BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha budidaya ikan pada dewasa ini nampak semakin giat dilaksanakan baik secara intensif maupun ekstensif. Usaha budidaya tersebut dilakukan di perairan tawar, payau, dan laut. Selain pengembangan skala usaha, ikan yang dibudidayakan semakin beragam jenisnya. Pada kegiatan budidaya ikan terutama pada kegiatan pembenihan ikan dimulai dari proses pemijahan ikan yang akan dihasilkan telur, larva dan benih ikan. Fase larva sangat menentukan keberhasilan suatu usaha pembenihan. Pada fase ini, larva ikan mulai mengkonsumsi pakan yang diberikan pada media pemeliharaan karena kantong kuning telur yang terdapat pada tubuh larva ikan air tawar ini hanya dapat memasok energi bagi larva sekitar 2-3 hari. Selanjutnya agar dapat bertahan hidup pada media pemeliharaan, larva ikan ini harus sudah mulai belajar makan makanan yang berasal dari luar tubuhnya. Salah satu faktor pendukung dalam keberhasilan pada tahap pembenihan adalah ketersediaan pakan alami. Pakan alami memiliki keunggulan seperti mudah didapatkan dan tersedia dalam jumlah yang banyak sehingga dapat menunjang kelangsungan hidup larva selama budidaya ikan, mempunyai nilai nutrisi yang tinggi, mudah dibudidayakan, memiliki ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut larva, memiliki pergerakan yang mampu memberikan rangsangan bagi ikan untuk mangsanya serta memiliki kemampuan berkembang biak dengan cepat dalam waktu yang relatif singkat dengan biaya pembudidayaan yang relatif murah. Penyediaan pakan alami berupa plankton nabati seperti fitoplankton yang tidak cukup tersedia, seringkali menyebabkan kegagalan budidaya, khususnya dalam mempertahankan kelangsungan hidup larva ketika pada fase pemeliharan. Dalam upaya untuk memperoleh persyaratan dan memenuhi pakan alami yang baik salah satunya adalah dengan melakukan kultur fitoplankton. Fitoplankton merupakan tumbuhan air yang berukuran mikroskopik, memiliki berbagai potensi yang dapat dikembangkan sebagai sumber pakan, 1
2 pangan, dan bahan kimia lainnya. Budidaya fitoplankton sangat menarik karena tingkat perkembangbiakannya yang tinggi, mampu menyesuaikan pada kondisi lingkungan yang bervariasi (Brown 1997). Kegunaan Chlorella secara tidak langsung mulai berkembang, baik sebagai pakan alami, biodiesel dan carbon sink (Mulyanto 2010). Chlorella merupakan makanan hidup bagi jenis-jenis tertentu golongan ikan sehingga seringkali sangat diperlukan dalam budidaya. Chlorella merupakan salah satu jenis fitoplankton yang banyak digunakan untuk berbagai keperluan, salah satunya digunakan sebagai makanan copepoda (Zainuri et al. 2008) dan digunakan sebagai pakan untuk budidaya larva ikan dikarenakan mengandung 51-58% protein, 12-26% karbohidrat, 2-22% lemak (Becker 1994), dimana kandungan dari Chlorella sp. ini mampu memenuhi dan mencukupi kebutuhan protein, karbohidrat dan lemak bagi larva ikan. Selama tahun 1999-2006, produksi sayuran bayam Indonesia mengalami peningkatan, meskipun terjadi penurunan produksi pada tahun 1999-2001. Peningkatan produksi terbesar pada tahun 2002-2003 sebesar 54 persen (Badan Pusat Statistik 2006). Sayur bayam ini pun apabila dibandingkan dengan sayuran lain sebagai substitusi alternatif dalam pemenuhan nutrisi Chlorella sangatlah cocok, dikarenakan sayuran bayam mengandung unsur hara makro. Selain mengandung unsur hara makro, sayuran bayam pun mengandung unsur hara mikro sebagai penunjang perkembangbiakan Chlorella. Penambahan nutrisi pertumbuhan ke dalam media kultur fitoplankton dinilai merupakan aspek yang paling berpengaruh terhadap kuantitas biomassa hasil kultur fitoplankton. Penggunaan pupuk anorganik, seperti pupuk ZA, TSP dan urea lebih sering digunakan dalam kultur Chlorella, yang mana harga pupuk anorganik ini lebih murah dibanding dengan pupuk pro analisis laboratorium (Gonzalez dan Maestrini 1984). Namun dalam mencukupi kebutuhan unsur makro dan unsur mikro pada Chlorella, pupuk anorganik ini belum cukup menunjang perkembangbiakan Chlorella pada fase awal kultur Chlorella, sehingga muncul suatu pemikiran untuk mengembangkan pupuk yang berasal dari bahan baku yang mudah didapat dan mengandung unsur makro dan unsur mikro yang cukup dalam menunjang perkembangbiakan dari kultur Chlorella.
3 Mengingat komersialisasi pemanfaatan fitoplankton selalu berkaitan dengan tingkat efisiensi, efektivitas dan nilai ekonomi proses produksinya, maka penelitian yang berkaitan dengan penggunaan nutrisi dari ekstrak etanol bayam yang mengandung unsur hara makro seperti N, K, Mg dan P serta mengandung unsur hara mikro seperti Fe, Zn, Cu dan Mn terhadap tingkat perkembangbiakan Chlorella sp. perlu dilakukan sebagai alternatif pengganti penggunaan pupuk anorganik dalam kultur Chlorella. 1.2 Identifikasi Masalah Dengan demikian permasalahan yang dapat diangkat dalam penelitian ini yakni, bagaimana pengaruh dari penggunaan ekstrak etanol bayam dengan konsentrasi yang berbeda terhadap perkembangbiakan Chlorella sp.? 1.3 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh konsentrasi ekstrak etanol bayam yang optimum dalam perkembangbiakan Chlorella sp. 1.4 Kegunaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai konsentrasi ekstrak etanol bayam yang dapat memberikan perkembangbiakan optimal untuk perkembangbiakan Chlorella sp. 1.5 Kerangka Pemikiran Sejalan dengan pesatnya usaha perikanan, dirasakan sangat besar peranan pakan bagi usaha budidaya ikan, khususnya pada usaha pembenihan ikan. Hal ini dapat dipahami karena jika di awal hidupnya tidak menemukan pakan yang ukurannya sesuai dengan bukaan mulutnya, maka larva ikan tersebut diperkirakan tidak dapat meneruskan hidupnya. Ketersediaan pakan yang berkualitas baik dengan ukuran yang disesuaikan dengan bukaan mulut larva ikan sangat diperlukan agar angka mortalitas larva dapat ditekan serendah mungkin.
4 Pakan merupakan salah satu faktor pembatas bagi organisme yang dibudidayakan. Ketika dalam kondisi normal di alam, keanekaragaman pakan hidup (fitoplankton dan zooplankton) tersedia dalam jumlah yang cukup dan dapat dimanfaatkan dengan efisien. Ketersedian pakan alami akan berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan. Jumlah pakan yang dibutuhkan oleh larva ikan setiap harinya berhubungan erat dengan ukuran berat dan umur dari larva ikan tersebut (Djarijah 1995). Ketika ukuran larva, ikan membutuhkan banyak pasokan pakan dan harus disesuaikan dengan ukuran bukaan mulut ikan. Pakan yang cocok untuk larva ikan tersebut adalah pakan alami. Ketersediaan pakan alami di suatu hatchery harus dalam jumlah yang memadai, tepat waktu dan berkesinambungan. Plankton merupakan pakan alami yang baik bagi larva ikan ataupun udang pada fase awal pengenalan makanan. Salah satu jenis pakan alami yang sering dibudidayakan yaitu Chlorella sp. Masalah klasik yang sering dihadapi oleh pembudidaya ikan atau udang adalah tingginya tingkat kematian larva. Larva udang atau ikan harus mendapatkan makanan dari luar, karena sekitar 2-3 hari kuning telur yang berfungsi sebagai cadangan makanan bagi larva tersebut akan habis, sehingga suplai pakan dari luar adalah faktor penting dalam usaha pemeliharaan larva udang atau larva ikan selanjutnya (Cahyo 2011). Chlorella memiliki potensi sebagai pakan alami, pakan ternak, suplemen, penghasil komponen bioaktif bahan farmasi dan kedokteran. Hal tersebut disebabkan Chlorella mengandung berbagai nutrien seperti protein, karbohidrat, asam lemak tak jenuh, vitamin, klorofil, enzim dan serat yang tinggi. Selain itu, Chlorella merupakan fitoplankton kosmopolit yang sebagian besar hidup di lingkungan akuatik baik perairan tawar, payau maupun laut, juga ditemukan di tanah dan di tempat lembab. Menurut Sachlan (1982), sel Chlorella memiliki tingkat produksi yang tinggi, setiap sel Chlorella mampu berkembang menjadi 10.000 sel dalam selang waktu 24 jam. Dengan adanya pernyataan dari Sachlan, kegiatan kultur Chlorella akan mendapatkan tingkat pemanenan yang cepat dalam produksinya sebagai
5 pakan alami bagi larva udang dan rotifera, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai kultur Chlorella dalam mengoptimalkan perkembangbiakannya. Keberhasilan teknik kultur bergantung pada kesesuaian antara jenis fitoplankton yang dibudidayakan dan beberapa faktor lingkungan, salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah faktor ketersediaan unsur hara makro (macronutrients) dan unsur hara mikro ( micronutrients) agar metabolisme sel fitoplankton tidak terganggu dalam proses fotosintesis, yang mana proses fotosintesis ini akan sangat mempengaruhi perkembangbiakan dari Chlorella sp. Contoh unsur hara makro untuk perkembangbiakan Chlorella sp. adalah senyawa organik seperti N, K, Mg, S dan P. Unsur hara mikro adalah Fe, Cu, Zn, Mn, B, dan Mo (Oh hama dan Miyachi 1988). Berdasarkan penelitian Mackentum (1969), untuk perkembangbiakan optimal fitoplankton memerlukan kandungan nitrat pada kisaran 0,9-3,5 mg/l. Bila kandungan nitrat kurang dari 0,144 mg/l, maka nitrat akan menjadi faktor pembatas. Lebih lanjut dijelaskan Bruno et al. (1979) dalam Sumardianto (1995), bahwa kandungan ortofosfat yang optimal bagi perkembangbiakan fitoplankton adalah 0,27-5,51 mg/l, jika kandungannya kurang dari 0,02 mg/l maka akan menjadi faktor pembatas. Dalam 100 g bayam menurut USDA Nutrient database 2003, mengandung unsur hara makro seperti unsur N (unsur nitrat) dengan kadar 426 mg, unsur ini memiliki fungsi dalam kegiatan proses fotosintesis Chlorella, unsur Mg (unsur magnesium) dengan kadar 248 mg, unsur ini memiliki fungsi dalam pengikatan enzim pada substrat dan unsur pokok klorofil, unsur P (unsur fosfor) dengan kadar 557 mg, unsur ini memiliki fungsi sebagai unsur pokok asam nukleat, fosfolipid, koenzim dan unsur K (unsur kalium) dengan kadar 385 mg, unsur ini memiliki peran dalam proses fotosintesis, pengangkutan hasil asimilasi, enzim dan mineral termasuk air, sedangkan unsur hara mikro seperti unsur Fe (unsur besi) dengan kadar 7600 mg, unsur ini memiliki fungsi sebagai unsur pokok sitokrom dari protein heme dan non heme, unsur Cu (unsur tembaga) dengan kadar 0,13 mg, unsur ini memiliki peran dalam metabolisme protein dan karbohidrat serta berperan terhadap fiksasi N, unsur Zn (unsur seng) dengan kadar 2,9 mg, unsur ini
6 memiliki fungsi sebagai unsur pokok anorganik enzim-enzim dan unsur Mn (unsur mangan) dengan kadar 3,4 mg, unsur ini memiliki fungsi sebagai kofaktor anorganik untuk beberapa enzim, kadang-kadang fungsi unsur Mn ini dapat menggantikan unsur Mg (unsur magnesium). Merujuk penelitian Mackentum (1969) dan Bruno et al. (1979) dalam Sumardianto (1995), mengenai kandungan unsur hara makro seperti nitrat dan ortofosfat yang optimum dalam perkembangbiakan fitoplankton, yang mana kandungan nitrat pada kisaran 0,9-3,5 mg/l dan kandungan ortofosfat pada kisaran 0,27-5,51 mg/l, dengan demikian dapat ditarik estimasi perhitungan konsentrasi dari kandungan makro (Lampiran 1) terutama kandungan nitrat dan fosfor pada 100 gram bayam, dimana kandungan nitrat sebesar 426 mg, dan kandungan fosfor sebesar 557 mg. Fosfor dalam sayur bayam ini apabila bereaksi dengan media air akan berubah menjadi ortofosfat, yang mana unsur ortofosfat ini akan digunakan oleh organisme fitoplankton dalam perkembangbiakannya. Maka dapat ditarik hipotesis, konsentrasi optimal media ekstrak etanol bayam untuk perkembangbiakan kultur Chlorella sp. paling efektif dengan pemberian ekstrak etanol dengan konsentrasi sebesar 8 mg/l. Kandungan unsur hara makro dan unsur hara mikro yang cukup tinggi pada ekstrak etanol bayam diharapkan dapat memenuhi kebutuhan nutrien untuk dijadikan sebagai media perkembangbiakan dalam kultur Chlorella sp. Dengan demikian diperlukan penelitian mengenai penggunaan ekstrak etanol bayam dalam proses pengembangan media bagi perkembangbiakan Chlorella sp. 1.6 Hipotesis Konsentrasi optimal ekstrak etanol bayam untuk perkembangbiakan kultur Chlorella sp. paling efektif dengan pemberian ekstrak etanol bayam dengan konsentrasi sebesar 8 mg/l.