bersifat teacher center seperti pembelajaran konvensional. Dalam pembelajaran konvesional ditemukan beberapa respon yang kurang baik dari siswa, misalnya pelajaran berjalan membosankan, murid murid menjadi pasif karena tidak berkesempatan untuk menemukan sendiri konsep yang diajarkan, pengetahuan yang diperoleh melalui ceramah lebih cepat terlupakan dan menyebabkan murid menjadi belajar menghafal (rote learning) yang tidak mengakibatkan timbulnya pengertian (Tim MKPBM, 2001:170). Sedangkan pembelajaran dengan menggunakan teknik probing-prompting sangat erat kaitannya dengan pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan pada saat pembelajaran ini disebut probing question. Probing question adalah pertanyaan yang bersifat menggali untuk mendapatkan jawaban lebih lanjut dari siswa yang bermaksud untuk mengembangkan kulaitas jawaban, sehinngga jawabannya lebih jeals, akurat serta beralasan (Suherman dkk, 2001:160). Probing question ini dapat memotivasi siswa untuk memahami lebih mendalam suatu masalah hingga mencapai suatu jawaban yang dituju. Proses pencarian dan penemuan jawaban atas masalah tersebut peserta didik berusaha menghubungkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki dengan pertanyaan yang akan dijawabnya. Sehingga diharapkan siswa dapat

7 mengomunikasikan ide pikiran mereka dalam menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep secara tepat pada pemecahan masalah matematika melalui pertanyaan-pertanyaan. Melalui penerapan teknik probing-prompting, diharapkan siswa tidak lagi mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep yang terkandung dalam pelajaran yang disampaikan oleh guru. Kemudahan memahami konsep ini diharapkan meningkatkan kompetensi-kompetensi matematis siswa, diantaranya kompetensi koneksi matematis. Disamping kemampuan koneksi, usaha untuk mengembangkan sikap yang positif terhadap matematika juga perlu dilakukan. Yuanari (Mandur, K., dkk, 2013 : 3) menyatakan rendahnya prestasi belajar siswa juga disebabkan karena kurangnya rasa percaya diri, kurang gigih dalam mencari solusi soal matematika dan keingintahuan siswa dalam belajar matematika masih kurang. Siswa menjadi kurang berminat terhadap matematika karena memandang bahwa matematuka sulit untuk dipahami (Mandur, K., dkk, 2013 : 3). Sikap siswa yang negatif terhadap pembelajaran matematika dapat membuat proses pembelajaran matematika di kelas tidak maksimal sehingga kemampuan koneksi matematis siswa yang diperoleh pun tidak maksimal juga. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Begle (Darhim, 2004 : 3-4) bahwa paling tidak sikap dapat dikelompokkan ke dalam tiga macam, yaitu sikap positif, sikap netral, dan sikap negatif, sikap positif terhadap matematika berkorelasi positif dengan prestasi belajar matematika. Oleh karena itu, bersikap positif terhadap matematika tidak hanya diukur dengan lulusnya siswa tersebut dari susatu atau keseluruhan tes, tetapi juga terbentuknya sikap atau pribadi yang diharapkan sesuai kompetensi yang telah dirumuskan dalam kurikulum (Darhim, 2004:4). Ruseffendy (Darhim, 2004:2) untuk menumbuhkan sikap positif terhadap matematika, pembelajaran harus menyenangkan, mudah dipahami, tidak menakutkan, dan ditunjukkan kegunaannya. Berdasarkan uraian di muka tentang pentingnya kemampuan koneksi matematis dan hubungannya dengan pembelajaran matematika melalui teknik

8 Probing-Prompting maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Penerapan Teknik Probing-Prompting dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMP. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di muka, maka masalah dalam penelitian ini dirumusan sebagai berikut: 1. Apakah peningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan teknik probing-prompting lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan teknik pembelajaran konvesional? 2. Bagaimanakah sikap siswa terhadap implementasi teknik probingprompting dalam pembelajaran matematika? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1. Mengetahui apakah peningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan teknik probing-prompting lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan teknik pembelajaran konvesional. 2. Mengetahui sikap siswa terhadap implementasi teknik probingpromptingn dalam pembelajaran matematika. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak yang berkaitan dengan pendidikan.

9 1. Bagi sekolah, dapat dijadikan masukan untuk menentukan kebijakan, khusunya bagi pengembang kurikulum dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran matematika. 2. Bagi guru, diharapkan pembelajaran matematika menggunakan teknik probing-prompting dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran matematika menuju ke arah perbaikan kualitas pembelajaran matematika di sekolah. 3. Bagi siswa, diharapkan teknik probing-prompting ini dapat meningkatkan semangat untuk belajar dan memberikan pengalaman belajar yang berbeda dari biasanya sehingga diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. 4. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang teknik probing-prompting dan dapat mencoba menerapkannya pada pembelajaran matematika atau mata pelajaran lainnya. F. Definisi Operasional Agar tidak terjadi salah penafsiran, ada beberapa istilah yang perlu didefinisikan yaitu: 1. Teknik probing-prompting adalah teknik pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan tiap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Langkah-langkah probing-prompting di muka dapat dijabarkan melalui tujuh tahap probing sebagai berikut: a. Tahap I, menghadapkan siswa pada situai baru b. Tahap II, menunggu beberapa saat guna memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil dalam merumuskannya. c. Tahap III, mengajukan pertanyaan sesuai dengan indikator kepada siswa.

10 d. Tahap IV, menunggu beberapa saat guna memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil dalam merumuskannya. e. Tahap V, menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan. f. Tahap VI, jika jawaban siswa tepat maka guru meminta tanggapan siswa lain tentang jawaban tersebut. Jika siswa tersebut mengalami kemacetan menjawab dalam hal ini jawaban yang diberikan kurang tepat, tidak tepat atau diam, maka guru mengajukan pertanyaanpertanyaan lain yang jawabannya merupakan petunjuk jalan penyelesaian jawaban. g. Tahap VII, mengajukan pertanyaan akhir kepada siswa untuk menunjukkan bahwa indikator tersebut benar-benar telah dipahami. 2. Kemampuan koneksi matematis siswa merupakan kemampuan siswa dalam mengaitkan konsep-konsep matematika baik antar konsep dalam matematika itu sendiri maupun mengaitkan konsep matematika dengan konsep dalam bidang lainnya. Indikator kemampuan koneksi matematis ini di golongkan ke dalam tiga kategori, yaitu: a. mengenali dan memanfatkan hubungan-hubungan antara gagasan dalam matematika. b. memahami bagaimana gagasan-gagasan dalam matematika saling berhubungan dan mendasari satu sama lain untuk menghasilkan suatu keutuhan koheren. c. mengenali dan menerapkan matematika dalam konteks-konteks di luar matematika. 3. Teknik pembelajaran konvensional adalah teknik pembelajaran yang umum digunakan guru dalam mengajar dimana masih bersifat teacher centered, yaitu guru lebih dominan dalam proses pembelajaran. Namun peneliti menggunakan alat peraga segiempat yang terbuat dari kertas karton berwarna dalam menjelaskan materi segiempat. Penggunaan alat peraga ini sebagai teknik yang digunakan peneliti dalam pembelajaran

11 konvensional pada kelas kontrol. Kemudian siswa diberi kesempatan untuk bertanya sebelum diberi tugas atau latihan.