BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan tersebut mengalami perubahan, sehingga fungsi intelektual semakin

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perkembangan kepribadian. Menurut Surakhmad (1987:16) belajar

cara kerja suatu alat kepada kelompok siswa.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ada di sekitar individu. Menurut Sudjana dalam Rusman. (2011: 1) Belajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil yaitu

BAB I PENDAHULUAN. siswa apabila siswa telah terlihat aktif dalam kegiatan belajar mengajar.

II. TINJAUAN PUSTAKA. interaksi antara seseorang dengan lingkungan. Menurut Sugandi, (2004:10), dirinya dengan lingkungan dan pengalaman.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah metode yang sering

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting di dalam interaksi belajar. aktivitas tersebut. Beberapa diantaranya ialah:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Predict Observe Explain (POE) tugas utama yaitu memprediksi, mengamati, dan memberikan penjelasan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum menurut Gagne dan Briggs (2009:3) yang disebut konstruktivisme

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada

BAB I PENDAHULUAN. diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar

Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam mengaplikasikan metode ceramah adalah sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentan. g alam sekitar di sekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak ia lahir ke

I. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara

II. TINJAUAN PUSTAKA. medium secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam pencapaian tujuan dan hasil belajar. Belajar menurut Bell-Gredler

PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA SISWA KELAS XI SMK NURUSSALAF KEMIRI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN M-APOS

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PBL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN TATANIAGA

UPAYA PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN TALKING STICK

Oleh: Ernawati SMA Negeri 1 Gondang, Tulungagung

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2000:26). Belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri. waktu yang relatif lama (Sugiyo, 2000:26).

II. TINJAUAN PUSTAKA. hasil pengalamannya sendiri dalam interaksinya dengan lingkungannya. Dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan suatu permasalahan yang diberikan guru.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan

BAB II KAJIAN TEORI. ini memperlihatkan bahwa kata implementasi bermuara pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu merangsang peserta didik untuk menggali potensi diri yang sebenarnya

II. KAJIAN PUSTAKA. dari diri siswa hasil belajar merupakan puncak proses belajar.

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Sutikno (2005: 29) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif

II. TINJAUAN PUSTAKA. satunya adalah metode diskusi. Hasibuan dan Moedjiono (2004:20) mengatakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat,

Meningkatkan Aktivitas Belajar Pada Siswa Kelas III di SD Inpres Marantale Dalam Pembelajaran Pkn Melalui Penerapan Metode Pembelajaran Role Playing

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Beragam gaya mengajar yang dilakukan dengan khas oleh masing-masing guru

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengacu pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan. dapat menunjang hasil belajar (Sadirman, 1994: 99).

BAB II PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF BERBASIS KONSEP UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN ORAL ACTIVITIES SISWA

BAB II KAJIAN TEORI. usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah

II. TINJAUAN PUSTAKA. memperkenalkan produk, karya atau gagasan kepada khalayak ramai.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model Cooperative Learning

PENERAPAN METODE OUTDOOR STUDY UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV SD NEGERI 01 TAJI TAHUN AJARAN 2014/2015

(produk, proses dan sikap ilmiah). Pembelajaran IPA berawal dari rasa ingin tahu,

II. TINJAUAN PUSTAKA. demikian, media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur. perantara/sarana/alat untuk proses komunikasi.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelajaran. Istilah-istilah tersebut dalam kegiatan pembelajaran digunakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori. 1. Aktivitas Belajar. Anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha

PENINGKATKAN AKTIVITAS PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK MENGGUNAKAN MEDIA GAMBAR DI KELAS III SD

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. belajar sebagai suatu kebutuhan yang telah dikenal dan bahkan sadar atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rosenberg (dalam Surjono, 2009: 3), mendefinisikan e-learning sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses penyampaian pesan dari guru sebagai sumber pesan kepada siswa yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertanya, mengajukan pendapat, dan menimbulkan diskusi dengan guru.

Menurut Gagne, 1985 dalam Sri Anita (2009:1.3) menyatakan bahwa

KAJIAN PUSTAKA. makna tersebut dapat dilakukan oleh siswa itu sendiri atau bersama orang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi pada fisik maupun non-fisik, merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perubahan tingkah laku pada diri sendiri berkat pengalaman dan latihan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut (Sanjaya, 2009: ), pembelajaran kooperatif merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang sering

II. TINJAUAN PUSTAKA. belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Sehubungan dengan pengertian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar - mengajar. pendidikan beserta staf pengajarnya.

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pengajaran dimana para siswa bekerja

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek, baik

BAB I PENDAHULUAN. bermacam-macam. Model yang diajarkan disini memakai model Inquiry Based

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2001: 37) belajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proaktif (urun rembuk) dalam memecahkan masalah-masalah yang diberikan

TINJAUAN PUSTAKA. Banyak orang belum mengetahui apa itu leaflet dan apa perbedaannya dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. berarti tengah, perantara, atau pengantar atau dengan kata lain media

TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan suatu pengetahuan terhadap sesuatu. Menurut Rosser

BAB.II. KAJIAN PUSTAKA. seseorang, sehinga menyebabkan munculnya perubahan prilaku (Wina Sanjaya,

II. TINJAUAN PUSTAKA. sains tersebut (Gallagher, 2007). Dengan demikian hasil belajar sains diharapkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tepat untuk diterapkan guna mencapai apa yang diharapkan yaitu menciptakan manusia

IMPLEMENTASI METODE PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN TEKNIK KOMPUTER DAN JARINGAN

TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajarn koopratif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan

ARTIKEL ILMIAH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE CORPORAT IDENTITY

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Aktivitas belajar merupakan hal yang sangat penting bagi siswa, karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemempuan belajar sendiri atau melakukan aktivitas seluas-luasnya kepada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat membentuk persamaan dan kemauan siswa, metode ini juga melibatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. usaha untuk mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Huda (2014) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

jadikan sebagai indikator aktivitas belajar siswa adalah:

KAJIAN PUSTAKA. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADPEMBELAJARAN PKn MELALUI MODEL EVERYONE IS TEACHER HERE DI SDN 08 KINALI PASAMAN BARAT

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Pembelajaran matematika membutuhkan proses bernalar yang tinggi

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan komponen dari ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan teori teori yang meliputi teori tentang tujuan pendidikan, organisasi kurikulum, isi kurikulum, dan modul-modul pengembangan kurikulum. (Syaiful Sagala, 2008:12). Dimyati dan Mudjiono (2006 : 18) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang kompleks, yang terlibat dalam proses internal tersebut adalah yang meliputi unsur afektif, dalam matra afektif berkaitan dengan sikap, nilai-nilai, apresiasi, dan penyesuaian perasaan sosial. Djamarah dan Zain (2010 : 28) menyatakan bahwa belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi.

6 Ngalim Purwanto, (1992 : 84) mengemukakan belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku, yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Dari beberapa definisi belajar yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli di atas, dapat penulis simpulkan bahwa pengertiaan belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang dilakukan oleh seseorang individu sehingga terciptanya perubahan tingkah laku yang berbeda antara sebelum belajar dan sesudah belajar. Jadi bisa disimpulkan jika seseorang telah belajar namun hasilnya nol besar berarti dia belum bisa dikatakan belajar. Karena sudah jelas dipaparkan di atas bahwa arti belajar yang sesungguhnya harus mencapai sebuah hasil (setelah belajar) yaitu perubahan. 2.1.2 Pengertian Pembelajaran Dimyati dan Mudjiono (1999:297) Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Sedangkan menurut Hamalik (2003:57) Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Sudjana (2004:28) Pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan sengaja untuk menciptakan agar terjadi kegiatan interaksi edukatif antara dua pihak, yaitu antara peserta didik (warga

7 belajar) dan pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan membelajarkan. Berdasarkan pengertian pembelajaran menurut para ahli yang diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dalam penelelitian ini adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru secara terprogram berinteraksi dengan siswa, untuk membuat siswa aktif dan mencapai tujuan pembelajaran. 2.2. Aktivitas Belajar dan Hasil Belajar 2.2.1 Pengertian Aktivitas Belajar Menurut Rusman (2011: 323) pembelajaran akan lebih bermakna jika siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas kegiatan pembelajaran, sehingga siswa mampu mengaktualisasikan kemampuannya di dalam dan di luar kelas. Hal senada juga disampaikan oleh Hamalik (2011: 171), yang mengatakan bahwa pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan kepada siswa untuk dapat belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Dalam aktivitas yang dilakukan oleh siswa dalam pembelajaran, mereka belajar sambil bekerja. Bekerja tersebut, siswa mendapatkan pengetahuan, pemahaman, dan aspek-aspek tingkah laku lainnya. Sedangkan menurut Sardiman (dalam Wawan, 2010: 2), aktivitas dalam proses belajar mengajar adalah rangkaian kegiatan yang meliputi keaktifan

8 siswa dalam mengikuti pelajaran, bertanya hal yang belum jelas, mencatat, mendengar, berpikir, membaca dan segala kegiatan yang dilakukan yang dapat menunjang prestasi belajar. Senada dengan pendapat Dimyati tersebut, Paul D. Dierich (dalam Hamalik, 2011: 172) membagi aktivitas belajar ke dalam 8 kelompok, yaitu: 1. Kegiatan-kegiatan visual, yang termasuk di dalam kegiatan visual diantaranya membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain. 2. Kegiatan-kegiatan lisan (oral), yang termasuk di dalamnya antara lain mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi dan interupsi. 3. Kegiatan-kegiatan mendengarkan, yang termasuk di dalamnya antara lain mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio. 4. Kegiatan-kegiatan menulis, yang termasuk di dalamnya antara lain menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket. 5. Kegiatan-kegiatan menggambar, yang termasuk di dalamnya antara lain menggambar, membuat grafik, chart, diagram peta, dan pola. 6. Kegiatan-kegiatan metrik, yang termasuk di dalamnya antara lain melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari, dan berkebun. 7. Kegiatan-kegiatan mental, yang termasuk di dalamnya antara lain merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, melihat, hubungan-hubungan dan membuat keputusan. 8. Kegiatan-kegiatan emosional, yang termasuk di dalamnya antara lain minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain. Berdasarkan pengertian aktivitas belajar menurut para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud aktivitas belajar pada penelitian ini adalah segenap rangkaian kegiatan yang menyediakan kesempatan kepada siswa untuk melakukan aktivitas sendiri atau belajar sendiri dengan kegiatan yang bermakna. Untuk melandasi pengertian aktivitas belajar pada penelitian ini, peneliti mengambil dari pendapat ahli yaitu :

9 Paul D. Dierich (dalam Hamalik, 2011: 172) membagi aktivitas belajar ke dalam 8 kelompok, yaitu: 1. Kegiatan-kegiatan visual, yang termasuk di dalam kegiatan visual diantaranya membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain. 2. Kegiatan-kegiatan lisan (oral), yang termasuk di dalamnya antara lain mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi dan interupsi. 3. Kegiatan-kegiatan mendengarkan, yang termasuk di dalamnya antara lain mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio. 4. Kegiatan-kegiatan menulis, yang termasuk di dalamnya antara lain menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket. 5. Kegiatan-kegiatan menggambar, yang termasuk di dalamnya antara lain menggambar, membuat grafik, chart, diagram peta, dan pola. 6. Kegiatan-kegiatan metrik, yang termasuk di dalamnya antara lain melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari, dan berkebun. 7. Kegiatan-kegiatan mental, yang termasuk di dalamnya antara lain merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, melihat, hubungan-hubungan dan membuat keputusan. 8. Kegiatan-kegiatan emosional, yang termasuk di dalamnya antara lain minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain. Pengukuran aktivitas belajar pada penelitian ini adalah dengan cara mengamati kegiatan siswa dalam proses pembelajaran. 2.2.2 Pengertian Hasil Belajar Dimyati dan Mudjiono (2006:75) hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam bentuk angka-angka atau skor setelah diberikan tes hasil belajar pada setiap akhir pembelajaran. Nilai yang diperoleh siswa menjadi acuan untuk melihat penguasaan siswa dalam menerima materi pelajaran. Hamalik (2008:59) hasil belajar adalah sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang dapat diamati dan diukur bentuk pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan

10 sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik sebelumnya yang tidak tahu menjadi tahu. Mulyasa (2008:28) hasil belajar merupakan prestasi belajar siswa secara keseluruhan yang menjadi indikator kompetensi dan derajat perubahan prilaku yang bersangkutan. Kompetensi yang harus dikuasai siswa perlu dinyatakan sedemikian rupa agar dapat dinilai sebagai wujud hasil belajar siswa yang mengacu pada pengalaman langsung. Berdasarkan pengertian hasil belajar menurut para ahli yang diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud hasil belajar pada penelitian ini adalah proses perubahan tingkah laku yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran dan diungkapkan dalam bentuk angka atau skor setelah dilakukan evaluasi. Berikut adalah teori yang diambil untuk melandasi hasil belajar pada penelitian ini: Teori Bloom Dalam penelitian ini, dari 3 ranah tujuan pendidikan yang dikemukakan oleh bloom, penulis lebih memfokuskan pada domain Kognitif. Menurut Bloom, 1956 (dalam Sardiman, 2004:23) mengklasifikasikan dimensi proses kognitif dalam enam kategori yaitu, pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation). Pengukuran hasil belajar pada penelitian ini, dilakukan dengan cara memberikan tes kepada siswa pada akhir pembelajaran.

11 2.3. Kinerja Guru Menurut Rusman (2014 : 50), menyatakan bahwa kinerja guru adalah kegiatan guru dalam proses pembelajaran, yaitu bagaimana seorang guru merencanakan pembelajaran, melaksanakan kegiatan pembelajaran dan menilai hasil belajar. Dalam penelitian ini, kinerja guru berkaitan dengan penerapan model pembelajaran Role Playing untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar tematik siswa kelas III SD Al Kautsar Bandar Lampung. Kinerja guru tersebut meliputi kegiatan guru dalam proses pembelajaran, yaitu: perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. 2.4. Pembelajaran Tematik di SD 2.4.1 Pengertian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP secara yuridis diamanatkan oleh Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (BSNP 2006: 3). Menurut Mulyasa (2006: 12), KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan, dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan yang sudah siap dan mampu mengembangkannya dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 20 Pasal 36 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun

12 ajaran 2006/2007 dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk Pendidikan Dasar dan Menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP 2006: 3). Penyusunan KTSP sangat diperlukan untuk mengakomodasi semua potensi yang ada di daerah untuk meningkatkan kualitas satuan pendidikan dalam bidang akademis maupun non akademis, memelihara budaya setempat, mengikuti perkembangan IPTEK yang dilandasi iman dan takwa. Pada panduan penyusunan Penyusunan KTSP selain melibatkan kepala sekolah, guru, karyawan, dan juga melibatkan komite sekolah serta bila perlu melibatkan para ahli dari perguruan tinggi. Dengan keterlibatan komite sekolah dalam penyusunan KTSP, maka KTSP yang disusun akan sesuai dengan apresiasi masyarakat, situasi, dan kondisi lingkungan, serta kebutuhan masyarakat (BSNP 2006: 5). 2.4.2 Pengertian Pembelajaran Tematik di SD Pembelajaran Tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.

13 Menurut Trianto, (dalam Abd. Kadir, 2014 : 39) dengan tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya: 1. Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu, 2. Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar matapelajaran dalam tema yang sama; 3. Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan; 4. Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan matapelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa; 5. Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas; 6. Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari matapelajaran lain; 7. Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan. 2.4.3 Karakteristik Pembelajaran Tematik Menurut Rusman (2014 : 258) sebagai suatu model pembelajaran, pembelajaran tematik memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut: 1. Berpusat pada siswa 2. Memberikan pengalaman langsung 3. Pemisahan matapelajaran tidak begitu jelas 4. Menyajikan konsep dari berbagai matapelajaran 5. Bersifat fleksibel 6. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa 7. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan 2.4.4 Implikasi Pembelajaran Tematik Menurut Rusman (2014 : 260) dalam implementasi pembelajaran tematik di sekolah dasar mempunyai berbagai implikasi yang mencakup: 1. Implikasi bagi guru, Pembelajaran tematik memerlukan guru yang kreatif baik dalam menyiapkan kegiatan/pengalaman belajar bagi anak, juga dalam memilih kompetensi dari berbagai mata pelajaran dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih bermakna, menarik, menyenangkan dan utuh. 2. Implikasi bagi siswa: (a) Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang dalam pelaksanaannya; dimungkinkan untuk bekerja baik secara individual, pasangan, kelompok kecil ataupun klasikal, (b) Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang bervariasi secara aktif misalnya melakukan diskusi kelompok, mengadakan penelitian sederhana, dan pemecahan masalah. 3. Implikasi terhadap sarana, prasarana, sumber belajar dan media: 4. Implikasi terhadap Pengaturan ruangan. Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran tematik perlu melakukan pengaturan ruang agar suasana belajar menyenangkan.

14 5. Implikasi terhadap Pemilihan metode. Sesuai dengan karakteristik pembelajaran tematik, maka dalam pembelajaran yang dilakukan perlu disiapkan berbagai variasi kegiatan dengan menggunakan multi metode. Misalnya percobaan, bermain peran, tanya jawab, demonstrasi, bercakap-cakap. 2.5. Model Pembelajaran Role Playing ( Bermain Peran ) 2.5.1 Pengertian Model Pembelajaran Role Playing ( Bermain Peran ) Role playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain (Mulyasa, 2004 : 141) Model Pebelajaran Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahanbahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Pada metode bermain peranan, titik tekanannya terletak pada keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi masalah yang secara nyata dihadapi. Murid diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab) bersama teman-temannya pada situasi tertentu. Model pembelajaran Role Playing juga dikenal dengan nama model pembelajaran Bermain Peran. Pengorganisasian kelas secara berkelompok, masing-masing kelompok memperagakan/menampilkan scenario yang telah disiapkan guru. Siswa diberi kebebasan berimprofisasi namun masih dalam batas-batas scenario dari guru. 2.5.2 Langkah-Langkah Model Role Playing Langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut. 1. Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan. 2. Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario. 3. Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang. 4. Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan. 5. Masing-masing siswa berada di kelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang diperagakan.

15 6. Masing-masing kelompok mengidentifikasi isi skenario yang diperankan. 7. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya. 8. Guru memberikan kesimpulan secara umum. 9. Evaluasi. 10. Penutup. 2.5.3 Kelebihan dan Kelemahan Metode Role Playing Keunggulan Model Role Playing Ada beberapa keunggulan dengan menggunakan metode role playing, di antaranya adalah: 1. Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. Disamping merupakan pengalaman yang menyenangkan yang sulit untuk dilupakan. 2. Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias. 3. Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan. 4. Siswa dapat terjun langsung untuk memerankan sesuatu yang akan di bahas dalam proses belajar. Kelemahan Metode Role Playing Disamping memiliki keunggulan, metode role playing juga mempunyai kelemahan, di antaranya adalah : 1. Bermain peran memakan waktu yang banyak.

16 2. Siswa sering mengalami kesulitan untuk memerankan peran secara baik khususnya jika mereka tidak diarahkan atau tidak ditugasi dengan baik. Siswa perlu mengenal dengan baik apa yang akan diperankannya. 3. Bermain peran tidak akan berjalan dengan baik jika suasana kelas tidak mendukung. 4. Jika siswa tidak dipersiapkan dengan baik ada kemungkinan tidak akan melakukan secara sungguh-sungguh. 5. Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini. 2.6. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dijadikan referensi pada penelitian ini adalah : 1. Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar PKn Melalui Model Role Playing Kelas IVA SD Negeri 06 Metro Timur Tahun Pelajaran 2010/2011. Disusun oleh : Armala Sari. Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan, (a) nilai rata - rata aktivitas peserta didik mengalami peningkatan dengan hasil 58,87 % (siklus I), 64,09 % (siklus II), dan 75,80% (siklus III); (b) nilai rata - rata hasil belajar peserta didik meningkat dengan hasil 63,53 (siklus I), 67,61 (siklus II), dan 76,48 (siklus III). Artinya, pembelajaran PKn dengan model role playing dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar peserta didik. 2. Penggunaan Metode Bermain Peran Dalam Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas II A SD Al Autsar Bandar Lampung. Disusun oleh : Mainani

17 Hasil Penelitian Persentase hasil aktivitas siswa per siklus didapat: pada siklus 1, aktivitas siswa pada saat proses pembelajaran IPS dengan menggunakan metode role playing menunjukkan nilai persentase sebesar 26 anak (22,75%). Kriteria dalam aktivitas siswa pada saat siklus 1 menunjukkan kriteria kurang dalam proses pembelajaran. Pada siklus 2, aktivitas siswa pada saat proses pembelajaran IPS dengan menggunakan metode role playing menunjukkan nilai persentase sebesar 80,00%. Kriteria dalam aktivitas siswa pada saat siklus 2 menunjukkan kriteria tinggi dalam proses pembelajaran. 3. Penerapan Metode Role Playing Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas IV Pada Pembelajaran Tematik Terpadu SD Muhammadiyah Metro Pusat. Disusun oleh : Dita Ficandria Ningsih Hasil Penelitian Pembelajaran dengan metode role playing menunjukkan adanya peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa. Nilai rata-rata aktivitas siswa pada siklus I 49,91 dengan kategori cukup dan siklus II 76,30 dengan kategori sangat aktif. Nilai rata-rata hasil belajar kognitif siswa siklus I 70,64 dengan kategori baik dan siklus II 82,75 dengan kategori amat baik.

18 2.7. Kerangka Pikir Penelitian Pada kondisi awal di SD Al Kautsar pada proses pembelajaran guru hanya menggunakan metode ceramah, tanya jawab dan penugasan saja. Tidak adanya model pembelajaran yang menarik. Pembelajaran tidak berpusat pada siswa, melainkan pada guru. Siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran. Siswa tidak dibimbing untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam proses pembelajaran. Sehingga siswa mudah sekali melupakan materi yang sudah diberikan. Hal tersebut pun, berakibat pada hasil belajar siswa menjadi rendah. Berdasarkan kondisi yang diuraikan di atas, maka dilakukan penelitian tindakan kelas dengan memanfaatkan model pembelajaran Role Playing. Dengan menggunakan model pembelajaran role playing, siswa dibentuk kelompok yang beranggotakan 4 atau 5 orang. Kemudian secara bergiliran siswa per kelompok memerankan skenario yang sudah dipersiapkan. Kelompok lain mengamati skenario yang sedang diperankan. Melalui kegiatan memerankan peran, siswa akan memahami pembelajaran dengan pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Sehingga siswa memahami pembelajaran dengan cara yang menyenangkan. Oleh sebab itu, maka diharapkan dengan model pembelajaran Role Playing dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar tematik siswa kelas III SD Al Kautsar Bandar Lampung.

19 Kondisi Awal Tindakan kelas Kondisi akhir Guru/Peneliti Belum memanfaatkan model pembelajaran Role Playing Memanfaatkan Model Pembelajaran Role Playing Diharapkan melalui pemanfaatan model pembelajaran Role Playing dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar Tematik siswa kelas III Siswa/yang diteliti Aktivitas dan Hasil belajar siswa rendah Memanfaatkan model pembelajaran Role Playing, siswa memahami pembelajaran dengan cara bermain peran Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian 2.8. Hipotesis Tindakan 1. Melalui pemanfaatan Model Pembelajaran Role Playing dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas III SD Al Kautsar Bandar Lampung. 2. Melalui pemanfaatan Model Pembelajaran Role Playing dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas III SD Al Kautsar Bandar Lampung. 3. Melalui pemanfaatan Model Pembelajaran Role Playing dapat meningkatkan Kinerja Guru menjadi lebih baik.