BAB I PENDAHULUAN. Media Group, 2008), hlm. 3.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Media Group, 2008), hlm Asep Jihad, Evaluasi Pembelajaran (Yogyakarta: Multi Presindo, 2009), hlm. 24.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

1 Hisyam Zaini, Strategi Pembelajaran Aktif, (Yogyakarta: Pustaka Insan, 2008), hlm.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT berfirman pada Al Quran surat Az-Zuhruf ayat 43 :

BAB I PENDAHULUAN. terjadi dalam dunia pendidikan, khususnya di negara kita agar dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1995, hlm Aris Shoimin, 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013, Ar-Ruz Media, Yogyakarta, 2014, hlm. 15.

BAB I PENDAHULUAN. 2000), hlm Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta : Aditya Media,

BAB I PENDAHULUAN. akan berusaha untuk mengaktualisasi pengetahuannya tersebut di dalam. latihan, bagi pemerannya dimasa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 2013, hlm Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, Rasail Media Group, Semarang, 2008, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan dapat dicapai dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 2 Tahun 2008, Tentang Standar

BAB I PENDAHULUAN. kependidikan yang berkaitan dengan lainnya, yaitu belajar ( learning) dan. konsep pembelajaran berakar pada pihak pendidik 1.

BAB I PENDAHULUAN. dapat membawa perubahan ke arah lebih baik. Pendidikan di Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN. bahwa peserta didik telah memiliki bakat, fitrah minat, motivasi dan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Departemen Pendidikan Nasional RI, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

I. PENDAHULUAN. rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum. Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana dipahami bahwa para remaja berkembang secara integral,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Terjemahnya, Diponegoro, Bandung, 2005, hlm. 6.

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna di muka

BAB I PENDAHULUAN. membantu peserta didik menguasai tujuan-tujuan pendidikan. Interaksi

BAB I PENDAHULUAN. Prestasi Pustaka, 2007), hlm Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstrutivistik, (Jakarta:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara melakukan perbaikan proses belajar mengajar. Berbagai konsep

BAB I PENDAHULUAN. (beribadah) kepada penciptanya. Oleh karena itu Islam memandang kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. pada peradaban yang semakin maju dan mengharuskan individu-individu untuk terus

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dalam dirinya. Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang

BAB I PENDAHULUAN. dan melaksanakan pendidikan. Anak-anak menerima pendidikan dari

BAB I PENDAHULUAN. Pustaka Belajar, 2009), hlm Rosdakarya, 2011), hlm

BAB I PENDAHULUAN. pesan itu sendiri yang biasanya berupa materi pelajaran. Kadang-kadang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah konsep Pembelajaran Berbasis Kecedasan, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hlm. 108.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kencana, Jakarta, 2006, hlm Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, Sinar

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran sebagai suatu segmen kurikulum, strategi pembelajaran, media. pengajaran, dan evaluasi pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya manusia yang cerdas serta mampu bersaing di masa mendatang.

BAB I PENDAHULUAN. bebas serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih

BAB.I. PENDAHULUAN. landasan moral, dan etika dalam proses pembentukan jati diri bangsa. Pendidikan

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, sekolah,

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan masa depannya. Demikian halnya dengan Indonesia menaruh harapan

BAB I PENDAHULUAN. hlm. 74.

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2007), hlm E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 173.

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian baik jasmani maupun rohani ke arah yang lebih baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. (pendidik), kurikulum (materi pelajaran), sarana (peralatan dan dana) serta murid

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja Rosdakarya, 2011), hlm Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung:

dengan memberi tekanan dalam proses pembelajaran itu sendiri. Guru harus mampu menciptakan kondisi pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif,

BAB I PENDAHULUAN. negara yang yang demokratis dan bertanggung jawab. 1 Pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dalam aspek fisik, intelektual, emosional, sosial dan spiritual, sesuai

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1999), hlm. 4 2 Trianto, Model-model pembelajaran inovatif berorientasi kontruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hlm.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ajaran Islam penanaman nilai aqidah akhlak bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang diharapkan. Karena hal itu merupakan cerminan dari kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan hidup untuk beradaptasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan sistem pendidikan diharapkan mewujudkan tujuan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Suwarto, Pengembangan Tes Diagnosis dalam Pembelajaran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2013, hal. 3-4.

BAB I PENDAHULUAN. generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan ciri atau karakter dari dinamika di abad ke-21 yang merupakan abad

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia, 2008), hlm Ibid, hlm

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Al-Qur an Allah menjelaskan bahwa Allah akan mengangkat. martabat orang yang berilmu. Oleh karena itu Allah berfirman :

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa Indonesia untuk menciptakan manusia yang berilmu, cerdas dan terampil di lingkungan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. manusia mendapatkan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, dan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, hal. 1-2.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang terjadi. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. nomor 20 tahun 2003 Bab I pasal 1 disebutkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan Negara (UUSPN No.20 tahun 2003).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran serta dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB. I PENDAHULUAN. pengajaran menargetkan tujuan tertentu, seperti tujuan yang bersifat kognitif,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ai Nunung Muflihah,2013

BAB I PENDAHULUAN. manusia, supaya anak didik menjadi manusia yang berkualitas, profesional,

BAB I PENDAHULUAN. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan investasi yang paling utama bagi setiap bangsa,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah klasik yang tetap aktual yang menjadi permasalahan mendasar dalam pendidikan adalah rendahnya kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik yang kenyataannya merupakan orang yang secara langsung terlibat dalam pembelajaran. Kebanyakan peserta didik yang mengikuti program seperti ini, kegiatan belajar mengajar tidak ubahnya hanya meliputi datang, duduk, mengikuti ceramah guru, melihat guru, menulis di papan tulis lalu mengingat atau bahkan mengikuti apa adanya segala informasi yang disampaikan oleh guru. Guru adalah praktisi yang paling bertanggung jawab atas berhasil tidaknya program sekolah. Guru merupakan ujung tombak atau memiliki peran sentral dalam kegiatan pembelajaran di ruang kelas. Peran peserta didik di dalam proses belajar mengajar ialah berusaha aktif untuk mengembangkan dirinya di bawah bimbingan guru. 1 Selama ini metode pembelajaran agama Islam yang diterapkan masih mempertahankan cara-cara lama (tradisional) seperti ceramah dari awal sampai akhir pembelajaran, menghafal dan demonstrasi praktik-praktik ibadah yang tampak kering. 2 Dari situasi pembelajaran semacam ini hampir tidak ada kesempatan bagi peserta didik menuangkan kreatifitasnya dan menyampaikan gagasannya. Hal tersebut menyebabkan proses pembelajaran tidak menggairahkan, peserta didik tampak bosan, jenuh dan kurang semangat dalam mengikuti pelajaran agama. Sering dijumpai para guru kurang atau bahkan tidak menggunakan metode yang variatif untuk membelajarkan materi secara inovatif dan belajar aktif (activelearning). Pikiran para guru selalu dipenuhi dengan upaya mengajarkan apa yang ada dalam kurikulum dan sedapat mungkin mengejar target pelajaran yang telah dirumuskan kurikulum. 1 W. Gulo, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Grasindo, 2007), hlm. 23. 2 Ismail SM.,Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, (Semarang: Rasail Media Group, 2008), hlm. 3. 1

2 Metode pembelajaran aktif merupakan jawaban atas rendahnya mutu kualitas pembelajaran khususnya di madrasah.dengan diterapkannya metode pembelajaran ini diharapkan mutu atau kualitas pembelajaran lebih meningkat. Karena pada metode pembelajaran ini keaktifan peserta didik lebih diutamakan. Dengan dilibatkan siswa secara aktif pada proses pembelajaran, siswa akan mengalami atau bahkan menemukan ilmu pengetahuan secara mandiri, sehingga apa yang diketahui dan pahami akan menjadi pengetahuan yang bermanfaat. Berangkat dari pentingnya perubahan kualitas pembelajaran yang juga merupakan tuntutan kurikulum demi peningkatan kualitas pendidikan agama, maka profesi pendidik bidang keagamaan merupakan pekerjaan yang sangat vital atau penting, apalagi mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, sehingga profesi tersebut diaktualisasikan sebagai sarana ibadah. Allah SWT berfirman dalam surat At Taubah ayat 105 : Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan rasul-nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-nya kepada kamu apa yang Telah kamu kerjakan. (Q.S. At Taubah : 105). 3 Salah satu materi pelajaran Akidah Akhlak yang mempunyai peranan penting dalam membentuk sikap sosial keagamaan yang positip ialah materi membiasakan akhlak terpuji. Materi membiasakan akhlak terpuji tersebut diterapkan pada kelas I MI Muhammadiyah Tanjungsari Kecamatan Tersono Kabupaten Batang yang merupakan bagian dari program pendidikan Nasional mempunyai fungsi strategis dalam proses sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai agama Islam, di samping pengembangan intelektual dan moralitas generasi muda. Ruang lingkup pelajaran Akidah Akhlak di kelas I madrasah ibtidaiyah secara spesifik dituangkan dalam kompetensi dan hasil belajar yang harus dimiliki 3 Tim Penulis, Al Quran dan Terjemahnya, (Jakarta : Depag RI, 2003), hlm. 227.

3 siswa. Secara umum mata pelajaran Akidah Akhlak di madrasah ibtidaiyah membahas dan mengkaji materi pokok tentang membiasakan akhlak terpuji. 4 Pembahasan di atas diasumsikan mata pelajaran Akidah Akhlak materi membiasakan akhlak terpuji mempunyai nilai yang strategis dan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia unggul dan mempunyai perilaku terpuji. Hal yang menjadi hambatan dalam pembelajaran Akidah Akhlak materi membiasakan akhlak terpuji ialah disebabkan kurang dikemasnya pembelajaran tersebut dengan metode/strategi yang menarik, menantang, dan menyenangkan. Fenomena yang diuraikan di atas merupakan konsep ideal pendidikan Islam. Namun, beberapa catatan dan opini para pemerhati yang diuraikan melalui buku, jurnal pendidikan, maupun surat kabar berkembang anggapan yang secara global penulis simpulkan bahwa, konsep pendidikan di Indonesia telah tereduksi menjadi pengajaran, dan pengajaran lalu menyempit menjadi kegiatan di kelas. Sementara yang berlangsung di kelas masih banyak yang tak lebih dari kegiatan guru mengajar murid dengan target kurikulum dan bagaimana mendapatkan nilai yang maksimal, sehingga gagal mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM). Menurut Muhaimin, pakar pendidikan Islam dari UIN Malang ini menyebutkan bahwa fenomena pendidikan agama di Indonesia selama ini sering mengabaikan desain utama agama itu sendiri. Pendidikan agama direduksi sekedar kearah penguasaan teknik ritual dan aspek konitif agama.orientasi kearah merangsang dan mendorong peserta didik untuk terlibat secara langsung dalam pemahaman agama dan secara afektif membuahkan transformasi diri dalam tatanan nilai ibadah dan ritual lain dengan kehidupan sehari-hari. 5 Konteks pembelajaran Akidah Akhlak di kelas IMI Muhammadiyah Tanjungsari Kecamatan Tersono Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2014/2015, proses pembelajaran Akidah Akhlak yang dilakukan oleh guru dalam hal pendalaman materi tentang membiasakan akhlak terpuji sudah cukup bagus, akan tetapi cara penyampaian maupun strategi dalam pembelajaran masih 4 Departemen Agama RI, Materi Pelajaran Akidah Akhlakdi SD/MI Kelas I, (Semarang : Depag Jateng, 2004), hlm. 7. 5 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Agama Islam, (Yogyakatrta : Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 88.

4 konvensional. Sehingga peseta didik terlihat kurang aktif dan bosan. Ketika guru melaksanakan proses pembelajaran dengan metode ceramah lalu menjelaskan materi tentang membiasakan akhlak terpujidi depan kelas dan peserta didik diminta mendengarkan dan terkadang diminta untuk menirukan bacaan-bacaan ayat yang ada di buku paket atau LKS, peserta didik mempunyai respon berbedabeda. Sebagian peserta didik sibuk bercengkrama dengan teman sebangkunya, sebagian lain hanya duduk diam dengan pandangan kosong, dan hanya sebagian kecil peserta didik kelas I MI Muhammadiyah Tanjungsari mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru. 6 Proses pembelajaran di kelas tersebut terlihat kurang interaktif, peserta didik kurang berperan, hal ini dapat dilihat kurangnya partisipasi peserta didik di kelas misalnya bertanya, memberi respon, berpendapat dan lain sebagainya. Padahal interaksi guru dan peserta didik merupakan element penting dalam pembelajaran. 7 Selain itu peserta didik menurut hasil pengamatan, terlihat kurang memiliki kerjasama, hal itu dapat terlihat dari beberapa peserta didik khususnya yang mempunyai kemampuan di atas rata-rata,ternyata enggan bekerja sama dengan yang lain. Berdasarkan pembahasan secara runtut di atas permasalahan yang muncul di kelas I MI Muhammadiyah Tanjungsari pada proses pembelajaran Akidah Akhlak penyebabnya sebagai berikut : 1) Salahnya paradigma tentang pembelajaran Akidah Akhlak. Banyak guru berpedoman pembelajaran Akidah Akhlak sekedar penularan pengetahuan agar diterapkan peserta didik. Padahal dalam pembelajaran Akidah Akhlak sendiri sebenarnya dituntut proses mental yang mampu memberikan andil besar pada penanaman akidah dan penghayatan nilai-nilai moral melalui proses internanilsasi dalam kepribadian peserta didik, seperti keyakinan, keadilan, tanggung jawab,disiplin, jujur dan lain-lain; 2) Proses pembelajaran yang monoton. Banyak guru mengetahui metode pengajaran, namun bisa dikatakan metode atau metode pembelajaran tersebuthanya sebagai pengetahuan belaka, sedangkan pada penerapannya jarang dilaksanakan. Metode 6 Hasil Observasi Pembelajaran Akidah Akhlak di kelas I MI Muhammadiyah Tanjungsari Kecamatan Tersono Kabupaten Batang pada tanggal 5 Pebruari 2014. 7 Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam pada Periode Klasik dan Pertengahan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 203.

5 yang sering digunakan secara permanen adalah ceramah, tanya jawab, dan penugasan, penggunaan metode monoton ini menjadikan peserta didik jenuh mengikuti pelajaran Akidah Akhlak yang sejatinya sangat menarik; 3) Tuntutan kurikulum. Diberlakukannya kurikulum 2013 yang beorientasi pada penelitian, pemecahan masalah, dan penemuan untuk membangun pengetahuannya sendiri pada peserta didik. Hal ini bisa dikatakan sebagai dasar permasalahan guru, jika penyebab diatasditanyakan kepada guru jawabannya adalah tuntutan kurikulummengejar nilai ujian semester. Hal ini mengakibatkan kompetensi peserta didik mempunyai banyak pengetahuan tetapi miskin kemampuanberpikir, dan miskin kepribadian, termasuk berjiwa penakut,kurang berani mengambil simpulan dan kurang berani bertanggungjawab atas tindakan yang telah dilakukan. Berdasar problema pembelajaran Akidah Akhlakmateri membiasakan akhlak terpuji, peneliti ingin melakukan perbaikan. Untuk meningkatkan prestasi peserta didik mengikuti pembelajaran Akidah Akhlak materi membiasakan akhlak terpujimenggunakan strategi pembelajaran cooperative yang menarik dan menyenangkan sehingga hasil belajarnya meningkat sesuai dengan KKM yang telah ditetapkan. Dengan melibatkan peserta didik, meningkatkan aktivitas dan tanggung jawab yaitu dengan menerapkan Jigsaw yang merupakan bagian dari pembelajaran kooperatif (metode Cooperative learning), sehingga dapat menciptakan pembelajaran menyenangkan dalam keadaan senang, otak lebih bisa menyerap informasi secara optimal. 8 Dengan menerapkan metode Cooperative learning tipe Jigsaw yang merupakan bagian dari pembelajaran aktif diharapkan peserta didik di kelas I MI Muhammadiyah Tanjungsari Kecamatan Tersono Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2014/2015 memiliki pengalaman barudalam belajar, yaitu pengalaman belajar bekerjasama dan pengalaman untuk menyampaikan gagasan atau informasi di depan kelas, di samping peserta didik memperoleh pengalaman langsung (eksplorasi) dalam menemukan dan mengkontruksi sendiri pengetahuannya. 2003), hlm. 7 8 Robert E.Slavin, Metode Cooperative Learning, (Bandung : Remaja Rosdakarya,

6 B. Identifikasi Masalah Rendahnya kompetensi belajar peserta didik dalam pembelajaran Akidah Akhlak dapat dipecahkan melalui penerapan metode pembelajaran yang tepat dan efektif. Masalah yang ditemukan di antaranya adalah : 1. Proses pembelajaran Akidah Akhlak yang dilakukan oleh guru dalam hal pendalaman materi tentang membiasakan akhlak terpuji sudah cukup bagus, akan tetapi cara penyampaian maupun strategi dalam pembelajaran masih konvensional. Sehingga peserta didik terlihat kurang aktif dan bosan. 2. Guru masih melaksanakan pembelajaran Akidah Akhlak dengan metode ceramah secara penuh di depan kelas tanpa contoh konkrit, sehingga respon peserta didik kurang optimal disebabkan merasa bosan. Fenomena tersebut dapat menyebabkan hasil belajar peserta didik lebih berorientasi pada aspek kognitif saja, sedangkan pembelajaran Akidah Akhlak di samping aspek kognitif perlu penguasaan aspek afektif dan psikomotorik sehingga nilai-nilai keimanan dan akhlak mulia dapat diintegrasikan dalam pengetahuan, penghayatan dan pengamalan hidup sehari-hari. 3. Proses pembelajaran di kelas tersebut terlihat kurang interaktif, peserta didik kurang berperan, hal ini dapat dilihat kurangnya partisipasi peserta didik di kelas misalnya bertanya, memberi respon, berpendapat dan lain sebagainya. Padahal interaksi guru dan peserta didik merupakan element penting dalam pembelajaran. 4. Selain permasalahan di atas, peserta didik menurut hasil pengamatan terlihat kurang memiliki kerjasama, hal itu dapat terlihat dari beberapa peserta didik khususnya yang mempunyai kemampuan di atas rata-rata, ternyata enggan bekerja sama dengan yang lain. 5. Guru perlu menerapkan strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi belajar dan dapat mendorong kerja sama peserta didik dalam kelas. Beberapa metode pembelajaran modern menawarkan konsep belajar yang dapat memperbaiki mutu pembelajaran di kelas sehingga dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik salah satunya adalah metode kooperatif tipe jigsaw.

7 C. Pembatasan Masalah Memperhatikan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas tidak semua masalah dapat diangkat dalam penelitian ini, disebakan waktu yang terbatas, anggaran penelitian juga terbatas, dan menyesuaikan dengan silabus yang ada, maka penelitian ini hanya dibatasi tentang meningkatkan hasil belajar siswa melalui metode Cooperative learning tipe Jigsaw mata pelajaran Akidah Akhlak materi membiasakan akhlak terpuji pada tema membiasakan ramah dan sopan kepada orang tua dan guru pada siswa kelas I MI Muhammadiyah Tanjungsari Tersono Batang Tahun Pelajaran 2014/2015. D. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas pada penelitian ini dapat dirumuskan : 1. Bagaimanakah penerapan metode Cooperative learning tipe Jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar Akidah Akhlak materi membiasakan akhlak terpuji siswa kelas I MI Muhammadiyah Tanjungsari Kecamatan Tersono Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2014/2015? 2. Bagaimanakah peningkatan hasil belajar Akidah Akhlak materi membiasakan akhlak terpuji melalui penerapan metode Cooperative learning tipe Jigsaw siswa kelas I MI Muhammadiyah Tanjungsari Kecamatan Tersono Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2014/2015? E. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan yang harus dicapai, yaitu : 1. Mengetahui penerapan metode Cooperative learning tipe Jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar Akidah Akhlak materi membiasakan akhlak terpuji siswa kelas IMI Muhammadiyah Tanjungsari Kecamatan Tersono Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2014/2015. 2. Mengetahui peningkatan hasil belajar Akidah Akhlak materi membiasakan akhlak terpuji melalui penerapan metode Cooperative learning tipe Jigsaw siswa kelas I MI Muhammadiyah Tanjungsari Kecamatan Tersono Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2014/2015.

8 F. Manfaat Penelitian Penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberi manfaat teoritis dan praktis. 1. Secara Teoritis a. Sebagai bahan masukan bagi guru dan praktisi pendidikan baik di sekolah atau madrasah untuk dijadikan bahan analisis lebih lanjut dalam rangka meningkatan mutu pembelajaran Akidah Akhlak materi membiasakan akhlak terpuji melalui penerapan metode Cooperative learning tipe Jigsaw. b. Menambah bahan bacaan ilmiah tentang pendidikan dasar khususnya strategi dan peranan guru dalam meningatkan hasil belajar Akidah Akhlak materi membiasakan akhlak terpuji melalui penerapan metode Cooperative learning tipe Jigsaw. 2. Secara Praktis a. Bagi Siswa 1) Memberikan berbagai cara belajar secara simultan, yaitu belajar dengan cara belajar dengan metode Jigsaw 2) Memberikan cara belajar Akidah Akhlak secara aktif, kreatif, alami, holistic dan optimal. 3) Membantu siswa dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar khususnya dalam pelajaran Akidah Akhlak b. Bagi Guru 1) Memberikan Alternatif strategi yang efektif dalam pembelajaran, khususnya pembelajaran Akidah Akhlak di kelas I Sekolah dasar. 2) Memberikan alternative solusi terhadap permasalahan upaya guru dalam memperbaiki dan meningkatkan hasil belajar Akidah Akhlak di sekolah 3) Memperkaya wawasan guru dalam penguasaan pendekatan, metode dan teknik pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran Akidah Akhlak.

9 c. Bagi Sekolah 1) Membantu upaya sekolah/madrasah dalam meningkatkan prestasi belajar siswa, khususnya pada matapelajaran Akidah Akhlak. 2) Membantu sekolah dalam mengembangkan strategi pembelajran yang efektif khususnya bagi pembelajaran Akidah Akhlak. 3) Memberikan metode pembelajaran yang dapat dikembangkan dan dibudayakan di sekolah dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan hasil belajar siswa