BAB I PENDAHULUAN. etnik Lampung selalu bekerja sama, tolong menolong, bergotong royong,

dokumen-dokumen yang mirip
WALIKOTA LANGSA PERATURAN WALIKOTA LANGSA NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENILAIAN GAMPONG TERBERSIH SE-KOTA LANGSA

BAB I PENDAHULUAN. duduk di salah satu warung kopi. Pembicaraan pengunjung warung tersebut

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG KECAMATAN DUKUN DESA KENINGAR Alamat : Keningar, Dukun, Magelang Kode Pos 56482

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.71/Menhut-II/2014 TENTANG MEMILIKI DAN MEMBAWA HASIL BERBURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERBURUAN BURUNG, IKAN DAN SATWA LIAR LAINNYA

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG PENERTIBAN PEMELIHARAAN HEWAN TERNAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 8 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat

BAB III METODE PENELITIAN. yang diteliti yang rinci, dibentuk dengan kata-kata, gambaran holistic dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

PRINSIP-PRINSIP DASAR KELOMPOK DI DUSUN MUARA TIGA KECAMATAN PADANG CERMIN KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994 TENTANG PERBURUAN SATWA BURU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH DESA KUCUR

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 18/Menhut-II/2010 TENTANG SURAT IZIN BERBURU DAN TATA CARA PERMOHONAN IZIN BERBURU

DESA TEGALSARI JL. Jend Sudirman no 05 Tlp. (0333)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1994 Tentang : Perburuan Satwa Buru

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISIS DATA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 31/Menhut-II/2009 TENTANG AKTA BURU DAN TATA CARA PERMOHONAN AKTA BURU DENGAN RAHMAT TUHAN

KEPALA DESA BANGUNSARI KECAMATAN SONGGON KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DESA NOMOR 7 TAHUN 2016 T E N T A N G PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PELESTARIAN SATWA BURUNG DAN IKAN

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA

I. PENDAHULUAN. pemerintah RI yang terjadi di daerah Sulawesi tepatnya Sulawesi Selatan. Para pelaku

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 09 TAHUN 2000 T E N T A N G SUMBER PENDAPATAN PEKON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. lebih dulu telah merdeka bahkan jauh sebelum indonesia merdeka.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG. PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN,

2 Indonesia Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3544); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.79/Menhut-II/2014 TENTANG PEMASUKAN SATWA LIAR KE TAMAN BURU DAN KEBUN BURU

Berikut beberapa penyebab kepunahan hewan dan tumbuhan: 1. Bencana Alam

5. Merekomendasikan tindakan perlindungan, pemenuhan, dan penegakan HAM dan mencegah terjadinya lagi pelanggaran HAM di masa mendatang; 6.

penelitian ini akan diuraikan beberapa konsep yang dijadikan landasan teori penelitian. Adapun tinjauan pustaka dalam penelitian adalah.

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN TAMAN BURU DAN PERBURUAN. Oleh: Bambang Dahono Adji Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Jakarta, 18 September 2014

Program Kunjungan Sekolah Kampanye Bangga Hutan Geumpang

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

BAB I PENDAHULUAN. sudah dinyatakan punah pada tahun 1996 dalam rapat Convention on

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayai dan Ekosistemnya;

BAB V KESIMPULAN, IMPILIKASI DAN SARAN. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. militer Jepang dan masih ada hingga saat ini, ketika masa penjajahan Jepang

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 11 TAHUN

2 c. bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 461/Kpts-II/1999 telah ditetapkan Penetapan Musim Berburu di Taman Buru dan Areal Buru; b. ba

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 13 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA ADAT DAN/ATAU KEMASYARAKATAN DI DESA

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, dan dari kebiasaan itu yang nantinya akan menjadi kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. pengangguran, diperkirakan dapat membahayakan keamanan, di samping itu

I. PENDAHULUAN. tujuannya. Artinya seorang pemimpin organisasi memegang peranan yang

Draft Pertanyaan Strategi Adaptasi Petani Pemilik Lahan Terbatas

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Mandiri Pedesaan itulah proses hegemoni terjadi, pelibatan masyarakat dalam

SMP NEGERI 3 MENGGALA

PROGRAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH DASAR KELAS II SEMESTER 1

BAB I PENDAHULUAN. Nan Tigo (wilayah yang tiga). Pertama adalah Luhak Agam yang sekarang

BAB I. PENDAHULUAN. mudah dijumpai, dari jalanan Ibukota sampai di daerah-daerah bisa dipastikan ada

BAB 1 PENDAHULUAN. spesifik. Oleh sebab itu, apa yang diperoleh ini sering disebut sebagai

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah organisasi terdiri dari sekelompok orang yang bekerja bersama-sama untuk

I. PENDAHULUAN. Margakaya pada tahun 1738 Masehi, yang dihuni masyarakat asli suku Lampung-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, kesadaran masyarakat untuk melakukan gotong royong sangat

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur

Standard Operating Procedure

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang

BAB I PENDAHULUAN. Hasnur Group yang awalnya bergerak pada bidang angkutan sungai tradisional

Alang-alang dan Manusia

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 70.A TAHUN 2015 TENTANG DESA BERBUDAYA

BAB I PENDAHULUAN. PT. Djarum yang berada di daerah provinsi Lampung memiliki dua organisasi

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994 TENTANG PERBURUAN SATWA BURU

1. PENDAHULUAN. tiga prasyarat yaitu kompetisi didalam merebutkan dan mempertahankan

BAB IV ANALISIS POLA KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ETNIS LAMPUNG DAN BALI DALAM MEMELIHARA KERUKUNAN HIDUP BERMASYARAKAT

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

LAMPIRAN IV PANDUAN PENYIAPAN LAHAN DENGAN PEMBAKARAN UNTUK MASYARAKAT ADAT/TRADISIOANAL

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA)

QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA ADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,

BAB I PENDAHULUAN. dan fauna yang tersebar diberbagai wilayah di DIY. Banyak tempat tempat

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 70.B TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SEWA DAN RUMAH KOST

BAB I PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat merupakan bagian dari Provinsi DKI Jakarta yang merupakan

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 7. MEMBACA SASTRALatihan Soal 7.9

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 08 TAHUN 2000 T E N T A N G PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN ATAU PENGGABUNGAN PEKON

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG TENTANG MUSYAWARAH DESA

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT LUNDAYEH KABUPATEN NUNUKAN

I. PENDAHULUAN. kehidupan dan pemimpin sebagai sumber daya manusia yang sangat. yang diperintahkan atau dikehendaki pemimpin. Gibson dalam Pasolong

I. PENDAHULUAN. adalah satu yaitu ke Indonesiaannya. Oleh karena itu maka adat bangsa

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. memberikan kesempatan lebih luas bagi kaum wanita untuk lebih berkiprah maju

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

I. PENDAHULUAN. proses penyelenggaraan pemerintahan. Menurut Abdulkarim (2007:15), pemerintah yang berpegang pada demokrasi merupakan pemerintah yang

TERBARU: Senapan Angin Gejluk Untuk Berburu Babi Hutan Dan CelengKategori: Senapan Angin Gejluk 14 Kali Dilihat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KABUPATEN PESAWARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA HANURA, KEPALA DESA CILIMUS DAN, KEPALA DESA HURUN

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pribadi masyarakat etnik Lampung akan merasa kurang terpandang apabila ia tidak berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan. Prilaku ini menggambarkan sikap toleransi kebersamaan sehingga seseorang akan memberikan apa saja sehingga hal tersebut dianggap bermanfaat bagi mereka. Hal ini dikarenakan tidak semua pekerjaan dapat diatasi oleh perseorangan, maka seperti halnya suku bangsa yang lainnya, masyarakat etnik Lampung selalu bekerja sama, tolong menolong, bergotong royong, dan saling membantu baik dalam bentuk materiil maupun non-materiil. Salah satu terapannya tercermin dalam tradisi Masu Babuy dimana ketika masyarakat menghadapi masalah bersama seperti hama babi yang merusak perkebunan warga, maka masyarakat tersebut akan bergotong-royong mengadakan perburuan yang bertujuan untuk mengusir dan memberantas hama babi hutan yang menggangu perkebunan.

2 Tradisi Masu Babuy merupakan salah satu tradisi turun menurun masyarakat Lampung khususnya di Kabupaten Lampung Barat yang sampai saat ini masih terjaga kelestariaannya. Hal ini tercermin dari masih rutinnya dilaksanakan oleh beberapa pekon/desa di Kabupaten Lampung Barat yaitu pada pekon Lombok yang terletak di Kecamatan Lumbok Seminung. Masu/masui dalam bahasa Lampung berarti berburu atau melakukan perburuan, sedangkan babui/babuy memiliki arti babi hutan. Masu babuy dapat diartikan sebagai sekelompok masyarakat yang melakukan aktivitas perburuan babi liar atau babi hutan. Masu babuy merupakan salah satu tradisi bagi masyarakat Lampung khususnya Kabupaten Lampung Barat. Saat ini Masu Babuy dilakukan masyarakat pekon Lombok setiap akhir pekan tepatnya pada hari minggu di tiap bulannya. Dalam aktivitas perburuan, waktu yang diperlukan biasanya 4-5 jam dalam sekali berburu. Masyarakat masih menggunakan alat-alat berburu tradisional seperti tombak bambu panjang dengan mata tombak besi tajam yang terkadang pada ujung tombaknya telah diberi racun katak hutan, lappun atau jaring besar serta dengan bantuan anjing-anjing yang telah dilatih sebelumnya (Prariset, Januari 2013). Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang semakin pesat dan memerlukan ruang baru untuk bermukim, masyarakat terkadang tidak mengindahkan lingkungan sekitarnya. Hal ini berimbas pada terganggungnya ekosistem yang ada. Pembukaan lahan perkebunan di

3 sekitar batas Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) juga berimbas pada terganggunya kehidupan hewan yang ada disekelilingnya. Peran tokoh adat dan tokoh masyarakat pun sangat terasa. Biasanya para pemangku atau ketua Rukun Tetangga (RT) menjadi ketua kelompok pemasu dan ikut serta dalam perburuan. Perangkat pekon dan pengurus pekon pun tak kalah memiliki peran dalam keberlangsungan tradisi Masu Babuy ini. Biasanya pada hari-hari tertentu seperti Hari Kemerdekaan (17 Agustus), perangkat pekon mengadakan perlombaan perburuan babi hutan yang diikuti oleh kelompok-kelompok pemasu di Pekon Lombok. Juara dinilai dengan berapa banyak jumlah babi hutan yang telah diburu dengan membawa ekor sebagai bukti dari babi hutan yang telah mati. Kelompok yang menjadi juara biasanya mendapat hadiah berupa piala dan uang pembinaan serta alat-alat berburu. Pekon Lombok merupakan salah satu dari beberapa pekon yang berada di pinggiran Danau Ranau dan berbatasan langsung dengan Taman Nasional Bukit Barisan (TNBB). Masyarakat di Pekon Lombok rutin mengadakan Masu Babuy setiap minggunya. Kegiatan tersebut merupakan bagian dari sikap gotong-royong masyarakat Pekon Lombok khususnya kaum pria dewasa. Pemburu dalam Tradisi Masu Babuy disebut dengan pemasu. Masyarakat Pekon Lombok memiliki kelompok pemasu yang telah terorganisir. Kelompok pemasu tersebut memiliki ketua dan sudah memiliki jadwal rutin sehingga dapat dipastikan bahwa tradisi Masu Babuy ini masih ada.

4 Berburu merupakan salah satu bidang yang terdapat dalam Perbakin. Perbakin atau Persatuan Menembak Sasaran dan Berburu Seluruh Indonesia merupakan suatu lembaga nasional yang menaungi kegiatan tembakmenembak termasuk didalamnya berburu. Perbakin resmi berdiri pada 17 Juli 1960 dengan atas kesepakatan tiga perwira tinggi Angkata Darat yaitu adalah Mayjen Sungkono, panglima divisi brawijaya. Kolonel Soedirgo, komandan CPM seluruh Indonesia, dan Kol. Purnomo, Staff CPM bertempat di Jawa Timur. Menurut Perbakin, berburu adalah menangkap dan/atau membunuh jenis satwa buru (satwa liar tertentu yang ditetapkan dapat diburu) termasuk mengambil atau memindahkan telur-telur dan/atau sarang satwa buru (www.perbakin.co.id diakses pada 5 Maret 2013). Untuk menjadi seorang pemburu telah diatur sebagaimana mestinya dalam Perbakin. Seseorang yang ingin melakukan perburuan harus melewati tahapan-tahapan tertentu. Seseorang yang ingin melakukan perburuan harus mengantongi izin berburu dengan serangkaian ujian tertentu yang diawasi oleh Perbakin. Untuk perlengkapan berburu pun telah diatur oleh Perbakin seperti standar senapan untuk berburu serta standar-standar operasional serta keselamatan pemburu (www.perbakin.co.id diakses pada 5 Maret 2013). Tetapi dalam tradisi Masui Babuy, semua warga atau semua anggota masyarakat berhak ikut serta dalam perburuan babi hutan meskipun tanpa adanya ujian ataupun kelengkapan-kelengkapan lainnya. Berburu babi hutan dalam tradisi Masu Babuy sangat berbeda bila dibandingkan dengan konsep berburu menurut Perbakin. Jika di dalam

5 konsep umum berburu menurut Perbakin yaitu dengan menggunakan senjata api (senapan laras panjang), maka lain halnya dengan berburu didalam tradisi Masu Babuy yang hanya menggunakan tombak dan bantuan anjing. Anjing pemburu bagi para pemasu bisa menjadi ukuran status sosial dimana seorang pemasu yang memiliki anjing pemburu yang hebat dan kuat dalam berburu biasanya akan terpandang diantara kalangan pemasu lainnya. Dalam tradisi Masu Babuy, masyarakat yang memiliki kebun bersama masyarakat lainnya dalam kelompok besar yang dipimpin oleh tokoh adat ataupun tokoh masyarakat akan dibagi dalam beberapa kelompok kecil di mana setiap kelompok kecil tersebut juga memiliki pemimpin. Seorang pemimpin dalam kelompok kecil tersebut biasanya ditandai dengan anjing pemasu yang memiliki tanda di tubuhnya dan biasanya lebih besar dari anjing-anjing milik pemasu lainnya. Sebelum berburu, para pemimpin kelompok kecil pemasu berkumpul untuk menentukan wilayah buruan masing-masing kelompok kecil. Terdapat proses komunikasi yang terjadi pada para pemimpin kelompok kecil yang nanti pada akhirnya hasil dari penentuan wilayah tersebut akan disampaikan kepada pemasu lainnya yang tergabung dalam kelompok kecil pemasu. Ketika perburuan dimulai, kelompok-kelompok kecil tersebut akan berpencar berdasarkan pembagian wilayah perburuan. Perburuan dibantu oleh anjing-anjing terlatih. Anjing-anjing tersebut bertugas mencari lintasan atau jejak-jejak babi hutan. Anjing-anjing tersebut sengaja dilepaskan agar

6 dapat mengendus bau yang ditinggalkan babi hutan dan langsung melakukan pengejaran. Ketika salah satu anjing mulai menunjukkan pertanda dengan adanya gonggongan, sang pemimpin kelompok kecil dan pemilik anjing kemudian memberi isyarat dalam bentuk komunikasi verbal maupun nonverbal (simbol komunikasi) kepada kelompok lainnya dengan sautan-sautan atau jeritan-jeritan sebagai tanda bahwa kelompok tersebut sudah menemukan babi hutan yang menjadi target utama. Setiap pemimpin kelompok kecil lainnya yang menerima pesan tersebut akan segera menginstruksikan semua anggota kelompoknya untuk menuju wilayah kelompok pemasu yang memberi isyarat taua pesan tersebut. Tak selang beberapa lama, semua kelompok kecil yang tadinya dipencar ke beberapa wilayah akan berkumpul menjadi satu menjadi suatu kelompok besar untuk membantu perburuan. Berdasarkan uraian diatas, peneliti sangat tertarik untuk meneliti fenomena komunikasi yang terjadi pada tingkatan kelompok besar, kelompok kecil sampai antar-individu para pemasu ini. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah yang akan diteliti yaitu : 1. Bagaimana proses terjadinya komunikasi antar pemasu, simbol-simbol apa saja yang digunakan para pemasu untuk berkomunikasi dengan pemasu lainnya, serta apa makna dari simbol-simbol komunikasi dalam tradisi Masu Babuy

7 2. Bagaimanakah pola komunikasi yang terjadi pada kelompok pemasu dalam tradisi Masu Babuy C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis bagaimana proses dan pola komunikasi antar pemasu berikut simbol-simbol dan makna dari simbol-simbol komunikasi yang digunakan kelompok pemasu dalam tradisi Masu Babuy. D. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini yaitu : a. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu komunikasi dan juga diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya. Selain itu, penelitian juga dapat menambah dan mengembangkan wawasan penulis dalam mempraktekkan teori-teori yang penulis dapatkan dengan keadaan sebenarnya dilapangan dan didalam lingkungan masyarakat. b. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran, memberikan kontribusi informasi dan pengetahuan dalam kajian ilmu komunikasi. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat-masyarakat lainnya yang memiliki permasalahan dalam aktivitas perkebunan yang berkaitan dengan hama babi hutan yang mengganggu.