PROSES PERKAWINAN ANTAR PENGANUT AGAMA YANG BERBEDA (ISLAM DAN KRISTEN) (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta)

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBATALAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM FAKTOR PENYEBAB SERTA AKIBAT HUKUMNYA

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

BAB I PENDAHULUAN. makhluk yang tidak bisa tidak harus selalu hidup bersama-sama. bagaimanapun juga manusia tidak dapat hidup sendirian, serta saling

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora)

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :

PERKAWINAN USIA MUDA DAN PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT PERCERAIAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN AGAMA SUKOHARJO

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu

PELAKSANAAN PERKAWINAN BAGI ORANG YANG BERBEDA AGAMA

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

Oleh : TIM DOSEN SPAI

TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN. Dahlan Hasyim *

BAB I PENDAHULUAN. istri, tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. agar hubungan laki-laki dan perempuan mampu menyuburkan ketentraman,

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

PUTUSAN FASAKH ATAS CERAI GUGAT KARENA SUAMI MURTAD (Studi Kasus di Pengadilan Agama Klaten)

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN, PERJANJIAN PERKAWINAN DAN PEGAWAI PENCATAT PERKAWINAN

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kodrat manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

BAB I PENDAHULUAN. itu, harus lah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai azas pertama

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan keberadaan anak sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.

SKRIPSI PELAKSANAAN PERKAWINAN MELALUI WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN LUBUK KILANGAN KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga.

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan 1. Hal

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan

BAB I PENDAHULUAN. hidup rumah tangga setelah masing-masing pasangan siap untuk melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

IMPLEMENTASI PENGENAAN TARIF AKAD NIKAH NASKAH PUBLIKASI. derajat S-I Program Studi Pendidikan. Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB I PENDAHULUAN. wanita telah sepakat untuk melangsungkan perkawinan, itu berarti mereka

BAB I PENDAHULUAN. di atas selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI. Oleh: Mulyadi, SH., MH. ( )

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, perkawinan tidak hanya mengandung unsur hubungan manusia. harus memenuhi syarat maupun rukun perkawinan, bahwa perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya alam yang dimiliki, tetapi juga kaya akan kebudayaan. Dengan latar

BAB I PENDAHULUAN. dalam ajarannya, bahwa manusia adalah zoon politicon artinya bahwa manusia

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia perkawinan merupakan salah satu hal. yang penting terutama dalam pergaulan hidup masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Sedangkan menurut

BAB I PENDAHULUAN. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila mereka melangsungkan perkawinan maka timbullah hak dan

PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki hak dan kewajiban didalam

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat maka diberikan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

SKRIPSI KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN DAN PENCABUTAN TESTAMENT (SURAT WASIAT)

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WARISAN MENURUT HUKUM ADAT UNTUK SUAMI ATAU ISTRI YANG HIDUP TERLAMA

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

BAB IV ANALISIS TERHADAP PEMIKIRAN AN-NA I>>>>>M DALAM HUKUM PERKAWINAN ISLAM. Perubahan dan reformasi hukum dibidang perkawinan menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu

FAKULTAS SYARI'AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) ZAWIYAH COT KALA LANGSA 2015 M/1436 H

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

Transkripsi:

0 PROSES PERKAWINAN ANTAR PENGANUT AGAMA YANG BERBEDA (ISLAM DAN KRISTEN) (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Oleh : Nama : DAVID THOMAS SR. NIM : C 1000100159 NIRM : 01. 6. 106. 01000. 5. 0159 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk Tuhan yang mempunyai derajat yang paling tinggi dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dalam kehidupannya, manusia memiliki kebutuhan biologis yang merupakan tuntutan naluriah. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diadakan perkawinan sebagai jalan keluarnya. Menurut Arso Sosrodatmojo, SH menyatakan bahwa, Perkawinan itu disyariatkan supaya manusia mempunyai keturunan dan keluarga yang sah menuju keluarga bahagia di dunia dan di akhirat, di bawah naungan cinta kasih dan ridho Illahi. 1 Menurut Undang-Undang Perkawinan yaitu UU No. 1 Tahun 1974 dalam Pasal 1 menyebutkan bahwa Perkawinan sebagai ikatan lahir dan batin antara seorang wanita dan pria sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 2 Oleh karena perkawinan itu merupakan ikatan lahir dan batin dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Dengan demikian, bagi bangsa Indonesia, suatu perkawinan dinilai bukan hanya untuk memuaskan nafsu biologis semata, akan tetapi merupakan suatu yang sakral dan suci. 1 Arso Sosrodatmojo, 1989, Hukum Perkawinan di Indonesia, Jakarta: Penerbit Bulan Bintang, hal, 33. 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan tambahan Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-Undang Perkawinan, Cet. XXXI, Jakarta: PT. Pradnya Paramita. 1

2 Perkawinan berakibat terjadinya lembaga keluarga ekonomi terkecil dalam hal distribusi kekayaan dan waris, di samping merupakan lembaga pendidikan yang dasar, tempat pembentukan watak, kepribadian, keimanan dan ketrampilan tertentu, sekaligus tempat meletakkan dasar pertama bagi kesadaran bertanggung-jawab. Dengan perkawinan akan didapat keturunan yang sehat jasmani rohani, dan mampu menjadi generasi penerus yang tangguh. Organisasi keluarga yang dibentuk dengan melalui perkawinan adalah merupakan inti dari organisasi bernegara. Kehidupan keluarga yang bahagia, tentram, dan damai akan dapat menciptakan ketenangan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Untuk mendapatkan perkawinan yang sah, sebelum para pihak melangsungkan perkawinan diharuskan untuk memenuhi persyaratanpersyaratan tertentu sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Tidak dipenuhinya syarat-syarat tersebut akan menyebabkan perkawinan tidak sah. 3 Adapun syarat-syarat perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan adalah sebagai berikut: 4 1. Harus ada persetujuan kedua calon mempelai. 2. Mendapat ijin dari kedua orang tua, bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun. 3. Calon mempelai laki-laki sudah mencapai umur 19 tahun, dan calon mempelai perempuan sudah mencapai umur 16 tahun. 4. Antara kedua calon suami isteri tidak ada larangan perkawinan. 5. Masing-masing pihak tidak terikat tali perkawinan, kecuali bagi calon suami apabila mendapat ijin dari pengadilan. 3 Soemiyati, 1987, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, Yogyakarta: Liberty, hal. 24. 4 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan tambahan Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-Undang Perkawinan, Cet. XXXI, Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

3 6. Antara ke dua calon mempelai tidak pernah terjadi 2 (dua) kali perceraian, kecuali jika hukum agamanya menentukan lain. 7. Telah lepas dari masa iddah atau jangka waktu tunggu, karena putusnya perkawinan Apabila kita melihat masalah hukum perkawinan di Indonesia, maka bukan berarti Undang-Undang Perkawinan sebagai hukum formil merupakan satu-satunya peraturan yang perlu diindahkan oleh pasangan yang akan hidup sebagai suami isteri. Bersama dengan perkembangan dan kemajuan jaman yang semakin pesat, dimana telah terjadi perubahan pola kehidupan masyarakat dari yang sifatnya tradisional menjadi masyarakat yang lebih modern dan seiring dengan perkembangan tersebut dapat kita lihat banyak anggota masyarakat cenderung mulai mengabaikan nilai-nilai moral dan norma-norma yang selama ini dipegang teguh oleh masyarakat sebelumnya, sehingga banyak terlihat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh anggota masyarakat khususnya perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kesopanan, kepatutan, dan kesusilaan. 5 Dewasa ini perkawinan antar penganut agama yang berbeda (Islam dan Kristen) sering terjadi dan telah menjadi suatu fenomena dalam kehidupan bermasyarakat. Masalah ini bukanlah suatu permasalahan yang mudah dipecahkan dalam segi hukum yang berlaku, walaupun telah ada Undang- Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 yang mengatur tentang perkawinan campuran. Akan tetapi, di dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tidak 5 Ali Afandi, 1986, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, Jakarta: PT. Bina Aksara, hal. 10.

3 3 ( 4 4 ( 4 menjelaskan secara terperinci tentang perkawinan beda agama tersebut diperbolehkan atau dilarang. Perkawinan antar penganut agama yang berbeda (Islam dan Kristen) sekarang ini sering terjadi dan tidak mungkin dapat dihindari, mengingat penduduk Indonesia terdiri dari berbagai agama. Perkawinan didasarkan atas rasa cinta dan kasih sayang antara seorang laki-laki dan perempuan, apabila perkawinan antara laki-laki yang beragama Kristen dan perempuan yang beragama Islam, tentunya diatur sesuai dengan peraturan yang ada. Di dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dinyatakan, Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. 3 öνä3 Gt6yfôãr& öθs9uρ 7πx.Î ô³ Β ÏiΒ ö yz îπoψïβ σ Β πtβv{uρ öνä3t6yfôãr& öθs9uρ 78Î ô³ Β ÏiΒ ö yz í ÏΒ σ Β Ó ö7yès9uρ ϵÏG tƒ#u ß Îi t7ãƒuρ ϵÏΡøŒÎ*Î/ Íοt Ï øóyϑø9$#uρ Ïπ Ψyfø9$# n<î) (#þθãô tƒ ª!$#uρ ÏΒ σム4 Lym ÏM x.î ô³ßϑø9$# (#θßså3ζs? Ÿωuρ (#θãζïβ σム4 Lym t Ï.Î ô³ßϑø9$# (#θßså3ζè? Ÿωuρ Í $ Ζ9$# n<î) tβθãô tƒ y7í s9'ρé& tβρã.x tgtƒ öνßγ =yès9 Ä $ Ψ=Ï9 Bunyi ayat di atas, dapat diartikan: Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang 3 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan tambahan Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-Undang Perkawinan, Cet. XXXI, Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

5 mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-nya (perintah-perintah-nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. Dengan perumusan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 1 tahun 1974 yang menjelaskan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dan Q.S Al-Baqarah ayat: 221 yang menjelaskan bahwa jangan kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman, maka dapat disimpulkan bahwa wanita Islam dilarang kawin dengan pria Kristen. Sedangkan menurut dasar hukum peraturan tentang perkawinan berbeda agama, untuk dapat melakukan perkawinan tersebut, dalam prakteknya di kota-kota besar, misalnya Jakarta, calon pihak perempuan melakukan pernyataan dihadapan Notaris atau dua orang saksi bahwa yang bersangkutan menyatakan menundukkan diri pada hukum yang dianut oleh calon suami, atau kedua belah pihak menyatakan tetap menganut agamanya masing-masing dan yang bersangkutan memintakan permohonan kepada Pengadilan Negeri untuk dapat melakukan pernikahan dan kemudian dapat mencatatkan perkawinan dihadapan pegawai catatan sipil. 4 4 Dalam buku Soetojo Prawirohamidjojo, Pluralisme Hukum perkawina Idonesia, Jakarta. Hal. 6

6 Dengan demikian, apabila ada dua orang yang berbeda agama (Islam dan Kristen) akan mengadakan perkawinan dapat melakukan dengan dua cara, yaitu calon isteri menyatakan menundukan diri pada agama yang dianut oleh calon suami atau masing-masing pihak tetap mempertahankan agama yang dianutnya, dengan memintakan permohonan di Pengadilan Negeri untuk dapat melakukan perkawinan beda agama dan dapat mencatatkan perkawinan di Kantor Catatan Sipil. Di samping itu, mereka dapat bermusyawarah untuk memilih hukum mana yang akan dipakai, kalau tidak ada kesepakatan, maka hukum suami yang akan dipakai. 5 Dalam ketentuan Pasal 2 PP No. 9 Tahun 1975 ditetapkan, pencatatan perkawinan dari mereka yang bergama Islam dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah, Talak, dan Rujuk, sedangkan pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya itu selain Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat pada kantor Catatan Sipil. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa pernikahan berbeda agama antara Islam dan Kristen dapat dilakukan dengan cara mengajukan permohonan ijin ke Pengadilan Negeri untuk melangsungkan perkawinan dan kemudian dapat dicatatkan di Catatan Sipil atau dihadapan pencatat perkawinan, dengan syarat perkawinan yang akan dilakukan tersebut harus berdasarkan kesepakatan antara calon suami dan calon isteri. Dengan berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan perkawinan bagi calon suami dan isteri yang 5 O.S, Eoh, 2001, Perkawinan Antar Agama DalamTeori dan Praktek, Jakarta: Raja Grafindo Persada,, hal. 18-19.

7 berbeda agama terutama Isalm dan Kristen, berdasarkan bukti-bukti yang dikemukakan dalam sidang di Pengadilan Negeri, karena perkawinan beda agama harus mendapatkan penetapan dari Pengadilan Negeri untuk dapat dilangsungkannya perkawinan tersebut. Dari permasalahan tersebut, penulis cenderung untuk melakukan penelitian dengan judul PROSES PERKAWINAN ANTAR PENGANUT AGAMA YANG BERBEDA (ISLAM DAN KRISTEN) (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta). B. Pembatasan Masalah Supaya penelitian dapat dilakukan lebih terarah dan tidak menyimpang dari pokok permasalahan sesungguhnya, dan mempermudah penelitian, maka penulis mengadakan pembatasan masalah mengenai proses perkawinan antar penganut agama yang berbeda (Islam dan Kristen) antara laki-laki kristiani dan wanita muslim yang dimana pihak wanita menundukan diri pada agama suami. C. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pertimbangan hakim dalam menentukan pembuktian untuk mendapatkan ijin perkawinan antara laki-laki beragama Kristen dan wanita beragama Islam?

8 2. Bagaimana pertimbangan hakim dalam memberikan penetapan atau ijin perkawinan antara laki-laki beragama Kristen dan wanita beragama Islam? 3. Proses Pelaksanaan Perkawinan Beda Agama Setelah Adanya Penetapan dari Pengadilan Negeri D. Tujuan Penelitian Untuk penelitian ini hal-hal yang menjadi tujuan penulis adalah: 1. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menentukan pembuktian untuk mendapatkan ijin perkawinan antara laki-laki beragama Kristen dan wanita beragama Islam. 2. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam memberikan penetapan atau ijin perkawinan antara laki-laki beragama Kristen dan wanita beragama Islam. 3. Untuk mengetahui Pelaksanaan Perkawinan Beda Agama Setelah Adanya Penetapan dari Pengadilan Negeri. E. Manfaat Penelitian Tinggi rendahnya nilai dari suatu penelitian selalu ditentukan oleh metode penelitiannya, dan ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian tersebut. 1. Untuk diri sendiri yaitu untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama kuliah dan membandingkan dengan praktek-praktek di lapangan.

9 2. Untuk memberikan masukan penelitian di bidang ilmu hukum, khususnya hukum perdata. 3. Untuk memberikan masukan bagi pihak yang berkepentingan terutama masyarakat yang belum mengetahui tentang prosedur pelaksanaan perkawinan antar laki-laki yang beragama Kristen dan perempuan beragama Islam. F. Metode Penelitian Penelitian adalah sebagai usaha untuk mengemukakan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yang dilakukan secara metodologis dan sistematis. Metodologis berarti dengan menggunakan metode-metode yang bersifat ilmiah, sedangkan sistematis berarti sesuai dengan pedoman atau aturan penelitian yang berlaku untuk suatu karya ilmiah. Adapun ilmu yang memperbincangkan metode-metode ilmiah dalam menggali kebenaran pengetahuan disebut metodologi penelitian. 6 Metode penelitian berfungsi sebagai alat atau cara untuk pedoman melakukan penelitian, sedangkan penelitian adalah suatu cara yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk memecahkan suatu masalah dalam penelitian yang berjudul Proses perkawinan antar penganut agama yang berbeda (Islam dan Kristen) (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta). 6 Sutrisno Hadi, Metodologi Reserarch I, Cetakan XVII, Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM.

10 1. Jenis Penelitian Menurut Soerjono Soekanto, penelitian dibagi menjadi 3 (tiga) jenis penelitian, yaitu: 7 a. Penelitian Eksploratis Penelitian ini dilakukan apabila pengetahuan tentang sesuatu gejala masih kurang sekali atau tidak sama sekali. b. Penelitian Eksplanatoris Penelitian ini dilakukan apabila pengetahuan tentang sesuatu masalah cukup dan komplit, untuk menguji hipotesa-hipotesa tersebut. c. Penelitian Deskriptif Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang keadaan dan gejala-gejala lainnya. Berdasarkan penggolongan jenis penelitian tersebut di atas, maka dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan jenis penelitian yang bersifat deskriptif, dengan maksud memberi gambaran, memaparkan dan melukiskan mengenai proses perkawinan antar penganut agama yang berbeda (Islam dan Kristen) studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta. 2. Metode Pendekatan Adapun metode pendekatan yang digunakan oleh penulis adalah metode pendekatan yuridis sosiologis yaitu berusaha untuk menjelaskan permasalahan yang diteliti dalam praktek di lapangan dengan 7 Soerjono Soekanto, 1984, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, hal. 3

11 membandingkan dan meninjau menurut peraturan yang berlaku dan menjelaskan realitas empirik di masyarakat. 8 3. Sumber Data a. Penelitian Kepustakaan Merupakan penelitian tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mempelajari dan menganalisa bahan-bahan hukum dalam penelitian, kepustakaan yang dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu: 1) Bahan Hukum Primer Yaitu bahan-bahan yang mengikat, terdiri dari a) Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan b) Undang-Undang No 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan c) Yurisprudensi 2) Bahan Hukum Sekunder Meliputi bahan-bahan bacaan yang ada hubungannya dengan masalah hukum acara perdata mengenai objek yang diteliti yaitu dokumen pengadilan dan data-data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. 3) Bahan Hukum Tersier Yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yaitu kamus hukum. 8 Ibid, hal. 6

12 b. Penelitian Lapangan 1) Lokasi Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, lokasi yang dijadikan tempat penelitian penulis adalah Pengadilan Negeri Surakarta dan Kantor Catatan Sipil Surakarta. 2) Subjek Penelitian Hakim yang pernah menangani perkara perkawinan antar agama Islam dan Kristen dan KASI Perceraian dan Perkawinan KCS. 4. Metode Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang diperlukan, maka penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut: a. Penelitian Kepustakaan Penelitian Kepustakaan adalah pengumpulan data dengan cara mencari, menghimpun, mempelajari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier, terutama yang berkaitan dengan masalah proses perkawinan antar penganut agama yang berbeda Islam dan Kristen. b. Penelitian Lapangan Data yang diperoleh dari hasil penelitian yang didapat secara langsung pada objek penelitian, yaitu dengan cara: - Wawancara (Interview) Merupakan suatu cara untuk memperoleh data dengan jalan mengadakan tanya jawab secara lisan kepada responden, yaitu

13 hakim yang berkaitan dengan permasalahan dari objek yang diteliti. Tipe wawancara yang dipergunakan adalah wawancara yang terarah dengan menggunakan daftar pertanyaan. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang tidak menyimpang dari pokok permasalahan yang penulis teliti. 5. Analisa Data Dalam metode analisis data ini, peneliti menggunakan metode analisis data kualitatif, dengan memperbandingkan antara hasil penelitian kepustakaan meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier, terutama yang berkaitan dengan masalah proses perkawinan antar penagnut agama Islam dan Kristen. Dengan hasil penelitisan lapangan yang berkaitan dengan proses perkawinan antar penganut agama Islam dan Kristen. Penelitian kepustakaan yang dilakukan dalam penelitian ini berupa peraturan-peraturan dan pengambilan sampel, bacaan-bacaan yang ada hubungannnya dengan masalah yang diteliti yang kemudian dipadukan dengan pendapat responden di lapangan dan dianalisis secara kualitatif dan kemudian dicari pemecahannya dan akhirnya ditarik kesimpulan. G. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan dalam pembahasan skripsi ini, maka penulis menyusun sistematika skripsi yang terdiri dari:

14 BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Pembatasan Masalah C. Perumusan Masalah D. Manfaat Penelitian E. Metode Penelitian F. Sistematika Penulisan BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Perkawinan 1. Pengertian Perkawinan Beda Agama 2. Asas-Asas Perkawinan 3. Dasar Hukum Perkawinan Beda Agama 4. Syarat-Syarat Sahnya Perkawinan 5. Tata Cara Pelaksananaan Perkawinan 6. Kesepakatan Janji Kawin Dalam Hubungannya Dengan Pelaksanaan Perkawinan Beda Agama 7. Akibat Hukum Setelah Terjadinya Perkawinan Beda Agama B. Tinjauan Umum Tentang Kewenangan Memeriksa dan Memutus Perkara Beda Agama 1. Pengadilan Yang Berwenang Memeriksa Dan Memutuskan Perkawinan Beda Agama 2. Proses Pelaksanaan Perkawinan Beda Agama

15 BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pertimbangan hakim dalam menentukan pembuktian untuk mendapatkan ijin perkawinan antara laki-laki beragama Kristen dan wanita beragama Islam. B. Pertimbangan Hakim dalam memberikan penetapan atau ijin perkawinan antara laki-laki beragama Kristen dan wanita beragama Islam. C. Proses Pelaksanaan perkawinan Beda Agama. BAB IV : PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran