BAB 1 PENDAHULUAN. ginjal yang bersifat irreversible, dimana kemampuan tubuh gagal untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik (GGK) atau penyakit renal tahap akhir

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ginjal memiliki fungsi untuk mengeluarkan bahan dan sisa-sisa

BAB I dalam Neliya, 2012). Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik seperti Glomerulonephritis Chronic, Diabetic

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat dicapai melalui

Tabel 1.1 Keaslian penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease

BAB I PENDAHULUAN. dari mulai faal ginjal normal sampai tidak berfungsi lagi. Penyakit gagal ginjal

BAB 1 PENDAHULUAN. Penurunan atau kegagalan fungsi ginjal berupa penurunan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah. penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh mereka yang menderita gagal ginjal (Indraratna, 2012). Terapi diet

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif yang

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MENJALANI HEMODIALISA PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang beredar dalam darah). Penderita GGK harus menjalani terapi diet

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan sifatnya irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan

BAB I PENDAHULUAN. menghambat kemampuan seseorang untuk hidup sehat. Penyakit penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau disfungsi

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. makan, faktor lingkungan kerja, olah raga dan stress. Faktor-faktor tersebut

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak (non-verbal), untuk mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. irreversible. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. juta orang mengalami gagal ginjal. Data dari The United State Renal Data System

BAB I PENDAHULUAN. konsentrasi elektrolit pada cairan ekstra sel (Tawoto & Watonah, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. CKD merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia yang berdampak besar pada

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran informasi dan dukungan emosional. Dalam bidang keperawatan,

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi dari 2-3 bulan hingga tahun (Price dan Wilson, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. volume, komposisi dan distribusi cairan tubuh, sebagian besar dijalankan oleh Ginjal

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1

PENELITIAN PENGARUH HEMODIALISIS TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN DM. Elya Hartini *, Idawati Manurung **, Purwati **

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan


BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia menginginkan kondisi yang sehat, baik secara

GAMBARAN KEPATUHAN DIET PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISIS DI RSUD KABUPATEN PEKALONGAN. Manuscript

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002).

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang bersifat progresif dan irreversibel yang menyebabkan ginjal kehilangan

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna merah keunguan.

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal. Terapi pengganti yang. adalah terapi hemodialisis (Arliza, 2006).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan

PERILAKU PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK STADIUM V DALAM MEMPERTAHANKAN KADAR NORMAL BUN DAN KREATININ. Abstrak

BAB 1 PENDAHULUAN. yang bersifat progresif dan irreversibel. Ginjal berfungsi sebagai. kerusakan pada sistem endokrin akan menyebabkan terganggunya

BAB I PENDAHULUAN.

I. PENDAHULUAN. yang dewasa ini prevalensinya semakin meningkat. Diperkirakan jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal (Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi dari makanan diet khusus selama dirawat di rumah sakit (Altmatsier,

BAB I PENDAHULUAN. dapat terjadi secara akut dan kronis. Dikatakan akut apabila penyakit berkembang

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN DIET PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS DENGAN TERAPI HEMODIALISIS DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Ginjal Kronik (PGK) (Centers For Diseae Control and Prevention, ginjal (Foote & Manley, 2008; Haryono, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Gagal ginjal yang terjadi secara mendadak disebut gagal ginjal akut,

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia (Ruggenenti dkk, 2001). Penyakit gagal ginjal kronis

transplantasi adalah pasien dan hanya ada 920 pasien yang menerima transplantasi (NHSBT, 2014). Hemodialisis merupakan metode perawatan umum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Pada perkembangan zaman yang semakin berkembang khususnya

BAB I PENDAHULUAN. menduduki rangking ke 4 jumlah penyandang Diabetes Melitus terbanyak

BAB I PENDAHULUAN. disease) saat ini masih menjadi masalah yang besar, sebagaimana prediksi

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. ginjal secara optimal untuk membuang zat-zat sisa dan cairan yang berlebihan dari

NOVIANI SABTINING KUSUMA PUTRI J

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Fluktuasi politik dan ekonomi saat ini mengakibatkan perubahan pada tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir adalah gangguan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik (GGK) atau Chronic Kidney Diseases (CKD) dalam jangka waktu yang lama (Black & Hawks, 2014).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena sekresi

BAB 1 PENDAHULUAN. waktu lebih dari tiga bulan. Menurut Brunner dan Suddarth, gagal ginjal kronik. sampah nitrogen lain dalam darah) (Muhammad, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. tertentu dalam darah. Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi pankreas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada macam pembedahan dan jenis penyakit penyerta.

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. pasien penyakit gagal ginjal kronik di Amerika Serikat adalah orang.

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal ginjal terminal (GGT) merupakan titik akhir dari gangguan faal ginjal yang bersifat irreversible, dimana kemampuan tubuh gagal untuk mengangkut sampah metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulernya yang mengakibatkan terjadinya sejumlah perubahan fisiologis yang tidak dapat diatasi lagi dengan tindakan konservatif, sehingga membutuhkan terapi pengganti ginjal (Smeltzer, 2002). Terapi pengganti ginjal terdiri dari hemodialisa, peritoneal dialisa dan tranplantasi ginjal. Saat ini hemodialisa (HD) merupakan terapi pengganti ginjal yang paling banyak dilakukan dan jumlahnya tahun ketahun terus meningkat (Almatsier, 2006). Diperkirakan bahwa ada lebih dari 100.000 pasien pada setiap tahunnya menjalani hemodialisa (Smeltzer, 2002). Data dari United State Renal Data System (USRDS) bahwa jumlah GGT yang menjalani dialysis di Amerika Serikat pada akhir 1991 mencapai 142.488 orang dan 119.085 orang diantaranya menjalani hemodialisa. Di Indonesia, berdasarkan data PT. ASKES (1999) ada sekitar 3.000 penderita GGT yang menjalani hemodialisa, ini belum termasuk hemodialisa yang dibiayai perusahaan swasta maupun atas biaya sendiri (Gatot, 2003). Menurut data rekam medik dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr.

Pirngadi Medan pada tahun 2008 terdapat sekitar 12.970 kunjungan ke instalasi hemodialisa sedangkan pada tahun 2009 sebanyak 11.949 kunjungan yang melakukan terapi hemodialisa. Bagi penderita gagal ginjal terminal, hemodialisa akan mencegah kematian. namun demikian, hemodialisa tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal dan terapinya terhadap kualitas hidup pasien. Pasien-pasien ini harus menjalani terapi hemodialisa sepanjang hidupnya, biasanya 3 kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi (Smeltzer, 2002). Pada proses hemodialisa, aliran darah ke ginjal dialihkan melalui membran semipermiabel dari ginjal tiruan sehingga produk-produk sisa metabolisme dapat dikeluarkan dari tubuh. (Almatsier, 2006). Pada pasien yang menjalani terapi hemodialisa, intervensi diet memegang peran penting, diet yang berimbang sangat mereka perlukan untuk tetap fit ketika ginjal mereka sudah tidak lagi berfungsi pada kapasitas yang penuh. Untuk mempertahankan kondisi yang lebih baik dari pasien dialisis mereka perlu mengkomsumsi jenis dan jumlah makanan yang tepat setiap hari. Untuk mencapai hasil dialisis yang baik, pasien dialisis perlu mengontrol diet mereka sehingga mampu mengontrol produk limbah dan cairan yang terakumulasi diantara penanganan atau tindakan dialisis. Pasien dialisis perlu mendapatkan asupan protein, kalori, cairan, vitamin dan mineral yang tepat setiap hari. Diet yang baik untuk pasien dialisis adalah kecukupan dalam asupan protein,

kecukupan kalori, rendah kalium, rendah natrium, rendah fosfor dan cairan yang terkontrol (Cahyaningsih, 2010). Tujuan diet pada pasien gagal ginjal terminal yang melakukan terapi hemodialisa adalah untuk mencegah defisiensi gizi serta mempertahankan dan memperbaiki status gizi, agar pasien dapat melakukan aktivitas normal, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dan menjaga akumulasi produk sisa metabolisme tidak berlebihan (Almatsier, 2006). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Cahyaningsih tahun 2010 status nutrisi merupakan prediktor yang kuat terhadap pasien, termasuk mortalitas dan kualitas hidup pasien. Hal ini diperkuat seperti yang dikatakan Nunuk Mardiana yang disampaikan dalam kegiatan Indonesian Nephrology Nurse Association (PPGII) pada tahun 2008 bahwa terdapat bukti yang menunjukan bahwa status nutrisi yang buruk pada saat penderita mulai memerlukan dialisis merupakan prediktor kuat peningkatan mortalitas pada masa dialisis. Hasil studi pendahuluan di RSUD Dr. Pirngadi Medan, terdapat sekitar 15 % pasien dengan jadwal hemodialisa lebih cepat dari jadwal yang seharusnya, 20 % datang dengan keadaan sesak, 30% yang mengalami kekurangan gizi, 40 % mengalami komplikasi penumpukan cairan yang berlebihan, 50% mengalami peningkatan berat badan dari yang seharusnya. Hal ini disebabkan karena pengetahuan dan kepatuhan pasien yang masih kurang dalam menjalankan terapi diet yang dianjurkan.

Perencanaan pengaturan diet cukup sulit dan diet sukar diikuti oleh pasien, akan tetapi bila itu tidak dipatuhi akan memberikan konsekwensi yang merugikan (Sidabutar,1992). Menurut Ley dan Spelman dalam Niven (2002) tak seorang pun dapat mematuhi instruksi jika ia salah paham tentang instruksi yang diberikan kepadanya, hal ini disebabkan oleh kegagalan profesional kesehatan dalam memberikan informasi yang lengkap kepada pasien. Komunikasi yang baik oleh perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan haruslah dipahami oleh pasien yang menjalani terapi hemodialisa, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan pasien tentang diet yang dianjurkan (Smeltzer, 2002). Dalam hal ini peran perawat sangat penting untuk memberikan dorongan positif kepada pasien untuk mengontrol dietnya (Grodner, et.al. 1996). Salah satu faktor yang mendukung kepatuhan adalah meningkatnya interaksi profesional kesehatan dengan pasien. Pasien membutuhkan penjelasan tentang kondisinya, apa penyebabnya dan apa yang dapat mereka lakukan dengan kondisi seperti itu. Untuk meningkatkan interaksi tenaga kesehatan dengan pasien, diperlukan suatu komunikasi yang baik oleh tenaga kesehatan. Dengan komunikasi, seorang tenaga kesehatan dapat memberikan informasi yang lengkap guna meningkatkan pengetahuan pasien dalam setiap instruksi yang diberikan kepadanya, sehingga diharapkan lebih dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi (Niven, 2002). Strategi untuk meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan pasien adalah dukungan profesional kesehatan dan pemberian informasi (Niven, 2002). Hal ini

dapat terwujud dengan melakukan komunikasi kepada pasien. Komunikasi perawat yang diarahkan pada pencapaian tujuan untuk menyembuhkan pasien merupakan salah satu karakteristik komunikasi terapeutik (Purwanto, 1994). Penerapan komunikasi terapeutik dalam pelayanan perawatan mempunyai peran yang besar terhadap kemajuan kesehatan pasien. Komunikasi terapeutik meningkatkan hubungan interpersonal dengan klien sehingga akan tercipta suasana yang kondusif dimana klien dapat mengungkapkan perasaan dan harapanharapannya (Sundberg, 1989). Kondisi saling percaya yang telah dibangun diantara perawat dan pasien tersebut akan mempermudah pelaksanaan dan keberhasilan program pengobatan (Stuart G.W., et al, 1998). Komunikasi yang baik dapat meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan klien dalam hal pengobatan dan perawatan penyakitnya (Anggraini, 2009). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Palestin (2002) pada pasien di poliklinik penyakit dalam RSU dr. Sardjito Yogyakarta dengan disain eksperimen semu one group before and after intervention design menyatakan bahwa secara statistik terdapat pengaruh yang bermakna setelah pemberian komunikasi terapeutik terhadap pengetahuan dan kepatuhan dalam pengobatan pada pasien diabetes mellitus. Kemudian penelitian yang dilakukan Kristiana (2004) dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan kepatuhan berobat pada penderita pulpitis di Poli gigi Puskemas Pucang Sewu kota Surabaya.

Dari hasil wawancara dan observasi di Instalasi Hemodialisa RSUD Dr. Pirngadi Medan terdapat sekitar 60% pasien dengan pengetahuan yang kurang, sehingga pasien sering bertanya tentang makanan yang dianjurkan, makanan yang tidak diperbolehkan dan makanan yang berprotein tinggi. Terdapat sekitar 30% pasien tidak mematuhi diet yang dianjurkan. Kurangnya pengetahuan dan ketidakpatuhan pasien ini diasumsikan karena kurang optimalnya komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara beberapa perawat, dapat disimpulkan bahwa komunikasi yang dilakukan perawat di Instalasi hemodialisa RSUD Dr. Pirngadi Medan hanya sekedar saja dalam pengertian perawat tidak pernah melakukan sesi khusus untuk merencanakan pemberian materi tentang diet dengan melakukan komunikasi terapeutik, dan komunikasi yang dilakukan belum menunjukan komunikasi terapeutik. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien (Suryani, 2005). Sehingga dengan komunikasi terapeutik diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan pasien atau kepatuhan pasien untuk mematuhi diet yang dianjurkan pada hemodialisa, sehingga tidak terjadi komplikasi dan meningkatkan kualitas hidup pasien yang menjalankan terapi hemodialisa Dari permasalahan diatas peneliti ingin meneliti tentang pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap pengetahuan dan kepatuhan dalam menjalankan terapi diet pada pasien hemodialisa di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

1.2. Permasalahan Dari latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan penelitian adalah bagaimana pengaruh komunikasi terapeutik terhadap pengetahuan dan kepatuhan dalam menjalankan terapi diet pada pasien hemodialisa di RSUD Dr. Pirngadi Medan. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh komunikasi terapeutik terhadap pengetahuan dan kepatuhan dalam menjalankan terapi diet pada pasien hemodialisa di RSUD Dr. Pirngadi Medan. 1.4. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh komunikasi terapeutik terhadap pengetahuan dan kepatuhan dalam menjalankan terapi diet pada pasien hemodialisa di RSUD Dr. Pirngadi Medan. 1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1. Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pengaruh komunikasi terapeutik terhadap pengetahuan dan kepatuhan.

2. Tenaga Kesehatan (perawat) Sebagai sumber informasi yang dapat membantu perawat dalam meningkatkan pelayanan keperawatan yang berhubungan dengan penerapan komunikasi terapeutik untuk meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan pasien hemodialisa dalam menjalankan terapi diet. 3. Rumah Sakit Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi RSUD Dr. Pirngadi Medan bahwa pentingnya penerapan komunikasi terapeutik bagi seorang perawat yang berdampak pada pengetahuan dan kepatuhan pasien untuk menjalankan terapi diet pada pasien hemodialisa, sehingga dapat mengurangi dampak yang ditimbulkan dari kurangnya pengetahuan dan ketidakpatuhan diet yaitu angka kejadian pasien yang maju dari jadwal yang seharusnya, pasien malnutrisi, kenaikan berat badan yang berlebihan, terjadinya komplikasi karena cairan yang berlebih pada pasien hemodialisa dapat teratasi sehingga meningkatkan efektifitas hemodialisa dan meningkatkan kualitas hidup pasien yang menjalankan terapi hemodialisa