BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan tersebut mengalami perubahan, sehingga fungsi intelektual semakin

PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA SISWA KELAS XI SMK NURUSSALAF KEMIRI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN M-APOS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam pencapaian tujuan dan hasil belajar. Belajar menurut Bell-Gredler

UPAYA PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN TALKING STICK

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perkembangan kepribadian. Menurut Surakhmad (1987:16) belajar

BAB I PENDAHULUAN. siswa apabila siswa telah terlihat aktif dalam kegiatan belajar mengajar.

II. TINJAUAN PUSTAKA

(produk, proses dan sikap ilmiah). Pembelajaran IPA berawal dari rasa ingin tahu,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman,

cara kerja suatu alat kepada kelompok siswa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Predict Observe Explain (POE) tugas utama yaitu memprediksi, mengamati, dan memberikan penjelasan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Beragam gaya mengajar yang dilakukan dengan khas oleh masing-masing guru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN PUSTAKA. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting di dalam interaksi belajar. aktivitas tersebut. Beberapa diantaranya ialah:

II. TINJAUAN PUSTAKA. sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentan. g alam sekitar di sekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak ia lahir ke

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil yaitu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah metode yang sering

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi pada fisik maupun non-fisik, merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek, baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pesan (Sadiman, 2002: 6). Secara umum alat peraga pembelajaran dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat,

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PBL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN TATANIAGA

II. KAJIAN PUSTAKA. dari diri siswa hasil belajar merupakan puncak proses belajar.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. hasil pengalamannya sendiri dalam interaksinya dengan lingkungannya. Dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ada di sekitar individu. Menurut Sudjana dalam Rusman. (2011: 1) Belajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENINGKATKAN AKTIVITAS PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK MENGGUNAKAN MEDIA GAMBAR DI KELAS III SD

BAB II PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF BERBASIS KONSEP UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN ORAL ACTIVITIES SISWA

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Huda (2014) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap

Oleh: Ernawati SMA Negeri 1 Gondang, Tulungagung

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori. 1. Aktivitas Belajar. Anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah pendekatan (approach) dalam pembelajaran memiliki kemiripan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

II. TINJAUAN PUSTAKA. siswa yang melakukan kegitan belajar. Keberhasilan kegiatan pembelajaran

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum menurut Gagne dan Briggs (2009:3) yang disebut konstruktivisme

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. juga mengalami sehingga akan menyebabkan proses perubahan tingkah laku pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan suatu permasalahan yang diberikan guru.

Pengertian. Pendidikan anak usia dini adalah upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Mulyono (dalam Aunurrahman 2011:9) mengemukakan bahwa aktivitas artinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. interaksi antara seseorang dengan lingkungan. Menurut Sugandi, (2004:10), dirinya dengan lingkungan dan pengalaman.

BAB II KAJIAN TEORI. ini memperlihatkan bahwa kata implementasi bermuara pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA. berarti tengah, perantara, atau pengantar atau dengan kata lain media

II. TINJAUAN PUSTAKA. demikian, media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur. perantara/sarana/alat untuk proses komunikasi.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. belajar. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2000:26). Belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri. waktu yang relatif lama (Sugiyo, 2000:26).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Proses pembelajaran dipahami sebagai proses belajar mengajar yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2001: 37) belajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu merangsang peserta didik untuk menggali potensi diri yang sebenarnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. perubahan tingkah laku pada diri sendiri berkat pengalaman dan latihan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dari Freudenthal Institute, Urecht University di negeri Belanda. kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan

MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK UNTUK SISWA SD KELAS AWAL

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pengajaran dimana para siswa bekerja

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kearah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model dimaknakan sebagai objek atau konsep yang digunakan untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelajaran. Istilah-istilah tersebut dalam kegiatan pembelajaran digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertanya, mengajukan pendapat, dan menimbulkan diskusi dengan guru.

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Pembelajaran matematika membutuhkan proses bernalar yang tinggi

PENGARUH PENGGUNAAN E-LEARNING MOODLE TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DI SMK NEGERI 2 BERAU

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Pembelajara Tematik Terpadu dan Pendekatan Scientific. 1. Pengertian Pembelajaran Tematik Terpadu

PENDAHULUAN. Masing-masing anak memiliki bakat dan potensi yang telah dibawanya dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model Cooperative Learning

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan. dapat menunjang hasil belajar (Sadirman, 1994: 99).

II. TINJAUAN PUSTAKA. sains tersebut (Gallagher, 2007). Dengan demikian hasil belajar sains diharapkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Majid (2007:176) LKS adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang

I. PENDAHULUAN. mampu berkompetensi baik secara akademik maupun non akademik. Memenuhi kebutuhan pendidikan yang mampu mengembangkan akademik

I. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara

jadikan sebagai indikator aktivitas belajar siswa adalah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran model koooperatif tipe STAD merupakan salah satu

TINJAUAN PUSTAKA. TPS adalah suatu struktur yang dikembangkan pertama kali oleh Profesor

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. kegiatan fisik maupun mental yang mengandung kecakapan hidup hasil interaksi

TINJAUAN PUSTAKA. untuk mengalami sendiri, mengikuti proses, mengamati suatu objek,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rosenberg (dalam Surjono, 2009: 3), mendefinisikan e-learning sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran mempunyai andil yang cukup besar dalam kegiatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari kehidupan manusia, bahkan sejak manusia lahir sampai akhir hayat.

BAB II KAJIAN TEORI. usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan

KAJIAN PUSTAKA. makna tersebut dapat dilakukan oleh siswa itu sendiri atau bersama orang

TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. memperkenalkan produk, karya atau gagasan kepada khalayak ramai.

Noflion 1, Pebriyenni 1, Hendra Hidayat 1. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bung Hatta

BAB II KAJIAN PUSTAKA

KAJIAN PUSTAKA. mendalam mengenai makna hasil belajar, akan dibahas. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 3), hasil belajar merupakan hasil dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kreativitas menurut para ahli psikologi penjelasannya masih berbeda-beda

BAB II KAJIAN TEORI. Robert Karplus. Learning cycle merupakan rangkaian dari tahap-tahap kegiatan

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Belajar Belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu sebagai hasil dari pengalamannya dalam berinteraksi dengan lingkungan. Belajar bukan hanya sekedar menghafal, melainkan suatu proses mental yang terjadi dalam diri seseorang. (Rusman, 2012: 134) Menurut Saud,dkk (2006:3) belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang sebagai hasil dari pengalaman dan latihan. Perubahan sebagai hasil dari belajar dapat ditimbulkan dalam berbagai bentuk, seperti berubahnya pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, kecakapan serta kemampuan. Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa pada laman http://pusatbahasa.diknas.go.id/ kbbi/index.php). Belajar adalah sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan. Perubahan perilaku dalam proses belajar adalah akibat dari interaksi dengan lingkungan.(suryana, 2006:3)

9 Berdasarkan beberapa definisi tentang belajar di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa belajar itu adalah sebuah proses menuju perubahan yang terjadi pada diri seseorang setelah melakukan aktivitas tertentu maupun akibat dari pengalamannya langsung. 2.2 Aktivitas Belajar Aktivitas belajar merupakan faktor yang menentukan keberhasilan siswa, karena pada dasarnya belajar adalah berbuat. Menurut Poerwodarminto (dalam Sugiharto, 2011:98) aktivitas adalah kegiatan atau kesibukan. Nasution (dalam Sugiharto, 2011:102) mengemukakan aktivitas adalah keaktifan jasmani dan rohani dan kedua-duanya harus dihubungkan. Sardiman (2008:100) aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Dalam kegiatan belajar, kedua aktivitas itu harus saling berkaitan. Menurut Dimyati & Mudjiono (2006:236) aktivitas fisik adalah peserta didik giataktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain atau bekerja, ia tidak hanya duduk, dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Dan aktivitas belajar dialami siswa sebagai suatu proses, yaitu proses belajar sesuatu yang merupakan kegiatan mental mengolah bahan belajar atau pengalaman lain. Aktivitas belajar banyak macamnya. Para ahli mencoba mengadakan klasifikasi, antara lain Paul D. Dierch (dalam Hamalik 2011:90-91) membagi kegiatan belajar menjadi 8 kelompok, sebagai berikut: a. Kegiatan-kegiatan visual: membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, mengamati orang lain bekerja atau bermain.

10 b. Kegiatan-kegiatan lisan atau oral: mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan suatu pertanyaan, memberi saran, mengemukakan suatu pendapat, berwawancara, berdiskusi. c. Kegiatan-kegiatan mendengarkan: mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan instrumen musik, mendengarkan siaran radio. d. Kegiatan-kegiatan menulis: menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat sketsa atau rangkuman, mengerjakan tes, mengisi angket. e. Kegiatan-kegiatan menggambar: menggambar, membuat grafik, diagram, peta, pola. f. Kegiatan-kegiatan matrik: melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan (simulasi), menari, berkebun. g. Kegiatan-kegiatan mental: merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, menemukan hubungan-hubungan, membuat keputusan. h. Kegiatan-kegiatan emosional: minat, membedakan, berani, tenang, dan sebagainya. Berdasarkan beberapa definisi tentang aktivitas belajar di atas, peneliti menyimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah suatu kegiatan atau proses keaktifan yang bersifat fisik, yaitu giat-aktif dan tidak hanya bersifat pasif dalam proses kegiatan pembelajaran, dengan indikator membaca, menulis,memecahkan

11 masalah, membantu teman, mengerjakan tes, kerja sama, tanggung jawab, keterampilan serta kreativitas. Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran media tertentu ke penerima pesan. Lingkungan pembelajaran yang baik ialah lingkungan yang merangsang dan menantang siswa untuk belajar. Guru yang mengajar tanpa menggunakan alat peraga/media tentu kurang merangsang/menantang siswa untuk belajar. Apalagi bagi siswa SD yang perkembangan intelektualnya masih membutuhkan media/alat peraga. (Gagne dalam Sungkono, 2008:6) Menurut peneliti pembelajaran adalah suatu usaha guru dalam menciptakan kondisi proses kegiatan belajar bagi siswa yang interaktif, kondusif, intensif, efektif, dan bermakna sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. 2.3 Strategi Pembelajaran Strategi pembelajaran (Kemp, 1995 dalam Rusman, 2012:132) adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Strategi pembelajaran (Dick and Carey, 1985, dalam Rusman, 2012:132) juga menyebutkan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu perangkat materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada peserta didik atau siswa. Menurut peneliti, strategi pembelajaran adalah suatu cara yang memadukan antara prosedur/metode/teknik pembelajaran dengan materi ajar yang secara kesatuan

12 digunakan dalam proses kegiatan pembelajaran dengan tujuan mencapai hasil belajar yang optimal bagi siswa atau peserta didik. 2.4 Hasil Belajar Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh siswa dari suatu interaksi dalam proses pembelajaran. Menurut Gagne hasil belajar merupakan kapabilitas. Setelah belajar akan memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Idealnya orang yang telah belajar memiliki perubahan kemampuan menjadi lebih baik. (Dimyati dan Mujiono, 1999:10) Menurut Ahmadi (1984) hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam suatu usaha, dalam hal ini usaha belajar untuk mewujudkan prestasi belajar siswa yang dapat dilihat pada setiap mengikuti tes. Hasil belajar pada hakekatnya merupakan kompetensi-kompetensi yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Hasil belajar merupakan akibat dari suatu proses belajar. (Saud, Rukmana, dan Resmini, 2006:58) Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti menyimpulkan pengertian hasil belajar adalah suatu perubahan kemampuan yang bersifat baru dan maju (progressive) dalam aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai yang diperoleh akibat dari proses kegiatan belajar dan interaksi diri terhadap lingkungannya.

13 2.5 Pendekatan Pembelajaran 2.5.1 Pengertian Pendekatan Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Terdapat dua pendekatan dalam pembelajaran yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher centered approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student centered approaches) (Roy Kellen, 1998, dalam Rusman, 2012:132) Pandangan teori Vygotsky tentang pembelajaran dan pengajaran mengatakan bahwa guru dan anak-anak dapat bekerja dan bermain bersama untuk membangun pengetahuan dan pemahaman. (Jaipaul L. Roopnarine dan James E. Johnson, 2011) 2.5.2 Macam-macam Pendekatan Menurut Roy Kellen (dalam Rusman, 2012:381) Ada dua macam pendekatan dalam kegiatan pembelajaran yang sangat mendasar yaitu: 1) Pendekatan Pembelajaran Berorientasi pada Guru (Teacher Centered Approaches) dan 2) Pendekatan Pembelajaran Berorientasi pada Siswa (Student Centered Approaches). Pendekatan pembelajaran berorientasi pada guru yaitu pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai objek dalam belajar dan kegiatan bersifat klasik. Guru menempatkan diri sebagai orang yang serba tahu dan sebagai satu-satunya

14 sumber belajar. Sedangkan pendekatan pembelajaran berorientasi pada siswa adalah pendekatan pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subjek belajar dan kegiatan belajar bersifat modern. Menurut peneliti, pendekatan pembelajaran teknik tangan pintar termasuk ke dalam jenis pendekatan pembelajaran berorientasi pada siswa, karena pada proses pembelajarannya sangat dibutuhkan keterlibatan siswa untuk aktif dan kreatif dalam membentuk pengetahuannya sendiri, menemukan konsep, serta mengembangkan kemampuannya, dan dapat mengatasi kesulitannya dalam melakukan berhitung perkalian. 2.6 Pembelajaran Tematik 2.6.1 Pengertian Pembelajaran Tematik Pembelajaran tematik merupakan salah satu model dalam pembelajaran terpadu (integrated instruction) yang merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok, aktif menggali, dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan autentik. (Rusman, 2012:254) Menurut Hadi Subroto, 2000 (dalam Munowaroh, 2012:6), pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang diawali dengan suatu tema tertentu yang mengaitkan dengan pokok bahasan lain, konsep tertentu dikaitkan dengan konsep lain yang dilakukan secara spontan atau direncanakan baik dalam satu bidang studi atau lebih dan dengan beragam pengalaman belajar sehingga pembelajaran menjadi semakin bermakna

15 Menurut Sukandi dkk, 2001 (dalam Munowaroh, 2012:7), pembelajaran tematik pada dasarnya dimaksudkan sebagai kegiatan pembelajaran dengan memadukan materi dari beberapa mata pelajaran dalam suatu tema. Menurut tim Pusat Kurikulum (Puskur) Depdikbud. pembelajaran tematik merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan atau memadukan beberapa Kompetensi Dasar (KD) dan indikator dari kurikulum/ Standar Isi dari beberapa mata pelajaran (mapel) menjadi satu kesatuan untuk dikemas dalam satu tema. 2.6.2 Karakteristik Pembelajaran Tematik Pembelajaran tematik memiliki karakteristik sebagai berikut (Tim Puskur, 2006 dalam Munowaroh, 2012:14): 1) Berpusat pada siswa/peserta didik, 2) Memberikan pengalaman langsung pada siswa, 3) Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas, 4) Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran, 5) Bersifat fleksibel, 6) Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa, 7) Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan. 2.6.3 Rambu-rambu Pembelajaran Tematik Rambu-rambu pembelajaran tematik antara lain: 1) Tidak semua mata pelajaran dapat dipadukan atau dikaitkan, 2) Kompetensi Dasar yang tidak dapat dipadukan jangan dipaksakan, sebaiknya dibelajarkan secara sendiri-sendiri, 3) Kompetensi Dasar yang tidak tercakup pada tema tertentu harus tetap diajarkan baik melalui tema lain atau diajarkan secara mandiri, 4) Bagi siswa kelas I dan II ditekankan

16 pada kemampuan membaca, menulis, dan berhitung serta penanaman nilai-nilai moral, 5) Tema-tema yang dipilih disesuaikan dengan karakteristik peserta didik, minat, lingkungan, daerah setempat,dan cukup problematik atau populer. 2.7 Keterampilan Berhitung Keterampilan berhitung merupakan suatu kecakapan atau kemampuan dalam mengoperasikan bilangan-bilangan baik penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian secara cepat dan benar. Guru dalam program pengembangan keterampilan melaksanakan aktivitas-aktivitas utamanya. Hal ini dipandang sebagai model pembelajaran yang paling efisien dan efektif. (Chourmain, 2011). Belajar berhitung sebenarnya telah dimulai sejak anak belum bersekolah (masa pra sekolah) dan berawal dari pendidikan orang tua atau keluarga. Secara dasar dan sederhana sekali baik disadari maupun tidak, orang tua di rumah pasti pernah mengajarkan anak berhitung menggunakan jari-jari tangan. Contohnya dengan menghitung banyaknya jari pada tangan pertama, lalu dilanjutkan banyaknya jari pada tangan kedua, dan seterusnya sampai menjumlahkan jari-jari kedua tangan. Tindakan mengajarkan demikian adalah tepat karena anak memang dalam taraf berpikir konkret, maka perlu adanya media nyata yang dapat dilihat, diamati, disentuh, diraba, dan dipegang langsung, yaitu jari-jari tangan. Kecenderungan belajar anak usia Sekolah Dasar memiliki tiga ciri yaitu konkret, integratif, dan hierarkis. Anak usia SD (7-11 tahun) berada pada tahapan operasi konkret. (Piaget,1950, dalam Rusman, 2012:251)

17 Demikian juga seiring dengan pertumbuhan dan perkembangannya, ketika anak memasuki pendidikan pra sekolah misalnya kelompok bermain ( play group ), PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), maupun TK (Taman Kanak-kanak) maka sambil bermain mereka juga mempelajari berbagai keterampilan dasar, di antaranya adalah keterampilan dasar berhitung. Selain jari tangan, ada banyak media mainan yang tersedia, yang dapat digunakan anak dalam belajar berhitung seperti misalnya sempoa, bola, balok-balok kayu, potong lidi, mainan bongkar pasang, puzzle, dan sebagainya. Anak yang masih berusia 12 tahun ke bawah mendapatkan 80% informasi dari indera penglihatannya. Selain mata, terdapat indera pendengaran dan peraba yang juga turut menyumbangkan sejumlah informasi yang dikirim ke otak. Jika ketiga indera ini bekerja dengan baik maka pengoptimalan kinerja otak secara visual pun akan dapat dilakukan ( Tri Gunadi, 2010:44). 2.8 Teknik Tangan Pintar 2.8.1 Pengertian Teknik Tangan Pintar Menurut Misni (2011) Teknik Tangan Pintar adalah sebuah cara atau teknik berhitung praktis yang bersifat audidaktif, simulatif, dan keterampilan pembiasaan dengan menggunakan jari-jari kedua tangan sebagai alat bantu hitung (tanpa alat bantu tulis atau kalkulator, dan termasuk ke dalam teknik jarimatika atau jari aritmitika; peneliti). Yang dimaksud dengan audidaktif yaitu bahwa teknik tangan pintar ini dapat dipelajari sendiri setelah diberikan peragaan secara sistematis oleh tutor. Yang

18 dimaksud dengan simulatif yaitu dapat dipahami melalui peragaan langsung. Keterampilan pembiasaan artinya teknik jarimatika ini dapat dikuasai dengan cara membiasakan diri menggunakannya pada saat dibutuhkan dan harus kontinyu atau terus-menerus mempelajarinya. 2.8.2 Karakteristik Teknik Tangan Pintar Menurut Misni (2011) Teknik Tangan Pintar pada dasarnya adalah teknik jarimatika karena menggunakan jari-jari kedua tangan dalam berhitung sebagai alat bantu hitung. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum mempelajari teknik tangan pintar perkalian, yaitu: 1) Pahami dahulu bahwa perkalian adalah penjumlahan berulang, 2) Hafalkan dan pahami perkalian dasar sampai dengan bilangan 5, 3) Pahami terlebih dahulu prinsip-prinsip dasar dari teknik tangan pintar yang dimuat di awal peragaan, 4) Pelajari terlebih dahulu tahap-tahap perhitungan dengan bilangan kecil, dan 5) Tinggalkan kebiasaan lama berhitung menggunakan kalkulator dan alat-alat lain karena membuat otak kita menjadi malas. 2.8.3 Kelebihan Teknik Tangan Pintar Kelebihan menggunakan Teknik Tangan Pintar dalam mengajarkan keterampilan berhitung perkalian antara lain : 1) Lebih mudah dipahami oleh siswa, 2) Lebih cepat dalam melakukan berhitung perkalian terutama perkalian dasar dengan bilangan 6, 7, 8, dan 9, 3) Jari tangan selalu tersedia bagi orang yang normal atau tidak cacat, sehingga tidak memerlukan alat hitung atau kalkulator, 4) Dapat

19 digunakan juga untuk menyelesaikan perkalian bilangan dua angka, 5) Setiap tahap hanya memerlukan 5 peragaan dasar posisi jari, sehingga mudah dihafalkan. (Misni, 2011) 2.8.4 Kelemahan Teknik Tangan Pintar Kelemahan atau kekurangan Teknik Tangan Pintar antara lain: 1) Siswa harus lebih dahulu menguasai atau hafal perkalian dasar dengan bilangan 0, 1, 2, 3, 4, dan 5, 2) Pada awalnya membutuhkan konsentrasi yang cukup tinggi dalam mempelajarinya, 3) Membutuhkan ketekunan siswa untuk terus-menerus membiasakan diri menggunakannya dalam berhitung perkalian. (Misni, 2011) 2.8.5 Langkah-langkah Menggunakan Teknik Tangan Pintar Menurut Misni (2011) langkah-langkah pada teknik tangan pintar dibagi menjadi 19 tahap berdasarkan besar kecilnya kelompok bilangan, sebagai berikut: 1) tahap perkalian bilangan 6 sampai 10, 2) tahap perkalian bilangan 11 sampai 15, 3) tahap perkalian bilangan 16 sampai 20, 4) tahap perkalian bilangan 21 sampai 25, 5) tahap perkalian bilangan 26 sampai 30, 6) tahap perkalian bilangan 31 sampai 35, 7) tahap perkalian 36 sampai 40, 8) tahap perkalian 41 sampai 45, 9) tahap perkalian 46 sampai 50, 10) tahap perkalian 51 sampai 55,

20 11) tahap perkalian 56 sampai 60, 12) tahap perkalian 61 sampai 65, 13) tahap perkallian 66 sampai 70, 14) tahap perkalian 71 sampai 75, 15) tahap perkalian 76 sampai 80, 16) tahap perkalian 81 sampai 85, 17) tahap perkalian 86 sampai 90, 18) tahap perkalian 91 sampai 95, dan 19) tahap perkalian 96 sampai 100. Setiap tahap hanya memerlukan 5 peragaan dasar posisi jari, namun yang membedakan hanyalah rumus penghitungannya saja. Berikut ilustrasi posisi jari yang diajarkan sebagai peragaan dasar: 6 7 8 9 10 Gambar 2.1 Ilustrasi Posisi Jari Dasar Teknik Tangan Pintar Jari terbuka adalah jari puluhan (satu jari bernilai 10) dan jari tertutup (ditekuk) adalah jari satuan (satu jari bernilai 1) Adapun langkah-langkah pembelajaran menggunakan Teknik Tangan Pintar untuk tahap pertama (perkalian dasar antar bilangan 6, 7, 8, dan 9) yaitu: 1) Siswa diharapkan sudah menguasai perkalian dasar dengan bilangan 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 terlebih dahulu, jika belum, maka guru wajib mengajarinya terlebih dahulu hingga siswa bisa.

21 2) Siswa diajarkan untuk memahami lima peragaan dasar yang diperlukan untuk semua tahap. 3) Secara berurutan dan sistematis, siswa diajak menghitung perkalian dasar mulai dengan bilangan 6 hingga bilangan 9 melalui peragaan bersama-sama. 4) Secara klasikal, siswa diberi soal latihan perkalian dasar dengan bilangan 6 hingga 9 dengan memperagakan sendiri menggunakan teknik tangan pintar. 5) Secara individual, siswa diberi soal latihan perkalian dasar dengan bilangan 6 hingga 9. 6) Bila siswa sudah menguasai tahap pertama ini, maka dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya. Begitu seterusnya. 2.9 Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian pustaka di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas bahwa Apabila dalam pembelajaran materi matematika menggunakan pendekatan teknik tangan pintar dengan langkah-langkah yang tepat, maka dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar berhitung perkalian pada siswa kelas III SD Xaverius 3 Bandarlampung.