I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2011). pemerataan, akan terjadi Ketimpangan wilayah (regional disparity), terlihat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB I PENDAHULUAN. nasional dan internasional dengan pemerataan dan pertumbuhan yang diinginkan

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA UTARA TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses untuk

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

INDEKS KESENJANGAN EKONOMI ANTAR KECAMATAN DI KOTA PONTIANAK (INDEKS WILLIAMSON)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses yang terintgrasi dan komprehensif

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap, mental dan kelembagaan, ketimpangan, dan mengatasi kemiskinan (Todaro, 2000).

I. PENDAHULUAN. dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

I. PENDAHULUAN. mendorong dan meningkatkan stabilitas, pemerataan, pertumbuhan dan

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkannya diperlukan syarat-syarat yang harus terpenuhi, laju pertumbuhan penduduknya. (Todaro, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan umum yang sering dihadapi oleh negara-negara sedang

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran merupakan salah satu masalah utama yang selalu dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. bawah garis kemiskinan (poverty line), kurangnya tingkat pendidikan,

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja. memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus

I. PENDAHULUAN. kondisi masyarakat yang lebih baik, yang ditunjukkan oleh kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, terus melaksanakan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan. pendapatan perkapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek

Analisa Keterkaitan Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Sumatera

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah ini juga harus disertai

BAB I PENDAHULUAN. utama dari usaha-usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. dalam mengelola potensi sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduknya. Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI SUMATERA BARAT ( )

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

I. PENDAHULUAN. Kemiskinan adalah masalah bagi negara-negara di dunia terutama pada negara yang

BAB I PENDAHULUAN. antar daerah dan struktur perekonomian yang seimbang (Sukirno, 2005).

I. PENDAHULUAN. Tolok ukur keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Luas keseluruhan dari pulau-pulau di

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dalam proses pertumbuhan ekonomi tersebut. Salah satu indikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dikatakan baik apabila terjadi peningkatan pada laju pertumbuhan di

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan oleh masyarakat luas (Lincolin Arsyad, 1999).

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. dokumen RPJP Provinsi Riau tahun , Mewujudkan keseimbangan

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah itu sendiri maupun pemerintah pusat. Setiap Negara akan

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). Salah satu indikator kemajuan

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wilayah umumnya mempunyai masalah di dalam proses. pembangunannya, masalah yang paling sering muncul di dalam wilayah

PROFIL PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA di DKI JAKARTA TAHUN 2011

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu wilayah meningkat dalam jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan sebagai proses yang dapat menciptakan pendapatan riil perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah orang hidup di bawah garis kemiskinan mutlak tidak naik, dan distribusi pendapatan tidak semakin timpang (Tarigan, 2007). Ketimpangan, pemerataan, dan infrastruktur sebenarnya telah dikenal cukup lama di Indonesia, misalnya hal tersebut melatar belakangi program padat karya, berbagai pembangunan infrastruktur, seperti dalam program perbaikan kampung, perbaikan jalan, pos kampling, sungai, irigasi, listrik, telepon, pelayanan kesehatan, pendidikan dan lain-lain (Hartono, 2008). Ketimpangan pembangunan antar daerah dengan pusat dan antar daerah satu dengan daerah lain merupakan suatu hal yang wajar, karena adanya perbedaan dalam sumber daya dan awal pelaksanaan pembangunan antar daerah. (Hartono, 2008). Ketimpangan yang paling lazim dibicarakan adalah ketimpangan ekonomi. Ketimpangan ekonomi sering digunakan sebagai indikator perbedaan pendapatan per kapita rata-rata, antar kelompok tingkat pendapatan, antar kelompok lapangan kerja, dan antar

2 wilayah. Pendapatan per kapita rata-rata suatu daerah dapat disederhanakan menjadi Produk Domestik Regional Bruto dibagi dengan jumlah penduduk. Cara lain yang bisa digunakan adalah dengan mendasarkan kepada pendapatan personal yang didekati dengan pendekatan konsumsi (Widiarto, 2001). Dalam pengukuran ketimpangan pembangunan ekonomi regional digunakan Indeks Williamson. Masalah besar yang umumnya dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line) (Aldilla, 2011). Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh masing-masing orang, daerah satu dengan lainnya maupun negara satu dengan negara lainnya. Penting bagi kita untuk dapat memiliki definisi yang sama dalam mengartikan pembangunan. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menciptakan pendapatan riil perkapita sebuah Negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, sejumlah orang hidup di bawah garis kemiskinan mutlak tidak naik, dan distribusi pendapatan tidak semakin timpang (Tarigan, 2007). Permasalahan ketimpangan pembangunan ekonomi tidak dapat dipisahkan dari permasalahan kemiskinan, biasanya terjadi pada negara miskin dan berkembang. Ketimpangan ini pada awalnya disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaan kondisi demografi (keadaaan geografis dan keadaan penduduk) yang terdapat pada masing masing wilayah. Akibat dari perbedaan ini, kemampuan suatu daerah untuk meningkatkan pertumbuhan

3 ekonomi dan mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda (Zahara, 2014). Terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah ini selanjutnya membawa implikasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat pada wilayah bersangkutan. Biasanya implikasi ini ditimbulkan dalam bentuk kecemburuan dan ketidakpuasan masyarakat yang dapat pula berlanjut dengan implikasi politik dan ketentraman masyarakat. Karena itu, aspek ketimpangan pembangunan ekonomi antar wilayah ini perlu ditanggulangi melalui formulasi kebijakan pembangunan wilayah yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Ketimpangan memiliki dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari adanya ketimpangan adalah dapat mendorong wilayah lain yang kurang maju untuk dapat bersaing dan meningkatkan pertumbuhan guna meningkatkan kesejahteraannya. Sedangkan dampak negatif dari ketimpangan yang ekstrim antara lain inefisiensi ekonomi, melemahkan stabilitas sosial dan solidaritas, serta ketimpangan yang tinggi pada umumnya dipandang tidak adil (Todaro, 2000). Dampak negatif inilah yang menyebabkan ketimpangan yang tinggi menjadi salah satu masalah dalam pembangunan dalam menciptakan kesejahteraan di suatu wilayah (Todaro, 2000). Yuki Angelia (2010) melakukan penelitian tentang ketimpangan pembangunan antar wilayah di Provinsi DKI Jakarta, hasil penelitiannya menunjukan bahwa kondisi ketimpangan pembangunan antar wilayah di Provinsi DKI Jakarta Tahun 1995-2008 cenderung mengalami peningkatan. Penelitian ini juga menunjukan

4 bahwa wilayah yang memiliki pertumbuhan relatif lambat adalah Kotamadya Jakarta Barat dan Kotamadya Jakarta Timur. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut. Tolak ukur keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah, dan antar sektor (Widiarto, 2001). Provinsi DKI Jakarta mengarahkan pembangunan daerahnya untuk menggali potensi yang ada guna mencapai pemerataan pendapatan, kesempatan kerja, tingkat partisipasi angkatan kerja serta pertumbuhan ekonomi yang tinggi di berbagai daerah (Angelia, 2010). Dengan tingginya angkatan kerja di DKI Jakarta, dapat diartikan bahwa sedikitnya jumlah masyarakat miskin di daerah itu dan faktanya menurut data Badan Pusat Statistik, Provinsi DKI Jakarta memiliki jumlah penduduk miskin yang paling kecil di Pulau Jawa dibandingkan dengan provinsi lainnya. Perkembangan penduduk miskin menurut provinsi di Pulau Jawa seperti terlihat pada Tabel 1. Dari tabel 1 tersebut memperlihatkan bahwa pada tahun penelitian, Provinsi DKI Jakarta mempunyai rata-rata persentase kemiskinan paling rendah di Pulau Jawa setelah Provinsi Banten dan Provinsi Jawa Barat yaitu sebesar 3,73 persen dibandingkan dengan provinsi lainnya di Pulau Jawa. Hal ini mengidentifikasikan sedikitnya jumlah penduduk miskin di Provinsi DKI Jakarta

5 dibandingkan dengan Provinsi lainnya di Pulau Jawa tetapi tidak mengindikasikan pembangunan yang terjadi secara merata di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Tabel 1. Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2009-2013 (Persen) Tahun Rata Rata Provinsi 2009 2010 2011 2012 2013 DKI Jakarta 3,62 3,48 3,75 3,70 4,09 3,73 Jawa Barat 11,96 11,27 10,65 9,98 9,18 10,59 Jawa Tengah 17,72 16,56 15,65 14,98 13,58 15,72 DI Yogyakarta 17,23 16,83 16,08 15,88 14,55 16,11 Jawa Timur 16,68 15,26 14,23 13,08 12,28 14,31 Banten 7,64 7,16 6,23 5,51 5,51 6,45 Sumber: Badan Pusat Statistik Berdasarkan administrasi wilayah, secara administratif Provinsi DKI Jakarta terdiri dari 6 Provinsi, 44 Kecamatan, dan 267 Kelurahan dengan luas wilayah sebesar 661,52 km² (lautan: 6.977,5 km²), daerah yang memiliki luas wilayah terbesar di Provinsi DKI Jakarta adalah Kotamadya Jakarta Timur yaitu 187,75 Km 2 dan daerah dengan luas wilayah paling kecil adalah Kepulauan seribu dengan luas 11,8 Km 2. Karena Provinsi DKI Jakarta mempunyai persentase penduduk miskin yang paling rendah dan relatif tetap di antara provinsi lain di Pulau Jawa maka wajar bila Provinsi DKI Jakarta mempunyai PDRB per kapita yang tinggi dan cenderung terus meningkat setiap tahunnya. Terlihat dalam Tabel 2, bahwa PDRB per kapita Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2009 sebesar Rp. 296.873.000 dan terus meningkat sampai pada tahun 2013 sebesar Rp. 315.757.000. Kotamadya Jakarta Barat menjadi daerah yang terkecil dalam memperoleh PDRB per kapita dalam tahun penelitian di antara kotamadya lainnya, yaitu sebesar Rp. 28.364.000.

6 Tabel 2. PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan 2000 Provinsi DKI Jakarta Tahun 2009-2013 (Juta Rupiah) Kotamadya Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 Rata-Rata Kepulauan Seribu 54,089 53,087 48,518 50,585 47,775 50,811 Jakarta Selatan 38,533 43,113 44,447 49,300 101,159 55,310 Jakarta Timur 25,689 24,844 24,231 27,334 47,673 29,954 Jakarta Pusat 106,605 114,431 97,901 110,647 54,690 96,855 Jakarta Barat 24,924 25,768 27,602 29,979 33,549 28,364 Jakarta Utara 47,032 44,601 45,473 50,296 30,910 43,662 DKI Jakarta 296,873 305,844 288,172 318,141 315,757 304,957 Sumber : Badan Pusat Statistik Laju pertumbuhan ekonomi Di Provinsi DKI Jakarta yang cenderung meningkat menunjukan bahwa DKI Jakarta sudah mampu melaksanakan pembangunan ekonomi dengan baik. Akan tetapi hal ini tidak serta merta mengindikasikan bahwa pembangunan ekonomi di DKI Jakarta terjadi secara merata (Angelia 2010). Dapat dilihat bahwa rata rata PDRB per kapita di wilayah Kotamadya Jakarta Barat yang paling rendah dan jauh berbeda dengan PDRB per kapita di wilayah Kotamadya Jakarta Pusat. Hal ini mengindikasikan adanya ketimpangan pembangunan antara Kotamadya Jakarta Barat dan Kotamadya Jakarta Pusat Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan. Harapannya pada saat pertumbuhan ekonomi suatu wilayah meningkat, akan mengurangi ketimpangan di dalam wilayah tersebut, akan tetapi pertumbuhan ini harus diimbangi dengan pemerataan pendapatan per kapita bagi seluruh masyarakat. Peningkatan serta tingginya pertumbuhan di seluruh wilayah Provinsi DKI Jakarta diharapkan terjadi secara merata dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah Provinsi DKI Jakarta

7 Gambaran perkembangan pembangunan daerah tidak lepas dari perkembangan jumlah angkatan kerja antar daerah. Provinsi DKI Jakarta merupakan barometer perekonomian Indonesia dan merupakan daerah tujuan para pencari kerja dari berbagai daerah. Maka dari itu diperlukan juga campur tangan pemerintah untuk mengurangi ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah di Provinsi DKI Jakarta, oleh karena itu penelitian ini memfokuskan hanya kepada pengaruh tenaga kerja, pengangguran dan kemiskinan sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi DKI Jakarta. Jumlah angkatan kerja yang ada dalam suatu wilayah dapat mempengaruhi tingkat ketimpangan. Dengan adanya angkatan kerja yang meningkat berarti ada kenaikan kegitan ekonomi dan tingkat kemakmuran, sehingga ketimpangan mengalami penurunan (Angelia, 2010). Berikut tabel yang memperlihatkan data ketenagakerjaan selama 5 tahun (2009-2013) di Provinsi DKI Jakarta. Tabel 3. Kondisi Ketenagakerjaan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2009-2013 (Jiwa) Tahun Jumlah Penduduk Tenaga Kerja Pengangguran Angkatan Kerja 2009 8.523.157 4.118.390 569.337 4.687.727 2010 9.607.787 4.689.761 582.843 5.272.604 2011 9.752.144 4.588.418 555.408 5.143.826 2012 9.869.138 4.838.596 529.976 5.368.572 2013 9.969.948 4.712.836 467.178 5.180.014 Sumber : Badan Pusat Statistik Tabel 3, menunjukkan penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2009 berjumlah 8.523.157 jiwa terdiri dari 4.687.727 jiwa angkatan kerja, sedangkan tenaga kerja yang terserap hanya berjumlah 4.118.390 jiwa, sehingga tingkat pengangguran yang terjadi berjumlah 569.337 jiwa, dan pada Tahun 2013 jumlah penduduk berjumlah 9.969.948 jiwa terdiri dari 5.180.014 jiwa angkatan kerja, sedangkan

8 tenaga kerja yang terserap hanya berjumlah 4.712.836 jiwa, sehingga tingkat pengangguran yang terjadi berjumlah 467.178 jiwa. Tenaga Kerja terus mengalami peningkatan dari Tahun 2009 yang berjumlah 4.118.390 jiwa sampai dengan tahun 2013 dengan tenaga kerja sebesar 4.712.836.jiwa begitu pula dengan angka pengangguran di DKI Jakarta yang terus meningkat. Di sisi lain gelombang pencari kerja juga mengalir mengejar kesempatan bekerja dari kotakota lainnya ke daerah DKI Jakarta yang kaya potensi. Hal ini menjadi masalah kepadatan penduduk bagi daerah yang menerima pencari kerja dari daerah-daerah miskin ke kota besar. Karena itu di kota-kota besar relatif banyak golongan ekonomi lemah dari penduduk asli ataupun dari daerah-daerah lain yang dapat mengakibatkan saling berebut tempat dan peluang antar kelompok daerah asal (Munir, 2003). Provinsi DKI Jakarta mengarahkan pembangunan daerahnya untuk menggali potensi yang ada guna mencapai pemerataan pendapatan, kesempatan kerja, tingkat partisipasi angkatan kerja serta pertumbuhan ekonomi yang tinggi di berbagai daerah (Angelia, 2010). Dengan tingginya angkatan kerja di DKI Jakarta, dapat diartikan bahwa sedikitnya jumlah masyarakat miskin di daerah itu dan faktanya menurut data Badan Pusat Statistik, Provinsi DKI Jakarta memiliki jumlah penduduk miskin yang relatif kecil dari tahun 2009 sampai tahun 2013

9 Tabel 4. Kondisi Kependudukan Provinsi DKI Jakarta Kependudukan Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa) Penduduk Miskin (Jiwa) Penduduk Miskin (Dalam Persen) 2009 8.523.157 323.880 3,80 2010 9.607.787 388.145 4,04 2011 9.752.144 355.000 3,64 2012 9.869.138 365.158 3,70 2013 9.969.948 370.882 3,72 Sumber : Badan Pusat Statistik Perkembangan penduduk miskin menurut tahun di wilayah Provinsi DKI Jakarta seperti terlihat pada Tabel 4. Dari tabel 4 diatas memperlihatkan bahwa tahun 2011 mempunyai persentase kemiskinan yang paling rendah dengan 3,64 persen dan yang paling tinggi persentase penduduk miskinnya adalah tahun 2010 dengan 4,04 persen. Hal ini mengidentifikasikan masih adanya ketidakmerataan pembangunan ekonomi yang terjadi di Provinsi DKI Jakarta dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta secara keseluruhan berdasarkan sensus penduduk tahun 2013 yaitu sekitar 9,96 juta jiwa. Dengan jumlah penduduk sebesar itu maka seharusnya dapat membantu pembangunan dengan pendapatan per kapitanya, akan tetapi jika tidak diberdayakan maka hanya akan menambah beban pembangunan. Dari latar belakang diatas, maka penelitian ini mengambil judul FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2009-2013 untuk menghitung seberapa besar tingkat ketimpangan yang terjadi di DKI Jakarta dan pengaruh variabel tenaga kerja, pengangguran, dan penduduk miskin di DKI Jakarta.

10 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah pada analisis tentang : 1. Bagaimana kondisi tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di wilayah Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2013? 2. Bagaimana pengaruh tenaga kerja terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di wilayah Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2013. 3. Bagaimana pengaruh pengangguran terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di wilayah Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2013. 4. Bagaimana pengaruh penduduk miskin terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di wilayah Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2013. C. Tujuan Penelitian a. Mengetahui kondisi tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di wilayah Provinsi DKI Jakarta tahun tahun 2009-2013? b. Mengetahui pengaruh tenaga kerja terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di wilayah Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2013. c. Mengetahui pengaruh pengangguran terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di wilayah Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2013. d. Mengetahui pengaruh penduduk miskin terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di wilayah Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2013.

11 D. Kegunaan Penelitian Adapun penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi kepada : 1. Sebagai Syarat untuk memperoleh gelar sarjana Di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung 2. Pengambil Kebijakan Bagi pengambil kebijakan, penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat ketimpangan wilayah, sehingga dapat memahami lebih jauh untuk pengambilan kebijakan selanjutnya guna menyelesaikan permasalahan ketimpangan pembangunan ekonomi ini. 3. Ilmu Pengetahuan Secara umum diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah ilmu ekonomi khususnya ekonomi pembangunan dan ekonomi perencanaan. Manfaat khusus bagi ilmu pengetahuan yakni dapat melengkapi kajian ketimpangan wilayah dengan mengungkap faktor-faktor yang mempengaruhinya.

12 E. Kerangka Penelitian Masalah ketimpangan merupakan permasalahan yang banyak dihadapi di negara sedang berkembang seperti Indonesia. Ketimpangan wilayah juga merupakan masalah yang belum dapat dihapuskan pada di Indonesia. Di Indonesia sebagai negara sedang berkembang, tingkat ketimpangan wilayahnya termasuk tinggi salah satunya terdapat di wilayah Provinsi DKI Jakarta (Angela 2010). Pembangunan ekonomi suatu wilayah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat wilayah yang bersangkutan. Salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi ditunjukan dengan meningkatkan PDRB khususnya PDRB per kapita pada suatu wilayah. Dengan harapan pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan dapat meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat. Ketika pendapatan per kapita meningkat dan merata maka diharapkan tercipta masyarakat yang sejahtera dan mengurangi ketimpangan. Akan tetapi yang masih menjadi masalah dalam pembangunan ekonomi ini adalah apakah pendapatan per kapita pada suatu wilayah sudah merata di seluruh lapisan masyarakat atau tidak. Jumlah tenaga kerja yang ada dapat mempengaruhi tingkat ketimpangan. Tenaga kerja yang meningkat berarti ada kenaikan kegiatan ekonomi dan tingkat kemakmuran, sehingga ketimpangan mengalami penurunan. Dibukanya lapangan kerja baru tentu akan menyerap tenaga kerja baru sehingga jumlah angkatan kerja mengalami kenaikan. Adanya penyerapan tenaga kerja ini yang akan meningkatkan pendapatan masyarakat yang pada akhirnya akan meningkatkan

13 daya beli masyarakat sehingga permintaan barang dan jasa lebih besar yang kemudian mendorong produsen untuk memproduksi lebih banyak lagi dan seterusnya, dengan demikian kegiatan ekonomi akan berjalan dengan baik dan ketimpangan ekonomi akan menurun. Pertumbuhan ekonomi yang merata menjadi indikator kesejahteraan masyarakat pada suatu daerah. Apabila pertumbuhan ekonomi suatu daerah meningkat diharapkan pertumbuhan tersebut dapat dinikmati merata oleh seluruh masyarakat. Tenaga Kerja Pengangguran Penduduk Miskin Indeks Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Di Provinsi DKI JAkarta Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian

14 F. Hipotesis Berdasarkan teori dan hubungan antara tujuan penelitian, kerangka pemikiran terhadap rumusan masalah, maka hipotesis atau jawaban sementara dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Diduga variabel tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap ketimpangan pembangunan di wilayah Provinsi DKI Jakarta tahun 2009 2013 b. Diduga variabel pengangguran berpengaruh positif terhadap ketimpangan pembangunan di wilayah Provinsi DKI Jakarta tahun 2009 2013 c. Diduga variabel penduduk miskin berpengaruh positif terhadap ketimpangan pembangunan di wilayah Provinsi DKI Jakarta tahun 2009 2013