1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) berpendapat dalam Bourne (2009) bahwa kematian karena penyakit berhubungan erat dengan status kemiskinan, perilaku mencari pelayanan kesehatan, waktu pengobatan, identifikasi penyakit, gaya hidup yang tidak sehat dan kurangnya aktifitas fisik. Menurut WHO sebagian besar penyakit kronis terjadi pada orang dibawah umur 70 tahun. Kemiskinan mempunyai pengaruh besar bagi status kesehatan masyarakat sehingga meningkatkan garis kemiskinan. Kemiskinan mengakibatkan tingginya peningkatan ganguan kesehatan, berkurangnya akses pendidikan, status gizi rendah, kemiskinan bukan hanya mempengaruhi kesehatan tetapi juga produktivitas pekerjaan (Bourne, 2009). Diabetes mellitus juga di sebabkan oleh faktor demografi seperti variabel umur, jenis kelamin dan sosial ekonomi yaitu pertumbuhan penduduk, kesejahteraan sosial, pendapatan, pensiun, serta variabel akses terhadap pelayanan kesehatan. Perlu diketahui bahwa penderita diabetes setidaknya membutuhkan 2-3 kali sumber daya perawatan kesehatan dibandingkan dengan orang yang tidak menderita diabetes, dan perawatan diabetes menghabiskan sampai dengan 15 persen dari anggaran kesehatan nasional. Organisasi kesehatan dunia ini juga memproyeksikan bahwa diabetes akan menjadi penyebab utama kematian ke-7 pada tahun 2030, sekitar 347 juta orang diseluruh dunia mengidap diabetes dan lebih dari 80% kematian diabetes terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah (WHO, 2013b). Penelitian-penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa pemetaan secara spasial penyakit diabetes mellitus sangat penting dilakukan. Penelitian Green et al. (2003) menuliskan bahwa penelitian dengan teknik spasial bertujuan untuk mengetahui variabilitas kasus diabetes mellitus secara geografis, sehingga dapat diketahui adanya perbedaan geografis dan kaitannya dari segi sosial ekonomi, lingkungan dan karakteristik gaya hidup masing-masing daerah, dan analisis spasial dilakukan juga untuk mengindentifikasi lokasi geografis klaster-klaster kasus diabetes mellitus serta 1
mengetahui hubungannya secara ekologi, sehingga diketahui daerah-daerah yang secara sosial ekonomi, gaya hidup dan status lingkungan yang masih rendah dan kaitannya dengan status kasus diabetes mellitus. Pemetaan juga dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan akses terhadap pelayanan kesehatan dan praktek kesehatan (Green et al. 2003). Penelitian Tompkins et al. (2010) menggunakan spasial untuk mengetahui lokasi geografis penderita diabetes mellitus guna meningkatkan perawatan diabetes bagi penduduk miskin sehingga kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan terpenuhi. Penggunaan spasial dalam rangka mengetahui distribusi kasus diabetes dalam konteks faktor sosial ekonomi di bidang kesehatan digunakan untuk pencapaian target penduduk guna intervensi dan perencanaan program berbasis masyarakat. Disisi lain distribusi spasial juga berguna untuk mengindentifikasi trend tingkat lokal dalam mendukung pengembangan kebijakan, perencanaan sumber daya dan perawatan untuk meningkatkan outcome kesehatan dan meningkatkan akses terhadap jarak pelayanan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan diabetes mellitus dengan status sosial ekonomi, dan pemetaan dilakukan dengan menggunakan Arc-GIS dalam rangka mengetahui lokasi kasus diabetes berada (Tompkins et al. 2010). Penelitian oleh Goli et al. (2013) yaitu The Spatial Distribution of Cancer Incidence in Fars Province: A GIS-Based Analysis of Cancer Registry Data, penelitian ini bertujuan untuk menilai pola spasial kejadian kanker di Provinsi Fars, berdasarkan data cancer registry dan untuk menentukan cluster geografis. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional terhadap kasus kanker yang tercatat pada tahun 2001-2009, angka kejadian kasar akan diperkirakan berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin pada setiap Kabupaten di provinsi Fars, tingkat insiden berdasarkan standar umur (age-standardized incidence rates (ASR)) per 100.000 di hitung dalam setiap tahun. Penelitian ini menggunakan autokorelasi spasial dan sistem informasi geografis (GIS) untuk mengukur pola geografis dan cluster serta melakukan perbandingan ASRs di masing-masing kabupaten. Hasil yang didapatkan adalah sebanyak 28.411 kasus baru didiagnosis dengan kanker selama 2001-2009 di Provinsi Fars, 55,5 persen di antaranya adalah laki-laki. Usia rata-rata 2
adalah 61,6 ± 0,5 tahun. Tingkat ASR tertinggi terjadi di Shiraz, yang merupakan kabupaten terbesar di Fars. Indeks Moran kanker secara signifikan berkerumun tahun 2004, 2005, dan 2006. Jenis pengelompokan spasial adalah klaster tinggi-tinggi, yang menunjukkan dari utara-barat ke selatan-timur dari Propinsi Fars (Goli et al. 2013). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 prevalensi kasus diabetes mellitus di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu 1,6%, data tersebut berada di atas rata-rata nasional 1,1% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), 2007). Sedangkan jumlah penduduk miskin di DIY pada Maret 2009 adalah 585.800 jiwa (17,23%), tahun 2010 berjumlah 577.300 jiwa (16.83%), tahun 2011 adalah 560.880 jiwa (16.08%) sedangkan September 2012 berjumlah 562.110 jiwa (15,88%) dan pada September 2013 jumlah penduduk miskin adalah 535.180 jiwa (15,03%) (BPS, 2012). Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman menunjukkan bahwa pada tahun 2009 terdapat 3359 kasus diabetes mellitus, tahun 2010 terdapat 2055 kasus dan pada tahun 2011 terdapat 2214 kasus, 2012 berjumlah 3429, dan tahun 2013 sebanyak 3741 kasus. Data ini menunjukkan peningkatan dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2012, penurunan hanya terjadi pada tahun 2010, kemudian terus meningkat sampai dengan tahun 2013. Kasus diabetes mellitus di Kabupaten Sleman merupakan kasus NCD tertinggi kedua setelah kasus hipertensi (Dinas Kesehatan Kab. Sleman, 2013). Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Sleman mencatat bahwa persentase jumlah penduduk miskin tahun 2009 adalah 18,95%, tahun 2010 sebanyak 17,89%, tahun 2011 berjumlah 14,75, pada tahun 2012 15,01% dan tahun 2013 berjumlah 13,66%. Persentase penduduk miskin di Kabupaten Sleman selama lima tahun terakhir cenderung menurun (Bappeda Kab. Sleman, 2014). Jumlah Puskesmas di Indonesia adalah 9321 dan rumah sakit 1.959, dan jumlah Puskesmas di D.I Yogyakarta adalah 121 unit sedangkan di Kab. Sleman berjumlah 25 unit (Kemenkes, 2012), dengan jumlah sebanyak itu sudah seharusnya fungsi puskesmas lebih ditingkatkan untuk pencegahan dan perawatan penyakit diabetes mellitus. 3
Analisis spasial dengan menggunakan sistem informasi geografis (SIG) adalah metode yang layak dan sangat membantu dalam menghasilkan hipotesis serta mengindentifikasi area untuk intervensi. Hal ini perlu dan penting bagi para pembuat kebijakan kesehatan masyarakat untuk mempromosikan strategi dalam pengendalian penyakit seperti diabetes, kanker, dan lainnya serta manajemen untuk infrastruktur. Oleh karena itu, pengetahuan tentang distribusi spasial penyakit diharapkan dapat memberikan informasi yang akurat dan mudah diakses untuk pelaksanaan kegiatan preventif dalam kesehatan masyarakat (Goli et al. 2013). B. Perumusan Masalah Dari permasalahan di atas maka dapat ketahui bahwa analisis spasial sangat membantu proses intervensi untuk pengendalian kasus diabetes mellitus yang semakin meningkat, sehingga perlu dilakukan pemetaan kasus diabetes mellitus di Kabupaten Sleman dari tahun 2009-2013 untuk menganalisis bagaimana persebaran dan trend kasus diabetes mellitus, serta hubungannya dengan persentase kemiskinan dan bagaimanakah aksesibilitas sarana puskesmas di Kabupaten Sleman. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk melakukan pemetaan pola distribusi kasus diabetes mellitus di Kabupaten Sleman pada tahun 2009 s/d 2013. 2. Tujuan Khusus a. Menentukan pola kejadian diabetes mellitus berdasarkan kelompok umur di Kabupaten Sleman tahun 2009-2013. b. Menyajikan peta serta membandingkan kejadian diabetes mellitus per kecamatan di Kabupaten Sleman tahun 2009-2013. c. Menganalisis perbandingan persentase penduduk miskin dengan kasus diabetes mellitus di Kabupaten Sleman tahun 2009-2013. 4
d. Menganalisis hubungan antara persentase penduduk miskin dengan kasus diabetes mellitus di Kabuapaten Sleman tahun 2009-2013. e. Menganalisis aksessibilitas puskesmas (distribusi puskesmas, jarak dan waktu tempuh) di Kabupaten Sleman. D. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi bagi Dinas Kesehatan mengenai trend dan distribusi kasus diabetes mellitus dari tahun 2009-2013, sehingga diketahui wilayah mana saja yang mempunyai kasus diabetes yang cenderung meningkat. 2. Memberikan informasi tentang angka kesakitan kasus diabetes mellitus per 1000 penduduk di setiap kecamatan, sebagai dasar awal untuk melakukan upaya intevensi. 3. Sebagai bahan masukan pengembangan program dan pengambilan keputusan bagi Dinas Kesehatan Sleman dan Pemerintah Provinsi D.I.Yogyakarta. 4. Memberikan informasi kepada stakeholder mengenai perkembangan dan trend diabetes mellitus yang dapat dimanfaatkan sebagai dasar deteksi dini sehingga komplikasi mendatang dapat dihindari. 5. Sebagai dasar untuk melakukan penelitian-penelitian di masa mendatang dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan kesehatan. E. Keaslian Penelitian 1. Penelitian oleh Dijkstra et al. 2013 yaitu Using Spatial Analysis to Predict Health Care Use at The Local Level: A Case Study of Type 2 Diabetes Medication Use and Its Association with Demographic Change and Socioeconomic Status. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola spasial penggunaan obat diabetes mellitus tipe 2 di Kota Groningen, Belanda, serta untuk menentukan hubungan variabel demografi lokal, variabel sosial ekonomi dan variabel akses terhadap perawatan kesehatan. penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data prevalensi diabetes dari tahun 2005-2009 pada orang usia 45 tahun keatas dari University of groningen Database farmasi IADB dan pusat statistik Belanda. 5
Penelitian ini menggunakan metode spasial cluster, korelasi, model regresi linear berganda, model regresi geografis tertimbang (GWR) dan analisis spasial autokorelasi menggunakan Indeks Moran dari software GeoDa. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa prevalensi penggunaan obat DM tipe 2 berkisar antara 2,0 % sampai dengan 25,4%, dan ada hubungan yang signifikan antara penuaan penduduk, proporsi kesejahteraan sosial, proporsi pendapatan rendah dan proporsi pensiunan serta variabel prediktor lainnya terhadap penggunaan obat DM tipe 2, ada variabilitas spasial yang cukup besar dalam hubungan penggunaan obat DM tipe 2 terhadap variabel prediktor. 2. Penelitian oleh Tompkins et al. 2010 tentang The Geography of Diabetes in London, Canada: The Need for Local Level Policy for Prevention and Management. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan perawatan diabetes pada masyarakat yang kurang mampu untuk intervensi pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi geografis masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik spasial statistik multivariat dan sistem informasi geografis untuk mengetahui angka diabetes dihubungkan dengan variabel sosial ekonomi sehingga diketahui pola spasial diabetes di London dan mengindentifikasi daerah yang berisiko tinggi (sosial ekonomi) sehingga untuk perencanaan dan intervensi program berbasis masyarakat. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari sensus penduduk tingkat daerah. Hasil dari penelitian yaitu ditemukannnya daerah-daerah yang beresiko di London secara sosial ekonomi dengan diabetes yang tinggi sehingga perlu upaya di masa depan harus terus mengidentifikasi trend tingkat lokal untuk mendukung pengembangan kebijakan, perencanaan sumber daya dan perawatan untuk meningkatkan hasil kesehatan dan peningkatan pemerataan akses ke perawatan seluruh wilayah geografis. Desain study dalam penelitian ini adalah populationbased ecological design, dalam menganalisis data penelitian ini menggunakan SPSS, GeoDa dan Arc-GIS dalam mengindentifikasi daerah berisiko dengan analisis Indeks Moran s. 3. Penelitian oleh Green et al. 2003 yaitu Geographic Analysis of Diabetes Prevalence in an Urban Area. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk 6
mengindentifikasi faktor-faktor sosiodemografi, lingkungan dan gaya hidup yang terkait dengan variabilitas geografis prevalensi kasus diabetes mellitus di kota Winnipeg, Manitoba, Kanada. Metodologi dalam penelitian ini menggunakan desain studi ekologi regresi dan populasinya adalah semua kasus umum diabetes mellitus pada tahun 1998 di kota Winnipeg. Metode analisis yang digunakan ada dua jenis yaitu pertama, spasial scan statistik yang digunakan untuk data studi agregat menjadi cluster prevalensi diabetes. Kedua, analisis variansi dan spasial serta teknik rehresi non-spasial digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel prediktor dan variabel hasil, kemudian hasil kedua metode agregasi data dari hasil regresi tersebut dibandingkan. Pemetaan dan analisis statistik menunjukan pengelompokan besar dan variasi kecil pada prevalensi DM di kota Winnipeg. Variasi yang diamati terkait dengan variasi dalam karakteristik sosial ekonomi, lingkungan dan gaya hidup penduduk. Dari hasil dua metode agregasi data yang digunakan dalam penelitian ini maka didapatkan hasil yang sangat mirip mengenai lokasi geografis klaster DM serta ditemukan adanya hubungan antara karakteristik populasi ekologi dengan klaster DM tersebut, tingginya angka prevalensi DM sangat berhubungan kuat dengan variabel status sosial ekonomi, kualitas lingkungan dan gaya hidup yang rendah. Hasil analisis ini menggambarkan bahwa penggunaan spasial scan statistic dan regresi ekologi sangat bermanfaat untuk mengekplorasi atau menganalisis etiologi penyakit kronis. 4. Penelitian oleh Goli et al. 2013 yaitu The Spatial Distribution of Cancer Incidence in Fars Province: A GIS-Based Analysis of Cancer Registry Data. Penelitian ini bertujuan untuk menilai pola spasial kejadian kanker di Provinsi Fars, berdasarkan data registri kanker dan untuk menentukan cluster geografis. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional terhadap kasus kanker yang tercatat pada tahun 2001-2009, angka kejadian kasar akan diperkirakan berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin pada setiap Kabupaten di Provinsi Fars, tingkat insiden berdasarkan standar umur (agestandardized incidence rates (ASR)) per 100.000 di hitung dalam setiap tahun. Penelitian ini menggunakan autokorelasi spasial (Indeks Moran s) dan sistem 7
informasi geografis (GIS) untuk mengukur pola geografis dan cluster serta melakukan perbandingan ASRs di masing-masing kabupaten. Hasil yang didapatkan adalah sebanyak 28.411 kasus baru didiagnosis dengan kanker selama 2001-2009 di Provinsi Fars, 55,5% di antaranya adalah laki-laki. Usia rata-rata adalah 61,6 ± 0,5 tahun. Tingkat ASR tertinggi terjadi di Shiraz, yang merupakan kabupaten terbesar di Fars. Indeks Moran kanker secara signifikan berkerumun tahun 2004, 2005, dan 2006 secara total, laki-laki, dan perempuan. Jenis pengelompokan spasial adalah klaster tinggi-tinggi, yang menunjukkan dari utara-barat ke selatan-timur dari Propinsi Fars. 8