BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah istilah untuk penyakit yang muncul ketika dinding arteri koronaria menyempit oleh pembentukan material lemak secara gradual yang disebut ateroma. Dua bentuk gejala klinik yang paling utama adalah serangan jantung dan angina. Penyakit jantung dan pembuluh darah tidak memiliki gejala pada awal pembentukannya dan merupakan gangguan kronis yang berkembang diam-diam di sepanjang hidup (Lichtenstein, 2003; Kelley, 2013; O Brien, 2005). Penyakit jantung koroner bertanggungjawab atas sejumlah besar kematian dini, penurunan kualitas hidup, dan tingginya biaya sistem kesehatan dan perawatan sosial. WHO mengestimasikan PJK menjadi penyebab utama kematian di seluruh dunia dengan 17 juta kematian per tahun pada 2008 dan akan meningkat menjadi 23,4 juta kematian pada 2030, dengan lebih dari 80% terjadi di negara berkembang (O Brien, 2005). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013 menunjukkan bahwa prevalensi PJK di Indonesia berdasarkan wawancara terdiagnosis dokter sebesar 0,5% dan berdasarkan terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5% (Kemenkes RI, 2013). PJK juga menyebabkan disabilitas massal, yang di dekade berikutnya angka disability-adjusted life years (DALYs) meningkat dari 85 juta DALYs pada 1990 menjadi sekitar 150 juta DALYs pada 2020. Hal ini mengakibatkan hilangannya produktivitas secara global (Perk, 2012). Biaya yang dikeluarkan terkait dengan kematian dini akibat PJK, produktivitas yang rendah, penanganan di rumah sakit dan resep obat juga sangat tinggi. Kerugian yang harus ditanggung dalam 1 tahun mencapai 19 triliun poundsterling untuk wilayah Inggris, 196 triliun euro untuk wilayah ekonomi Uni Eropa, dan 327 miliar US dollar untuk wilayah Amerika Serikat (Krummel, 2008). 1
2 Interheart, sebuah studi kasus kontrol di 52 negara menemukan bahwa 90% kasus PJK dapat dikaitkan dengan faktor risiko yang sebenarnya dapat dicegah dan diperbaiki (Yusuf, 2004). Individu yang berhenti merokok menurunkan risiko kematian dalam 5 tahun akibat sindrom koroner akut sebesar 61% (Kenfield, 2008). Risiko dengan cepat menurun pasca pemberhentian merokok dengan penurunan kematian yang signifikan dalam 6 bulan pertama (Chow, 2010). Gaya hidup sedenter menjadi salah satu faktor risiko PJK (Huffman dan Nath, 2003) dan aktivitas fisik reguler berhubungan dengan penurunan risiko pada individu yang sehat (Nocon, 2008), individu dengan faktor risiko (Richardson, 2004), dan pasien dengan (Schnohr, 2007) dalam cakupan usia yang luas. Metaanalisis dari 10 penelitian klinis menyebutkan bahwa terdapat rata-rata penurunan risiko kematian akibat PJK sebesar 4% untuk setiap penambahan 1 porsi konsumsi sayur dan buah setiap hari (Wang, 2014). Beberapa faktor risiko saling berhubungan dan terdapat bukti jelas bahwa eliminasi faktor risiko akan mengurangi proporsi kejadian PJK secara signifikan. Lebih dari 3/4 kasus PJK dapat dicegah dengan perubahan gaya hidup dan fokus terhadap faktor risiko sedari dini (Mann, 2009; O Brien, 2005). Untuk memberikan dampak yang besar harus dilakukan upaya pengurangan faktor risiko pada keseluruhan populasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara PJK dengan merokok, konsumsi sayur dan buah, dan aktivitas fisik di Indonesia. Data dari Riskesdas 2013 digunakan dalam penelitian ini. B. Perumusan Masalah Apakah merokok, konsumsi sayur dan buah, dan aktivitas fisik berhubungan dengan koroner di Indonesia?
3 C. Tujuan Penelitian 1. Umum hubungan antara merokok, konsumsi sayur dan buah, dan aktivitas fisik dengan 2. Khusus a. hubungan antara merokok dengan b. hubungan antara konsumsi sayur dan buah dengan c. hubungan antara aktivitas fisik dengan D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Dinas Kesehatan, sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan program pencegahan dan penanggulangan masalah 2. Bagi masyarakat, sebagai sumber informasi tentang faktor-faktor risiko koroner sehingga kejadian koroner dapat dicegah dan ditangani. 3. Bagi peneliti, sebagai tambahan wawasan dan dapat dijadikan salah satu referensi untuk penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan penyakit jantung E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai faktor risiko koroner seperti kebiasaan merokok, aktivitas fisik, konsumsi sayur dan buah, dan yang lain, sudah banyak dilakukan. Namun, belum dapat ditemukan penelitian serupa yang mengkaji koroner secara spesifik dengan memanfaatkan data nasional terbaru di Indonesia.
4 Tabel 1. Keaslian penelitian Penulis (tahun) Tsani (2013) Costa (2008) Judul Hubungan antara faktor lingkungan dan perilaku dengan kejadian PJK (Studi Kasus di RS X Kota Semarang) Clustering of risk factors for cardiovascular disease among women in Southern Brazil: a population-based study Tujuan hubungan antara faktor lingkungan kerja dan perilaku dengan kejadian koroner (studi kasus di Rumah Sakit X Kota Semarang). hubungan dari klasterifikasi faktor risiko dengan kejadian PJK pada wanita Rancangan penelitian Kasus kontrol Subjek penelitian Semua pasien pemeriksaan EKG RS X Kota Semarang Wanita usia 18-90 tahun di Porto Alegre, Brasil Hasil utama Olahraga berhubungan dengan kejadian PJK, sedangkan lingkungan kerja, merokok, konsumsi alkohol/ NAPZA, dan konsumsi makanan berkolesterol tidak berhubungan dengan kejadian PJK. Klaster hipertensi dengan diabetes mellitus memiliki rasio risiko 8.5 (95%CI: 3.0-24.5) untuk kejadian PJK pada wanita. Perbedaan Populasi dan sampel yang digunakan lebih luas dengan metode crosssectional. Variabel utama yang diteliti selain merokok adalah aktivitas fisik dan konsumsi sayur dan buah. Tidak meneliti konsumsi alkohol dan makanan berkolesterol. Tidak melakukan klasterifikasi faktor risiko yang diteliti. Subjek tidak hanya wanita namun juga pria dengan rentang usia di atas 15 tahun. Tidak meneliti variabel seperti hipertensi, diabetes mellitus, obesitas, dan konsumsi alkohol. Variabel PJK diambil berdasar tanda gejala yang ada dan diagnosis dokter. Medina (2008) Prevalence of lifestyle-related cardiovascular risk factors in Peru: the PREVENCION study Mengestimasi prevalensi faktor risiko penyakit jantung yang berhubungan dengan gaya hidup pada orang dewasa Dewasa 20-80 tahun Terdapat prevalensi yang tinggi pada faktor risiko seperti merokok (21.6%), kurang aktivitas fisik (57.6%), kurang konsumsi sayur dan buah (34.5%), dan konsumsi alkohol yang tinggi (37.7%). Menganalisis hubungan antara variabel bebas yang diteliti dengan kejadian PJK.
5 Holmberg (2009) Food Choices and Coronary Heart Disease: A Population based Cohort Study of Rural Swedish Men with 12 Years of Follow-up Menentukan pemilihan makanan bagi populasi, melihat kepatuhan terhadap rekomendasi diet, dan melaporkan hubungan pemilihan makanan dengan PJK Kohort Pria dewasa 30-65 tahun Konsumsi sayur dan buah setiap hari berhubungan dengan rendahnya risiko kejadian PJK ketika dikombinasikan dengan tingginya konsumsi dairy fat (OR 0.39, 95% CI 0.21-0.73), namun tidak berhubungan jika dikombinasikan dengan rendahnya konsumsi dairy fat (OR 1.70, 95% CI 0.97-2.98). Menggunakan data cross-sectional dengan beberapa tambahan variabel bebas. Subjek penelitian melibatkan pria dan wanita dengan rentang usia 15 hingga di atas 66 tahun. Delima (2009) Prevalensi dan faktor determinan di Indonesia Menentukan prevalensi dan faktor determinan di Indonesia Responden berusia di atas 15 tahun yang menjawab pertanyaan mengenai penyakit jantung di kuesioner Riskesdas. Prevalensi penyakit jantung di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas 2007 sebesar 9.2% (95%CI 9.0-9.4) dengan diabetes mellitus sebagai faktor determinan yang dominan (OR 4.06 95% CI 3.79-4.36). Dilakukan analisis faktor penggangu dan efek modifier pada variabel bebas yang dianalisis. O Brien, (2005) Living dangerously - Australians with multiple risk factors for cardiovascular disease hubungan dengan faktor risiko baik secara individual maupun kombinasi. Dewasa di atas usia 18 tahun Semakin banyak faktor risiko yang dimiliki seseorang, maka semakin tinggi risiko penyakit jantung Variabel bebas yang diteliti adalah kebiasaan merokok, aktivitas fisik, dan konsumsi sayur dan buah. Data diambil dari populasi masyarakat Indonesia di atas usia 15 tahun berdasarkan gejala dan diagnosis dokter.