II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan bertindak yang diberikan undang-undang yang berlaku untuk

dokumen-dokumen yang mirip
PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN PENGELOLAAN AIR TANAH

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PEMAKAIAN AIR TANAH DAN IZIN PENGUSAHAAN AIR TANAH

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MEMTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000 TENTANG

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR TANAH

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 56 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAYANAN PERIZINAN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PEMAKAIAN DAN PENGUSAHAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

<Lampiran> KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN TUGAS PEMERINTAHAN

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI KABUPATEN SRAGEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI SRAGEN,

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG IZIN AIR TANAH BUPATI KUDUS,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN PENGGUNAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PERIZINAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKIMAN

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 11 TAHUN 2013

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG

BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 10 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2012 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI KABUPATEN PACITAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG IZIN PENGEBORAN DAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH SERTA MATA AIR

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Tanah;

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 3 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

JENIS PELAYANAN DAN PERSYARATAN PERIZINAN AIR TANAH. I. Permohonan Surat Izin Pengeboran (SIP)

Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA TARAKAN, MEMUTUSKAN :

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 5 TAHUN 2006 TENTANG IZIN SEMENTARA PEMANFAATAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 32 TAHUN 2008

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BUPATI BOYOLALI RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BATU BARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATU BARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BUPATI BANGKA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 08 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BUPATI WAJO PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAJO NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

LAMPIRAN V KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Nomor : 1451 K/10/MEM/2000 Tanggal : 3 November 2000

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 13 TAHUN 2013

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTNAG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO,

WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR 9TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG PERIZINAN DI BIDANG PENGAMBILAN AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 23 Tahun : 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 13 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG IZIN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG

BUPATI ROKAN HILIR PERATURAN DAERAH ROKAN HILIR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNG MAS,

IJIN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG IZIN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN

PEMERINTAH KABUPATEN KARIMUN

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kewenangan Pemberian Izin 1. Pengertian Kewenangan Menurut Prajudi Admosudirjo (2001:86), kewenangan adalah kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik, atau secara yuridis kewenangan adalah kemampuan bertindak yang diberikan undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan-hubungan hukum. Kewenangan pemberian izin merupakan hak atas pemerintah untuk dapat atau tidaknya memberikan suatu izin atau persetujuan kepada badan pribadi ataupun badan hukum yang mengajukan permohonan untuk dapat melakukan suatu kegiatan. Kewenangan yang dijalankan pemerintah dalam pemanfaatan air bawah tanah adalah sebagai berikut: 1. Melakukan inventarisasi potensi air bawah tanah dan kelayakan pemanfaatannya untuk menjadi dasar dalam pengelolaan lebih lanjut. 2. Menertibkan izin pengeboran air bawah tanah (SIP) dan izin pengambilan/ pemakaian air bawah tanah (SIPA). Perizinan terkait dengan pemberian saran teknis yang bersifat mengikat dan aspek kewilayahan dari suatu rencana pengeboran dan pemanfaatan air bawah tanah. 3. Melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian sejak dari proses pengeboran, pemanfaatan air bawah tanah sampai pada penutupan sumur bor 8

apabila tidak memenuhi ketentuan administratif dan tekhnis yang membahayakan lingkungan. Untuk kepentingan itu maka setiap sumur diwajibkan memasang meter air, dan pada kondisi tertentu diwajibkan membuat sumur pantau yang berguna untuk mengawasi kondisi bawah permukaan tanah. 4. Melakukan pendataan dan penetapan retribusi pemanfaatan air bawah tanah sedangkan operasional pemungutannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah Propinsi. Retribusi pemanfaatan air bawah tanah di desentralisasikan kepada Kabupaten/kota dan menjadi pajak pemanfaatan air bawah tanah 2. Pengertian Perizinan Perizinan pada dasarnya adalah mekanisme pengendalian yang berisi seperangkat larangan suatu kegiatan masyarakat sampai masyarakat memenuhi semua persyaratan yang telah ditentukan oleh peraturan (Chalid, 2006: 1). Sistem perizinan merupakan instrumen yang sangat penting dalam rangka pengendalian lingkungan (Siahaan, 2004: 186). Perizinan air tanah merupakan bentuk legitimasi dalam pengelolaan air tanah juga dimaksud sebagai pengendalian dalam pendayagunaan air tanah. Izin dapat dicabut jika terbukti menimbulkan kerusakan lingkungan. Izin hanya diberikan untuk daerah-daerah yang kondisi air tanahnya masih aman atau masih memungkinkan dapat diambil tanpa mengakibatkan kemerosotan kondisi dan lingkungan air tanah. Izin pemakaian air tanah perlu dimiliki mengingat cara pengeboran air tanah atau penggunaannya mengubah kondisi dan lingkungan air tanah antara lain berupa 9

penyusutan ketersediaan air tanah, penurunan muka air tanah, perubahan pola aliran air tanah, penurunan kualitas air tanah, mengganggu sistem akuifer atau penggunaannya untuk memenuhi kebutuhan, mengambil air tanah dalam jumlah yang melebihi ketentuan. Menurut Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 1451 K/10/MEM/2000 Tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah menyebutkan bahwa kegiatan eksplorasi, pengeboran termasuk penggalian, penurapan dan pengambilan air bawah tanah hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh izin dari Bupati atau Walikota. Izin dimaksud terdiri atas; izin eksplorasi air bawah tanah, izin pengeboran air bawah tanah, izin penurapan mata air, izin pengambilan air bawah tanah dan izin pengambilan mata air. Prosedural berkaitan dengan izin yang dimaksud di atas diatur dalam lampiran IV, V, dan VI Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor:1451 K/10/MEM/2000 tentang Pedoman teknis penyelenggaraan tugas pemerintahan di bidang pengelolaan air bawah tanah. 3. Pengawasan Menurut Peraturan Pemerintah tentang air tanah menyebutkan Menteri melakukan pengawasan terhadap pengelolaan air tanah yang dilaksanakan oleh gubernur dan Bupati/Walikota yang meliputi: 1. Ketaatan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 10

2. Pelaksanaan kegiatan konservasi dan pendayagunaan air tanah; 3. Kelayakan rekomendasi teknis untuk kegiatan pengeboran atau penggalian air tanah yang diterbitkan oleh pemerintah provinsi; 4. Kelayakan izin pengeboran atau penggalian air tanah, pemakaian dan pengusahaan air tanah yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Dan disebutkan juga bahwa Bupati/Walikota melakukan pengawasan atas pelaksanaan pengeboran, penggalian air tanah, pemakaian dan pengusahaan air tanah yang dilakukan oleh pemegang izin. Pengawasan pengelolaan air tanah dimaksud dilakukan terhadap: 1. Pelaksanaan pengeboran, penggalian air tanah, pemakaian dan/atau pengusahaan air tanah; 2. Kegiatan penyebab pencemaran dan perusakan lingkungan air tanah; atau 3. Pelaksanaan pengelolaan lingkungan, pemantauan lingkungan dan/atau analisis mengenai dampak lingkungan. Menurut Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor:1451 K/10/MEM/2000 Tentang Pedoman teknis penyelenggaraan tugas pemerintahan di bidang pengelolaan air bawah tanah menyebutkan bahwa kegiatan pengawasan dalam rangka kegiatan eksplorasi air bawah tanah, pengeboran dan atau penurapan mata air, pengambilan air bawah tanah dan pencemaran serta kerusakan lingkungan air bawah tanah dilakukan oleh Bupati/Walikota dan masyarakat. 11

4. Penertiban / Pembinaan Penertiban terhadap pelanggaran pemanfaatan air bawah tanah menurut Peraturan Pemerintah tentang Air Tanah dilakukan dengan pemberian sanksi yang menyebutkan; Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangan masing-masing mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran ketentuan pengelolaan air tanah. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud berupa: a. Peringatan tertulis; b. Penghentian sementara seluruh kegiatan; atau c. Pencabutan izin. Sebelum melaksanakan pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada Bupati/Walikota terlebih dahulu memberikan kesempatan selama jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Setiap orang melanggar ketentuan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menteri dapat memberikan sanksi berupa peringatan tertulis kepada Pemerintahan Daerah Provinsi atau Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota atas pelanggaran dalam penyelenggaraan pengelolaan air tanah. Gubernur dapat memberikan sanksi berupa peringatan tertulis kepada pemerintah Kabupaten/Kota atas pelanggaran pelaksanaan rekomendasi teknis dalam penggunaan air tanah. Setiap pengeboran, penggalian air tanah, pemakaian air tanah dan pengusahaan air tanah yang tidak memiliki izin pemakaian air tanah, atau izin pengusahaan air tanah, dikenakan sanksi. 12

Pengenaan sanksi administrasi berupa penghentian sementara kegiatan dilakukan setelah pemegang izin diberi peringatan secara tertulis sebanyak 3 kali berturutturut dengan tenggang waktu 1 bulan. Jika pemegang izin tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan setelah dikenakan sanksi administratif berupa penghentian sementara, Pemerintah berhak menjatuhkan sanksi administratif berupa pencabutan izin. Namun sebelum pencabutan izin dilakukan, Pemerintah terlebih dahulu memberikan jangka waktu selama 3 bulan untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Dalam implementasinya, sering peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan, malah dilanggar. Walaupun dalam peraturan telah disebutkan sanksi maupun hukuman yang tegas bilamana terjadi pelanggaran, hal ini lebih disebabkan karena pengawasan oleh pihak berwenang (pemerintah) belum berjalan dengan baik. B. Pengeboran Air bawah Tanah 1. Pengertian Pengeboran Air Tanah Menurut pasal 1 ayat (12) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Air Tanah. Pengeboran air tanah adalah kegiatan membuat sumur bor air tanah yang dilaksanakan sesuai dengan pedoman tekhnis sebagai sarana eksplorasi, pengambilan, pemakaian dan pengusahaan, pemantauan, atau imbuhan air tanah. Menurut pasal 53 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Air Tanah. Pengeboran atau penggalian air tanah sebagaimana wajib mempertimbangkan jenis dan sifat fisik batuan, kondisi hidrogeologis, letak dan potensi sumber pencemaran serta kondisi lingkungan sekitarnya. 13

Pengeboran air merupakan suatu cara untuk mendapatkan air tanah yang pada pelaksanaanya dapat mengubah kondisi dan lingkungan air tanah antara lain berupa penyusutan ketersediaan air tanah, penurunan muka air tanah, perubahan pola aliran air tanah, penurunan kualitas air tanah, mengganggu sistem akuifer atau penggunaannya untuk memenuhi kebutuhan, mengambil air tanah dalam jumlah yang melebihi ketentuan (Kodoatie, 2007:370). Menurut Pasal 12 ayat (1) Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor 6 Tahun 2005, Pengeboran air bawah tanah hanya dapat dilakukan oleh : 1. Badan Usaha yang mempunyai izin perusahaan pengeboran air bawah tanah dan juru bornya telah mendapatkan Surat Izin Sumur Bor (SUB). 2. Instansi/Lembaga Pemerintah yang instalasi bornya telah mendapat surat tanda instalasi Bor dari Asosiasi, dan telah memperolah regitrasi dari LPJK sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku. 2. Pengertian Air Bawah Tanah. Sumber daya air adalah merupakan bagian dari sumber daya alam yang mempunyai sifat yang sangat berbeda dengan sumber daya alam lainnya. Air adalah sumber daya yang terbaharui, bersifat dinamis dan mengikuti siklus hidrologi yang secara alamiah berpindah-pindah serta mengalami perubahan bentuk dan sifat. Tergantung dari waktu dan lokasinya, air dapat berupa zat padat, sebagai es dan salju, dapat berupa zat cair yang mengalir sebagai permukan, berada dalam tanah sebagai air tanah, berada di udara sebagai air hujan, berada di laut sebagai air laut dan berupa uap air yang didefinisikan sebagai air udara. 14

Air adalah semua air yang terdapat pada tanah, diatas atau pun dibawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah. Air tanah adalah air yang terdapat pada lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. (UU No 7 Tentang Sumber Daya Air, 2004). Definisi air tanah menurut UU Sumber Daya Air adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukan tanah. Air tanah juga dapat diartikan sejumlah air di bawah permukaan bumi yang dapat dikumpulkan dengan sumursumur, terowongan atau sistem drainase atau dengan pemompaan. Dapat juga disebut aliran yang secara alami mengalir ke permukaan tanah melalui pancaran atau rembesan (Kodoatie dan Sjarief, 2005: 15). Jenis air tanah menurut Kodoatie dan Sjarief (2005: 14) dapat dibedakan dengan dilihat dari daerahnya di dalam tanah. Air bawah tanah adalah air yang berada di bawah permukaan tanah. Air bawah tanah menempati pada lapisan tanah atau batuan yang memiliki sifat porositas (rongga/pori) dan permeabilitas (kelulusan air dalam batuan/tanah) yang tinggi, yang disebut sebagai akuifer. Menurut Webster (1981) akuifer diartikan sebagai potensial air bila memiliki struktur geologi sebagai pengumpul, dalam istilah sederhana berbentuk cekungan. Cekungan bias terbentuk karena faktor gaya dalam bumi yang menggerakkan kulit bumi. Melihat cara terbentuknya maka cekungan air bawah tanah dapat 15

berdiameter ratusan meter, tetapi bias juga berdiameter sangat besar sampai puluhan kilometer. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Air tanah, Air tanah mempunyai peran yang penting bagi kehidupan dan penghidupan rakyat Indonesia, karena fungsinya sebagai salah satu kebutuhan pokok sehari-hari. Keberadaan air tanah di Indonesia cukup melimpah, tetapi tidak di setiap tempat terdapat air tanah sesuai dengan kondisi geologi serta curah hujan. Air tanah terdapat di bawah permukaan tanah, letaknya di daratan dengan pelamparan dapat sampai di bawah dasar laut mengikuti sebaran serta karakteristik lapisan tanah atau batuan pada cekungan air tanah. Air tanah dapat berada pada lapisan jenuh air (saturated zone), lapisan tidak jenuh air (unsaturated zone), atau rongga-rongga dan saluran-saluran dalam wujud sungai bawah tanah di daerah batugamping. Dalam cekungan, air tanah dapat mengisi sungai, waduk, atau danau dan sebaliknya air sungai, waduk, atau danau dapat mengisi akuifer. Oleh karena itu pengelolaan air tanah harus dilakukan secara terpadu dengan pengelolaan air permukaan. Potensi air bawah tanah dalam suatu cekungan dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu sebagai berikut: 1. Air bawah tanah tidak tertekan pada akuifer bebas, air bawah tanah ini yang biasanya dikonsumsi penduduk, karena letak akuifer berada pada kedalaman 16

yang terjangkau dengan sumur gali atau sumur pantek (kedalaman 1-15 meter). Kualitas air pada akuifer bebas ini sangat dipengaruhi oleh limbah atau sumber pencemaran lain yang terjadi di permukaan tanah, demikian juga cadangannya sangat tergantung pada musim. Pada musim hujan permukaan air akan naik mendekati permukaan, sedangkan pada musim kemarau permukaan air akan turun dan sumur-sumur dangkal dapat menjadi kering. 2. Air bawah tanah tertekan, yaitu air pada akuifer yang terapit oleh dua lapisan batuan impermeable atau batuan yang tidak meluluskan air, sehingga karena faktor beban dan tekanan aliran dalam akuifer air yang berada di dalamnya memiliki tekanan. Apabila dilakukan pemngeboran pada akuifer jenis ini maka air dapat menyembur ke permukaan tanpa harus dipompa, yang disebut sebagai air artesis. Kualitas air bawah tanah tertekan ini pada umumnya cukup baik dan tidak mudah terpengaruh oleh limbah atau pencemaran lain yang terjadi di permukaan tanah, hal ini disebabkan lamanya proses peresapan air permukaan untuk menjadi air bawah tanah tertekan. Cadangan air bawah tanah tertekan juga relatif lebih besar dan kurang terpengaruh pada perubahan musim tahunan. Jenis air ini hamper mendekati sebagai sumber daya yang tak terbaharui (unrenewable). C. Prosedur Pemberian Izin Pengeboran Air Bawah Tanah Mengingat pengambilan air bawah tanah pada umumnya diakibatkan oleh budidya manusia melalui cara pengeboran, maka secara langsung atau tidak langsung pelaksana pengeboran air bawah tanah memegang peran dalam upaya mengurangi kerusakan lingkungan air bawah tanah. Prosedur ini dimaksudkan sebagai acuan 17

dalam rangka Pemberian Izin Perusahaan Pengeboran air Bawah Tanah (SIPPAT). Tujuannya adalah untuk menyeragamkan proses permohonan SIPPAT dan kewajiban yang perlu dilaksanakan oleh perusahaan pemegang SIPPAT dalam menjalankan kegiatannya. Di dalam SIPPAT dicantumkan ketentuan-ketentuan yang harus dilaksanakan atau ditaati oleh pemegang SIPPAT, yaitu : 1. Setiap perubahan instalasi bor harus mendapatkan STIB berikut Plat Nomor Instalasi Bor yang baru dari asosiasi yang telah diakreditasi oleh LPJK; 2. Setiap instalasi bor harus dijalankan oleh seorang juru Bor yang harus mempunyai Surat Ijin Juru bor; 3. Pelaksanaan pengeboran wajin diawasi oleh tenaga ahli/asisten ahli dalam bidang geologi atau bidang hidrogeologi; 4. Pemegang SIPPAT wajib melaporkanhasil kegiatan usahanya secara tertulis dan mengirimkan laporan teknik hasil pengeboran kepada Bupati/Walikota; 5. Menyampaikan laporan hasil pengeboran sesuai standar yang telah ditentukan oleh Bupati/Walikota; 6. Tindakan perusahaan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan tersebut di atas dan atau ketentuan-ketentuan lain yang berlaku dibidang air bawah tanah dapat mengakibatkan dicabutnya SIPPAT serta dikenakan sanksisanksi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 18

7. Pemilik/pengurus perusahaan pemegang SIPPAT yang terbukti melakukan pengeboran tanpa izin lebih dari 2 (dua) kali tidak diizinkan bergerak di bidang pengeboran air bawah tanah; 8. Perusahaan pemegang SIPPAT yang terbukti melakukan pengeboran tanpa izin dikenakan sanksi hukum dan penyegelan instalasi bor; 9. Memperpanjang SIPPAT sebelum habis masa masa berlakunya; 10. Ketentuan lain yang ditentukan oleh Bupati/Walikota. Menurut Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 1451 K/10/MEM/2000 Tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan di bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah menyebutkan bahwa prosedur pemberian izin pengeboran air bawah tanah adalah sebagai berikut: 1. Permohonan izin kepada Bupati/Walikota melalui Kepala Dinas Pertambangan dan Energi; 2. Permohonan memasukkan semua berkas sesuai persyaratan; 3. Petugas meneliti semua kelengkapan berkas; 4. Petugas melakukan peninjauan kelayakan lokasi; 5. Izin dikeluarkan jika semua persyaratan dan lokasi memenuhi syarat; 6. Berkas dikembalikan ke pemohon untuk dilengkapi jika persyaratan belum dipenuhi. 19

Pelaksanaan prosedur mekanisme perizinan pada Dinas Pertambangan dan Energi dilihat dari tahapan prosedurnya meliputi: Penyampaian informasi tentang perizinan disampaikan kepada masyarakat oleh staf yang sudah mengerti tentang prosedur perizinan dan ditugaskan untuk memberikan keterangan kepada masyarakat berkaitan dengan informasi perizinan air bawah tanah jika staf tidak berada di tempat maka informasi dapat disampaikan secara langsung oleh kepala seksi perizinan (penyampaian informasi ini masih dilakukan secara lisan). Penyampaian informasi juga dilakukan dengan memberikan daftar persyaratan secara tertulis dan infromasi tentang badan/dinas teknis terkait yang berwenang mengurus persyaratan tersebut. Setelah mendapatkan informasi pengurusan izin air bawah tanah, pemohon kemudian melengkapi semua berkas perizinan sesuai dengan persyaratan yang ada dan jika sudah lengkap semuanya, pemohon kemudian menyampaikan permohonan izin pengelolaan air bawah tanah kepada Walikota melalui Kepala Dinas Pertambangan dan Energi sebagai pejabat yang ditunjuk. Berkas permohonan ini diserahkan ke Seksi Air Bawah Tanah pada Dinas Pertambangan dan Energi dan diterima oleh staf seksi air bawah tanah. Staf pada seksi air bawah tanah yang diberikan tugas untuk menerima berkas permohonan perizinan air bawah tanah. Berkas permohonan izin ini kemudian dicek dan diteliti kelengkapannya oleh staf, dan jika sudah memenuhi syarat maka berkas tersebut diterima dan ditentukan jadwal untuk diadakan pengecekan lokasi. 20

Pengecekan lokasi dilakukan untuk mengetahui kebenaran informasi dalam berkas sesuai dengan lokasi yang akan dilakukan kegiatan pengelolaan air bawah tanah dan juga untuk mengetahui jumlah sumur yang sudah ada dan apakah perlu dibuat sumur pantau. Pengecekan ke lokasi dilakukan oleh staf dan juga dapat dihadiri oleh kepala seksi air bawah tanah. Jika lokasi rencana sudah sesuai dan memenuhi syarat, berkas permohonan dilaporkan kembali oleh staf ke kepala seksi dan dilaporkan lagi secara berjenjang ke kepala sub dinas lalu di tandatangani oleh Kepala Dinas. Bila dalam pelaporan berjenjang ditemukan adanya kekurangan kelengkapan berkas, maka pengecekan kembali dapat dilakukan dan dimungkinkan pemohon dapat dipanggil kembali untuk melengkapi kekurangan berkas. Prosedur perizinan dapat diselesaikan dalam jangka waktu 2 hari, jika semua persyaratan secara lengkap telah dipenuhi oleh pemohon. Prosedur pemberian izin Juru Bor Air Bawah Tanah dimaksudkan sebagai acuan dalam rangka pemberian Izin Juru Bor Air Bawah Tanah. Tujuannya adalah untuk menyeragamkan kesatuan tindak dalam pemberian Surat Izin Juru Bor Air Bawah Tanah, dan memberikan penjelasan tentang kewajiban Juru Bor sebagai pemegang izin dalam melaksanakan pengeboran Proses administrasi izin juru bor air bawah tanah: Izin Juru Bor, persyaratannya meliputi: a. Salinan ijazah calon juru bor dengan pendidikan paling rendah SMU atau sederajat; b. Pengalaman kerja juru bor lebih dari 3 (tiga) tahun dibidang pengeboran air 21

bawah tanah (dilengkapi dengan bukti-bukti pengalaman kerja); c. Pas foto calon juru bor ukuran 2 x 3 sebanyak 3 (tiga ) lembar; d. Fotocopy KTP calon juru bor; e. Sertifikat keterampilan kerja dan sertifikat keahlian kerja dari asosiasi dan telah diregistrasi oleh LPJK; f. Persyaratan lain yang telah ditentukan oleh bupati atau walikota 1. Hak dan Kewajiban Pemegang izin. a. Hak dan Kewajiban pemegang izin dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 sebagai berikut: 1. Pasal 77 Setiap pemegang izin pemakaian air tanah dan pemegang izin pengusahaan air tanah wajib: (1) Menyampaikan laporan hasil kegiatan pengeboran atau penggalian air tanah kepada bupati/walikota; (2) Menyampaikan laporan debit pemakaian atau pengusahaan air tanah setiap bulan kepada bupati/walikota dengan tembusan kepada Menteri atau gubernur; (3) Memasang meteran air pada setiap sumur produksi untuk pemakaian atau pengusahaan air tanah; (4) Membangun sumur resapan di lokasi yang ditentukan oleh bupati/walikota; (5) Berperan serta dalam penyediaan sumur pantau air tanah; (6) Membayar biaya jasa pengelolaan air tanah; dan 22

(7) Melaporkan kepada Bupati/Walikota apabila dalam pelaksanaan pengeboran atau penggalian air tanah, serta pemakaian dan pengusahaan air tanah ditemukan hal-hal yang dapat membahayakan lingkungan. 2. Pasal 78 (1) Setiap pemegang izin pengusahaan air tanah wajib memberikan air paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari batasan debit pemakaian atau pengusahaan air tanah yang ditetapkan dalam izin bagi pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari masyarakat setempat. (2) Teknis pelaksanaan pemberian air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh bupati/walikota. 2. Larangan Pemegang izin Bagi pemegang izin dikenakan beberapa larangan yaitu: 1). Merusak, melepas, menghilangkan dan memindahkan meter air/alat ukur debit dan atau merusak segel; 2). Mengambil air dari pipa sebelum meter air; 3). Mengambil air melebihi debit yang ditentukan dalam izin; 4). Menyembunyikan titik air atau lokasi pengambilan air bawah tanah; 5). Memindahkan letak titik atau lokasi pengambilan air bawah tanah; 6). Memindahkan rencana letak titik pengeboran dan atau titik penurapan atau lokasi pengambilan air; 7). Mengubah konstruksi penurapan air atau konstruksi sumur bor. 23

3. Berakhirnya izin Berakhirnya izin diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 sebagai berikut: 1. Pasal 79 (1) Izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah berakhir karena: a. habis masa berlakunya dan tidak diajukan perpanjangan; b. izin dikembalikan; atau c. izin dicabut. (2) Berakhirnya izin pemakaian air tanah atau izinpengusahaan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak membebaskan kewajiban pemegang izin untuk memenuhi kewajiban yang belum terpenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 24