BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dalam pengelolaan Negara baik secara desentralisasi maupun secara otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut azas. desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. kemasyarakatan dan pemerintah. Bakotic (2013) kepuasan kerja sering ditunjukan

BAB I PENDAHULUAN. organisasi disamping modal, material, mesin, dan sumber daya lainnya. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam era pembangunan dewasa ini, arti dan fungsi tanah bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang di kemukakan oleh Martoyo (2000), bahwa kepuasan kerja adalah

BAB I PENDAHULUAN. proses produksi barang maupun jasa. Cascio (1998) menegaskan bahwa manusia

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok manusia sangat diperlukan untuk dapat bersosialisasi dan bekerja

BAB I PENDAHULUAN. organisasi dan kelangsungan hidup organisasi. Peran kepemimpinan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Di era reformasi yang telah berjalan sejak beberapa tahun yang lalu,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi pada perusahaan Keramik Pondowo malang, dengan hasil penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dapat menimbulkan menurunnya motivasi kerja.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan kerja menurut Martoyo (2004:132) adalah keadaan emosional karyawan

BAB I PENDAHULUAN. menuntut setiap organisasi dan perusahaan untuk bersikap lebih responsif agar

BAB I PENDAHULUAN. Seorang pegawai jika tidak mendapatkan kepuasan dalam bekerja, akan

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan unsur yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan sebagai suatu organisasi mempunyai tujuan yang ingin dicapai,

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang diberikan kepada daerah diatur dalam TAP MPR RI Nomor XV/MPR/1998

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui apakah peran pimpinan secara keseluruhan dapat dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Sehingga dalam kaitan dengan kinerja pegawai, mahsun (2013:25), menjelaskan kinerja (performance) merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pelayan masyarakat yang dapat memberikan pelayanan yang terbaik sesuai

BAB I PENDAHULUAN. diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peran utama dalam menentukan dinamika dari semua sumber yang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang ada di setiap kegiatan organisasi. Organisasi atau perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. cenderung hidup dan terlibat di dalam anggota kemasyarakatan. Organisasi di dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Robbins, 2006).

PENGARUH KEPEMIMPINAN, KOMUNIKASI DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI DI PUSKESMAS MLARAK KABUPATEN PONOROGO SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan unsur yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap aspek

BAB I PENDAHULUAN. Kesuksesan atau kegagalan dalam pelaksanaan tugas dan penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. individunya saling menunjang sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja

BAB I PENDAHULUAN. di desa Pulo Ampel kabupaten Serang Provinsi Banten ini berdiri dari tahun 1985

BAB 1 PENDAHULUAN. muka bumi, manusia juga merupakan makhluk yang penuh dengan rencana,

BAB I PENDAHULUAN. keefektifan dan keberhasilan pelaksanaan pembelajaran di sekolah. Kepuasaan kerja

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan, mendorong perusahaan-perusahaan untuk berkompetisi ditengah

BAB 1 PENDAHULUAN. arahan yang positif demi tercapainya tujuan organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. Dunia telah memasuki era perubahan dan transformasi yang sangat cepat.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kondisi global yang semakin maju membawa dampak

BAB I PENDAHULUAN. kemampuannya mewujudkan organisasi yang profesional, efektif, efisien,

BAB I PENDAHULUAN. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Garut merupakan

BAB II KAJIAN TEORI. untuk melakukan atau bertindak sesuatu. Keberadaan pegawai tentunya

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap anggota dan lapisan masyarakat, tenaga kerja, perusahaan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu aspek pembangunan sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. sampai-sampai beberapa organisasi sering memakai unsur komitmen sebagai

BAB I PENDAHULUAN. ini, oleh karena itu perusahaan membutuhkan manusia-manusia yang berkualitas tinggi, memiliki

PENDAHULUAN. Setiap perusahaan mengharapkan produktivitas kinerja yang optimal dari

BAB I PENDAHULUAN. Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. bidang kekuasaan kehakiman di empat lingkungan peradilan, yaitu Peradilan

BAB I PENDAHULUAN. maupun kinerja organisasi secara keseluruhan. Satu hal yang harus diperhatikan

BAB I PENDAHULUAN. atau tugas umum, terikat pada lingkungan tertentu, menggunakan alat teknologi,

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam suatu organisasi/instansi dipandang sebagi sumber daya.

BAB I PENDAHULUAN. PT. Galamedia Bandung Perkasa (Grup Pikiran Rakyat) didirikan di

BAB I PENDAHULUAN. organisasi (Arthur, 1994). Menurut Samad (2006) bahwa karakteristik pekerjaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kinerja karyawan semakin baik. Salah satu tindakan yang penting dan harus

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting berhasil tidaknya suatu organisasi dalam mencapai tujuan,

BAB I PENDAHULUAN. tinggi dalam bidang pekerjaannya. Oleh karena itu keberadaan suatu. perusahaan tidak terlepas dari unsur sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia merupakan salah satu penggerak utama atas

I. PENDAHULUAN. identifikasi masalah, pembatasan masalah dan rumusan masalah. Untuk

PENGARUH GAJI, INSENTIF, DAN FASILITAS TERHADAP DISIPLIN KERJA KARYAWAN PD BPR BANK PASAR KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2007/2008

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya manusia. Saat ini sumber daya manusia dianggap

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi dewasa ini, sebuah perusahaan bertaraf nasional maupun

BAB I PENDAHULUAN. organisasi bisnis, tidak lepas dari kinerja individu. Dalam hubungan ini faktor

BAB I PENDAHULUAN. dijalankan oleh pejabat-pejabat pemerintahan. Itu merupakan satu jenis

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk mampu mengahadapi tantangan dari luar maupun dari dalam perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sebuah organisasi baik swasta maupun pemerintah dapat didukung

BAB I PENDAHULUAN. manusia akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinanya kelak.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang kita ketahui bahwa pada saat ini persaingan antar perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian terhadap kepuasan kerja menjadi penting dalam organisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Wexley dan Yukl mengartikan kepuasan kerja sebagai the way an

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kepemimpinan dapat dikatakan sebagai cara dari seorang pemimpin

BAB I PENDAHULUAN. tua peserta didik dan antara sekolah dengan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Departemen yang berada dibawah Kementrian Agraria dan Tata Ruang dan

BAB I. Pendahuluan. penggerak yang mendorong perubahan organisasi. dikaji dan diteleti, karena paling sering diamati namun merupakan fenomena

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya suatu koordinasi yang baik antara fungsi-fungsi yang ada di dalam

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHAULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dipengaruhi banyak faktor diantaranya keterampilan atau keahlian yang dimiliki,

I. PENDAHULUAN. aspek sosial, politik serta aspek pertahanan dan keamanan. Kenyataan

PENGARUH MOTIVASI KERJA DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP PENINGKATAN KINERJA KARYAWAN PT. WANGSA JATRA LESTARI PAJANG KARTASURA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam menggerakkan roda perkembangan dan laju produktivitas perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN. Kompetisi lingkungan bisnis terkini tengah membutuhkan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan suatu perusahaan tak luput oleh peran sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. era globalisasi yang penuh persaingan. Ritel adalah salah satu cara pemasaran

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I. kualitas maupun kuantitas. Menurut Rivai (2006) kinerja adalah perilaku nyata yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam menjalankan aktivitasnya, suatu organisasi baik pemerintah atau

BAB I PENDAHULUAN. mengusahakan kinerja individual yang tinggi, karena pada dasarnya perilaku individu

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia sebagai negara kesatuan menganut azas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah, dengan memberikan kesempatan dan keleluasan pada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Hal ini diwujudkan dalam pemberian otonomi kepada daerah. Secara hukum, otonomi yang diberikan kepada daerah diatur dalam TAP MPR RI NO XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam penyelenggaraannya otonomi daerah dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerintahan, dan keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah (Prayoto, 2004). Dalam peraturan perundang-undangan di atas, pemberian kewenangan otonomi kepada daerah kabupaten/kota didasarkan kepada azas desentralisasi saja dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Dalam kewenangan otonomi yang luas ini tercakup keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang meliputi kewenangan bidang pemerintahan kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan,

2 peradilan, moneter data fisikal, dan kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Selain itu keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi (Prayoto, 2004). Tugas terpenting dari setiap instansi pemerintah adalah memberikan pelayanan. Oleh karena itu sebagai organisasi yang melaksanakan tugas pelayanan, tugas pokok dan fungsinya dipengaruhi dan ditentukan oleh prosedur dan kebijakan tertentu, untuk kemudian dipertanggungjawabkan kinerjanya kepada masyarakat sebagai pemberi mandat. Salah satu organisasi pelayanan publik adalah Kantor Pertanahan Kota Ambon yang merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen. Badan ini berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dan dipimpin oleh Kepala (Sesuai dengan Perpres No. 10 Tahun 2006). Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional, dan sektoral. Badan ini bergerak dalam bidang pelayanan terhadap masyarakat sesuai visi dan misi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Visi dan misi dari Badan Pertanahan Nasional adalah menjadi lembaga yang mampu mewujudkan tanah dan

3 pertanahan untuk kemakmuran rakyat, serta keadilan dan keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan Republik Indonesia. Peningkatan pelayanan dari waktu ke waktu kepada masyarakat merupakan hal yang sangat penting karena pelayanan yang baik akan menimbulkan kepercayaan yang baik dari masyarakat, seperti proses pembuatan sertifikat yang selama ini sempat terhenti sudah bisa terselesaikan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Penyerahan sertifikat secara simbolik oleh Kepala BPN RI, Joyo Winoto, Ph.D menandakan sudah bisanya warga mendapatkan sertifikat atas lahannya dan dengan adanya penyerahan sertifikat tersebut itu berarti ada pembuktian bahwa sertifikat tanah dapat diurus (Kalteng Pos, 13/02/2012). Kemudian adanya penghargaan yang diberikan oleh lembaga independent atas sertifikat ISO 9001/2008 sebagai bukti kinerja dari barbagai program yang telah dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan Kota Depok, seperti pelaksanaan Larasita, Prona, dan jenis pelayanan lainnya (Global post, 30/10/2010). Namun sebaliknya, jika pelayanan yang tak memuaskan dan kinerja yang menurun dapat mengakibatkan kekecewaan kepada masyarakat. Ada beberapa kasus yang terjadi pada BPN Semarang seperti SPOPP pemecahan sertifikat perorangan waktu

4 penyelesaiannya paling lama 15 hari dengan biaya pendaftaran dua puluh lima ribu rupiah. Akan tetapi yang terjadi di lapangan ketika ada warga masyarakat yang mengurus sertifikat perorangan sudah hampir sebulan tetapi belum selesai. Alasan yang disampaikan oleh aparat/pegawai adalah karena tidak adanya koordinasi dan komunikasi yang baik antar seksi sehingga menyebabkan jika ada berkas yang terhambat di satu seksi akan menambah lamanya waktu penyelesaian sertifikat, karena pengerjaan sertifikat seperti roda berjalan. Jika terhambat di satu seksi, maka berkas tidak dapat diteruskan ke seksi berikutnya (Suryanti,2009). Bukan hanya kasus yang terjadi di BPN Semarang tetapi ada kasus juga yang terjadi akhir-akhir ini pada BPN Jakarta (Detiknews, Rabu, 14/09/2011). Wakil Ketua Komisi II DPR Ganjar Pranowo dalam acara seminar nasional bertajuk Tanah untuk Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat, Implementasi Reforma Agraria, di aula Fakultas Hukum UKI, Jl Diponegoro, Jakarta mengatakan: "DPR mendesak agar Presiden mengevaluasi BPN. Kinerja BPN tidak bagus malah cenderung jelek. Banyak persoalan tanah yang tidak terselesaikan oleh BPN. Program Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah (Larasita) tidak dijalankan begitu pula perpindahan pejabat yang tidak jelas, isu permainan uang hingga isu pelecehan seksual oleh pejabat BPN semakin memperparah BPN.

5 Berbagai keluhan masyarakat terus mewarnai penyelenggaraan pelayanan di bidang Pertanahan. Rasa enggan dan gambaran negatif masih dirasakan masyarakat jika harus berurusan dengan Kantor Pertanahan. Sama halnya yang terjadi di daerah lain, hal serupa juga terjadi pada Kantor Pertanahan Kota Ambon. Ada beberapa kasus yang mencuat dalam media massa lokal (Siwalima, 01 November 2010) seperti penggandaan sertifikat tanah masyarakat dan lambatnya pelayanan petugas dalam mengeluarkan sertifikat tanah masyarakat sehingga banyak masyarakat mengeluh dengan kinerja pegawai kantor Pertanahan Kota Ambon (wakil wali kota Ambon, Olivia Latuconsina, 2010). Berdasarkan data dan informasi yang di peroleh dari kantor Pertanahan kota Ambon, koran, internet dan wawancara dengan kepala personalia Kantor Pertanahan Kota Ambon, Melcky Helaha (19 Oktober 2011), realitas kinerja pegawai di lingkungan kantor Pertanahan Kota Ambon belum seperti yang diharapkan. Hal ini terlihat dari kemampuan pegawai yang kurang memahami tugas pokok dan fungsi sebagai pegawai di lingkungan Kantor Pertanahan Kota Ambon. Hal ini mungkin diakibatkan ketidaksesuaian latar belakang pendidikan dengan pekerjaaan yang dilakukan misalnya ada pegawai yang berlatarbelakang pendidikan SMA maupun Sarjana. Secara nyata dapat

6 dilihat dari kondisi-kondisi yang ditemukan sebagai berikut: prosedur pemberian tugas tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan yang dimiliki pegawai. Pegawai yang lebih mahir dalam pengukuran tanah adalah yang berpendidikan SMA dibandingkan yang sarjana, dan adanya keengganan pegawai untuk bekerja lebih optimal. Peningkatan kinerja pegawai Kantor Pertanahan Kota Ambon sangat diperlukan. Karena dari data dan informasi terungkap bahwa kinerja pegawai kantor tersebut belum optimal terutama dalam memberikan layanan publik terhadap masyarakat. Belum optimalnya kinerja pegawai Kantor Pertanahan Kota Ambon terlihat dari produktivitas kerja pegawai yang cenderung rendah; yang terungkap dari pemanfaatan waktu kerja yang tidak maksimal. Efisiensi kerja pegawai yang cenderung rendah dalam melaksanakan fungsi kinerja pada masing-masing unit kerja, kurangnya kemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan kewajibannya; yang terungkap dari kinerja yang kurang baik bagi pegawai-pegawai baru dalam melakukan pengukuran tanah dan pendaftaran tanah. Sementara itu, disiplin sejumlah pegawai dalam mematuhi dan melaksanakan peraturan juga tampak lemah (Helaha, 2010). Berdasarkan data yang di dapat dari Kantor Pertanahan Kota Ambon, dari segi disiplin waktu

7 bekerja masih ditemukannya pegawai yang kurang menggunakan waktu secara baik. Hal ini dilihat dari masih adanya pegawai hadir lewat dari waktu yang ditentukan misalnya seharusnya jam masuk kantor adalah pukul 07.30 WIB pagi tetapi hadir pukul 10.00 WIB pagi. Makan siang dan istirahat pukul 12.00-13.00 WIB tetapi pada kenyataanya masih ditemukannya pegawai yang masuk kembali ke kantor pukul 15.00 WIB. Apel pagi dan sore yang tidak diikuti secara disiplin. Lemahnya disiplin pegawai ini dapat menurunkan kualitas pelayanan publik yang professional dan transparan. Pelayanan publik yang tidak profesional dan tidak transparan sering menjadi keluhan pihak yang berkepentingan dengan pelayanan tersebut. Hasil observasi dan wawancara dengan kepala personalia Kantor Pertanahan Kota Ambon, Melcky Helaha (19, Oktober 2010), masih ditemukan pemikiran dalam diri pegawai bahwa pekerjaan itu bukanlah yang harus dikerjakan, ditemukannya egoisme pegawai dalam mengerjakan pekerjaan, rendahnya pemahaman pegawai terhadap tugas-tugas yang diemban (pengetahuan tentang peraturan, sistem kerja dan prosedur kerja). Menurut salah seorang pegawai, sering terjadi pekerjaan yang tertunda-tunda diakibatkan kondisi kantor yang kurang memadai. Namun, Helaha (2010) mengungkapkan, sebagian besar pegawai melakukan tugas dan tanggung jawab sebagaimana

8 mestinya sesuai dengan peraturan badan dengan memberikan pelayanan yang baik dan tepat terhadap masyarakat, seperti penyelesaian sertifikat tanah tepat pada waktu yang telah ditentukan. Keadaan masyarakat sekarang yang semakin kritis dan berani menuntut haknya terutama dalam hal pelayanan yang mengharuskan pemerintah menunjukkan kinerja optimalnya, karena kinerja adalah suatu hasil di mana orang-orang dan sumber daya lain yang ada dalam organisasi secara bersamasama membawa hasil akhir yang di dasarkan pada tingkat mutu dan standar yang telah ditetapkan. Pelaksanaan otonomi daerah yang berakibatkan perubahan struktur organisasi dan berpindahnya pegawai pusat menjadi pegawai daerah telah membawa nuansa yang lebih beragam pada organisasi, terutama karakteristik pegawai (Prayoto, 2004). Kinerja merupakan efek logis individu (seorang atau sekelompok pegawai) yang didorong oleh faktorfaktor baik yang bersifat internal maupun eksternal. Faktor Internal yang terkait dengan sifat-sifat seseorang misalnya kinerja baik disebabkan mempunyai kemampuan tinggi dan tipe pekerja keras. Faktor eksternal yang terkait dari lingkungan seperti perilaku, sikap dan tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi, fasilitas kerja dan iklim organisasi (Timple dalam

9 Mangkunegara, 2006). Begitu juga yang dikemukan oleh Gibson (1990), sebagian besar faktor penentu keberhasilan kinerja ini antara lain; faktor individual yang meliputi: kemampuan, latar belakang, dan demografi. Faktor organisasi meliputi: sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, desain pekerjan. Sedangkan faktor psikologis meliputi: persepsi, sikap, kepribadian, belajar, motivasi. Martoyo (1998) juga mengungkapkan, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja yaitu: Motivasi, kepuasan kerja, tingkat stres, kondisi fisik pekerjaan, dan sistem kompensasi. Faktor-faktor inilah yang menentukan kinerja pegawai itu baik atau buruk. Mengingat pentingnya kinerja pegawai dalam mencapai kinerja organisasi, maka perlu dikaji faktorfaktor yang dapat meningkatkan kinerja pegawai untuk menunjang keberhasilan Kantor Pertanahan Kota Ambon di kemudian hari antara lain faktor kepemimpinan. Upaya peningkatan kinerja pegawai sangat tergantung pada kemampuan pemimpinnya. Kemampuan yang dimiliki pemimpin dapat mempengaruhi pegawainya untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Pada sebuah organisasi pemerintahan, kesuksesan atau kegagalan dalam pelaksanaan tugas dan penyelenggaraan pemerintahan, dipengaruhi oleh kepemimpinan, melalui kepemimpinan dan didukung

10 oleh kapasitas organisasi pemerintahan yang memadai, maka penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (Good Governance) akan terwujud, sebaliknya kelemahan kepemimpinan merupakan salah satu sebab keruntuhan kinerja birokrasi di Indonesia (Istianto, 2009). Kepemimpinan (leadership) dapat diartikan sebagai cara dari seorang pemimpin (leader) dalam mengarahkan, mendorong dan mengatur seluruh unsur-unsur di dalam kelompok atau organisasinya untuk mencapai suatu tujuan organisasi yang diinginkan sehingga menghasilkan kinerja pegawai yang maksimal. Dengan meningkatnya kinerja pegawai berarti tercapainya hasil kerja seseorang atau pegawai dalam mewujudkan tujuan organisasi. Oleh karena itulah dibutuhkan seorang pemimpin yang bisa mengerti perilaku organisasi yang sedang dihadapinya sehingga ia mampu membawa organisasinya mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama melalui pencapaian visi organisasi. Serta pemimpin yang mentransformasi nilai-nilai, kepercayaan, sikap, perilaku, emosional, dan kebutuhan bawahan menuju perubahan yang lebih baik di masa depan. Dengan penerapan kepemimpinan transformasional, bawahan akan merasa dipercaya, dihargai, loyal, dan respek kepada pemimpinnya. Pada akhirnya bawahan akan termotivasi untuk melakukan

11 lebih dari yang diharapkan yang akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja. Jika pemimpin kurang berpengaruh maka akan mempengaruhi kepatuhan, kesungguhan dan disiplin dalam bekerja. Untuk itulah seorang pemimpin yang transformasional dapat mempengaruhi, memotivasi, memberikan stimulasistimulasi intelektual dan memberikan pertimbanganpertimbangan bagi pegawainya (Bass, 1990). Anikmah (2008) dalam hasil penelitiannya, kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan/pegawai. Artinya semakin baik kepemimpinan transformasional yang dijalankan, maka kinerja karyawan akan meningkat. Hasil ini juga konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Utami (2006) yang membuktikan kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Namun, penelitian dari Komardi (2009) menghasilkan Kepemimpinan transformasional dari atasan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pegawai karena pemimpin di perusahan yang ditelitinya belum menimbulkan pengaruh terhadap peningkatan kinerja karyawan dengan baik. Hasil temuan tersebut dapat dipahami bahwa sebenarnya pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja tidak selalu menunjukkan gejala atau pembuktian yang sama. Dari studi-studi terdahulu telah dilakukan tersebut ternyata terdapat beberapa pembuktian yang berbeda untuk itulah peneliti tertarik

12 untuk melakukan penelitian terbaru guna membuktikan pengaruh antara kedua variabel ini. Kinerja dalam menjalankan fungsinya dipengaruhi juga dengan kepuasan kerja (Donnelly, Gibson, dan Invancevic dalam Nursiah, 2008), meskipun hanya merupakan salah satu faktor dari banyak faktor berpengaruh lainnya. Dengan kepuasan kerja yang diperoleh, diharapkan kinerja pegawai yang tinggi dapat dicapai para pegawai. Tanpa adanya kepuasan kerja, pegawai akan bekerja tidak seperti apa yang diharapkan oleh kantor Pertahanan, maka akibatnya kinerja pegawa menjadi rendah, sehingga tujuan Kantor Pertanahan secara maksimal tidak akan tercapai. Dapat diketahui bahwa tidak hanya kemampuan pegawai saja yang diperlukan dalam bekerja tetapi juga menciptakan kepuasan dalam bekerja agar tercapainya kinerja pegawai di dalam Kantor Pertanahan tersebut. Kantor Pertanahan Kota Ambon perlu memperhatikan dan menciptakan kondisi adanya keseimbangan antara pencapaian tujuan individual pegawainya di mana salah satu tujuan pegawai adalah tercapainya kepuasan dalam bekerja. Menurut Herzberg (1959) kepuasan kerja dan ketidakpuasan itu merupakan dua hal yang berbeda. Herzberg menyakini bahwa hubungan individu dengan pekerjaannya merupakan hubungan yang mendasar dan sikap seseorang terhadap pekerjaannya dapat sangat menentukan

13 kesuksesan atau kegagalan individu tersebut. Teori Herzberg ini diturunkan atas pembagian hierarki kebutuhan Maslow menjadi kebutuhan atas dan bawah. Kebutuhan tingkat atas pada teori Herzberg yang diturunkan dari maslow adalah penghargaan dan aktualisasi diri yang disebut sebagai motivator, sedangkan kebutuhan yang lain digolongkan menjadi kebutuhan bawah yang disebut sebagai hygiene factor. Seorang pegawai dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi akan menunjukkan sikap yang positif terhadap pekerjaannya, dan seorang pegawai yang tidak puas akan menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaannya. Jika pegawai merasa puas terhadap perlakuan yang diterimanya di tempat kerja, maka mereka akan bersemangat untuk bekerja sebagaimana yang diharapkan, sehingga akan meningkatkan kinerja mereka dan selanjutnya akan meningkatkan kinerja organisasi (Nursiah, 2004). Kepuasan kerja sangat berpengaruh terhadap kinerja pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai. Apabila kepuasan pegawai dapat terpenuhi maka akan menunjukkan kinerja yang positif. Terbukti dari hasil penelitian oleh Purwanto dan Wahyudin (2002) yang berjudul Pengaruh faktor-faktor kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan pusat pendidikan komputer akuntansi IMKA di Surakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang

14 signifikan, baik secara bersama-sama maupun secara masing-masing hubungan. Semua aspek kepuasan kerja dan kinerja searah, yaitu setiap peningkatan kepuasan kerja akan meningkatkan kinerja pula. Begitupun dengan penelitian oleh Nursiah (2008) tentang pengaruh gaya kepemimpinan dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan pada PT. Indosat Devisi Regional Medan, ditemukan kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Dari penelitian-penelitian ini, kepuasan kerja bagi pegawai sangat diperlukan untuk meningkatkan kinerja. Adanya ketidakpuasan pada para pegawai dalam bekerja akan membawa akibat-akibat yang kurang menguntungkan baik bagi Kantor Pertanahan Kota Ambon itu sendiri maupun bagi masyarakat. Oleh sebab itu penelitian ini dilakukan kembali untuk memberikan hasil terbaru dari penelitian-penelitian sebelumnya guna mengetahui tingkat kepuasan pegawai untuk meningkatkan kinerja. Yukl dan Wexley (1977) mengemukakan, ketidakpuasan akan memunculkan dua macam perilaku yaitu penarikan diri (Turnover) atau perilaku agresif (sabotase, kesalahan yang disengaja, perselisihan antara karyawan dan atasan, dan juga pemogokan) sehingga menurunkan tingkat produktivitas, sedangkan menurut Robbins (2003),

15 karyawan mengekspresikan ketidakpuasannya dengan empat cara sebagai berikut; Pertama, keluar dari pekerjaannya dan mencari ditempat lain. Kedua, bekerja dengan seenaknya (terlambat datang, tidak masuk kerja, membuat kesalahan yang disengaja). Ketiga, membicarakan ketidakpuasannya kepada atasan dengan tujuan agar kondisi tersebut dapat berubah. Keempat, menunggu dengan optimis dan percaya bahwa organisasi dan manajemennya dapat melakukan sesuatu yang baik. Gambaran dan fenomena di atas, menjelaskan bahwa masalah mendasar dari minimnya kualitas pelayanan Kantor Pertanahan Kota Ambon adalah karena rendahnya kinerja pegawai dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Dilihat dari berbagai masalah yang terjadi pada Kantor Pertanahan Kota Ambon, baik masalah dalam kantor Pertanahan Kota Ambon itu sendiri maupun pelayanan terhadap masyarakat. Maka peran pemimpin yang transformasional dan kepuasan kerja yang terjamin dan terpuaskan diduga dapat menjadi prediktor dalam peningkatan kinerja pegawai. Jika seorang pemimpin yang menjalankan gaya kepemimpinan transformasional yang baik akan menghasilkan peningkatan kinerja. Begitupun dengan kepuasan kerja yang terpuaskan akan meningkatkan kinerja pegawai.

16 Jika kedua faktor ini tidak terpenuhi maka dengan sendirinya kinerja pegawai menurun. Berangkat dari latar belakang masalah ini, maka penulis menjadikan persoalan kepemimpinan transformasional dan kepuasan kerja sebagai prediktor terhadap kinerja pegawai sebagai fokus dalam penelitian ini. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah sebagai berikut: Apakah kepemimpinan transformasional dan kepuasan kerja dapat dijadikan sebagai prediktor terhadap kinerja pegawai pada Kantor Pertanahan Kota Ambon? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah Untuk menganalisis kepemimpinan transformasional dan kepuasan kerja sebagai prediktor terhadap kinerja pegawai pada Kantor Pertanahan Kota Ambon. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1. Penelitian ini dilakukan agar dapat membandingkan teori yang ada dengan situasi

17 yang terjadi di lapangan, memperdalam ilmu dan wawasan, memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan, menambah perbendaharaan penelitian serta dapat menjadi perbandingan untuk penelitian sejenis. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan yang berguna bagi pimpinan kantor Pertanahan kota Ambon terutama sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan peningkatan kinerja pegawai pada Kantor Pertahan Kota Ambon. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi bahan penelitian selanjutnya dalam rangka menambah khasanah akademik sehingga berguna untuk pengembangan sumber daya manusia. 1.5. Sistematika Penulisan Untuk memperoleh pembahasan yang sistematis, penulis menyusun tulisan ini ke dalam beberapa bab, antara lain: Bab I, dalam bab ini penulis membahas latar belakang masalah dalam penelitian dengan menguraikan fenomena-fenomena yang terjadi mengenai kinerja pegawai Kantor Pertanahan di Indonesia pada umumnya dan secara khusus kinerja

18 pegawai pada Kantor Pertanahan Kota Ambon sehingga masalah dalam penelitian dapat dirumuskan dan tujuan penelitian dapat dicapai. Bab II, dalam bab ini penulis menguraikan landasan teori yang melatarbelakangi penelitian yang terdiri dari pengertian masing-masing variabel, faktorfaktor yang mempengaruhi, kemudian mengemukakan hasil-hasil penelitian yang mendukung sehingga model dan hipotesis penelitian dapat diambil. Bab III, dalam bab ini penulis menguraikan tentang variabel penelitian, defenisi operasional dan dari definisi operasional tersebut dapat ditemukan mengenai aspek dan indikator sehingga dapat dikembangkan skala penelitian yang dibangun dari teori yang digunakan, kemudian dijelaskan mengenai metodologi pengumpulan data, bagaimana validitas dan reliabilitas alat ukur, populasi dan sampel penelitian, serta teknik analisis data. Bab IV, dalam bab ini penulis menguraikan tentang deskripsi tempat penelitian, karakteristik responden, hasil uji validitas dan reliabelitas alat ukur, hasil pengukuran variabel, hasil uji statistik, serta pembahasan. Bab V, dalam bab ini penulis menguraikan tentang kesimpulan dan saran berdasarkan hasil penelitian.