BAB IV HASIL ANALISIS SAMPEL BATUBARA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui dan memahami kondisi geologi daerah penelitian.

BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA Analisis Pengawetan Struktur Jaringan dan Derajat Gelifikasi

BAB III ENDAPAN BATUBARA

FORMULIR ISIAN DATABASE SUMBER DAYA BATUBARA

BAB V BATUBARA 5.1. Pembahasan Umum Proses Pembentukan Batubara Penggambutan ( Peatification

ANALISIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN DAN KUALITAS BATUBARA DI PIT J, DAERAH PINANG, SANGATTA, KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR

PROPOSAL TUGAS AKHIR ANALISA KUALITAS BATUBARA

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB V EVALUASI SUMBER DAYA BATUBARA

INVENTARISASI BATUBARA PEMBORAN DALAM DAERAH SUNGAI SANTAN-BONTANG KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

Studi Komposisi Mikroskopis Dan Peringkat Batubara Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar Batubara Jenis Bituminous

BAB IV EKSPLORASI BATUBARA

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Anatomi Sumber Daya Batubara Serta Asumsi Pemanfaatan Untuk PLTU di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang

BAB IV ANALISA SUMBER DAYA BATUBARA

Bab IV Prosedur dan Hasil Penelitian

A. JUDUL KAJIAN TEKNIS TERHADAP SISTEM PENIMBUNAN BATUBARA PADA STOCKPILE DI TAMBANG TERBUKA BATUBARA PT. GLOBALINDO INTI ENERGI KALIMANTAN TIMUR

PENGARUH PROSES HYDROTERMAL, KARBONISASI DAN OKSIDASI TERHADAP PERUBAHAN KOMPOSISI MASERAL PADA BATUBARA

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

I. GEOLOGY BATUBARA. I. Pembentukan Batubara

BAB I PENDAHULUAN. Energi Nasional (KEN) melalui PP No.5 Tahun 2006 yang memiliki tujuan utama

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH UMUK DAN SEKITARNYA KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA

BAB V PEMBAHASAN. Analisis dilakukan sejak batubara (raw coal) baru diterima dari supplier saat

PENGANTAR GENESA BATUBARA

SIMULASI BLENDING BATUBARA DI BAWAH STANDAR KONTRAK DALAM BLENDING DUA JENIS GRADE BEDA KUALITAS PADA PT AMANAH ANUGERAH ADI MULIA SITE KINTAP

BAB III TEORI DASAR. secara alamiah dari sisa tumbuh- tumbuhan (menurut UU No.4 tahun 2009).

Dasar Teori Tambahan. Pengadukan sampel dilakukan dengan cara mengaduk sampel untuk mendapatkan sampel yang homogen.

BAB IV ANALISIS SAMPEL

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berhubungan dengan ilmu Geologi. terhadap infrastruktur, morfologi, kesampaian daerah, dan hal hal lainnya yang

PERINGKAT BATUBARA. (Coal rank)

Bab V Pembahasan. Tabel V.1. Nilai reflektansi vitrinit sampel Lubang Bor PMG-01 dan peringkatnya

LAMPIRAN I DATA ANALISIS. Tabel 7. Data Hasil Cangkang Biji Karet Setelah Dikarbonisasi

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

Gambar 7.1 Sketsa Komponen Batubara

Lampiran I Data Pengamatan. 1.1 Data Hasil Pengamatan Bahan Baku Tabel 6. Hasil Analisa Bahan Baku

Kandungan batubara. Air Material batubara (coal matter) Material bukan batubara (mineral matter)

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH BATUSAWAR DAN SEKITARNYA, KABUPATEN TEBO DAN BATANGHARI, PROVINSI JAMBI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan

PROSPEKSI BATUBARA DAERAH AMPAH DAN SEKITARNYA KABUPATEN BARITO TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Oleh: Sigit Arso W., David P. Simatupang dan Robert L. Tobing Pusat Sumber Daya Geologi Jalan Soekarno Hatta No. 444, Bandung

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

1. MOISTURE BATUBARA

Lutfi Hakim, *, Prakosa Rachwibowo*, Dian Agus Widiarso* dan Bagus Zaqqie** (corresponding

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN

EVALUASI SUMBER DAYA BATUBARA BANKO TENGAH, BLOK NIRU, KABUPATEN MUARA ENIM, PROPINSI SUMATRA SELATAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

LAMPIRAN II PERHITUNGAN. = 18 cm x 15 cm x 25 cm = 6750 cm 3 = 6,750 m 3

Prosiding SNRT (Seminar Nasional Riset Terapan)

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

KAJIAN PENINGKATAN NILAI KALOR BATUBARA KUALITAS RENDAH DENGAN PROSES SOLVENISASI SKRIPSI OLEH : SILFI NURUL HIKMAH NPM :

BAB VI PROSES MIXING DAN ANALISA HASIL MIXING MELALUI UJI PEMBAKARAN DENGAN PEMBUATAN BRIKET

BAB I PENDAHULUAN. sumber energi. Salah satu pemanfaatan batubara adalah sebagai bahan

BAB IV HASIL DAN ANALISA

PENGKAJIAN CEKUNGAN BATUBARA DI DAERAH LUBUK JAMBI DAN SEKITARNYA, KABUPATEN INDRAGIRI HULU, PROPINSI RIAU

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PENGARUH KOMPOSISI CAMPURAN BIOSOLAR DAN MINYAK JELANTAH SERTA SUHU PEMANASAN TERHADAP PENINGKATAN MUTU BATUBARA LIGNIT

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumberdaya batubara yang cukup melimpah, yaitu 105.2

UJICOBA PEMBAKARAN LIMBAH BATUBARA DENGAN PEMBAKAR SIKLON

UJI ULTIMAT DAN PROKSIMAT SAMPAH KOTA UNTUK SUMBER ENERGI ALTERNATIF PEMBANGKIT TENAGA

PENYELIDIKAN BATUBARA DI DAERAH NUNUKAN TIMUR, KABUPATEN NUNUKAN, PROVINSI KALIMANTAN UTARA

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh : Wahyu Kusuma A Pembimbing : Ir. Sarwono, MM Ir. Ronny Dwi Noriyati, M.Kes

BAB II LANDASAN TEORI

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan BAB IV

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS VARIASI NILAI KALOR BATUBARA DI PLTU TANJUNG JATI B TERHADAP ENERGI INPUT SYSTEM

Bab IV Inventarisasi dan Potensi Gas Metana Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) ANALISIS KIMIA PROKSIMAT BATUBARA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Hal 1

PENGARUH TEKANAN HIDROGEN TERHADAP KANDUNGAN KARBON TOTAL, ABU DAN NILAI MUAI BEBAS DALAM PEMBUATAN BAHAN PENGIKAT

Studi Kualitas Batubara Secara Umum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENYELIDIKAN BATUBARA BERSISTEM DAERAH TANJUNG LANJUT KABUPATEN MUARO JAMBI PROVINSI JAMBI. Oleh : Wawang Sri Purnomo, Didi Kusnadi dan Asep Suryana

ANALISIS PROKSIMAT TERHADAP KUALITAS BATUBARA DI KECAMATAN TANAH GROGOT KABUPATEN PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

OPTIMALISAI PEMANFAATAN BATUBARA INDONESIA DENGAN KONSEP `CUSTOM PLANT`

BAB I PENDAHULUAN. energi primer yang makin penting dan merupakan komoditas perdagangan di

HUBUNGAN SISTEM CLEAT DENGAN PERMEABILITAS BATUBARA PERINGKAT RENDAH, PADA TAMBANG BANKO BARAT, MUARA ENIM, SUMATERA SELATAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISA PENGARUH PARAMETER KUALITAS BATUBARA LOW RANK TERHADAP EMISI BUANG DARI SISTEM PEMBAKARAN BATUBARA DI PT. BAKTI NUGRAHA YUDA ENERGY,

Bab II Teknologi CUT

STUDI FASIES PENGENDAPAN BATUBARA BERDASARKAN KOMPOSISI MASERAL DI KABUPATEN BARRU SULAWESI SELATAN

GEOSTATISTIK MINERAL MATTER BATUBARA PADA TAMBANG AIR LAYA

PENGARUH LAMA WAKTU DAN TEMPERATUR TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA MUDA (LIGNIT) DENGAN MENGGUNAKAN OLI BEKAS DAN SOLAR SEBAGAI STABILISATOR

INVENTARISASI BITUMEN PADAT DAERAH LOA JANAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KOTA SAMARINDA, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR

A. Lampiran 1 Data Hasil Pengujian Tabel 1. Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Briket Sebelum Perendaman Dengan Minyak Jelantah

TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung

PEMBORAN CBM DAERAH JANGKANG, KABUPATEN KAPUAS, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH. Soleh Basuki Rahmat Kelompok program penelitian energi fosil S A R I

PROSPEKSI BATUBARA DAERAH TABAK, KABUPATEN BARITO SELATAN PROVINSI KALIMATAN TENGAH

*Corresponding Author :

Transkripsi:

BAB IV HASIL ANALISIS SAMPEL BATUBARA 4.1 KOMPOSISI MASERAL BATUBARA Komposisi maseral batubara ditentukan dengan melakukan analisis petrografi sayatan sampel batubara di laboratorium (dilakukan oleh PT KPC). Sampel batubara yang dianalisis diambil di lapangan untuk Seam JR, BE, E2, ML dan L1, masing-masing seam diambil beberapa lokasi sampel dari inti bor yang mewakili dengan menggunakan metode channel sampling. Dalam satu lapisan batubara secara lateral dibagi menjadi beberapa sampel dari lapisan floor hingga lapisan roof. Analisis ini dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif, analisis kuantitatif dilakukan untuk mengetahui jumlah atau persentase dari maseral yang terdapat dalam batubara, sedangkan analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui jenis maseral dan mineral yang terdapat dalam batubara. Hasil pengamatan sampel sayatan batubara dikelompokkan sesuai dengan kelompok maseral dan mineral dalam batubara, pengamatan ini dilakukan merata di seluruh permukaan sayatan kemudian hasilnya dinyatakan dalam persen. Hasil analisis maseral batubara Pit J menunjukkan adanya kemiripan komposisi, yang mana grup maseral yang paling dominan adalah vitrinit (rata-rata pada Seam JR: 76,50%; Seam BE: 76,07%; Seam E2: 75,48%; Seam ML: 77,10% dan Seam L1: 80,33%), sedangkan grup maseral yang lain yang dijumpai dalam jumlah kecil yaitu liptinit dan inertinit. Komposisi maseral liptinit rata-rata adalah pada Seam JR: 2,90%; Seam BE: 8,07%; Seam E2: 5,32%; Seam ML: 5,90% dan Seam L1: 4,43%. Untuk komposisi maseral inertinit rata-rata adalah pada Seam JR: 3,97%; Seam BE: 5,37%; Seam E2: 3,76%; Seam ML: 8,43% dan Seam L1: 7,00%. Hasil analisis maseral batubara yang lengkap dapat dilihat pada Lampiran E. 4.1.1 Komposisi Maseral Batubara Seam JR Hasil analisis komposisi maseral batubara seam JR dapat dilihat pada Lampiran E. Maseral batubara Seam JR terdiri dari 3 grup maseral yaitu vitrinit, liptinit dan inertinit. Daerah Pinang, Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan Timur 52

Grup maseral yang paling dominan adalah vitrinit dengan persentase kandungan antara 61,00 83,60%. Grup maseral vitrinit ini terdiri dari sub-grup maseral yaitu telovitrinit 18,4 47,6%; detrovitrinit 34 49,4%; dan gelovitrinit 0,4 2%. Grup maseral liptinit dijumpai pada semua sampel batubara JR dengan variasi nilai secara lateral yang tidak teratur (0,4 7,2%). Grup maseral liptinit terdiri dari beberapa tipe maseral yaitu sporinite (0 1%), cutinite (0 3,6%), resinite (0,4 3,2%), suberinite (0 0,8%) dan liptodetrinite (0 0,6%). Rendahnya kandungan liptinit mengindikasikan bahwa batubara lebih dominan terbentuk dari tumbuhan kayu daripada tumbuhan perdu. Grup maseral inertinit juga dijumpai pada semua sampel dengan variasi kandungan nilai yang bervariasi secara lateral (1 7,8%). Grup maseral inertinit terdiri dari beberapa tipe maseral yaitu fusinite (0 0,8%), semifusinite (0 2,6%), seclerotinite (0 4,4%) dan inertodetrinite (0 2%). Maseral inertinit merupakan maseral batubara yang mengalami oksidasi, sehingga kandungan maseral inertinit yang relatif rendah pada batubara Seam JR dapat mengindikasikan bahwa batubara berasal dari lingkungan pengendapan yang cenderung basah dengan tingkat oksidasi yang rendah. 4.1.2 Komposisi Maseral Batubara Seam BE Hasil analisis komposisi maseral batubara seam BE dapat dilihat pada Lampiran E. Maseral batubara Seam BE terdiri dari 3 grup maseral yaitu vitrinit, liptinit dan inertinit. Grup maseral yang paling dominan adalah vitrinit dengan persentase kandungan antara 71,2 86%. Grup maseral vitrinit ini terdiri dari sub-grup maseral yaitu telovitrinit 24 50,4%; detrovitrinit 22,6 49,6%; dan gelovitrinit 0 0,6%. Grup maseral liptinit dijumpai pada semua sampel batubara BE dengan variasi nilai secara lateral yang tidak teratur (4,2 13,6%). Grup maseral liptinit terdiri dari beberapa tipe maseral yaitu sporinite (0 1,2%), cutinite (0 3,2%), resinite (0 4,2%), suberinite (0 3,4%), alginite (0 0,8%) dan liptodetrinite (1 4,8%). Rendahnya kandungan liptinit mengindikasikan bahwa batubara lebih dominan terbentuk dari tumbuhan kayu daripada tumbuhan perdu. Grup maseral inertinit juga dijumpai pada semua sampel dengan variasi kandungan nilai yang bervariasi secara lateral (3,2 8,8%). Grup maseral inertinit terdiri dari Daerah Pinang, Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan Timur 53

beberapa tipe maseral yaitu semifusinite (0,6 1,6%), seclerotinite (2,6 6,6%) dan inertodetrinite (0 1,4%). Maseral inertinit merupakan maseral batubara yang mengalami oksidasi, sehingga kandungan maseral inertinit yang relatif rendah pada batubara Seam BE dapat mengindikasikan bahwa batubara berasal dari lingkungan pengendapan yang cenderung basah dengan tingkat oksidasi yang relatif rendah. 4.1.3 Komposisi Maseral Batubara Seam E2 Hasil analisis komposisi maseral batubara seam E2 dapat dilihat pada Lampiran E. Maseral batubara Seam E2 terdiri dari 3 grup maseral yaitu vitrinit, liptinit dan inertinit. Grup maseral yang paling dominan adalah vitrinit dengan persentase kandungan antara 63, 82,2%. Grup maseral vitrinit ini terdiri dari sub-grup maseral yaitu telovitrinit 16 49,6%; detrovitrinit 29,6 53,2%; dan gelovitrinit 0 3%. Grup maseral liptinit dijumpai pada semua sampel batubara E2 dengan variasi nilai secara lateral yang tidak teratur (0,6 10,6%). Grup maseral liptinit terdiri dari beberapa tipe maseral yaitu sporinite (0 1,8%), cutinite (0 0,6%), resinite (0 7,2%), suberinite (0 2,6%), alginite (0 0,8%) dan liptodetrinite (0,6 1,8%). Rendahnya kandungan liptinit mengindikasikan bahwa batubara lebih dominan terbentuk dari tumbuhan kayu daripada tumbuhan perdu. Grup maseral inertinit juga dijumpai pada semua sampel batubara E2 dengan variasi kandungan nilai yang bervariasi secara lateral (1 7,6%). Grup maseral inertinit terdiri dari beberapa tipe maseral yaitu semifusinite (0 4%), seclerotinite (1 4,4%) dan inertodetrinite (0 2,4%). Maseral inertinit merupakan maseral batubara yang mengalami oksidasi, sehingga kandungan maseral inertinit yang relatif rendah pada batubara Seam E2 dapat mengindikasikan bahwa batubara berasal dari lingkungan pengendapan yang cenderung basah dengan tingkat oksidasi yang relatif rendah. 4.1.4 Komposisi Maseral Batubara Seam ML Hasil analisis komposisi maseral batubara seam ML dapat dilihat pada Lampiran E. Maseral batubara Seam ML terdiri dari 3 grup maseral yaitu vitrinit, liptinit dan inertinit. Grup maseral yang paling dominan adalah vitrinit dengan persentase kandungan antara Daerah Pinang, Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan Timur 54

68,4 82,8%. Grup maseral vitrinit ini terdiri dari sub-grup maseral yaitu telovitrinit 23,4 53,4%; detrovitrinit 24,4 49,2%; dan gelovitrinit 0 0,6%. Grup maseral liptinit dijumpai pada semua sampel batubara ML dengan variasi nilai secara lateral yang tidak teratur (1 10%). Grup maseral liptinit terdiri dari beberapa tipe maseral yaitu sporinite (0 2%), cutinite (0 2,4%), resinite (0,8 5,2%), alginite (0 1,2%) dan liptodetrinite (0 2,6%). Rendahnya kandungan liptinit mengindikasikan bahwa batubara lebih dominan terbentuk dari tumbuhan kayu daripada tumbuhan perdu. Grup maseral inertinit juga dijumpai pada semua sampel batubara Seam ML dengan variasi kandungan nilai yang bervariasi secara lateral (7 9,2%). Grup maseral inertinit terdiri dari beberapa tipe maseral yaitu fusinite (0 0,8%), semifusinite (0 2,2%), seclerotinite (3 8,6%), inertodetrinite (0 0,8%) dan macrinite (0 4,6%). Maseral inertinit merupakan maseral batubara yang mengalami oksidasi, sehingga kandungan maseral inertinit yang relatif rendah pada batubara Seam ML dapat mengindikasikan bahwa batubara berasal dari lingkungan pengendapan yang cenderung basah dengan tingkat oksidasi yang relatif rendah. 4.1.5 Komposisi Maseral Batubara Seam L1 Hasil analisis komposisi maseral batubara seam L1 dapat dilihat pada Lampiran E. Maseral batubara Seam L1 terdiri dari 3 grup maseral yaitu vitrinit, liptinit dan inertinit. Grup maseral yang paling dominan adalah vitrinit dengan persentase kandungan antara 71,4 91%. Grup maseral vitrinit ini terdiri dari sub-grup maseral yaitu telovitrinit 39,6 66%; detrovitrinit 23,6 39,8%; dan gelovitrinit 0 1%. Grup maseral liptinit dijumpai pada semua sampel batubara L1 dengan variasi nilai secara lateral yang tidak teratur (0 8,6%). Grup maseral liptinit terdiri dari beberapa tipe maseral yaitu sporinite (0 1,6%), cutinite (0 1,6%), resinite (0 3,6%), suberinite (0 3%), alginite (0 0,8%) dan liptodetrinite (0 1,6%). Rendahnya kandungan liptinit mengindikasikan bahwa batubara lebih dominan terbentuk dari tumbuhan kayu daripada tumbuhan perdu. Grup maseral inertinit juga dijumpai pada semua sampel batubara L1 dengan variasi kandungan nilai yang bervariasi secara lateral (3 11,8%). Grup maseral inertinit terdiri Daerah Pinang, Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan Timur 55

dari beberapa tipe maseral yaitu fusinite (0 1,2%), semifusinite (0,6 2,4%), dan seclerotinite (1,6 8,4%). Maseral inertinit merupakan maseral batubara yang mengalami oksidasi, sehingga kandungan maseral inertinit yang relatif rendah pada batubara Seam L1 dapat mengindikasikan bahwa batubara berasal dari lingkungan pengendapan yang cenderung basah dengan tingkat oksidasi yang relatif rendah. Gambar 4.1 Perbandingan Komposisi Maseral Batubara di Daerah Penelitian. Dari data maseral di atas, grup maseral vitrinit pada batubara Seam JR, BE, E2, Ml dan L1 didominasi oleh sub-grup maseral telovitrinit yang secara umum persentasenya lebih besar daripada detrovitrinit dan gelovitrinit (Gambar 4.1). Hal ini merupakan suatu indikasi bahwa batubara di daerah penelitian terutama terbentuk dari jenis tumbuhan kayu Daerah Pinang, Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan Timur 56

yang mengandung serat kayu (woody tissues) seperti batang, dahan, akar dan serat daun. Interpretasi ini dapat didukung oleh perbandingan komposisi maseral yang berasal dari tumbuhan kayu dan tumbuhan perdu pada daerah penelitian yang ditunjukkan pada Gambar 4.2, yang secara umum memperlihatkan tumbuhan kayu selalu lebih dominan daripada tumbuhan perdu. Maseral yang diinterpretasikan berasal dari tumbuhan kayu ditunjukkan oleh kandungan telovitrinite, fusinite dan semifusinite yang tinggi, dengan suberinite dan resinite sebagai maseral penyerta. Sedangkan maseral yang diinterpretasikan berasal dari tumbuhan perdu ditunjukkan oleh kehadiran maseral detrovitrinite, inertodetrinite, liptodetrinite, alginite, sporinite dan cutinite. Gambar 4.2 Perbandingan Komposisi Maseral Batubara yang Berasal dari Tumbuhan Kayu dan Perdu di Daerah Penelitian. Daerah Pinang, Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan Timur 57

4.2 KUALITAS BATUBARA Kualitas batubara ditentukan dengan melakukan analisis sampel batubara di laboratorium (dilakukan oleh PT KPC). Analisis kualitas batubara, dilakukan pada batubara dari Seam JR, Seam BE, Seam E2, Seam ML dan Seam L1. Sampel batubara yang dianalisis diambil di lapangan untuk masing-masing seam diambil sampel dari beberapa lokasi yang mewakili dengan menggunakan metode channel sampling. Salah satu analisis yang dilakukan adalah analisis proksimat. Analisis proksimat ini bertujuan untuk menentukan kadar air (moisture), kadar abu (ash), zat terbang (volatile matter) dan karbon tertambat (fixed carbon). Selain itu dilakukan juga analisis kadar sulfur dan nilai kalorinya. Seam JR Kualitas batubara Seam JR diperlihatkan pada Tabel C.1, data kualitas pada tabel tersebut merupakan nilai rata-rata untuk setiap lokasi, data analisis kualitas batubara lengkap dapat dilihat pada Lampiran C. Kandungan abu (ash) seam JR berdasarkan data tersebut, kadar abu seam JR berkisar antara 6,98 7,42% adb untuk batubara blok utara, sedangkan untuk batubara blok selatan berkisar antara 1,53 2,18% adb. Pola sebaran kadar abu seam JR untuk batubara blok utara lebih tinggi daripada kadar abu batubara blok selatan, diperlihatkan pada peta sebaran kadar abu (Lampiran D). Kandungan sulfur seam JR berkisar antara 2,52 2,61% adb untuk batubara blok utara, sedangkan untuk batubara blok selatan berkisar antara 0,31 0,41% adb. Pola penyebaran kadar sulfur seam JR untuk batubara blok utara lebih tinggi daripada kadar sulfur batubara blok selatan yang diperlihatkan pada peta sebaran kadar sulfur (Lampiran D). Nilai kalori batubara pada Seam JR berkisar antara 6753 6997 kcal/kg (adb) untuk batubara blok utara, sedangkan untuk batubara blok selatan nilai kalori berkisar antara 7159,50 7384,50 kcal/kg (adb). Secara umum kalori batubara blok selatan cenderung Daerah Pinang, Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan Timur 58

lebih tinggi daripada batubara blok utara. Pola penyebaran nilai kalori batubara seam JR diperlihatkan pada peta sebaran kalori seam JR (Lampiran D). Seam BE Kualitas batubara Seam BE diperlihatkan pada Tabel C.2, data kualitas pada tabel tersebut merupakan nilai rata-rata untuk setiap lokasi, data analisis kualitas batubara lengkap dapat dilihat pada Lampiran C. Kandungan abu (ash) seam BE berdasarkan data tersebut, kadar abu seam BE berkisar antara 6,32 6,38% adb untuk batubara blok utara, sedangkan untuk batubara blok selatan berkisar antara 2,54 2,67% adb. Pola sebaran kadar abu seam BE untuk batubara blok utara lebih tinggi daripada kadar abu batubara blok selatan, diperlihatkan pada peta sebaran kadar abu (Lampiran D). Kandungan sulfur seam BE berkisar antara 2,63 2,74% adb untuk batubara blok utara, sedangkan untuk batubara blok selatan berkisar antara 0,81 0,93% adb. Pola penyebaran kadar sulfur seam BE, batubara blok utara lebih tinggi daripada batubara blok selatan yang diperlihatkan pada peta sebaran kadar sulfur (Lampiran D). Nilai kalori batubara pada Seam BE berkisar antara 6855,50 7023,50 kcal/kg (adb) untuk batubara blok utara, sedangkan untuk batubara blok selatan nilai kalori berkisar antara 7381,25 7569,50 kcal/kg (adb). Secara umum kalori batubara blok selatan cenderung lebih tinggi daripada batubara blok utara. Pola penyebaran nilai kalori batubara seam BE diperlihatkan pada peta sebaran kalori (Lampiran D). Seam E2 Kualitas batubara Seam E2 diperlihatkan pada Tabel C.3, data kualitas pada tabel tersebut merupakan nilai rata-rata untuk setiap lokasi, data analisis kualitas batubara lengkap dapat dilihat pada Lampiran C. Data kualitas batubara seam ini hanya ada untuk blok selatan saja. Kandungan abu (ash) seam E2 berkisar antara 2,33 2,66% adb. Kandungan sulfur seam E2 berkisar antara 1,43 1,61% adb. Nilai kalori batubara pada Seam E2 ini berkisar antara 7120,00 7137,50 kcal/kg. Daerah Pinang, Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan Timur 59

Seam ML Kualitas batubara Seam ML diperlihatkan pada Tabel C.4, data kualitas pada tabel tersebut merupakan nilai rata-rata untuk setiap lokasi, data analisis kualitas batubara lengkap dapat dilihat pada Lampiran C. Kandungan abu (ash) seam ML berdasarkan data tersebut, kadar abu seam ML berkisar antara 6,56 7,07% adb untuk batubara blok utara, sedangkan untuk batubara blok selatan berkisar antara 2,52 2,65% adb. Pola sebaran kadar abu seam ML untuk batubara blok utara lebih tinggi daripada kadar abu batubara blok selatan, diperlihatkan pada peta sebaran kadar abu (Lampiran D). Kandungan sulfur seam ML berkisar antara 1,66 2,36% adb untuk batubara blok utara, sedangkan untuk batubara blok selatan berkisar antara 0,67 0,71% adb. Pola penyebaran kadar sulfur seam ML, batubara blok utara lebih tinggi daripada kadar sulfur batubara blok selatan yang diperlihatkan pada peta sebaran kadar sulfur (Lampiran D). Nilai kalori batubara pada Seam ML berkisar antara 7058,00 7189,00 kcal/kg (adb) untuk batubara blok utara, sedangkan untuk batubara blok selatan nilai kalori berkisar antara 7336,00 7372,00 kcal/kg (adb). Secara umum kalori batubara blok selatan cenderung lebih tinggi daripada batubara blok utara. Pola penyebaran nilai kalori batubara seam ML diperlihatkan pada peta sebaran kalori seam ML (Lampiran D). Seam L1 Kualitas batubara Seam L1 diperlihatkan pada Tabel C.5, data kualitas pada tabel tersebut merupakan nilai rata-rata untuk setiap lokasi, data analisis kualitas batubara lengkap dapat dilihat pada Lampiran C. Kandungan abu (ash) seam L1 berdasarkan data tersebut, kadar abu seam L1 adalah 6,40% adb untuk batubara blok utara, sedangkan untuk batubara blok selatan berkisar antara 1,46 2,30% adb. Pola sebaran kadar abu seam L1 untuk batubara blok utara lebih tinggi daripada kadar abu batubara blok selatan, diperlihatkan pada peta sebaran kadar abu (Lampiran D). Daerah Pinang, Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan Timur 60

Kandungan sulfur seam L1 adalah 1,88% adb untuk batubara blok utara, sedangkan untuk batubara blok selatan berkisar antara 0,32 0,76% adb. Pola penyebaran kadar sulfur seam L1, batubara blok utara lebih tinggi daripada kadar sulfur batubara blok selatan yang diperlihatkan pada peta sebaran kadar sulfur (Lampiran D). Nilai kalori batubara pada Seam L1 adalah 7183,00 kcal/kg (adb) untuk batubara blok utara, sedangkan untuk batubara blok selatan nilai kalori berkisar antara 7507,00 7657,50 kcal/kg (adb). Secara umum kalori batubara blok selatan cenderung lebih tinggi daripada batubara blok utara. Pola penyebaran nilai kalori batubara seam L1 diperlihatkan pada peta sebaran kalori seam L1 (Lampiran D). 4.3 PERINGKAT BATUBARA DI DAERAH PENELITIAN Pengelompokkan jenis batubara yang paling umum digunakan adalah klasifikasi batubara menurut ASTM, dalam klasifikasi ini parameter yang digunakan antara lain: - Jumlah karbon tertambat (fixed carbon) dan zat terbang (volatile matter) untuk batubara dengan rank tinggi (FC 69%). - Nilai kalori (calorific value) untuk batubara dengan rank rendah (FC 69%). - Parameter tambahan berupa sifat coking (karakter penggumpalan). Untuk klasifikasi ASTM, digunakan basis data batubara yaitu dmmf (dry mineral matter free), sedangkan data analisis dari laboratorium yang tersedia adalah data dengan basis adb (air dried basis) sehingga perlu diubah terlebih dahulu dari basis data adb ke basis data dmmf. Rumus untuk mengubah basis data adb ke basis data dmmf, dikenal dengan Parr Formulas, seperti dibawah ini: FC (dmmf) = VM (dmmf) = 100 FC(dmmf) CV (dmmf) = FC M A S Btu = % karbon padat (adb) = % kadar air total (adb) = % kadar abu (adb) = % kadar sulfur (adb) = British thermal unit per pound (Btu/lb) = 1,8185*CV (adb) Daerah Pinang, Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan Timur 61

Berdasarkan klasifikasi batubara menurut ASTM (Tabel 4.1), secara umum batubara di daerah penelitian termasuk kedalam rank High Volatile B Bituminous Coal, sedangkan untuk Seam BE dan L1 ada beberapa sampel yang menunjukkan rank High Volatile A Bituminous Coal. Seam JR memiliki kisaran nilai kalori antara 13.127,975 13.690,385 Btu/lb, Seam BE memiliki nilai kalori antara 13.309,364 14.055,809 Btu/lb, Seam E2 memiliki nilai kalori 13.184,007 13.258,893 Btu/lb, Seam ML memiliki nilai kalori antara 13.592,306 13.995,407 Btu/lb dan Seam L1 memiliki nilai kalori antara 13.785,684 14.013,122 Btu/lb. Tabel 4.1 Klasifikasi Batubara di Daerah Penelitian Berdasarkan ASTM. Total Volatile Fixed Total Fixed Volatile Calorific Calorific Ash Moisture Matter Carbon Sulfur Carbon Matter Value Value Seam Lokasi (TM) (A) (VM) (FC) (TS) (FC) (VM) (CV) (CV) Rank Coal % % % % % % % kcal/kg Btu (adb) (adb) (adb) (adb) (adb) (dmmf) (dmmf) (adb) (dmmf) Seam JR JR-1 8.40 2.18 40.60 50.67 0.43 56.854 43.146 7283.50 13436.938 High Volatile B Bituminous Coal Seam JR JR-2 8.68 2.10 41.10 50.52 0.38 56.800 43.200 7370.50 13584.385 High Volatile B Bituminous Coal Seam JR JR-3 6.68 7.42 37.28 48.76 2.61 58.935 41.065 6753.00 13279.713 High Volatile B Bituminous Coal Seam JR JR-4 9.07 1.53 41.85 50.27 0.31 56.363 43.637 7184.50 13156.429 High Volatile B Bituminous Coal Seam JR JR-5 4.47 6.98 37.85 48.65 2.52 58.085 41.915 6997.00 13690.385 High Volatile B Bituminous Coal Seam JR JR-6 9.10 1.63 40.97 50.93 0.44 57.216 42.784 7159.50 13127.975 High Volatile B Bituminous Coal Seam BE BE-1 8.33 6.38 36.13 50.93 2.74 60.667 39.333 7023.50 13651.687 High Volatile B Bituminous Coal Seam BE BE-2 6.93 2.67 41.70 49.60 0.93 55.365 44.635 7569.50 14055.809 High Volatile A Bituminous Coal Seam BE BE-3 7.82 2.58 40.27 50.68 0.89 56.855 43.145 7509.50 13928.897 High Volatile B Bituminous Coal Seam BE BE-4 7.84 2.54 40.44 50.72 0.81 56.871 43.129 7381.50 13682.494 High Volatile B Bituminous Coal Seam BE BE-5 3.32 6.32 40.64 46.52 2.63 55.301 44.699 6855.50 13309.364 High Volatile B Bituminous Coal Daerah Pinang, Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan Timur 62

Seam E2 E2-1 8.90 2.66 42.40 49.10 1.43 55.907 44.093 7120.50 13229.507 High Volatile B Bituminous Coal Seam E2 E2-2 8.63 2.33 42.25 49.72 1.61 56.246 43.754 7120.00 13184.007 High Volatile B Bituminous Coal Seam E2 E2-3 7.28 2.62 41.32 50.78 1.58 56.776 43.224 7137.50 13258.893 High Volatile B Bituminous Coal Seam ML ML-1 7.84 2.52 40.86 50.36 0.71 56.434 43.566 7336.00 13592.306 High Volatile B Bituminous Coal Seam ML ML-2 5.33 6.62 36.02 50.77 1.81 60.459 39.541 7058.00 13732.419 High Volatile B Bituminous Coal Seam ML ML-3 7.72 2.65 40.78 50.45 0.67 56.541 43.459 7372.00 13677.967 High Volatile B Bituminous Coal Seam ML ML-4 5.75 7.07 35.50 50.75 1.66 60.697 39.303 7068.50 13821.877 High Volatile B Bituminous Coal Seam ML ML-5 7.14 6.56 36.16 50.90 2.36 60.119 39.881 7189.00 13995.407 High Volatile B Bituminous Coal Seam L1 L1-1 6.34 6.40 36.48 50.78 1.88 60.322 39.678 7183.00 13943.338 High Volatile B Bituminous Coal Seam L1 L1-2 5.64 1.46 43.12 49.10 0.32 54.619 45.381 7657.50 14013.122 High Volatile A Bituminous Coal Seam L1 L1-3 8.98 1.58 45.17 46.82 0.42 52.487 47.513 7522.00 13785.684 High Volatile B Bituminous Coal Seam L1 L1-4 8.86 2.30 41.36 50.04 0.76 56.581 43.419 7507.00 13877.320 High Volatile B Bituminous Coal Daerah Pinang, Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan Timur 63