BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Irvan Noortsani, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

2016 PENERAPAN PENDEKATAN CREATIVE PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. studi matematika, kemampuan-kemampuan matematis yang diharapkan dapat

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN. logis, konsisten, dan dapat bekerjasama serta tidak mudah putus asa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laswadi, 2015

I. PENDAHULUAN. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini semakin pesat.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini mengalami kemajuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat pesat.

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maya Siti Rohmah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan cepat dan pesat sering kali terjadi dalam berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204)

PENDAHULUAN. Leli Nurlathifah, 2015

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan demi meningkatnya kualitas pendidikan. Objek yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat di sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roheni, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syarifah Ambami, 2013

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

2014 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. mewarnai berbagai aspek kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2015 PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG MENDAPATKAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu yang menunjang berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah , 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prahesti Tirta Safitri, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang universal, berada di semua penjuru

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diana Utami, 2014

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) memegang peranan penting dalam perkembangan suatu bangsa. Untuk menciptakan SDM yang berkualitas, sektor pendidikan merupakan wahana strategis untuk mewujudkannya. Pemerintah melalui Undang-undang No. 20 Tahun 2003 menegaskan bagaimana arah pembangunan pendidikan nasional dan kualitas individu yang diharapkan. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan perubahan pada kurikulum. Perubahan tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi pula pada situasi dari guru mengajar menjadi situasi siswa belajar. Karena pendidikan tidak dapat terlepas dari kurikulum dan kegiatan pembelajaran, oleh karena itu kurikulum dan kegiatan pembelajaran yang dikembangkan harus mengarah pada pencapaian pendidikan yang berkualitas. Pemerintah dalam upaya mencapai tujuan pendidikan membekali anak didik dengan berbagai mata pelajaran di sekolah, salah satunya melalui pelajaran matematika. Tujuan diberikannya pelajaran matematika di sekolah diantaranya agar siswa mampu menghadapi perubahan dan perkembangan zaman melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran yang logis, rasional, kritis, cermat, jujur, dan efektif (Depdiknas, 2006). Sebagai ilmu yang universal, matematika mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan dalam mengembangkan daya pikir manusia. Sebagaimana diungkapkan Sabandar (dalam Kusmawan, 2012:2) bahwa matematika dapat menjawab tuntutan dalam rangka menyesuaikan diri dengan perkembangan peradaban. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005, disebutkan bahwa standar yang terkait langsung dengan kurikulum adalah Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Menurut Permen No. 23 Tahun 2006

2 disebutkan bahwa Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dalam mata pelajaran matematika antara lain: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pertanyaan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematis, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4. Mengomunikasikan gagasan dengan tabel, simbol, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. NCTM (2000:402) mengemukakan,...ability to apply their knowledge to solve problems within mathematics and in other disciplines, ability to use mathematical language to communicate ideas, ability to reason and analyze, knowledge and understanding of concepts and procedures, disposition toward mathematics, understanding of the nature of mathematics, integration of these aspects of mathematical knowledge. Pernyataan NCTM di atas menjelaskan bahwa kemampuan matematika yang harus dimiliki siswa diantaranya adalah kemampuan bernalar, kemampuan pemahaman, kemampuan komunikasi dan kemampuan pemecahan masalah matematis. Berdasarkan SKL mata pelajaran matematika tingkat menengah dan pernyataan NCTM, kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah merupakan dua kemampuan penting yang harus dimiliki siswa. Oleh karena itu, kegiatan

3 pembelajaran matematika yang dilaksanakan dan dikembangkan seyogyanya mengarah pada tercapainya kemampuan-kemampuan tersebut. Harapan dari sebuah proses pembelajaran matematika adalah berakhir dengan sebuah pemahaman siswa yang komprehensif. Harapan tersebut tidak hanya sekedar memenuhi tujuan pembelajaran saja, tetapi juga munculnya efek iringan lain. Efek iringan yang dimaksud diantaranya sebagaimana yang dikemukakan Tim MKPBM (2001:254) adalah: (1) Lebih memahami keterkaitan antara satu topik matematika dengan topik lainnya; (2) Lebih menyadari akan penting dan strategisnya matematika bagi bidang lain; (3) Lebih memahami peranan matematika dalam kehidupan manusia; (4) Lebih mampu berpikir logis, kritis dan sistematis; (5) Lebih kreatif dan inovatif dalam mencari solusi pemecahan sebuah masalah; dan (6) Lebih peduli pada lingkungan sekitarnya. Apabila siswa telah memiliki kemampuan pemahaman yang baik terhadap suatu topik matematika, maka kemampuan matematika yang lain seperti penalaran, komunikasi, pemecahan masalah, dan yang lainnya tidak akan sulit dikuasai. Sumarmo (dalam Tandililing, 2011:1) mengemukakan pentingnya pemahaman matematika sebagai pemenuh kebutuhan masa kini, yaitu pembelajaran matematika perlu diarahkan untuk pemahaman konsep dan prinsip matematika yang kemudian diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika, masalah dalam disiplin ilmu lain, dan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Namun kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan saat ini belum mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Jika kita telaah dan analisis lebih lanjut, diperoleh fakta bahwa saat ini tidak sedikit orientasi pembelajaran matematika lebih berfokus pada pencapaian skor ujian yang tinggi. Kegiatan pembelajaran diarahkan pada pengerjaan soal-soal terutama soal-soal ujian nasional. Akibatnya penguasaan dan pemahaman terhadap konten matematika menjadi terabaikan. Hasil PPPG tahun 2002 menunjukkan bahwa guru-guru di lima provinsi memiliki kendala yang sama dalam pembelajaran matematika, yaitu rendahnya kemampuan pemahaman matematis siswanya.

4 Selain kemampuan pemahaman matematis, kemampuan pemecahan masalah matematis dalam pembelajaran matematika juga sangat perlu untuk dikembangkan. Hal tersebut mengingat bahwa kehidupan ini selalu dihadapkan dengan masalah dan masalah tersebut akan semakin kompleks sejalan dengan bertambahnya tanggung jawab yang diembannya. Untuk mengatasi masalah, orang harus belajar bagaimana mengelola masalah yang dihadapinya. Dalam mengelola masalah dibutuhkan kemampuan berpikir secara kritis, logis, sistematis, dan kreatif. Memecahkan masalah merupakan suatu aktivitas mental yang tinggi, karena begitu ketika dihadapkan dengan sebuah masalah, maka siswa akan menyesuaikan dengan struktur kognitifnya. Suatu persoalan akan menjadi masalah bagi siswa manakala ia tertantang untuk menyelesaikannya melalui suatu prosedur yang tidak rutin dan dalam waktu yang cukup lama. Dengan kata lain, menyelesaikan masalah merupakan suatu proses menerima tantangan dalam menjawab masalah. Aspek pemecahan masalah (problem solving) dalam pembelajaran matematika sangatlah penting. Hal ini dikarenakan matematika merupakan pengetahuan yang logis, sistematis, berpola, artifisial, abstrak, dan yang tak kalah penting memerlukan justifikasi dan pembuktian. Sifat-sifat matematika seperti ini menuntut siswa untuk menggunakan kemampuan-kemampuan dasar dalam memecahkan masalah seperti berpikir logis dan strategik. Stanik dan Kilpatrick (dalam Sumardyono, 2005:7), mengungkapkan peranan problem solving dalam pembelajaran matematika, diantaranya: (1) untuk pembenaran pembelajaran matematika; (2) untuk menarik minat siswa akan nilai matematika, dengan isi yang berkaitan dengan masalah kehidupan nyata; (3) untuk memotivasi siswa, membangkitkan perhatian siswa pada topik atau prosedur khusus dalam matematika dengan menyediakan kegunaan kontekstualnya; (4) untuk rekreasi, sebagai sebuah aktivitas menyenangkan yang memecah suasana belajar rutin; dan (5) sebagai latihan, penguatan keterampilan dan konsep yang telah diajarkan secara langsung.

5 Pentingnya pemilikan kemampuan pemecahan masalah oleh siswa dalam matematika dikemukakan oleh Branca (dalam Sumardyono, 2005:5) sebagai berikut: (1) kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika, bahkan sebagai jantungnya matematika; (2) pemecahan masalah meliputi metode, prosedur, dan strategi merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika; dan (3) pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar matematika. Lebih lanjut Branca mendefinisikan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu proses penerapan berbagai pengetahuan kepada situasi yang baru maupun yang tidak familiar. Dengan menggunakan pemecahan masalah dalam matematika, siswa mengenal cara berfikir, kebiasaan untuk tekun dan keingintahuan yang tinggi, serta percaya diri dalam situasi yang tidak biasa, yang akan melayani siswa secara baik diluar kelas matematika (Turmudi, 2002). Secara sistematis, Taplin (dalam Sumardyono, 2005:7) menegaskan pentingnya problem solving melalui tiga nilai, yaitu nilai fungsional, logikal dan aestikal. Secara fungsional, problem solving menjadi sangat penting dalam mengembangkan matematika sebagai disiplin ilmu yang esensial. Secara logikal, problem solving membantu meningkatkan kemampuan bernalar secara logis, karena selain sebagai alat untuk meningkatkan kemampuan matematika dan membantu memahami dan memecahkan masalah sehari-hari, problem solving juga merupakan sebuah cara berpikir (way of thinking). Terakhir problem solving memiliki nilai aestikal, maksudnya adalah problem solving melibatkan emosi/ afeksi siswa selama proses pemecahan masalah. Selain itu problem solving juga menantang pikiran siswa dan bernuansa teka-teki sehingga akan meningkatkan rasa penasaran, motivasi dan kegigihan untuk selalu terlibat dalam matematika. Uraian di atas menegaskan bagaimana pentingnya kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah (problem solving) dimiliki siswa dalam pembelajaran matematika. Fakta dilapangan menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis siswa di Indonesia belumlah sesuai harapan. Kemampuan matematis para siswa dalam menyelesaikan soal-soal tentang fakta

6 dan prosedur cukup baik, namun sangat lemah dalam menyelesaikan soal-soal tidak rutin yang berkaitan dengan justifikasi atau pembuktian, pemecahan masalah yang memerlukan penalaran matematis, menemukan generalisasi atau konjektur, dan menemukan hubungan antara data-data atau fakta yang diberikan. Lebih lanjut kemampuan atau prestasi siswa-siswa Indonesia dalam matematika masih jauh tertinggal dibandingkan kemampuan siswa-siswa negara lain. Hal ini terbukti dari data yang diambil dari PISA (Programme for International Student Assesment) tahun 2009, dimana Indonesia menempati peringkat ke 61 dari 65 negara anggota PISA dalam hal kemampuan matematika (Elianur, 2011). Masih tertinggal jauh dari negara tetangga yaitu Singapura yang menempati peringkat ke dua. Selain itu, hasil TIMSS (Trend in International Mathematics and Science Study) tahun 2007 menunjukkan bahwa Indonesia dalam hal kemampuan dan penguasaan matematis menempati peringkat ke-41 dari 48 negara yang diteliti dengan skor 397. Skor ini masih jauh dari skor internasional yaitu 500. Kondisi seperti yang diuraikan di atas mengindikasikan bahwa berbagai pendekatan dan inovasi-inovasi yang telah diterapkan dalam pembelajaran matematika sampai saat ini belum bisa memberikan perubahan positif baik dalam kegiatan belajar mengajar matematika di sekolah maupun dalam meningkatkan kualitas pendidikan matematika pada umumnya. Paradigma transfer of knowledge yang masih dianut oleh sebagian guru menunjukkan bahwa siswa hanya merupakan sasaran atau objek belajar saja, sehingga kegiatan pembelajaran hanya bersifat satu arah dan lebih didominasi guru mulai dari mencari, mengumpulkan, memecahkan, dan menyampaikan informasi. Sementara siswa hanya menerima dan kurang kreativitas. Brooks & Brooks (dalam Tandililing, 2011:3) menamakan pembelajaran seperti ini sebagai konvensional, karena guru masih mendominasi suasana kelas dan titik pembelajaran ada pada keterampilan dasar. Pembelajaran konvensional atau mekanistik ini menekankan pada latihan mengerjakan soal atau drill dengan mengulang prosedur serta lebih banyak menggunakan rumus atau algoritma tertentu. Konsekwensi dari pendekatan pembelajaran seperti ini adalah menjadikan siswa kurang aktif dan pola pembelajaran seperti ini kurang

7 menanamkan pemahaman konsep sehingga kurang mengundang sikap kritis, siswa akan mengalami kebingungan manakala diberikan soal yang berbeda karena tidak tahu harus memulai dari mana. Pendekatan pembelajaran pemberian informasi atau mekanistik seperti yang diuraikan di atas selain akan memberikan kesan yang kurang baik bagi siswa, juga dapat mendidik siswa bersikap apatis dan individualistik. Siswa akan melihat matematika sebagai kumpulan rumus-rumus dan aturan-aturan yang membosankan karena aktivitas siswa hanya terbatas pada mengulang prosedur atau menghafal algoritma. Di samping itu, tanpa disadari bahwa para guru dalam proses pembelajaran pada umumnya terlalu banyak memberikan soal dalam satu jenis saja yang jauh dari nuansa pemahaman dan pemecahan masalah, sehingga menimbulkan kesan bahwa matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah standar, sebagaimana dikemukakan oleh Gardiner (dalam Sumardyono, 2005:1), Most of us learn mathematics as a collection of standard techniques which are used to solve standard problems in predictable contexts. Paradigma baru pembelajaran terkini menekankan pada posisi guru sebagai fasilitator dan tidak mendominasi kelas. Proses pembelajaran harus diarahkan pada aktifitas siswa. Guru mengkondisikan agar siswa lebih aktif dalam belajarnya dan membantu siswa untuk memahami ide-ide matematis secara benar dan meluruskan pemahaman siswa yang kurang tepat serta melatih siswa dalam memecahkan masalah. Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan persaingan yang semakin ketat, guru seyogyanya mampu menciptakan sebuah kegiatan pembelajaran yang aktif, kreatif, menyenangkan, menggunakan teknologi yang tepat dan canggih serta menggunakan pendekatan pembelajaran yang bervariasi. Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika adalah pendekatan Creative Problem Solving (CPS). CPS merupakan suatu metode pembelajaran yang berpusat pada keterampilan pemecahan masalah yang diikuti dengan penguatan kreativitas. CPS terdiri dari

8 problem solving yang merupakan bagian dari pemikiran analitis (analytical thinking) dan kreativitas siswa. Untuk dapat meningkatkan keterampilan dan kreativitas siswa dalam pembelajaran, guru hendaknya merangsang siswa dalam memecahkan masalah. Terdapat beberapa alasan logis mengapa pendekatan pembelajaran sangat penting dalam rangka mereformasi pembelajaran. Pertama, pendekatan pembelajaran merupakan variabel manipulatif yang memungkinkan setiap guru memilih dan menggunakan pendekatan pembelajaran sesuai dengan karakteristik materi yang akan diajarkannya. Kedua, pendekatan pembelajaran memberikan kemudahan kepada siswa dalam memperoleh sejumlah pengalaman belajarnya. Ketiga, pendekatan pembelajaran yang ditingkatkan secara terus-menerus dan komprehensif, akan meningkatkan mutu perolehan hasil belajar. Dewasa ini, pada umumnya kota atau kabupaten mengelompokkan sekolah kedalam pringkat-peringkat kemampuan, peringkat tinggi, sedang dan rendah. Siswa-siswa yang berada di SMA dengan kategori tinggi pada umumnya berasal dari siswa-siswa SMP yang memiliki rerata nilai ujian nasional tinggi. Begitu juga dengan siswa-siswa SMA berperingkat sedang dan rendah. Akibatnya siswa didalam kelas mempunyai kemampuan akademik berbeda-beda yang terbagi kedalam level tinggi, sedang, dan rendah. Diduga kemampuan awal siswa (rendah, sedang, dan tinggi) tersebut merupakan faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis siswa. Galton (Ruseffendi, 2005) mengatakan bahwa dari sekelompok siswa yang tidak dipilih secara khusus (sebarang), akan selalu dijumpai siswa yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi karena kemampuan siswa (termasuk kemampuan dalam matematika) menyebar secara distribusi normal. Menurut Ruseffendi (2005), perbedaan kemampuan siswa ini bukan semata-mata bawaan sejak lahir, tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan. Hal ini berarti bahwa kemampuan siswa itu terbentuk dari suatu proses pembelajaran yang diterapkan. Terbaginya kemampuan siswa kedalam level tinggi, sedang, dan rendah berakibat

9 pula pada prestasi yang dicapai. Pada umumnya prestasi yang dicapai akan sesuai dengan peringkat pada kelompok masing-masing. Namun kenyataan dilapangan dapat saja terjadi berbeda. Siswa kelompok rendah bisa saja memiliki prestasi lebih baik dari siswa kelompok tinggi dikarenakan pembelajaran yang cocok di sekolah dengan kualifikasi rendah tersebut. Bahkan siswa berkemampuan tinggi akan merasa bosan dan merasa kurang manfaatnya belajar dengan metode yang menurut siswa berkemampuan rendah sangat cocok. Dengan demikian, pemilihan pendekatan pembelajaran harus diarahkan agar dapat mengakomodasi kemampuan siswa yang pada umunya heterogen. Hal tersebut mendorong penulis melakukan sebuah penelitian yang meneliti kemampuan siswa berdasarkan kategori tinggi, sedang, dan rendah atau kemampuan awal matematis sehingga diperoleh gambaran mengenai efektifitas pendekatan pembelajaran yang diterapkan pada kelompok siswa berdasarkan kemampuan awal matematis. Tidak dapat dipungkiri bahwa sikap siswa terhadap suatu pelajaran tertentu akan menentukan hasil perolehan siswa pada pelajaran tersebut. Sikap positif siswa terhadap sebuah pelajaran akan menentukan kualitas hasil yang dicapai siswa pada pelajaran tersebut dan sebaliknya. Hal ini menjadi benar karena pada dasarnya belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku seseorang karena pengalaman yang berulang-ulang pada situasi tersebut. Hal ini juga mendorong penulis untuk melakukan sebuah penelitian yang berkaitan dengan sikap siswa terhadap pembelajaran matematika. Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis telah mengadakan sebuah penelitian dalam bidang pendidikan yang berkaitan dengan pendekatan Creative Problem Solving, kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematika, kemampuan siswa berdasarkan kemampuan awal matematis serta berkaitan dengan sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan judul penelitian: PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMA DI KABUPATEN CIANJUR MELALUI PENDEKATAN CREATIVE PROBLEM SOLVING.

10 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang belajar matematika dengan pendekatan Creative Problem Solving lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional? 2. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang belajar matematika dengan pendekatan Creative Problem Solving lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional? 3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM) pada siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan Creative Problem Solving? 4. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM) pada siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan Creative Problem Solving? 5. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan Creative Problem Solving dalam upaya meningkatkan kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis? C. Tujuan Penelitian Secara umum tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pembelajaran matematika dengan pendekatan Creative Problem Solving terhadap peningkatan kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis siswa. Secara khusus tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar matematika dengan pendekatan Creative Problem Solving dan siswa yang belajar matematika secara konvensional.

11 2. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang belajar matematika dengan pendekatan Creative Problem Solving dan siswa yang belajar matematika secara konvensional. 3. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis berdasarkan Kemampuan Awal Matematis pada siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan Creative Problem Solving. 4. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah berdasarkan Kemampuan Awal Matematis pada siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan Creative Problem Solving. 5. Untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan Creative Problem Solving dalam upaya meningkatkan kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis. D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat, diantaranya: 1. Bagi guru, hasil penelitian dapat dijadikan referensi dan bahan pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya pembelajaran matematika. 2. Bagi siswa, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pengalaman baru belajar matematika dan dapat meningkatkan motivasi, minat, memberikan kesan positif, serta meningkatkan kemampuan siswa pada mata pelajaran matematika, khususnya kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah. 3. Bagi peneliti, hasil penelitian dapat dijadikan bahan rujukan untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pendekatan Creative Problem Solving. E. Definisi Operasional 1. Kemampuan Pemahaman Matematis

12 Kemampuan pemahaman matematis dalam penelitian ini menggunakan pemahaman menurut Polya yang membagi pemahaman kedalam 4 jenis, yaitu: (1) Pemahaman Mekanikal, meliputi mengingat dan menerapkan rumus secara rutin dan menghitung secara sederhana, (2) Pemahaman Induktif, yaitu menerapkan rumus atau konsep dalam kasus sederhana atau kasus serupa, (3) Pemahaman Rasional, yaitu siswa dapat membuktikan kebenaran suatu rumus dan teorema, dan (4) Pemahaman Intuitif dapat memperkirakan kebenaran dengan pasti (tanpa ragu-ragu) sebelum menganalisa lebih lanjut. 2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kemampuan pemecahan masalah dalam penelitian ini menggunakan pemecahan masalah menurut Polya dimana dalam menyelesaikan suatu permasalahan siswa mengikuti langkah-langkah pemecahan: 1) Memahami masalah; 2) Membuat rencana pemecahan; 3) Melaksanakan pemecahan; dan 4) Memeriksa kembali hasil yang diperoleh. 3. Pendekatan Creative Problem Solving Pendekatan Creative Problem Solving (CPS) adalah pendekatan pembelajaran yang berpusat pada keterampilan pemecahan masalah yang diikuti dengan penguatan kreativitas. Di dalam pendekatan CPS, guru tidak mentransfer ilmunya secara langsung, tetapi melibatkan siswa secara aktif dalam mengkonstruksi ilmunya. Siswa dilatih untuk menemukan solusi dari masalah yang diberikan oleh guru secara aktif, logis dan kreatif dengan mengikuti langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan CPS. Dalam pembelajaran dengan pendekatan CPS, materi pembelajaran dibuat oleh guru sesuai dengan tujuan pembelajaran. Obyek penerima materi adalah siswa dalam kelompok kecil dan sekaligus bertindak sebagai penyaji materi. Langkah-langkah pendekatan CPS dalam penelitian ini mengikuti langkah-langkah yang dikemukakan oleh Karen berdasarkan hasil gabungan prosedur Von Oech dan Osborn, yaitu: (1) Klarifikasi masalah; (2) Pengungkapan ide/ gagasan; (3) Evaluasi dan seleksi; (4) Implementasi.

13 4. Kemampuan Awal Matematis (KAM) siswa adalah hasil belajar matematika siswa mengenai materi sebelum mempelajari materi yang lebih tinggi. 5. Sikap siswa dalam penelitian ini adalah sikap siswa terhadap matematika dan pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Creative Problem Solving yaitu sikap yang menunjukkan rasa sukanya terhadap matematika dan pembelajaran matematika, kesungguhannya dalam pembelajaran matematika dan apresiasinya terhadap soal-soal pemahaman dan pemecahan masalah matematis siswa.