BAB 1 PENDAHULUAN` Universitas Indonesia. Dinamika moneter indonesia.., Ratna Sari Pakpahan, Program Pascasarjana, 2008

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan

I. PENDAHULUAN. atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah

Indeks Nilai Tukar Rupiah 2000 = 100 BAB 1 PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah ekonomi seperti rendahnya pertumbuhan ekonomi, tingginya tingkat

I. PENDAHULUAN. Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian

BAB 1 PENDAHULUAN. riil, dan meningkatnya lapangan kerja sehingga mengurangi pengangguran.

Skripsi ANALISA PENGARUH CAPITAL INFLOW DAN VOLATILITASNYA TERHADAP NILAI TUKAR DI INDONESIA OLEH : MURTINI

BAB 1 PENDAHULUAN. Liberalisasi dan globalisasi membawa konsekuensi pada fundamental

BAB I PENDAHULUAN. Nilai tukar sering digunakan untuk mengukur tingkat perekonomian suatu

I. PENDAHULUAN. memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia. menjadi financial nerve-centre (saraf finansial dunia) dalam dunia ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi aktivitas perekonomian ditransmisikan melalui pasar keuangan.

Masalah uang adalah masalah yang tidak sederhana. Uang berkaitan erat dengan hampir

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan industri perbankannya, karena kinerja dari perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur

BAB I PENDAHULUAN. sektor utama dalam perekonomian Negara tersebut. Peran kurs terletak pada nilai mata

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian uang merupakan bagian yang integral dari kehidupan kita. sehari-hari. Ada yang berpendapat bahwa uang merupakan darahnya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) demi

BAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di

BAB I PENDAHULUAN. Krisis mata uang di Amerika Latin, Asia Tenggara dan di banyak negara

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sebagai penyimpan nilai, unit hitung, dan media pertukaran.

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. ini menjadi pemicu yang kuat bagi manajemen perusahaan untuk. membutuhkan pendanaan dalam jumlah yang sangat besar.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

EVALUASI PENERAPAN INFLATION TARGETING DI INDONESIA OLEH YOGI H

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi ekonomi mendorong perekonomian suatu negara kearah yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Monetaris berpendapat bahwa inflasi merupakan fenomena moneter. Artinya,

BABI PENDAHULUAN. Fenomena yang sangat penting di perhatikan oleh pemerintah baik negara

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kinerja ekonomi tercermin dalam kinerja perusahaanperusahaan. Bursa Efek Indonesia merupakan pasar modal yang

BAB I PENDAHULUAN. sementara investor pasar modal merupakan lahan untuk menginvestasikan

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi. Dimana pertumbuhan ekonomi

ANALISIS PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR, DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP HARGA SAHAM PERBANKAN

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB 1 PENDAHULUAN. negeri, seperti tercermin dari terdapatnya kegiatan ekspor dan impor (Simorangkir dan Suseno, 2004, p.1)

BAB I PENDAHULUAN. komitmen untuk mengorbankan konsumsi sekarang (sacrifice current

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Cadangan devisa didefenisikan sebagai saham eksternal aset, yang tersedia

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan stabilitas di bidang ekonomi yang sehat dan dinamis, pemeliharaan di bidang ekonomi akan tercipta melalui pencapaian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan kerangka kerja kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian.

BAB III METODE PENELITIAN. kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter adalah merupakan kebijakan bank sentral atau otoritas

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Permintaan uang mempunyai peranan yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya Undang-Undang No. 23 tahun 1999, kebijakan moneter

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA KURS RUPIAH TERHADAP DOLLAR DENGAN TINGKAT BUNGA SBI DI INDONESIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang penuh/ bebas

BAB I PENDAHULUAN. makro adalah pandangan bahwa sistem pasar bebas tidak dapat mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Globalisasi dalam bidang ekonomi menyebabkan berkembangnya sistem

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter karena inflasi akan

BAB I PENDAHULUAN. terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal

ANALISIS FLUKTUASI KURS RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. proses pertukaran barang dan jasa serta untuk pembayaran utang. Pada umumnya setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dihasilkannya (Hariyani dan Serfianto, 2010 : 1). Menurut Tri Wibowo dan

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

I. PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia saat ini sudah tidak dapat terpisahkan lagi dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah bersama dengan kebijakan moneter dan sektoral. Kebijakan fiskal

INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil yang diperoleh dari estimasi VECM pada periode penerapan base

BAB 1 PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan hal yang tidak asing lagi di Indonesia khususnya

I. PENDAHULUAN. bukti kepemilikan atas suatu perusahaan. Suatu perusahaan dapat menjual hak

BAB I PENDAHULUAN. Investasi melalui pasar modal selain memberikan hasil, juga

I. PENDAHULUAN. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter atau bank sentral mempunyai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang aktif

BAB I PENDAHULUAN. Rp14.900/$ pada kuartal berikutnya. Sama seperti pada tahun1998, Indonesia juga

1 Universitas indonesia

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Permasalahan makro ekonomi yang begitu rumit menjadikan para pengambil

BAB I PENDAHULUAN. kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi pada tahun 1997 dan 1998 yang melanda negara negara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi dan sekaligus menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. didunia, termasuk Indonesia. Apabila inflasi ditekan dapat mengakibatkan

BAB II TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN. Volatilitas (volatility)berasal dari kata dasar volatile(restiyanto, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian. Penelitian penelitian sebelumnya telah mengkaji masalah pengaruh

SKRIPSI. Kausalitas Jumlah Uang Beredar Terhadap Inflasi. di Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya US dollar, ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. umum ditujukan untuk mencapai tingkat pengangguran yang rendah (high

BAB I PENDAHULUAN. menopang hampir seluruh program-program pembangunan ekonomi. Peranan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter yang dimulai dengan merosotnya nilai rupiah terhadap

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN` 1.1. Latar Belakang Permasalahan Sistem moneter merupakan suatu sistem yang mengatur peredaran uang bagi kelancaran transaksi perdagangan barang dan jasa. Sehingga dalam operasinya sistem tersebut harus dapat mengimbangi jumlah uang yang beredar agar sepadan dengan jumlah barang dan jasa yang diproduksi. Jika perekonomian memiliki kelebihan jumlah uang, dibandingkan dengan jumlah barang dan jasa, maka kelebihan tersebut akan disimpan dalam bentuk tabungan. Tetapi bagaimana kalau uang yang berlebih itu jumlahnya sangat besar?. Berdasarkan konsep permintaan dan penawaran, maka sesuatu yang jumlahnya banyak maka nilainya akan turun dan sebaliknya jika jumlahnya sedikit nilainya akan naik. Dengan jumlah kelebihan uang yang sangat besar, dan semakin besar, maka berdampak terhadap kemampuan uang sebagai alat tukar. Pertumbuhan uang tanpa kendali barang dan jasa, akan menyebabkan rendahnya nilai uang terhadap barang dan jasa. Sejarah mengenal sistem moneter berbasis komoditas, dimana pada periode ini emas atau logam mulia pernah menjadi bagian dalam sistem moneter baik secara langsung (berupa uang) maupun tidak langsung (berupa back up). Dalam sistem ini penawaran uang ditentukan oleh temuan komoditas yang bersangkutan. Siapa saja dapat menerbitkan uang. Kemudian berangsur-angsur perekonomian meninggalkan sistem moneter komoditas dengan alasan mencari kemudahan dan keamanan. Pada saat itulah sistem berbasis komoditas mulai ditinggalkan. Pengganti dari sistem komoditas dikenal dengan sistem moneter fiat (kertas). Diawali dengan menggunakan kertas dalam transaksi dengan mencadangkan logam mulia sebagai back up nya. Prinsipnya adalah jumlah kertas yang beredar harus sama besarnya dengan jumlah emas yang dicadangkan. Namun, begitu fleksibel kertas sebagai alat transaksi, lambat laun laju pertumbuhannya bergerak

2 melebihi jumlah logam mulia yang disimpan sebagai pendukungnya. Tarikan permintaan untuk mencukupi transaksi perdagangan salah satu faktor yang mendorong pesatnya laju pertumbuhan uang kertas dalam masyarakat. Lebih lagi, penawarannya uang kertas menggunakan sistem monopoli yang diberikan kepada institusi atau sekelompok orang, menyebabkan uang kertas menjadi tidak tertahan lajunya. Logam mulia sebagai pendukungnya, seiring waktu, menjadi berkurang proporsinya dibandingkan dengan uang kertas yang diedarkan sampai pada suatu titik dimana uang kertas melepaskan diri dari aset pendukungnya. Dengan demikian, pertumbuhan uang kertas berdiri sendiri tanpa ada standar yang mengikatnya. Sistem uang kertas tanpa dukungan logam mulia akhirnya dikenal dan diadopsi dalam perekonomian dengan berbagai argumen yang mendukung eksistensinya. Walaupun disadari bahwa logam mulia jauh lebih bernilai dibandingkan secarik kertas dengan nilai yang rendah. Sistem ini kemudian dikenal dengan sistem moneter mengambang (floating monetary system). Sedangkan uang kertas yang dipergunakan diistilahkan dengan uang fiat (fiat money). Sehingga sistem moneter ini dikenal pula dengan sistem moneter fiat (fiat monetary system). Selanjutnya, penggunaan sistem moneter fiat selalu dikaitkan dengan instabilitas dalam perekonomian. Berdasarkan pengujian empirik dan kajian literatur yang dilakukan, secara umum uang (alat tukar) yang tidak bersandar pada komoditas cenderung rentan terhadap inflasi. Penggunaan alternatif sistem moneter tanpa bersandar pada komoditas (commodity money) rentan dan tidak stabil terhadap perubahan pada variabel ekonomi. Rolnick & Weber (1998) dalam penelitiannya untuk mengungkapkan adanya perbedaan pada hubungan antara uang dan inflasi dan hubungan antara uang dan output dalam perekonomian yang menggunakan rezim dengan standar komoditas dan perekonomian yang beroperasi pada rezim standar fiat. Mereka melakukan penelitian dengan basis data historis uang, harga, dan output dari lima belas

3 negara yang menerapkan kedua standar moneter tersebut. Mereka menemukan bahwa dalam rezim standar fiat, rata-rata pertumbuhan dari berbagai agregat moneter lebih berkorelasi dengan inflasi dan saling berkorelasi diantara mereka daripada ketika berada pada rezim standar komoditas. Mereka juga mendapati bahwa pertumbuhan uang dan inflasi pada rezim tersebut lebih tinggi. Sebaliknya, mereka tidak menemukan bahwa pertumbuhan uang lebih berkorelasi dengan pertumbuhan output pada setiap rezim standar. Mereka pun tidak menemukan bahwa pertumbuhan output dalam rezim standar fiat lebih besar. Ketidakstabilan mata uang menimbulkan instabilitas sektor lain dalam negara seperti sektor politik, sosial, budaya dan pertahanan keamanan. Pada sektor ekonomi sendiri, kondisi mata uang yang demikian menyebabkan iklim yang tidak kondusif bagi pembangunan ekonomi dan kegiatan usaha masyarakat. Ketidakstabilan dalam bidang ekonomi pada akhirnya akan mendorong ketidakstabilan sektor lainnya dalam tatanan sebuah negara. Berbagai krisis dan instabilitas ekonomi terjadi di Indonesia, krisis awal terjadi pada saat Indonesia merupakan Republik muda yang baru berdiri dengan warisan moneter yang masih lemah. Jatuhnya nilai Rupiah dan merosotnya kegiatan ekspor telah meningkatkan laju inflasi dan krisis devisa yang terus berlanjut dengan puncaknya di tahun 1954. Krisis demi krisis melanda Indonesia hingga puncaknya terjadi pada Juli 1997. Dalam sejarahnya Rupiah mengalami dua kali pemotongan nilai internal (sneering) pertama 25 Agustus 1959 sebesar 10% dan yang paling parah pada 13 Desember 1965 mencapai 1000%. Kemerosotan nilai tukar internal Rupiah selama kurun waktu tiga puluh tahun mencapai 299 persen dari nilai semula. Sebagai contoh, harga setongkol jagung di Jakarta pada awal 1970-an adalah Rp5,- saat ini setongkol jagung yang sama pada saat ini harus kita bayar seharga Rp1500,-. 1 1 Saidi, Zaim, 2003. Lawan Dolar Dengan Dinar, hal. 3. Pustaka adina:jakarta.

4 1.2. Rumusan Masalah Munculnya krisis dan masalah keuangan yang melanda Indonesia juga negaranegara yang lain seperti krisis Asia 1997/1998 dan krisis ekonomi Rusia (Ibrahim, 2006) menyentakkan para pengambil kebijakan ekonomi. Subyek yang menarik untuk ditanggapi diantara para ekonom dalam hal ini adalah bahasan mengenai penerapan standar moneter, terutama standar emas dan fiat. Argumen pendukung standar emas mengatakan bahwa dengan mematok sistem perekonomian dengan emas akan menjamin stabilitas harga. Sehingga ketika menggunakan standar fiat akan mendorong inflasi yang tetap. Banyak penelitian dilakukan untuk mendukung argumen tersebut. Misalnya, Bordo (1998) menemukan bahwa rendahnya inflasi pada masa klasik standar emas (1881-1913) dibandingkan dengan masa mengambang, tanpa berbasis emas, (1971-1989). Kydland dan Wynne (2002) kembali membuktikan bahwa terjadi stabilitas harga dalam jangka panjang pada masa klasik penggunaan standar emas. Sehingga tidak mengherankan jika dikatakan bahwa penggunaan emas atau standar emas merupakan solusi dari krisis yang sedang terjadi. Diantara para ekonomi muslim, pandangan untuk kembali kepada gold dinar telah muncul berkembang dan menjadi topik perdebatan. Paling tidak ada tiga justifikasi yang ditawarkan bila mana kembali kepada dinas emas. Justifikasi pertama terletak pada keyakinan bahwa gold dinar merupakan bagian dari keyakinan islami (Vadillo, 2002). Menurutnya, kembali kepada dinar emas merupakan keharusan yang tak dapat dipertanyakan lagi. Alasan kedua, yaitu penekanan akan pentingnya mengurangi ketergantungan terhadap dollar amerika sebagai mata uang internasional. Diharapkan dinar emas dapat menghadirkan alternatif dari dollar amerika. Justifikasi terakhir yaitu ditemukan kegagalan dalam uang fiat saat ini dan dalam sistem pencadangan dalam perbankan. Adanya argumentasi dimana penggunaan bunga membuat sistem mata uang menjadi tidak adil dan cenderung untuk membuat ketidakstabilan. Pondasi dari ketidakstabilan ini, berakar pada kemampuan perbankan menciptakan uang sehingga menjadikan

5 penawaran uang akan tumbuh secara mandiri (Meera dan Aziz, 2002). Terlebih lagi, melalui persamaan pertukaran dan pada tingkat output tertentu, pertumbuhan penawaran uang akan menghasilkan ketidakstabilan dalam perekonomian. Gold dinar, sebagai mana diargumentasikan, merupakan sistem yang bebas dari kelemahan-kelemahan ini. Diantara justifikasi-justifikasi ini, argumentasi terakhir memberikan suatu landasan akan adanya potensi untuk menguji implikasi dari fenomena tersebut. Alasan pertama dapat diterima karena tidak perlunya debat ataupun evaluasi dari keberadaan gold dinar berdasarkan keimanan. Ketika adanya rasa perlu untuk mengurangi ketergantungan terhadap dollar amerika, kembali kepada gold dinar bukanlah sesuatu yang esensial, karena ada banyak mata uang lain seperti euro yang dapat memainkan peranannya dengan fungsi itu. Sedangkan alasan ketiga tidak dapat diterima dengan mudah sebelum terbukti dalam pengujian secara riil. Berdasarkan justifikasi ketiga, maka rumusan masalah dalam tesis ini adalah adanya pertambahan terus menerus penawaran uang, yang difasilitasi oleh uang fiat dan sistem pencadangan perbankan menyebabkan permasalahan ekonomi di Indonesia seperti inflasi, ketidakstabilan output, dan penggelembungan harga asset yang mendorong ketidakstabilan dalam perekonomian. Dalam kata lain, uang fiat merupakan variabel pendorong atau penyebab instabilitas ekonomi. Permasalahan dalam penelitian ini lebih spesifik di tuangkan dalam pertanyaan penelitian yang nantinya merupakan dasar dari tujuan penelitian. Uraian pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana perspektif empirik penerapan sistem moneter fiat pada inflasi, output dan harga aset akibat shock dari penawaran uang? 2. Bagaimana pandangan para ekonom mengenai sistem moneter yang berlaku saat ini beserta tawaran sistem moneter alternatifnya?

6 1.3. Tujuan Penelitian Berikut beberapa tujuan yang diharapkan dapat dicapai dari penelitian ini: 1. Tujuan dari studi ini adalah untuk mendapatkan perspektif empirik terhadap gold dinar dengan cara mengevaluasi dinamika moneter yaitu Indonesia. 2. Memaparkan bukti literatur penelitian terdahulu mengenai sistem moneter berbasis emas dan mengemukakan alternatif sistem moneter gold dinar. 1.4. Manfaat Penelitian Bila benar terbukti bahwa sistem fiat merupakan penyebab permasalahan ekonomi di Indonesia, maka justifikasi dari penggunaan gold dinar mungkin dapat dibenarkan. Sehingga penelitian ini akan bermanfaat dalam mendukung penerapan gold dinar dalam perspektif empirik dan literatur. 1.5. Batasan Penelitian Beberapa hal berikut adalah penjelasan yang mencakup batasan masalah yang dituangkan dalam tesis ini, sebagai berikut: 1. Penelitian ini menguji shock dari uang beredar (penawaran uang) terhadap beberapa variabel ekonomi. Penawaran uang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah base money (M1). 2. Variabel ekonomi dalam penelitian ini adalah tingkat harga yang tercermin dari indeks harga konsumen (IHK), output riil dengan ukuran Gross Domestic Product (GDP), suku bunga (SBI) dan harga aset keuangan yang diwakilkan oleh Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebagai perwakilan dari sektor keuangan. 3. Waktu penelitian dilakukan dengan mengambil sampel tahun 1983 hingga 2007. 4. Data yang digunakan berupa data 3 bulanan (quarterly) yang selanjutnya dinamakan Q1, Q2, Q3 dan Q4. 5. Metode pengolahan data menggunakan Vektor Autoreggression Model (VAR).

7 6. Sedangkan analisis dilakukan dengan berdasarkan output Impulse Response Function dan variance decomposition dengan strategi empirik yang disebut Cholensky Factorization dari model VAR diatas. 7. Untuk menjawab pertanyaan penelitian kedua dilakukan dengan analisis studi literatur. 1.6. Kerangka Teoritis Perekonomian memiliki pilihan dalam menentukan Sistem moneter yang akan dianutnya, sistem moneter berbasis emas (Fixed/Pegged Monetary System) atau sistem fiat (Floating Monetary System). Konsekuensi dari memilih salah satu system tersebut berdampak pada penawaran uang dalam perekonomian tersebut. Dengan sistem yang tetap maka penawaran uang di tentukan oleh asset atau komoditas yang menjadi standar dalam sistem tersebut seperti emas atau perak. Sedangkan pada sistem mengambang, kendali penawaran uang lebih ditentukan oleh pemerintah atau bank sentral. Pertumbuhan penawaran uang akan berpengaruh terhadap variabel makro dalam perekonomian. Hubungan teoritis antara penawaran uang dan variable makro ekonomi lainnya seperti output dan tingkat harga dapat ditunjukkan dengan menggunakan teori kuantitas uang (quantity theory) yang dibangun oleh Fisher. M V = P Y (1.1.)

8 Persamaan 1.1. diatas menggambarkan berbagai pola kausal yang melibatkan interaksi antara penawaran uang, tingkat harga, output dan harga aset lainnya. Hal ini dapat ditunjukan melalui tiga hubungan kausal: a. Apabila jumlah uang beredar (M1) naik, maka tingkat harga (P) akan naik M1 P b. Pergerakan jumlah uang beredar (M1) mempengaruhi output (Y) M1 Y c. Apabila jumlah uang beredar (M1) naik, maka tingkat suku bunga (r) akan turun M1 r d. Apabila jumlah uang beredar (M1) naik, suku bunga akan turun maka harga aset (IHSG) akan naik M1 r IHSG Pada notasi diatas, M1 merupakan penawaran uang, P adalah price level, Y adalah output, r adalah tingkat suku bunga, dan IHSG adalah harga asset. Melalui impulse response function dan variance decompositions pada model VAR akan terlihat respons masing-masing variabel jika terdapat shock pada penawaran uang. Apakah respons dari variabel mengarah kepada stabilitas atau instabilitas. Juga akan terlihat berapa proporsi dari pengaruh penawaran uang dalam mempengaruhi variasi pada variabel lainnya.

9 1.7. Hipotesa Penelitian Hipotesa pertama dalam penelitian ini adalah turunan dari pertanyaan penelitian. Hipotesa pertama merujuk dari penelitian yang dilakukan oleh Bayoumi (2004) membuktikan bahwa terjadi volatilitas terhadap harga dan output riil. Dengan sistem moneter yang tetap (sebelum berakhirnya Bretton Wood system) perekonomian lebih cepat melakukan penyesuaian mencapai stabilitas. Kemudian berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan stabilitas harga dan inflasi seperti, Ibrahim (2006) menyatakan sistem moneter dengan menggunakan mata uang fiat yang digunakan saat ini cenderung menimbulkan inflasi yang permanen mendukung kesimpulan yang diperoleh Bordo (1998) yang mencatat bahwa terjadinya inflasi lebih rendah pada masa klasik dimana negara masih menggunakan standar emas (1881-1913) dibandingkan dengan periode yang penuh dengan inflasi (1971-1989). Sementara Kydlland dan Wynne (2002) menemukan hal yang sama tentang adanya tingkat kestabilan harga dalam jangka panjang pada masa klasik penggunaan standar emas dengan demikian dugaan (hipotesa) kedua dari penelitian kali ini adalah dugaan tanpa adanya back up emas terhadap Rupiah maka setiap ekspansi penawaran Rupiah menimbulkan fenomena inflasi. Dengan demikian maka dugaan awal dari uraian diatas adalah: H0: shock pada penawaran uang tidak menyebabkan sustainable inflation dan instabilitas pada output. H1: shock pada penawaran uang menyebabkan sustainable inflation dan instabilitas pada output. Hipotesa kedua, merupakan diturunkan dari kesimpulan lain yang diperoleh melalui studi empirik di Malaysia oleh Ibrahim (2006) adalah kemampuan negara dalam mengendalikan penawaran uang serta independensi terhadap kebijakan yang berkaitan dengan penawaran uang akan melahirkan fenomena gelembung pada harga asset di sektor keuangan. Meera (2002) mengemukakan hal yang sama. Dugaan yang sama muncul terhadap keterkaitan sektor moneter dengan

10 sektor keuangan di Indonesia, dugaan tersebut dituangkan dengan rumusan hipotesa sebagai berikut: H0: interaksi antara penawaran uang dengan harga aset di sektor keuangan tidak menyebabkan gelembung ekonomi.. H1: interaksi antara penawaran uang dengan harga aset di sektor keuangan menyebabkan gelembung ekonomi.. 1.8. Metode Penelitian Penelitian ini mencoba menguji hipotesa melalui impulse response function dan variance decomposition dari model VAR untuk melihat arah dan besaran penawaran uang mempengaruhi output riil, suku bunga dan indeks harga saham gabungan. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari data penawaran uang (money supply), tingkat output riil (real output), tingkat harga (price level), suku bunga (interest rate) dan harga saham gabungan (stock price). Data disajikan dalam bentuk time series secara 3 bulanan yang terdiri dari Q1, Q2, Q3 dan Q4. Digunakan sampel penelitian mulai tahun 1983.Q1 hingga 2007.Q4. Semua variabel yang akan di uji diubah dalam bentuk natural logaritmanya kecuali variabel suku bunga SBI. Sebelum dilakukan pengujian dan analisis, terlebih dahulu dilakukan beberapa tahap persiapan antara lain, pengujian terhadap stasioneritas data, penentuan selang optimal, pengujian kointegrasi. Setelah selesai melakukan serangkaian pengujian pada tahap persiapan barulah dilakukan analisis terhadap variance decomposition dan impulse respon function dengan model VAR yang akan menunjukkan bagaimana respon variabel-variabel yang akan diteliti akibat shock pada penawaran uang. Selain itu, akan diteliti pula besaran pengaruh dari variabel penawaran uang terhadap variabel lainnya.

11 Selanjutnya untuk menjawab pertanyaan penelitian kedua, dilakukan kajian analisis mendalam mengenai sistem moneter alternatif yang berpeluang menyelesaikan masalah yang disebabkan oleh penerapan sistem moneter fiat. Untuk kepentingan tersebut, dilakukan dengan metode penggalian terhadap literatur yang berkaitan dengan topik yang dianalisis. 1.9. Sistematika Penulisan Penulisan ini dibagi menjadi lima bab, yang terdiri dari: Bab I Pendahuluan. Merupakan bab pendahuluan yang memuat latar belakang, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teoritis, hipotesa penelitian, metode penelitian serta sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori, berisikan teori ringkas yang berkaitan dengan sistem moneter berbasis emas dan fiat, teori kuantitas uang, pandangan Islam mengenai uang, riba dan uang fiat serta penelitian terdahulu yang terdiri dari penelitian dari para pendukung gold dinar, penelitian empirik yang membandingkan penerapan mata uang dengan berbasis emas dan tanpa basis emas, diakhiri dengan aplikasi penggunaan VAR dalam penelitianpenelitian sebelumnya. Bab III Metode Penelitian. Pada bab ini akan diuraikan spesifikasi model yang akan digunakan untuk alat analisis, data dan deskripsinya, serta tahapan dan flowchart dari penelitian yang dibangun. Bab IV Hasil dan Analisis. Bab ini diawali dengan memberikan gambaran umum mengenai variabel yang akan dianalisis seperti MI, P, Y, R dan IHSG dengan melihat kurva

12 masing-masing variabel berdasarkan data historisnya. Pada bagian kedua, memaparkan hasil dari pengolahan data yang telah dilakukan. Bagian ketiga merupakan analisis terhadap hasil pengolahan tersebut. Terakhir, uraian mengenai kesimpulan penelitian terdahulu tentang pengujian pada sistem moneter emas dan fiat. Diakhiri dengan pandangan para ekonom Islam mengenai gold dinar. Bab V Kesimpulan dan Saran.