BAB I PENDAHULUAN. Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hlm.5

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Ali Muhdi Amnur (ed.), Konfigurasi Politik Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: Pustaka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 17 2

BAB I PENDAHULUAN. atau diperbaiki melalui serentetan reaksi dan situasi yang terjadi. Belajar melibatkan

BAB II KAJIAN TEORI. Lebih lanjut strategi pembelajaran aktif merupakan salah satu strategi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, Hlm E. Mulyasa, Pengembangan Dan Implementasi Kurikulum 2013, Remaja Rosdakarya,

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap. muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang baik, yang sesuai dengan martabat manusia. Pendidikan akan

BAB I PENDAHULUAN. untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 1 Mengajar merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Moh. Rosyid, Sosiologi Pendidikan, Idea Press, Yogyakarta, 2010, hlm.58. 3

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan sumber daya manusia, dituntut untuk terus mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. hlm Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003,

BAB I PENDAHULUAN. Ibid, hal Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hal. 4

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Kencana,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Agus Mahfud, Ilmu Pendidikan Islam Pemikiran Gus Dur, Nadi Pustaka, Yogyakarta, 2012, hlm. 73.

BAB I PENDAHULUAN. jasmani dan rohani yang sehat, sehingga mampu melaksanakan tugas untuk. kepentingan sendiri maupun bagi kepentingan bangsa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Jakarta, Sardiman A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, PT. Raja Grafindo Persada,

BAB II KAJIAN TEORI. memperoleh pemecahan terhadap masalah yang timbul. Oleh karena itu strategi ini dimulai

BAB I PENDAHULUAN. itu, hampir semua negara menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. hanya berlaku di dalam masyarakat saja, namun dalam suatu negara juga akan

BAB I PENDAHULUAN. Cet VIII, 2001, hlm M. Arifin, M. Ed, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1993, hlm. 17.

BAB II KAJIAN TEORI. suatu maksud atau tujuan tertentu. Maka strategi identik dengan teknik, siasat

BAB V PEMBAHASAN. A. Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di

OLEH : DELVIZA SURYANI

I. PENDAHULUAN. Dalam proses pendidikan terdapat unsur-unsur usaha (kegiatan), usaha itu bersifat. itu mempunyai dasar dan tujuan (Hasbullah, 1999:3).

BAB I PENDAHULUAN. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, hlm. 34 2

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam. pembangunan suatu bangsa. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hlm. 4 2

BAB II KAJIAN TEORI. kemampuan dibidang lain, suatu transfer belajar. 1. memperoleh pengalaman-pengalaman atau pengetahuan, baik pengalaman

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS. seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya

BAB II KAJIAN TEORI. menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru dan menjatuhkan tim. pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam.

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. A. Pengaruh Kompetensi Profesional Guru Mata Pelajaran PAI, terhadap

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pendidikan yang memberikan kesempatan peserta didik untuk

BAB I PENDAHULUAN. hlm Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan pendidikan Integratif di Sekolah,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sebagai suatu proses untuk menyiapkan generasi masa depan

BAB I PENDAHULUAN. Muhammad Zuhaili, Pentingnya Pendidikan Islam Sejak Dini, A.H Ba adillah Press, Jakarta, 2002, hlm

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Sumber daya manusia yang berkualitas akan mampu. diberikan melalui pendidikan formal di sekolah maupun di lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. hlm. 21. hlm. 245.

BAB I PENDAHULUAN. Suwarto, Pengembangan Tes Diagnosis dalam Pembelajaran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2013, hal. 3-4.

BAB I PENDAHULUAN. Al-Hafidz Dzaqiyuddin Abdul Adzim Bin Abdul Qawi Al-Mundzir, Terjemah Ringkasan Shahih Muslim, Insane Kamil, Solo, 2012, hlm. 968.

BAB I PENDAHULUAN. Binti Maunah, Landasan Pendidikan, Sukses Offset, Yogyakarta, 2009, hlm. 3 2

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari guru, guru merupakan sebagai pendidik atau pelaksana dalam dunia

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. tanah air, mempertebal semangat kebangsaan serta rasa kesetiakawanan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006, hlm Endang Poerwanti, dkk, Perkembangan Peserta didik, Malang: UMM Press, 2002, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidak lepas dari permasalahan, di

BAB I PENDAHULUAN. perubahan zaman. Hal ini sesuai dengan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Tidak seorangpun yang dilahirkan

BAB I PENDAHULUAN. dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan fisikomotor.

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. perpustakaan yang lengkap, media dan lain sebagainya). materi yang akan disampaikan. Akan tetapi ada faktor-faktor lain yang harus

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rakhmad, persepsi adalah Pengalaman tentang objek peristiwa atau

BAB II KAJIAN TEORI. aktifitas, tanpa ada yang menyuruh.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Hasil Belajar. a. Pengertian Hasil Belajar

BAB II KAJIAN TEORI. murid setelah ia menerima pengalaman belajarnya. 1. anak setelah melakukan suatu kegiatan belajar. 2

BAB I PENDAHULUAN. mengajar mencerminkan dua arah, bukan semata-mata memberikan informasi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORETIS. Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang

BAB I PENDAHULUAN. supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian. Pendidikan dapat diartikan usaha sadar yang dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Zainal Aqib, Model-Model, Media, Dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif), Yrama Widya, Bandung, 2013, hlm. 1.

BAB I PENDAHULUAN. hlm. 1. nasional (sisdiknas), pasal 1 ayat 1. hlm. 43.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2007), hlm E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 173.

BAB I PENDAHULUAN. dijangkau dengan sangat mudah. Adanya media-media elektronik sebagai alat

BAB II KAJIAN TEORI. dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara afektif dan efesien. Senada dengan

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Pengertian Belajar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologis belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada awal abad 21 ini, dunia pendidikan di indonesia menghadapi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. CV.Pustaka Setia. Bandung, hlm

BAB I PENDAHULUAN. seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia; ajaran itu dirumuskan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN FIQH (Penelitian di MA Hidayatul Faizien Bayongbong)

BAB I PENDAHULUAN. 2015, hlm Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2001, hlm

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan 9 tahun. Anak-anak yang bersekolah di tingkat Sekolah Dasar (dan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan yang baik. Pendidikan menjadi pilar pembangunan bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. evaluasi. Evaluasi merupakan alat untuk mengetahui atau proses belajar mengajar

BAB II KAJIAN TEORI. Kajian tentang kerangka teoretis terdiri dari tinjauan tentang Strategi Cycle

BAB V PEMBAHASAN. Siswa Kelas Unggulan di SMP Negeri 1 Gondang Tulungagung. berkaitan dengan indera pendengar, dimana pesan yang disampaikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kelas. 1 Dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem

HUBUNGAN KELENGKAPAN MEDIA PEMBELAJARAN TERHADAP HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS VII SMP N 1 BATANG ANAI KABUPATEN PADANG PARIAMAN JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Metode Diskusi Panel Pengertian Metode Diskusi Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode diskusi untuk mengatasi kegagalan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2009, hal.

BELAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat kebersamaan agar dapat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berusaha mengembangkan potensi individu agar mampu berdiri sendiri. Untuk itu individu perlu diberi berbagai kemampuan dalam pengembangan berbagai hal, seperti; konsep, prinsip, kreativitas, tanggung jawab, dan ketrampilan. Dengan kata lain perlu mengalami perkembangan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Demikian pula individu juga makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan lingkungan sesamanya. Objek sosial ini akan berpengaruh terhadap perkembangan individu. Melalui pendidikan dapat dikembangkan suatu keadaan yang seimbang antara perkembangan aspek individual dan aspek sosial. Aspek lain yang dikembangkan adalah kehidupan susila. Hanya manusialah yang dapat menghayati norma-norma dan nilai-nilai dalam kehidupannya, sehingga manusia dapat menetapkan tingkah laku mana yang baik dan tingkah laku mana yang tidak baik dan tidak bersifat susila. Aspek lain adalah kehidupan religious dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa dapat menghayati dan mengamalkan ajarannya sesuai dengan agamanya. Semua itu dapat terwujud melalui pendidikan.1 Tujuan pendidikan ialah mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh peserta didik sehingga dapat berfungsi secara individual dan berfungsi sebagai anggota masyarakat melalui penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran yang bersifat aktif, ilmiah, dan memasyarakat serta berdasarkan kehidupan nyata yang dapat mengembangkan jiwa, pengetahuan, rasa tanggung jawab, ketrampilan, kemauan, dan kehalusan budi pekerti.2 1 Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hlm.5 2 Sukardjo dan Ukim Komarudin, Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 14 1

2 Pendidikan bukan semata-mata sebagai sarana untuk persiapan kehidupan yang akan datang tetapi juga untuk kehidupan sekarang yang sedang mengalami perkembangan menuju tingkat kedewasaan dengan materi nilai, norma, doktrin, dan ketrampilan yang syarat dengan muatanmuatan keagamaan dan nasionalisme yang terbungkus dalam kerangka budaya bangsa. Dalam kancahnya, pendidikan memiliki fungsi dalam arti sempit (mikro) yakni membentuk secara sadar perkembangan jasmani dan rohani peserta didik dan dalam arti luas (makro) yakni sebagai alat pengembangan pribadi, warga negara, pengembangan kebudayaan, dan pengembangan bangsa.3 Dalam lingkup pendidikan, belajar diidentikkan dengan proses kegiatan sehari-hari siswa di sekolah/madrasah. Belajar merupakan hal yang kompleks. Kompleks belajar dapat dipandang dari dua subjek, yaitu siswa dan guru. Dari segi siswa, belajar dialami sebagai suatu proses. Bahan belajar itu sangat beragam, baik bahan-bahan yang dirancang dan disiapkan secara khusus oleh guru, ataupun bahan belajar yang ada di alam sekitar yang tidak dirancang secara khusus, tetapi bisa dimanfaatkan siswa, sedangkan dari sisi guru, belajar itu dapat diamati secara tidak langsung. Artinya proses belajar yang merupakan proses internal siswa tidak dapat diamati, tetapi dapat dipahami oleh guru. Dengan kata lain, belajar adalah perubahan tingkah laku para peserta didik, baik pada aspek pengetahuan, sikap ataupun ketrampilan sebagai hasil respons pembelajaran yang dilakukan guru.4 Dalam suatu proses belajar mengajar, dua unsur yang amat penting adalah metode mengajar dan media pembelajaran. Pemilihan salah satu metode mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media pembelajaran yang sesuai, meskipun masih ada berbagai aspek lain yang harus diperhatikan dalam memilih media, antara lain tujuan pembelajaran, jenis tugas dan respon yang diharapkan siswa dikuasai setelah pembelajaran 3 Moh. Rosyid, Ilmu Pendidikan Sebuah Pengantar Menuju Hidup Prospektif, PT Unnes Press, Semarang, hlm. 10 4 Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm. 106

3 berlangsung, dan konteks pembelajaran termasuk karakteristik siswa. Meskipun demikian, dapat dikatakan bahwa salah satu fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru.5 Hamalik mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pembelajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu. Selain membangkitkan motivasi siswa, media pembelajaran pemahaman, juga menyajikan dapat data membantu dengan siswa menarik meningkatkan dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi.6 Guru dapat meningkatkan motivasi peserta didik dengan penggunaan media/sarana pembelajaran yang tepat, yang dapat membuat siswa tertarik dengan materi pelajaran yang dibawakan oleh guru. Media/sarana pembelajaran juga dapat merangsang siswa mengingat apa yang sudah dipelajari, selain memberikan rangsangan belajar baru. Media/sarana pembelajaran yang baik akan engaktifkan siswa dalam memberikan tanggapan, umpan balik, dan mendorong siswa untuk melakukan paraktik-praktik yang benar.7 Memang kita akui bahwa sarana belajar itu penting dan bahwa proses adalah isi dalam arti yang sebenarnya dan merupakan aspek terpenting dalam situasi belajar. Namun kita harus berpendirian hati-hati jangan sampai terjerumus ke salah satu pendapat yang ekstrim. Pendekatan yang sehat terhadap belajar berpendirian bahwa belajar merupakan interaksi antara pelajar dengan situasi yang mencakup masalah atau 5 Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 19 Ibid, hlm. 20 7 Hamdani, Strategi Belajar Mengajar, CV Pustaka Setia, Bandung, 2011, hlm. 73 6

4 problema, bahwa yang dipergunakan untuk memecahkan masalah, dan pada anak adalah orang dewasa (guru), yang membantu dan membimbing.8 Media/sarana berfungsi untuk tujuan intruksi di mana informasi yang terdapat dalam media/sarana itu harus melibatkan peserta didik baik dalam benak atau mental maupun dalam bentuk aktivitas yang nyata sehingga pembelajaran dapat terjadi. Materi harus dirancang lebih sistematis dan psikologis dilihat dari segi prinsip-prinsip belajar agar dapat menyiapkan intruksi yang efektif. Di samping menyenangkan, media/sarana pembelajaran harus dapat memberikan pengalaman yang menyenangkan dan memenuhi kebutuhan perorangan peserta didik.9 Dalam hubungannya dengan proses interaksi belajar mengajar yang lebih menitikberatkan pada soal motivasi pada siswa. Siswa bermotivasi berprestasi tinggi lebih berkeinginan meraih keberhasilan. Siswa tersebut lebih merasa terlibat dalam tugas-tugas, dan tidak menyukai kegagalan. Dalam hal ini guru harus menyalurkan semangat kerja keras siswa. Siswa yang bermotivasi berprestasi rendah umumnya lebih suka menghindarkan diri dari kegagalan. Guru harus mempertinggi motivasi belajar pada siswa tersebut. Terhadap siswa bermotivasi berprestasi rendah, guru diharapkan mampu berkreasi dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran.10 Dalam proses belajar haruslah diperhatikan apa yang dapat mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik atau padanya mempunyai motif untuk berpikir dan memusatkan perhatian merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang berhubungan/menunjang belajar.11 Motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Seseorang melakukan suatu usaha karena adanya motivasi. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang 8 Daryanto, Administrasi Pendidikan, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1998, hlm. 50 Sukiman, Pengembangan Media Pembelajaran, PT Pustaka Insan Madani, Yogyakarta, 2012, hlm. 40 10 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, Jakarta, 1999, hlm. 33 11 Daryanto, Belajar dan Mengajar, Yrama Widya, Bandung, 2010, hlm. 39 9

5 baik. Dengan kata lain, dengan adanya usaha yang tekun dan terutama didasari adanya motivasi, maka seseorang yang belajar itu akan dapat melahirkan prestasi yang baik. Intensitas motivasi seorang siswa akan sangat menentukan tingkat pencapaian prestasi belajarnya.12 Siswa atau anak didik adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses belajar mengajar. Di dalam proses belajar mengajar, siswa sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal. Siswa atau anak didik itu akan menjadi faktor penentu, sehingga menuntut dan dapat mempengaruhi segala sesuatu yang diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya. Jadi dalam proses belajar mengajar yang diperhatikan pertama kali adalah siswa, bagaimana keadaan dan kemampuannya, baru setelah itu menentukan komponen-komponen yang lain. Apa bahan yang diperlukan, bagaimana cara yang tepat untuk bertindak, alat dan fasilitas apa yang cocok dan mendukung, semua itu harus disesuaikan dengan keadaan/karakteristik siswa.13 Belajar yang merupakan proses kegiatan untuk mengubah tingkah laku si subjek belajar, ternyata banyak faktor yang mempengaruhinya. Dari sekian banyak faktor yang berpengaruh itu, secara garis besar dapat dibagi dalam klasifikasi faktor intern (dari dalam) diri si subjek dan faktor ekstern (dari luar) diri si subjek belajar. Faktor-faktor yang memepengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor intern. Faktor intern ini sebenarnya menyangkut faktor-faktor fisiologis dan faktor psikologis. Tetapi relevan dengan persoalan reinforcement, maka tinjauan mengenai faktor-faktor intern ini akan dikhususkan pada faktorfaktor psikologis. Faktor-faktor psikologis yang dikatakan memiliki peranan penting itu, dapat dipandang sebagai cara-cara berfungsinya pikiran siswa dalam hubungannya dengan pemahaman bahan pelajaran, sehingga penguasaan 12 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm.85 13 Abdul Majid,Op. Cit, hlm.111

6 terhadap bahan yang disajikan lebih mudah dan efektif. Dengan demikian, proses belajar mengajar itu akan berhasil baik, kalau didukung oleh faktorfaktor psikologis dari si pelajar. Dalam hal ini ada berbagai model klasifikasi pembagian macam-macam faktor psikologis yang diperlukan dalam kegiatan belajar. Thomas F. Staton menguraikan ada enam macam faktor psikologis itu yaitu; motivasi, konsentrasi, reaksi, organisasi, pemahaman, dan ulangan.14 Dalam hubungannya dengan proses interaksi belajar mengajar yang lebih menitikberatkan pada soal motivasi pada siswa. Siswa bermotivasi berprestasi tinggi lebih berkeinginan meraih keberhasilan. Siswa tersebut lebih merasa terlibat dalam tugas-tugas, dan tidak menyukai kegagalan. Dalam hal ini guru harus menyalurkan semangat kerja keras siswa. Siswa yang bermotivasi berprestasi rendah umumnya lebih suka menghindarkan diri dari kegagalan. Guru harus mempertinggi motivasi belajar pada siswa tersebut. Terhadap siswa bermotivasi berprestasi rendah, guru diharapkan mampu berkreasi dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran.15 Dalam proses belajar haruslah diperhatikan apa yang dapat mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik atau padanya mempunyai motif untuk berpikir dan memusatkan perhatian merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang berhubungan/menunjang belajar.16 Prestasi belajar merupakan tingkat kemanusiaan yang dimiliki siswa dalam menerima, menolak, dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses belajar mengajar. Prestasi belajar seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan sesuatu dalam mempelajari materi pelajarn yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau rapor setiap bidang studi setelah mengalami proses belajar mengajar. Prestasi belajar siswa dapat diketahui 14 15 Sardiman,, hlm 39 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, Jakarta, 1999, hlm. 33 16 Daryanto, Belajar dan Mengajar, Yrama Widya, Bandung, 2010, hlm. 39

7 setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tinggi-rendahnya prestasi belajar siswa.17 Dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) sarana pembelajaran sangat diperlukan sehingga dalam materi tertentu siswa dapat melakukan pemahaman dengan menggunakan sarana pembelajaran sehingga hasil belajar dapat dicapai dengan baik. Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa sarana prasarana pembelajaran dan motivasi belajar merupakan salah satu faktor yang penting untuk diperhatikan dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa. Berdasarkan pada dari latar belakang masalah di atas, maka penulis akan melakukan penelitian yang berjudul: pengaruh persepsi siswa tentang ketersediaan sarana dan prasarana dalam pembelajaran dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar pai siswa MA NU Nurussalam Besito Gebog Kudus B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Adakah pengaruh antara persepsi siswa tentang ketersediaan sarana prasarana dalam pembelajaran di MA NU Nurussalam Besito Gebog Kudus? 2. Adakah pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar PAI MA NU Nurussalam Besito Gebog Kudus? 3. Adakah pengaruh persepsi siswa tentang ketersediaan sarana prasarana dalam pembelajaran dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar pai MA NU Nurussalam Besito Gebog Kudus? 17 Hamdani, Op. Cit, hlm. 139

8 C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh persepsi siswa tentang ketersediaan sarana prasarana dalam pembelajaran di MA NU Nurussalam Besito Gebog Kudus. 2. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar PAI MA NU Nurussalam Besito Gebog Kudus. 3. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh persepsi siswa tentang ketersediaan sarana prasarana dalam pembelajaran dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar pai MA NU Nurussalam Besito Gebog Kudus. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui pengaruh persepsi siswa tentang ketersediaan sarana prasarana dalam pembelajaran dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar PAI 2. Manfaat praktis a. Bagi siswa dapat mendorong untuk aktif, mengembangkan kemampuan dan ketrampilan dalam proses pembelajaran. b. Sebagai masukan kepada guru sebagai bahan kajian dan acuan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran dan mengembangkan sarana pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa c. Bagi sekolah, sebagai masukan dan dapat dikembangkan dalam pembelajaran pada mata pelajaran yang lain.