BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hidrologi Cabang ilmu yang mempelajari tentang air disebut sebagai Hidrologi. Hidrologi berasal dari bahasa Yunani yaitu kata hydro (air) dan loge (ilmu) (Ward et al, 1995). Dengan demikian, hidrologi berarti ilmu yang mempelajari tentang air. Menurut Brooks et al (2003), siklus hidrologi adalah siklus yang menggambarkan proses sirkulasi air dari lahan dan badan air di permukaan bumi menuju atmosfer yang terus berulang. Siklus hidrologi ditunjukkan oleh Gambar 1. Gambar 1. Siklus hidrologi (Ward et al, 1995) Siklus hidrologi dapat dimulai dari presipitasi. Presipitasi adalah jatuhan air dalam bentuk cairan atau padatan dari atmosfer menuju permukaan bumi yang terbentuk akibat kumpulan uap air dan tetesan air yang jenuh di atmosfer (Ward et al, 1995). Selama siklus, presipitasi yang turun ke bumi akan menjadi interception, runoff (stream flow), surface runoff (overland flow), berinfiltrasi dan berperkolasi ke dalam permukaan tanah sehingga
membentuk interflow (lateral flow) dan groundwater flow (return flow/base flow) serta kembali lagi ke atmosfer melalui evaporasi dan transpirasi. Interception adalah air presipitasi yang tertahan pada batang dan daun tanaman dan tidak sampai ke permukaan bumi. Presipitasi yang sampai ke permukaan bumi akan berinfiltrasi ke dalam profil tanah. Air yang berinfiltrasi ke dalam tanah akan menambah kelembapan tanah dan dapat menguap kembali ataupun diserap oleh akar tanaman. Evaporasi adalah proses penguapan air yang terjadi pada permukaan lahan dan badan air seperti lautan atau danau, serta dipengaruhi oleh angin dan penyinaran matahari (Cech, 2005). Transpirasi adalah penguapan air pada tumbuhan yang merupakan hasil sampingan dari fotosintesis (Ward et al, 1995). Gabungan dari evaporasi dan transpirasi disebut sebagai evapotranspirasi. Air presipitasi akan kembali lagi menuju atmosfer dalam bentuk uap air melalui proses evapotranspirasi ini. Air yang telah berinfiltrasi ke dalam vadose zone (zona tidak jenuh) berada di antara permukaan tanah dan saturation zone (zona jenuh) (Brooks et al, 2003). Pada vadose zone, pori-pori tanah akan terisi air dan udara dalam jumlah yang berbeda. Air dalam zona ini disebut juga sebagai lengas tanah (soil moisture). (Linsley, 1979). Air dalam vadose zone dapat bergerak secara lateral saat di bagian bawah vadose zone dibatasi oleh lapisan kedap. Aliran lateral air ini disebut sebagai interflow. Interflow kemudian akan menjadi tambahan input pada aliran sungai (stream flow) (Ward et al, 1995). Proses bergerak turunnya air dari vadose zone menuju zona tanah yang lebih dalam karena pengaruh gravitasi disebut perkolasi. Pada zona tanah yang lebih dalam ini, semua pori-pori tanah telah terisi oleh air (saturated zone). Permukaan saturated zone disebut sebagai muka air tanah (water table) dan air yang berada di dalam zona ini disebut air tanah (groundwater) (Brooks et al, 2003). Aliran groundwater yang disebut baseflow akan keluar dari dalam melalui sela-sela batuan sehingga menjadi sumber mata air ataupun bergabung dengan aliran sungai (stream flow). Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan tanah. Aliran permukaan terdiri atas dua jenis. Pertama yaitu runoff (stream flow) untuk aliran air yang berada dalam sungai atau saluran. Kedua adalah surface
runoff (overland flow) untuk aliran air yang mengalir di atas permukaan tanah (Arsyad, 2006). Aliran sungai (runoff) terbentuk sebagai gabungan dari presipitasi yang masuk ke dalam sungai, surface runoff, interflow, dan baseflow. Debit runoff sungai dapat naik pada saat presipitasi dan akan kembali turun setelah presipitasi selesai. Menurut Seyhan (1977), faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya runoff antara lain : 1. Besar presipitasi. 2. Besar evapotranspirasi. 3. Faktor DAS, yaitu : a. Ukuran dan bentuk DAS. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah wilayah yang dibatasi oleh punggung bukit atau percabangan saluran yang mengalirkan air dari beberapa titik di wilayah bagian atas DAS (upstream) menuju titik outlet (Cech, 2005). Dalam bahasa Inggris DAS sering disebut juga dengan watershed, catchment area, atau river basin (Sinukaban, 2007). Semakin besar luas DAS, akan semakin besar nilai runoff. Menurut Ward et al (1995), bentuk DAS yang cenderung bulat akan menghasilkan debit runoff yang tinggi karena runoff dari berbagai titik pada DAS tersebut akan mencapai outlet pada waktu yang hampir sama. Sedangkan pada DAS yang berbentuk lebih memanjang, runoff pada bagian downstream akan keluar dari outlet terlebih dahulu yang kemudian disusul runoff dari upstream. Bentuk DAS menurut Sosrodarsono dan Takeda (2006) dapat dilihat dari Gambar 2. a b c Gambar 2. (a) DAS bentuk bulu burung, (b) DAS bentuk radial, dan (c) DAS bentuk paralel (Sosrodarsono dan Takeda, 2006)
Gambar tentang naik turunnya debit sungai menurut waktu disebut sebagai hidrograf. Kaitan antara bentuk DAS dengan bentuk hidrograf dapat dilihat pada Gambar 3. Q Q t Gambar 3. Bentuk hidrograf berdasarkan bentuk DAS (Seyhan, 1977) t b. Topografi. Topografi akan berpengaruh terhadap kemiringan lahan, keadaan dan kerapatan parit/saluran. Volume aliran permukaan akan lebih besar pada DAS yang memiliki kemiringan curam dan saluran yang rapat dibanding dengan DAS yang landai, terdapat cekungancekungan, dan jarak antar parit/saluran jarang. Kecuraman suatu lereng dapat dikelompokkan juga sebagai berikut : 1) A = 0 sampai < 3% (datar) 2) B = > 3 sampai 8 % (landai atau berombak) 3) C = > 8 sampai 15 % (agak miring atau bergelombang) 4) D = > 15 sampai 30% (miring atau berbukit) 5) E = > 30 sampai 45% (agak curam atau bergunung) 6) F = >45 sampai 65% (curam) 7) G = > 65% (sangat curam) (Arsyad, 2006). c. Jenis tanah dan penggunaan lahan. Perbedaan ini misalnya pada karakteristik tanah dalam menyerap air dan besarnya lahan hijau penyerap air atau besarnya luas wilayah kedap air.
Daerah hulu dari suatu DAS berperan sebagai lingkungan pengendali (conditioning environtment). Sedangkan daerah hilir merupakan daerah penerima (acceptor) bahan dan energi, atau lingkungan konsumsi atau lingkungan yang dikendalikan (commanded environment). Perubahan yang terjadi pada suatu DAS dari segi hidrologi dapat mempengaruhi bagian lain dalam DAS tersebut. Penanganan suatu DAS harus meliputi penanganan sebagai suatu kesatuan sistem dengan bagian DAS lainnya sehingga perbaikan DAS dapat berjalan efektif (Sinukaban, 2007). B. Geographic Information Sistem (GIS) Bidang ilmu yang berkaitan dengan informasi keruangan saat ini tidak dapat lepas dari bantuan Geographic Information Sistem. Geographic Information Sistem (GIS) merupakan suatu sistem yang dirancang untuk menangkap, menyimpan, mengedit, memanipulasi, menganalisis, menampilkan, dan mengeksport data yang berhubungan dengan fitur-fitur geografis. Sistem ini tidak hanya meliputi hardware dan software yang digunakan, tapi juga meliputi database yang diperlukan atau dikembangkan dan personal yang mengerjakan (Bettinger dan Wing, 2004). Aplikasi GIS banyak dituangkan dalam bentuk software karena lebih mudah dan presisi dibandingkan dengan metode manual. Data peta digital akan diolah dengan menggunakan software berbasis GIS. Peta digital tersebut memiliki sistem koordinat tersendiri. Sistem koordinat adalah aturan tentang bagaimana mendefinisikan suatu titik awal pada pembuatan peta. Sistem koordinat yang digunakan di Indonesia terdiri atas sistem koordinat geografis dan sistem koordinat Universal Transverse Mercator (UTM). Pada sistem koordinat geografis, bumi dibagi menurut garis khayal yang disebut garis lintang (latitude/parallel) dan garis bujur (longitude/meridian). Gambar 4 berikut ini adalah tampilan dari sistem koordinat geografis.
90 North Latitude 30 N, 30 W W E N S 0 Latitude 30 S, 60 E Equator Prime Meridian 90 South Latitude Gambar 4. Sistem koordinat geografis (Bettinger dan Wing, 2004) Pada sistem koordinat UTM, permukaan bumi dibagi ke dalam 60 bagian zona bujur yang setiap zona dibatasi oleh dua meridian selebar 6 yang memiliki meridian tengah sendiri. Zone 1-60 dimulai dari 180-174, 174-168 BB,., 174-180 BT. Untuk Indonesia (90 BT- 144 BT, 11 LS- 6 LU) terdapat sembilan zone, yaitu zone 46-54 (Gandasasmita et al, 2003). Tampilan dari sistem koordinat UTM dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Pembagian zone sistem proyeksi UTM (Hidayat et al, 2005)
Jenis data pada GIS terdiri atas dua jenis, yaitu : 1. Data raster. Terdiri atas satuan terkecil yang disebut grid cells atau pikselpiksel yang memiliki posisi kolom dan baris tertentu dalam file database. Database GIS yang memiliki struktur raster misalnya terdapat pada hasil citra satelit dan digital elevation models (DEM). Bila suatu data raster GIS dikatakan memiliki resolusi 30 m, maka satu grid cell akan mewakili luas wilayah sebesar 900 m 2 (30 m 30 m). 2. Data vektor. Data ini memiliki bentuk yang tidak berketentuan dan terdiri atas tiga jenis yaitu points, lines, dan polygons. Data vektor menggunakan koordinat dan dalam menampilkan data spasial (Chang, 2004). C. Soil and Water Assessment Tool (SWAT) Analisis hidrologi dapat dilakukan dengan menggunakan software SWAT yang pertama kali dikembangkan oleh Dr. Jeff Arnold pada awal tahun 1990an untuk Agricultural Research Service (ARS) dari USDA. Menurut Neitsch et al (2005), SWAT merupakan hasil gabungan dari beberapa model yaitu Simulator for Water Resources in Rural Basin (SWWRRB); Chemical, Runoff, and Erosion from Agricultural Management Sistem (CREAMS); Groundwater Loading effects on Agricultural Management Sistem (GREAMS); dan Erosian Productivity Impact Calculator (EPIC). Software SWAT pertama kali digunakan di Amerika Serikat yang kemudian meluas ke Eropa, Afrika, dan Asia. Software SWAT dikembangkan untuk mengetahui pengaruh dari manajemen lahan terhadap siklus hidrologi, sedimen yang ditimbulkan dan daur dari bahan kimia pertanian yang diperoleh berdasarkan data pada jangka waktu tertentu. Software SWAT akan diaplikasikan sebagai tool tambahan pada menu bar plug-in MapWindow 46SR. MapWindow 46SR adalah open source software berbasis GIS yang memungkinkan para penggunanya untuk menambahkan sendiri program atau tool baru. Dengan demikian, SWAT dapat diintegrasikan dengan MapWindow (MapWindow SWAT/MWSWAT) tanpa perlu membeli sistem berbasis GIS lainnya secara lengkap (Usman et al, 2008).
SWAT memungkinkan beberapa proses fisik yang berbeda untuk dapat disimulasikan pada DAS. Neraca air di dalam SWAT adalah fenomena paling utama yang dijadikan dasar dari setiap kejadian dari suatu DAS. Siklus hidrologi yang dijalankan oleh software SWAT dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah fase lahan yang mengatur jumlah air, sedimen, unsur hara, dan pestisida untuk mengisii saluran utama pada masing-masinberupa pergerakan air, sedimen, dan lainnya subbasin. Kedua adalah fase air yang melalui jaringan-jaringan sungai pada DAS menuju outlet. Gambar 6 di bawah ini menunjukkan skema siklus hidrologi dalam SWAT. Evaporasi dan transpirasi Presipitasi Daerah perakaran Zona tak jenuh (vadose zone) Infiltrasi/penyerapan tanaman Aliran lateral Aliran permukaan (surface runoff) Aquifer dangkal (tak tertekan) Penguapan dari aquifer dangkal Perkolasi ke aquifer dangkal Aliran air tanah (return flow) ) Lapisan kedap Aquifer dalam (tertekan) Aliran keluar DAS Pengisian ke aquifer dalam Gambar 6. Skema siklus hidrologi dalam SWAT (Neitsch et al,2005)
Persamaan neraca air yang digunakan dalam SWAT : = + Keterangan : = kandungan akhir air tanah (mm H 2 O) = kandungan air tanah awal pada hari ke-i (mm H 2 O) = jumlah presipitasi pada hari ke-i (mm H 2 O) = jumlah surface runoff pada hari ke-i (mm H 2 O) = jumlah evapotranspirasi pada hari ke-i (mm H 2 O) = jumlah air yang memasuki vadose zone pada profil tanah pada hari ke-i (mm H 2 O) = jumlah air yang kembali pada hari ke-i (mm H 2 O) Iklim menyediakan masukan air dan energi yang berpengaruh terhadap keseimbangan air. Input energi berupa iklim penting dalam melakukan simulasi dalam SWAT untuk menghasilkan perhitungan water balance yang akurat (Neitsch et al, 2005). Parameter iklim yang digunakan dalam SWAT berupa hujan harian, temperatur udara maksimum dan minimum, radiasi matahari, kecepatan angin, serta kelembapan nisbi. Keunggulan dari SWAT adalah data iklim yang sulit untuk disediakan secara harian dapat dibangkitkan dengan menggunakan input file weather generator (.wgn). Selain iklim, masukan data lainnya berupa sifat-sifat tanah, jenis penutupan lahan (landcover), jenis pengelolaan tanah, dan jenis pemukiman. Adapun syarat agar SWAT dapat diterapkan di Asia Tenggara adalah kesiapan dalam menerima teknologi baik hardware atau software, ketersediaan data untuk mendukung proses input data dan kalibrasi, kebutuhan akan penggunaan SWAT, dan dukungan masyarakat dan para ahli dari daerah tersebut (Neitsch et al, 2005). Aplikasi SWAT dapat meliputi berbagai bidang ilmu, antara lain adalah untuk memprediksi efek perubahan lahan terhadap runoff dan sedimen, memprediksi dampak ketersediaan air akibat perubahan iklim, memprediksi besar polutan terlarut dalam aliran sungai, dan lainnya.